Rabu, 23 April 2014

Skripsi Hukum: IMPLEMENTASI PEMBERIAN REMISI KHUSUS TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS IIB

 BAB I.
PENDAHULUAN.
A.  Latar Belakang Masalah .
Undang-  undang Dasar 1945, baik dalam pembukaan maupun  dalam batang tubuhnya menyebutkan secara tegas bahwa Negara  Indonesia adalah Negara hukum. Dalam penjelasan undang-  undang  Dasar 1945 disebutkan bahwa Negara Indonesia adalah Negara yang  berdasarkan atas hukum  (rechcstaat )  bukan berdasarkan atas  kekuasaan belaka ( machtstaat ) hal ini berarti bahwa Negara Indonesia  adalah negara hukum yang demokratis berdasarkan Pancasila dan  Undang- undang Dasar 1945, menjunjung tinggi hak asasi manusia dan  menjamin segala warga Negara bersama kedudukannya dalam hukum  dan pemerintahan serta wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu  dengan tanpa kecualinya. Jelaslah bahwa penghayatan, pengamalan dan  pelaksanaan hak asasi manusia maupun hak serta kewajiban warga  Negara , setiap lembaga kenegaraan dan lembaga kemasyarakatan baik  dari tingkat pusat maupun tingkat daerah.

Hukum berfungsi sebagai pelindung kepentingan manusia, agar  kepentingan manusia itu terlindung, maka hukum harus dilaksanakan.
Pelaksanaan hukum dapat berlangsung secara normal, tetapi dapat juga  karena pelanggaran hukum dalam hal ini hukum yang dilanggar harus  ditegakkan. Melalui penegakan inilah hukum menjadi kenyataan. Dalam    penegakan hukum ada tiga hal yang harus diperhatikan yaitu  pertama, kepastian hukum  (rechssicherheit)  kedua kemanfaatan  (zweckmassigheir )  dan ketiga keadilan  (gerechtigheit)  Sudikno  Mertokusumo, 1986 : 30 ).
1) Dalam masyarakat akan ditemui sebuah norma atau kaidah yaitu  yang memberi petunjuk bagaimana seseorang harus berbuat atau tidak  harus berbuat “ tiap masyarakat atau golongan menghendaki norma  dipatuhi, akan tetapi tidak semua orang bisa dan mau mematuhi”,. Agar  normanya dipatuhi maka masyarakat atau golongan masyarakat itu  membuat sanksi atau penguat. Sanksi bisa bersifat negatif bagi mereka  yang berbuat menyimpang dari norma, akan tetapi akan bersifat baik bagi  mereka yang mentaati.
Setiap individu berpeluang menjadi seorang pelanggar hukum.
Namun demikian apapun alasan yang mendorong orang melakukan suatu  tindak kejahatan sudah selayaknya mendapatkan sanksi, sanksi yang  tidak formal biasanya berupa kecaman dan cemoohan dari masyarakat,  sedangkan sanksi formal mencakup hal- hal yang lebih komplek, ada  aturan- aturan hukum yang mengaturnya. Sanksi bagi pelanggar hukum  berupa pidana yang dijatuhkan sesuai dengan jenis tindak kejahatannya.
1) Nawawi Barda, 1986, Penetapan Pidana Penjara Dalam Perundang- undangan dalam Rangka Usaha  Penaggulangan Kejahatan, Penerbit Gramedia, Bandung   Pada dasarnya penjatuhan pidana ( hukuman ) bukan semata-mata  pemberian derita agar jera, tetapi unsur bimbingan dan pembinaan.
Hukuman terhadap pelanggar hukum dilaksanakan di Lembaga  Pemasyarakatan ( Lapas ), dikenal sebagai pembinaan dalam lembaga,  dengan tujuan agar para pelanggar hukum dapat menyadari  kesalahannya dan tidak mengulangi perbuatannya kembali, serta dapat  kembali kemasyarakat dan menjalani fungsi sosialnya dengan baik.
Seseorang ( si pelanggar ) yang diputus pidana penjara berkedudukan  sebagai narapidana. Dalam hal ini pidana penjara seseorang ditempatkan  di Lembaga Pemasyarakatan guna mendapatkan pembinaan.
Pembinaan narapidana adalah suatu bentuk pelayanan pemerintah  kepada narapidana. Lembaga pemasyarakatan merupakan suatu instansi  pemerintah yang melakukan pelayan publik kepada masyarakat.
Masyarakat yang dimaksud disini bukan hanya orang-orang yang ada di  luar namun juga masyarakat yang ada di dalam dalam pesakitan atau  Lapas.
Pada umumnya narapidana yang ditempatkan dalam Lapas  memiliki gejala atau karakteristik yang sama dengan penghuni yang lain,  yakni mereka mengalami penderitaan –penderitaan sebagai dampak dari  hilangnya kemerdekaan yang dirampas, hal ini ditegaskan oleh Gresham  M Sykes :   Bahwa setiap narapidana akan mengalami lima lost atau lima  kehilangan yaitu : Lost of Liberty, Lost of security, Lost of Autority, Lost of  sexual, Lost of Good Service ( Has ; 1994 ).
2) Sejak dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995  Tentang Pemasyarakatan, maka pemasyarakatan adalah sebagian dari  sistem peradilan pidana terpadu ( Integreeted criminal Justice System )  yaitu sebagai penegak hukum yang mempunyai tugas pokok  melaksanakan pembinaan narapidana dan anak didik Pemasyarakatan  sebagai bagian akhir dari sistem pemidanaan. Pemasyarakatan  melakukan pembinaan terhadap pelanggaran hukum dengan tujuan  pemulihan kesatuan tertib hukum.
Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia  adalah Departemen pemerintah yang mengurusi pelayanan publik kepada  masyarakat. Dimana Departemen Hukum Dan HAM membawahi  Direktorat Jenderal Pemasyarakatan yang membawahi Lapas. Lapas  merupakan bagian pemerintah yang menjalankan pelayanan publik.
Sejarah kepenjaraan yang berkembang dari zaman penjara sampai pada  sistem pemasyarakatan. Sistem pemasyarakatan merupakan bentuk  penegakan hak asasi manusia yang mengutamakan pelayanan hukum  dan pembinaan narapidana. Pelayanan hukum dan pembinaan  narapidana ini merupakan suatu pelayanan publik pemerintah yang  diberikan kepada masyarakat.
2) Hamzah, Andi, 1994, Azas- azas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta    Sebagaimana tercantum dalam pasal 1 ayat (2) Undang- undang  Nomor 12 Tahun 1995, sistem pemasyarakatan bertujuan untuk  mengendalikan Warga Binaan Pemasyarakatan sebagai warga yang baik  dan untuk melindungi masyarakat terhadap kemungkinan diulanginya lagi  tindak pidana, maka pelaksanaan Sistem Pemasyarakatan ini menitik  beratkan pada usaha-usaha perawatan, pembinaan, pendidikan dan  bimbingan bagi warga binaan.
Adapun hak-hak yang dimiliki oleh Warga Binaan Pemasyarakatan  ( WBP ) yang diatur dalam Pasal 14 ayat (1 ) Undang- undang No.12  tahun 1995 yaitu : a.  Melakukan ibadah sesuai dengan agama atau  kepercayaannya.
b.  Mendapatkan perawatan baik perawatan jasmani maupun  perawatan rohani.
c.  Mendapatkan pendidikan dan pengajaran.
d.  Mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang  layak.
e.  Menyampaikan keluhan.
f.  Mendapatkan bahan  bacaan dan mengikuti siaran media  masa  lainnya yang tidak dilarang.
g.  Mendapatkan upah dan premi atas pekerjaan yang  dilakukan.
h.  Menerima kunjungan keluarga, penasehat hukum, atau  orang  tertentu yang lainnya.
i.  Mendapatkan pengurangan masa pidana ( remisi ).
j.  Mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk cuti  mengunjungi keluarga.
k.  Mendapatkan pembebasan bersyarat   l.  Mendapatkan cuti menjelang bebas dan; m.  Mendapatkan hak- hak lain sesuai dengan peraturan  perundang-undangan yang berlaku.
Bagi narapidana yang  berkelakuan baik berhak mendapatkan  pengurangan masa pidana ( remisi ) seperti terdapat dalam ketentuan  Pasal 14 ayat (1) huruf I Undang- undang Nomor 12 Tahun 1995 tersebut.
Dalam Sistem Pemasyarakatan remisi merupakan mata rantai dari  suatu proses pemasyarakatan yang merupakan hak dari setiap  narapidana, hak ini hanya dapat diperoleh apabila narapidana yang  bersangkutan dapat menunjukkan tingkah laku yang baik menurut  penilaian Tim Pengamat Pemasyarakatan ( TPP ), disamping WBP  tersebut terlebih dahulu memenuhi persyaratan-persyaratan yang telah  dilihat selama menjalani hukuman.
Dalam pelaksanaan pembinaan WBP yang menggunakan Sistem  Pemasyarakatan, dibuatlah salah satu upaya pembinaan dengan  memberikan remisi. Hal ini untuk tujuan yang dicita- citakan, disamping  asimilasi,Pembebasan Bersyarat dan Cuti Bersyarat, serta Cuti Menjelang  Bebas. Remisi merupakan pengurangan masa menjalani pidana bagi  Narapidana setelah memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan.
Berkaitan dengan pengertian remisi dan pejabat yang berwenang  mengeluarkan remisi sesuai dengan Keputusan Presiden No.174 Tahun  1999 tentang Remisi pada pasal 1 ayat (1),(2), dan (3) menyebutkan :   Ayat (1) “Setiap narapidana dan anak pidana yang menjalani pidana penjara  sementara dan pidana kurungan dapat diberikan remisi apabila yang  bersangkutan berkelakuan baik selama menjalani pidana”.
Ayat (2) “Remisi diberikan oleh Menteri Hukum dan Perundang- Undangan  Republik Indonesia”.
Ayat (3) “Remisi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan  keputusan Menteri Hukum dan Perundang- Undangan”.
Dengan uraian diatas itulah, maka penulis terdorong untuk  melakukan penelitian yang berjudul : “IMPLEMENTASI PEMBERIAN  REMISI KHUSUS TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA  PEMASYARAKATAN KLAS IIB LUBUK PAKAM ” B. Perumusan Masalah Dari apa yang kita pahami sebagai makna dari masing-masing  bagian diatas maka adapun permasalahan-permasalahan yang akan  penulis bahas dalam penulisan skripsi ini adalah  :  a.  Apakah mekanisme pemberian remisi khusus kepada narapidana di  Lapas Klas IIB Lubuk Pakam sudah berjalan dengan maksimal.
b.  Bagaimana kaitan pemberian remisi khusus dengan pembinaan  narapidana didalam lapas .

c. Hambatan-hambatan apa saja yang dihadapi dalam pelaksanaan  pembinaan pemberian remisi khusus kepada narapidana .
Download lengkap Versi Word

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi