Rabu, 23 April 2014

Skripsi Hukum: INFORMASI, DOKUMEN DAN TANDA TANGAN ELEKTRONIK SEBAGAI ALAT BUKTI YANG SAH DALAM HUKUM ACARA PERDATA KAITANNYA DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008

BAB I .
PENDAHULUAN .
A.  Latar Belakang .
Dalamera informasi sekarang ini keberadaan suatu informasi mempunyai  arti dan peranan yang sangat penting dalam semua aspek kehidupan. Masyarakat  juga cenderung berubah menjadi masyarakat informasi yang pada akhirnya  memicu perkembangan teknologi informasi menjadi kian pesat sehingga  terciptalah perangkat-perangkat informatika yang semakin canggih dan jaringanjaringan sistem informasi yang semakin rumit dan handal. Berkaitan dengan  pembangunan di bidang teknologi, dewasaini peradaban manusia dihadirkan  dengan adanya fenomena baru yang mampu mengubah hampir setiap aspek  kehidupan manusia, yaitu perkembangan teknologi informasi melalui internet.

Kemajuan teknologi informasi khususnyamedia internet, dirasakan banyak  memberikan manfaat seperti misalnya dari segi keamanan, kecepatan serta  kenyamanan. Contoh sederhana, dengan dipergunakannya media internet sebagai  sarana pendukung dalam pemesanan tiket pesawat terbang atau kereta api,  reservasi hotel, pembayaran tagihan telepon, listrik, telah membuat masyarakat  semakin nyaman dan aman dalam menjalankan aktivitasnya. Masyarakat bahkan  tidak perlu keluar rumah dan antri untuk memperoleh layanan yang diinginkan  karena proses pemesanan dapat dilakukan di rumah, kantor, bahkan di dalam  kendaraan, begitu pula tingkat keamanan dalam bertransaksi relatif terjamin  karena transaksi dilakukan secara online.
 Teknologi informasi dan komunikasitelah mengubah perilaku dan pola  hidup masyarakat secara global. Perkembangan teknologi informasi telah pula  menyebabkan dunia menjadi tanpa batas dan menyebabkan perubahan sosial,  budaya dan ekonomi juga pola penegakan hukum yang secara signifikan  berlangsung demikian pesat. Dengan teknologi informasi yang berkembang saat  ini, maka akan memudahkan orang untuk dapat mengetahui ataupun  berkomunikasi dalam jarak jauh pada berbagai belahan bumi secara seketika  dalam hitungan detik sekalipun. Sarana yang dapat digunakan mulai dari radio,  televisi, telepon, telepon genggam, telegram, faximile, dan yang terakhir internet  melalui jaringan komputer. Teknologi informasi saat ini menjadi pedang bermata  dua, karena selain memberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan,  kemajuan dan peradaban manusia, sekaligus menjadi sarana efektif dalam  melakukan perbuatan melawan hukum.
 Kenyataan yang ada sekarang ini, hal yang terkait dengan pemanfaatan  teknologi informasi tidak lagi dapat dilakukan dengan pendekatan melalui sistem  hukum konvensional, mengingat kegiatannyatidak lagi dapat dibatasi oleh  teritorial suatu negara, aksesnya dengan mudah dapat dilakukan dari belahan  dunia manapun. Kerugian dapat terjadi baikpada pelaku internet maupun orang  lain yang tidak pernah berhubungan sekalipun, misalnya dalam pencurian dana  kartu kredit melalui pembelanjaan di internet. Di samping itu masalah pembuktian  merupakan faktor yang sangat penting karena dalam kenyataannya data dimaksud  juga ternyata sangat rentan untuk diubah, disadap, dipalsukan dan dikirim ke  berbagai penjuru dunia dalam waktu yang sangat singkat. Sehingga dampak yang   diakibatkannya pun dapat terjadi demikian cepat dan dahsyat. Kesiapan  masyarakat yang diperlukan dalam menghadapi kemajuan teknologi dapat  berwujud kesiapan infrastruktur pendukung, mental masyarakat yang akan  menghadapi kemajuan bahkan perangkat perundang-undangan yang mengaturnya,  yang pada gilirannya akan memaksa dirumuskannya suatu norma-norma baru.
 Teknologi informasi telah menjadi instrumen efektif dalam perdagangan  global. Contoh kongkret misalnya untuk memesan obat-obatan yang bersifat  sangat pribadi orang cukup melakukannya  melalui internet, bahkan untuk  membeli majalah orang juga dapat membayar tidak dengan uang tapi cukup  dengan mendebit pulsa telepon seluler melalui fasilitas SMS. Kenyataan ini  menunjukkan bahwa konvergensi di bidang telematika berkembang terus tanpa  dapat dibendung, seiring dengan ditemukannya hak cipta dan paten baru di bidang  teknologi informasi.
 Persoalan yang lebih luas juga terjadi untuk masalah-masalah  keperdataan, karena saat ini transaksi e-commerce ( electronic commerce )yang  telah menjadi bagian dari perniagaan nasional dan internasional. E-commerce pada dasarnya adalah merupakan suatu kontrak transaksi perdagangan antara  penjual dan pembeli dengan menggunakan media internet. Jadi, proses pemesanan  barang, pembayaran transaksi hingga pengiriman barang dikomunikasikan melalui  internet. Sekarang ini semakin banyak  orang, pelaku usaha khususnya yang  melakukan transaksi melalui internet guna pemenuhan keefektifan dan keefisienan  ruang gerak mereka. Secara tradisional,  suatu transaksi terjadi jika terdapat  kesepakatan antara dua orang atau lebih terhadap suatu hal. Kesepakatan tersebut   dapat dibuat secara lisan ataupun tertulis, kesepakatan tertulis lazimnya  dituangkan dalam suatu perjanjian yang ditanda-tangani oleh para pihak yang  berkepentingan. Di dunia internet, kesepakatan terjadi secara elektronik tidak ada  penandatanganan para pihak selayaknya dalam perjanjian tertulis. Perubahan ini  membawa implikasi hukum yang serius bila tidak ditangani dengan benar.
Beberapa isu yang muncul dari kemampuan internet dalam memfasilitasi transaksi  antarpihak ini antara lain masalah keberadaan para pihak ( reality ), kebenaran  eksistensi dan atribut ( accuracy ), penolakan atau pengingkaran atas suatu  transaksi ( non-repudiation ), keutuhan informasi ( integrity of information ),  pengakuan saat pengiriman dan penerimaan, privasi dan jurisdiksi.
 Dalam  perjanjian konvensional tidak mudah bagi seseorang untuk menolak atau  mengakui bahwa ia telah berbuat sesuatu, karena adanya bukti fisik yang dapat  digunakan sebagai petunjuk bahwa seseorang telah melakukan sesuatu. Tidak  demikian halnya dengan perjanjian yang dibuat melalui media internet, seseorang  dengan mudah menolak bahwa ia telah berbuat sesuatu di internet karena tidak  ada bukti fisik yang memaksanya untuk mengakui bahwa ia telah berbuat sesuatu  dalam hal ini membuat suatu perjanjian.Agar penolakan semacam ini tidak  terjadi, maka secara teknis harus disediakan teknologi yang mampu membuktikan  adanya suatu transaksi, dan hal ini juga harus diperkuat dengan ketentuan hukum  dalam undang-undang, sehingga bila nanti timbul suatu sengketa dari kesepakatan  ini maka seperti layaknyasengketa-sengketa perjanjian konvensional,sengketa  perjanjian melalui internet jugadapat diajukan ke pengadilan.
1 Merry Magdalena dan Maswigrantoro Roes Setiyadi, Cyberlaw, Tidak Perlu Takut, CV  Andi Offset, Yogyakarta, 2007, hlm. 114.
 Dengan meningkatnya aktivitas elektronik, seperti misalnya perjanjianperjanjian yang dilakukan melalui media internet seperti yang telah disebutkan  sebelumnya, yang dapat terjadi tanpa masing-masing pihak bertemu secara fisik  atau menandatangani dokumen tertulis melainkan dalam suatu catatan-catatan  elektronik seperti e-mailatau catatan yang dibuat melalui sistem komputer secara  otomatis, maka alat pembuktian yang dapat digunakan secara hukum harus juga  meliputi informasi dan dokumen elektronik untuk dapat memudahkan dalam  pelaksanaan hukumnya. Selainitu hasil cetak dari  dokumen atau informasi  tersebut juga harus dapat dijadikan bukti yang sah secara hukum. Untuk  memudahkan pelaksanaan penggunaan bukti elektronik ( baik dalam bentuk  elektronik atau hasil cetak ), maka bukti elektronik dapat disebut sebagai  perluasan alat bukti yang sah. Sesuai dengan hukum acara yang berlaku di  Indonesia seperti yang diatur menurut Pasal 1866 KUHPerdata dan Pasal 284  RBg/164 HIR, alat-alat bukti yang sah terdiri dari bukti tulisan, bukti dengan  saksi-saksi, persangkaan-persangkaan, pengakuan dan sumpah. Sedangkan  menurut Pasal 184 KUHAP, alat-alat bukti yang sah terdiri dari keterangan saksi,  keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa. Dengan dibentuknya  UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik maka alatalat bukti elektronik telah diterima sebagai alat bukti yang sah dalam hukum acara  di Indonesia. UU Nomor 11 Tahun 2008 ( UU ITE ) mengakui informasi dan  dokumen elektronik sebagai bukti hukum yang sah. Hal ini memiliki arti penting  karena segala transaksi, komunikasi dan kesepakatan-kesepakatan dilakukan  secara elektronik. Meskipun demikian, terdapat pembatasan bahwa informasi dan   dokumen elektronik sebagai bukti elektronik tidak dapat dijadikan sebagai bukti  hukum yang sah terhadap :  1.  surat yang menurut undang-undang harus dibuat dalam bentuk tertulis, dan  2.  surat beserta dokumennya yang menurut undang-undang harus dibuat dalam   bentuk akta notaril atau akta yang dibuat oleh pejabat pembuat akta.
Dengan demikian, sertifikat tanah, surat-surat terjadinya perkawinan dan putusnya  perkawinan, perjanjian yang berkaitan dengan transaksi barang tidak bergerak,  dokumen yang berkaitan dengan hak kepemilikan, tidak dapat dijadikan bukti  yang sah jika dibuat dalam bentuk elektronik.
 Selain informasi dan dokumen elektronik, tanda tanganelektronik juga  termasuk dalam alat bukti elektronik. Dengan adanya transaksi melalui internet  timbul permasalahan bagaimana para pihak yang bertransaksi dapat  membubuhkan tanda tangan mereka masing-masing sebagai otentifikasi dokumen  elektronik yang dipakai sebagai dasar transaksi melalui internet. Sebagai solusi  dari permasalahan tersebut saat ini orang telah menggunakan tanda tangan  elektronik sebagai alat untuk memberikanotentifikasi terhadap suatu dokumen  elektronik. Tanda tangan elektronik atau biasa disebut dengan tanda tangan digital  ( digital signature ) adalah alat untuk mengidentifikasi data dan informasi yang  dikeluarkan oleh seseorang. Tanda tangan elektronik sebenarnya tidak berbeda  dengan tanda tangan biasa dari aspek kegunaannya, namun karena bersifat  elektronik, maka cara pembuatan, penyampaian dan penerimaan tanda tangan  elektronik bersifat sangat teknis. Tanda tangan elektronik bukan tanda tangan  yang dibubuhkan di atas kertas sebagaimana lazimnya suatu tanda tangan. Tanda   tangan elektronik diperoleh dengan terlebih dahulu menciptakan suatu message  digestatau hash yang akan dikirimkan melalui ruang siber ( cyberspace ).

  Berpijak pada uraian adanya transaksi-transaksi elektronik yang semakin  berkembang pada masa sekarang ini dan dikaitkan dengan sengketa-sengketa yang  dapat timbul daripadanya dan alat bukti yang lahir dari suatu transaksi elektronik  tersebut maka penulis ingin mengangkat mengenai kedudukan dan pelaksanaan  alat bukti elektronik sebagai alat bukti yang sah pada hukum acara perdata, dalam  bentuk skripsi dengan judul “  Informasi, Dokumen dan Tanda Tangan  Elektronik sebagai Alat Bukti yang Sah dalam Hukum Acara Perdata  Kaitannya dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 “  B. Perumusan Masalah   Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya, adapun  yang menjadi dasar pembahasan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai  berikut:  1.  Bagaimana kedudukan dan kekuatan hukum dari suatu informasi, dokumen   dan tanda tangan elektronik sebagai alat bukti ?  2.  Bagaimana tanggapan yang timbul mengenai keabsahan informasi, dokumen   dan tanda tangan elektronik sebagai alat bukti ?  3.  Bagaimana penggunaan, pelaksanaan dan kekuatan bukti elektronik dalam  perkara perdata ?  2 Ahmad M. Ramli,dkk, Menuju Kepastian Hukum di Bidang : Informasi dan Transaksi  Elektronik, Departemen Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia, 2007, hlm. 47.
Download lengkap Versi Word

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi