Rabu, 23 April 2014

Skripsi Hukum: TINJAUAN YURIDIS TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP UANG TUNAI DI BANK DI JAMIN OLEH PERUSAHAAN ASURANSI

BAB I .
PENDAHULUAN .
A. Latar Belakang .
Didalamkehidupan bermasyarakat kegiatan pinjam – meminjam uang telah  dilakukan sejak lama, masyarakat mengenal uang sebagai alat pembiayaan yang sah. Dapat kita ketahui bahwa hampir semua masyarakat telah menjadikan kegiatan  pinjam – meminjam uang sebagai sesuatu yang sangat diperlukan untuk mendukung  perkembangan kegiatan perekonomiannya dan untuk meningkatkan taraf  kehidupannya.
Pihak pemberi pinjaman yang mempunyai kelebihan uang bersedia  memberikan pinjaman uang kepada yang memerlukannya. Sebaliknya, pihak  peminjam berdasarkan keperluan atau tujuan tertentu melakukan peminjaman uang  tersebut. Secara umum dapat dikatakan bahwa pihak peminjam meminjam uang  kepada pihak pemberi pinjaman untuk membiayai kebutuhan yang berkaitan dengan  kehidupan sehari-hari atau untuk memenuhi keperluan dana guna pembiayaan  kegiatan usahanya.

Ditinjau dari sudut perkembangan perekonomian nasional maupun  internasional dapat kita ketahui betapa besar peranan yang terkait dengan kegiatan  pinjam meminjam uang pada saat ini.
1   Berbagai lembaga keuangan terutama bank-bank konvensional telah banyak  membantu pemenuhan kebutuhan dana bagi kegiatan perekonomian dengan  memberikan pinjaman uang antara lain dalam bentuk kredit perbankan.
Kredit perbankan merupakan salah satu usaha bank konvensional yang telah banyak  dimanfaatkan oleh anggota masyarakat yang memerlukan dana dalam bentuk uang  tunai (cash money)guna untuk membentu perekonomian masyarakat tersebut.
 Pemberian kredit atau penyediaan dana oleh pihak perbankan merupakan  unsur yang terbesar dari aktiva bank, yang juga sebagai asset utama sekaligus  menentukan maju mundurnya perbankan yang bersangkutan dalam menjalankan  fungsi dan usahanya menghimpun dan menyalurkan dana pada masyarakat.
 Pemberian kredit maupun tentang pembiayaan dalam perbankan diatur dalam  Undang-undang Nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan sebagaimana telah  disempurnakan dengan Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998.
Penjelasan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 menyebutkan  bahwa bank dapat meminta berupa jaminan pokok dan apabila masih merasa kurang,  bank dapat meminta jaminan tambahan dari debitur.
Jaminan pokok menurut penjelasan Pasal 8 Undang-Undang No. 10 Tahun  1998 adalah agunan berupa barang, proyek atau hak tagih yang dibiayai dengan kredit  tersebut, yang berarti bahwa jaminan tersebut mempunyai hubungan langsung dengan  kreditnya. Jaminan tambahan adalah agunan berupa tanah atau barang yang tidak   Rachmadi Usman, SH, MH, 2008, Hukum Jaminan Keperdataan,PT. Sinar Grafika,  Jakarta.
 secara langsung dibiayai oleh kredit yang bersangkutan. Pada umumnya, dalam  praktek bank dalam memberikan kredit selalu meminta jaminan tambahan.
Jaminan dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu jaminan perorangan dan jaminan  kebendaan. Jaminan kebendaan dapat dibedakan atas jaminan kebendaan dengan  objek benda bergerak dan jaminan kebendaan dengan objek benda tetap/benda tidak  bergerak. Berdasarkan pembagian bendamenurut KUH Perdata,lembaga jaminan  untuk benda bergerak adalah gadai sedangkan untuk benda tetap atau benda tidak  bergerak adalah hipotek.
 Selanjutnya, dalam hal kegiatan pinjam– meminjam uang yang terjadi dalam  masyarakat dapat kita perhatikan bahwa umumnya sering dipersyaratkan adanya  penyerahan jaminan utang oleh pihak peminjam kepada pihak pemberi jaminan.
Jaminan utang dapat berupa barang (benda) sehingga merupakan jaminan kebendaan  dan atau berupa janji penanggungan utang sehingga merupakan jaminan perorangan,  jaminan kebendaan memberikan hak kebendaan kepada pemegang jaminan.
Kewajiban untuk menyerahkan jaminan utang oleh pihak peminjam dalam  rangka pinjaman uang sangat terkait dengan kesepakatan diantara pihak-pihak yang  melakukan pinjam – meminjam uang pada umumnya pihak pemberi pinjaman  mensyaratkan adanya jaminan utang sebelum memberikan pinjaman uang tunai  kepada pihak peminjam. Penyerahan jaminan utang tersebut sering pula diatur dan  disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku.
 Ibid, hal. 115.
 Kegiatan pinjam – meminjam uang yang dikaitkan dengan persyaratan  penyerahan jaminan utang banyak dilakukan oleh perorangan dan berbagai badan  usaha. Badan usaha umumnya secara tegas mensyaratkan kepada pihak peminjam  untuk menyerahkan suatu barang (benda) sebagai objek jaminan utang pihak  peminjam. Jaminan tersebut akan dinilai oleh badan usaha sebelum diterima sebagai  objek jaminan atas pinjaman yang diberikannya.
Biasanya penilaian dibidang perbankan meliputi penilaian dari kedua segi yaitu segi  hukum dan dari segi ekononomi. Dari penilaian kedua segi tersebut barulah dapat  disimpulkan kelayakannya sebagai jaminan utang yang baik dan berharga.
 Dalam penilaian jaminan utang dari segi hukum pihak pemberi pinjaman  seharusnya melakukannya menurut (berdasarkan) ketentuan hukum yang berkaitan  dengan objek jaminan utang dan ketentuan hukum tentang penjaminan utang yang  disebut sebagai hukum jaminan.
  Hukum jaminan merupakan himpunanketentuan-ketentuan yang mengatur  atau berkaitan erat dengan penjaminan dalam rangka utang-piutang (pinjaman-uang)  yang terdapat dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini.
 Sementara itu bank sebagai salah satu badan usaha yang memberikan  pinjaman uang kepada masyarakat dalam bentuk pemberian kredit mensyaratkan  adanya penyerahan jaminan kredit oleh pemohon kredit.
 M. Bahsan, SH. SE, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia,PT, Raja  Grafindo Persada, Jakarta, hal.3.
  Didalampemberian kredit, bank menyalurkan dana yang dihimpun dari  masyarakat kepada pihak yang membutuhkannya. Akan tetapi kredit yang diberikan  oleh bank itu mengandung resiko, sehinggadidalam Pasal 8 Undang-Undang Nomor  10 Tahun 1998 tentang perbankan, ditentukan bahwa dalam memberikan kredit bank  wajib mempunyai keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk  melunasi hutangnya sesuai dengan diperjanjikan pemberian kredit yang sangat  beresiko tersebut menuntut bank untuk menerapkan prinsip kehati-hatian.
 Bank sangat bertanggung jawab atas pengembalian dana yang dipercayakan  masyarakat kepadanya. Pada waktu yang telah diperjanjian itu kepada para  nasabahnya.
 Dengan demikian, bank harus dapat mengurangi resiko-resiko tersebut dengan  memperhatikan jaminan sebagai salah satu faktor yang sangat penting untuk  mendapatkan perlindungan hukum dari bank tersebut. Untuk itu bank bekerjasama  dengan perusahaan asuransi, guna untuk mengurangi, menghindari, mengatasi resikoresiko yang dapat mengakibatkannya kerugian ekonomis.
 Perusahaan asuransi sebagai lembaga pertanggungan yang memberikan  perlindungan atas nilai ekonomi hidup manusia, dunia usaha masyarakat, keluarga  dan siapa saja yang mempunyai kepentingan terhadap objek perjanjian perlindungan  yang diberikan oleh perusahaan Asuransi dilakukan dengan cara memberikan ganti  rugi maksimal sebesar kerugian yang diderita oleh pihak yang berkepentingan   Djuhaendah Hasan, Lembaga Jaminan Kebendaan Bagi Tanah dan Benda Lain yang  Melekat pada Tanah dalam Konsepsi Penerapan Asas Pemisahan Horizontal, Citra Aditya Bakti,  Bandung, 1996, hal.12-14.
 sehingga perusahaan asuransi mengembalikan pihak yang berkepentingan kembali  kepada keadaan yang semula seperti sebelum ditimpa kerugian dan memberikan  kesejahteraan sosial bagi keluarga.
  Sebagai konsekwensi dari diterimanya pelimpahan resiko-resiko oleh  perusahaan asuransi, maka pihak yang melimpahkan resiko (bank) berkewajiban  membayar sejumlah uang yang disebut premi sebagai imbalan jasa, dengan  pembayaran secara sekaligus berkala sesuai dalam perjanjian Asuransi.
Perusahaan Asuransi memberikanproteksi untuk mengganti kerugian  ekonomi yang mungkin akan diderita oleh pihak bank, dan melindungi bank dari  resiko terjadinya perampokan, pencurian yang disertai tindak kekerasan. Sesuai  perjanjian yang telah disepakati antara pihak bank dengan perusahaan Asuransi.
 Perusahaan Asuransi tidak jauh berbeda dengan bank, yakni sebagai salah satu  lembaga keuangan, dan pertanggungan selainmemberi proteksi terhadap nilai  ekonomi hidup masyarakat. Perusahaan Asuransi juga merupakan wadah bagi  pembentukan dana yang besar, suatu dana nasional yang jelas mempunyai peranan  untuk menunjang pembangunan bangsa dan negara.

 Seperti kegiatan utama lembaga keuangan lainnya, maka perusahaan Asuransi  menjalankan kegiatan usahanya dengan cara menghimpun dana-dana jangka panjang  melalui premi-premi yang dikumpulkan olehperusahaan Asuransi dari banyak  masyarakat pemegang Polis Asuransi. Walaupun pada kenyataannya premi-premi   Radiks Purba, Memahami Asuransi di Indonesia,PT. Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta,  1995, hal. 274.
Download lengkap Versi Word

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi