Senin, 21 April 2014

Skripsi Hukum: STATUS DAN PERKEMBANGAN PERAN ICRC SEBAGAI SUBYEK HUKUM INTERNASIONAL

BAB I.
PENDAHULUAN.
1.  LATAR BELAKANG.
Sepanjang perjalanan sejarah umat manusia, selalu timbul perbedaan  kepentingan dan tujuan diantara negara – negara yang ada. Perbedaan– perbedaan  ini memberikan dinamika dalam hubungan internasional. Dampak positif dari  dinamika hubungan internasional berupa kerjasama antar negara, tetapi terkadang  menimbulkan dampak negatif, antara lain berupa perang. Perang terjadi akibat  tidak dicapainya suatu titik temu antara berbagai kepentingan dan tujuan yang  berbeda tersebut. Perang, sebagai jalan terakhir yang diambil akibat buntunya  upaya kerjasama antar negara memang sering kali tidak dapat dihindari.

Ada kalanya suatu perang dapat juga memunculkan kepentingan para  pihak yang terlibat didalamnya. Tetapi satu hal yang tidak dapat dipungkiri adalah  bahwa perang selalu akan meminta banyak korban, baik harta benda maupun jiwa  manusia, yang secara langsung atau tidak langsung terlibat didalamnya. Korban  perang, tanpa memandang apakah ia berstatus penduduk sipil atatu prajurit  angkatan bersenjata (peserta perang) jelas merupakan pihak yang paling menderita  sebagai akibat dari pecahnya suatu peperangan.
Dua medan pertempuran yang amat terkenal pada abad ke-19 ialah perang  KRIM dan perang SOLFERINO dan tercatat sebagai perang yang sangat   menyeramkan  Ide dan cita  – cita Henry Dunant lebih membuka mata masyarakat  internasional akan pentingnya kehadiran suatu lembaga kepalangmerahan di  negara – negara lain. Sejak itu semakin banyak negara – negara yang mendirikan  perhimpunan – perhimpunan palang merah nasionalnya masing – masing, untuk  membantu para korban bencana alam dan melaksanakan kegiatan medis. Pada  tahun 1919, perhimpunan – perhimpunan palang merah nasional ini bergabung  dalam League of the Red Cross yang bertujuan untuk mengkoordinasikan kegiatan  . Sebagai saksi mata yang pernah melihat secara langsung jatuhnya  korban – korban akibat kekejaman perang pada tahun 1859 di Solferino (kota  kecil yang terletak di daerah daratan rendah provinsi Lambordi, paling utara Italia,  kira – kira 9 km di Selatan danau Garda), Jean Henry Dunant, seorang warga  negara Swiss, tergerak hatinya untuk menolong dan meringankan penderitaan para  korban perang. Dibantu oleh beberapa orang rekannya, ia mendirikan sebuah  komite yang tujuan utamanya adalah membantu korban perang, yang saat ini  dikenal dengan International Committee of the Red Cross (ICRC).
ICRC secara resmi didirikan pada tanggal 22 Juli 1864. Pendirian Komite  ini berawal dari pemikiran Dunant, bahwa harus ada suatu lembaga yang  bertanggung jawab dalam membantu para korban perang, baik penduduk sipil  maupun militer. Lembaga ini harus netral, dalam arti tidak memihak kepada salah  satu negara yang terlibat dalam suatu perang, sehingga dapat memberikan  pertolongan bagi para korban perang secarfa efektif dan efisien.
 H.Umar Mu’in, Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional &  Perhimpunan Palang Merah Indonesia, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1999, halaman.
 perhimpunan – perhimpunan palang merah nasional. Sejak tahun 1991, Liga ini  berganti nama menjadi Federation of Red Cross and Red Crescent Societies.
ICRC,  Federation of Red Cross and Red Crescent Societies, dan  Perhimpunan Palang Merah Nasional bergabung dalam satu wadah yang dikenal  dengan nama Internasional Red Cross and Red Crescent Movement. Gerakan ini  bekerja menangani masalah – masalah kemanusiaan dan hak asasi manusia,  terutama dalam upaya pemberian bantuan bagi korban perang, bencana alam, dan  keadaan darurat lainnya.
Dalam perkembangan setelah ICRC didirikan, kenyataan menunjukkan  bahwa keberadaan ICRC sebagai salah satu lembaga netral yang  bergerak  dibidang humaniter semakin dibutuhkan oleh masyarakat internasional. ICRC  memiliki peran yang besar dalam upaya memberikan bantuan dan pertolongan  bagi korban – korban pertikian bersenjata, baik yang terjadi di dalam wilayah  suatu negara maupun dalam konflik antar negara. Hal ini terlihat dengan  diberikannya mandat oleh masyarakat internasional kepada ICRC untuk  menjalankan fungsi dan peranannya terutama dalam lingkup hukum humaniter.
Fungsi dan peranan ICRC selain tercantum dalam Statuta ICRC juga terdapat  dalam empat buah Konvensi Jenewa 1949 dan dua buah Protokol Tambahannya,  yang perumusannya didukung secara aktif oleh ICRC.
Dalam bukunya, Mochtar Kusumaatmadja  menyebutkan bahwa ICRC  yang berkedudukan di Jenewa mempunyai tempat tersendiri (unik) dalam sejarah  hukum internasional. ICRC adalah subyek hukum internasional (yang terbatas)   lahir karena sejarah, walaupun kemudian kedudukannya (statusnya) itu kemudian  diperkuat dalam perjanjian-perjanjian, dan kemudian dalam konvensi-konvensi  Palang Merah (sekarang Konvensi Jenewa 1949 tentang Perlindungan Korban  Perang). Sekarang ICRC secara umum diakui sebagai organisai internasional yang  memiliki subyek hukum internasional walaupun dengan ruang lingkup yang  sangat terbatas  2.  PERUMUSAN MASALAH  .
Berdasarkan pertimbangan pentingnya diketahui secara jelas mengenai  keistimewaan status ICRC serta fungsi dan perannya sebagai suatu subjek hukum  internasional yang memiliki kapasitas yang terbatas, maka permasalahan yang  diangkat dalam penulisan skr ipsi ini, yaitu : 1.  Bagaimana status dan kedudukan ICRC sebagai subyek hukum internasional  yang terbatas ? 2.  Bagaimana fungsi dan perkembangan peran ICRC sebagai subyek hukum  internasional dalam perjalanan sejarahnya ? 3.  Bagaimana keberadaan dan kegiatan ICRC di Indonesia ?   Mochtar Kusumaatmadja, Pengantar Hukum Internasional, Buku I : Bagian Umum,  cet.4, Bina Cipta, Bandung, 1982, halaman.
 3.  TUJUAN DAN MANFAAT PENULISAN 1.  Tujuan penulisan Penulisan skripsi ini bertujuan untuk menjelaskan bagaimana status ICRC  sebagai subyek hukum internasional berdasarkan Konvensi Jenewa 1949 dan  Status ICRC pada khususnya dan hukum humaniter serta hukum internasional  publik pada umumnya.
2.  Manfaat penulisan Untuk lebih memahami lagi kegiatan yang dilakukan ICRC di seluruh  tempat di dunia yang sedang menghadapi konflik internasional dan non  internasional maupun terjadinya suatu bencana alam.
4.  KEASLIAN PENULISAN Dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan yang diperoleh oleh  Penulis, selama masa perkuliahan di Fakultas Hukum USU, maka penulis ingin  mengangkat suatu materi dari bagian Hukum Internasional mengenai “ STATUS  DAN PERKEMBANGAN PERAN ICRC SEBAGAI SUBYEK HUKUM  INTERNASIONAL “.
Dalam proses pengajuan judul skripsi ini penulis harus mendaftarkan  terlebih dahulu tersebut kebagian Hukum Internasional dan telah diperiksa pada  arsip yang ada sehingga judul yang diangkat oleh penulis dinyatakan disetujui  oleh bagian Hukum Internasional pada tanggal 17 Mei 2010.
 Atas dasar pemeriksaan pada bagian hukum internasional khususnya  Fakultas Hukum USU pada umumnya, keaslian penulisan yang penulis tuangkan  dapat dipertanggung jawabkan.
5.  TINJAUAN KEPUSTAKAAN  Hukum Humaniter Internasional yang dulu disebut hukum perang, atau  hukum sengketa bersenjata, memiliki sejarah yang sama tuanya dengan peradaban  manusia. Atau sama tuanya dengan perang itu sendiri. Umumnya aturan-aturan  tentang perang itu termuat dalam aturan tingkah laku, moral dan agama. Aturanaturan ini antara lain terdapat dalam ajaran agama Budha, Konfusius, Yahudi,  Kristen dan Islam. Bahkan pada masa 3000 – 1500 ketentuan – ketentuan ini  sudah ada pada bangsa Sumeria, Babilonia dan Mesir Kuno. Dalam peradaban  bangsa Romawi dikenal konsep perang yang adil (just war)   Arlina Permanasari dkk. Pengantar Hukum Humaniter. Penerbit ICRC, Jakarta, 1999,  halaman.
.
Pada abad ke 18 Jean Jacques Rosseau dalam bukunya The Social  Contract mengajarkan bahwa perang harus berlandaskan pada moral. Konsep ini  kemudian menjadi landasan bagi Hukum Humaniter Internasional. Pada abad ke  19 landasan moral ini dibangun oleh Henry Dunant, yang merupakan initiator  organisasi Palang Merah, yang kemudian berhasil menyusun Konvensi Jenewa I  tahun 1864. Di Amerika Serikat, pada saat yang hampir bersamaan telah memiliki  Code Lieber atau Instructions for Government of Armies of the United States yang  dipublikasi tahun 1863.
 Konvensi Jenewa 1864, yaitu Konvensi bagi Perbaikan Keadaan Tentara  yang Luka di Medan Perang Darat, merupakan Konvensi yang menjadi perintis  Konvensi-Konvensi Jenewa berikutnya yang mengatur  tentang Perlindungan  Korban Perang. Pada masa-masa berikutnya kemudian perkembangan hukum  humaniter Internasional dilakukan melalui traktat-traktat yang ditandatangani  negara-negara. Misalnya Hukum Den Haag 1899 dan 1907  yang merupakan  serangkaian, Konvensi dan Deklarasi yang mengatur tentang alat dan cara  berperang, terdapat juga Konvensi-Konvensi Jenewa 1949 yang mengatur  mengenai perlindungan terhadap korban perang. Konvensi Jenewa ini kemudian  dilengkapi dengan Protokol Tambahan 1977.
Prinsip atau Asas Pembedaan (Distinction Principle) merupakan suatu  asas penting dalam Hukum Humaniter Internasional. Prinsip ini membedakan  penduduk dari suatu negara yang sedang berperang dalam dua golongan yaitu :  Kombatan (Combatant) dan Penduduk Sipil (Civilian).
  Ibid., halaman.

Apabila seorang kombatan jatuh ketangan musuh, maka ia akan  diperlakukan sebagai tawanan perang. Berkaitan dengan prinsip pembedaan dan  perlakuan tawanan perang ini maka penting diketahui bagaimana mengenai status  dan perlakuan yang ditujukan kepada mata-mata (spy)  dan tentara bayaran  (mercenary) serta kombatan yang tidak sah (unlawful combatant) apabila mereka  jatuh ke tangan musuh.
Download lengkap Versi Word

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi