BAB I.
PENDAHULUAN.
A. Latar Belakang Masalah.
Kebijakan penegakan hukum merupakan bagian
dari kebijakan sosial, yang secara
strategis dilakukan melalui 3 (tiga) tahap yaitu tahap formulasi hukum oleh Lembaga Legislatif, tahap penerapan hukum
oleh Pengadilan dan tahap eksekusi a.
Bahwa tindak pidana korupsi yang selama ini terjadi secara luas, tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga
telah merupakan pelanggaran terhadap
hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat secara luas, sehingga tindak pidana korupsi perlu
digolongkan sebagai kejahatan yang
pemberantasannya harus dilakukan secara luar biasa; .
Permasalahan yang
menjadi fokus pembicaraan sekarang ini adalah kebijakan pidana mati dalam Undang-undang No.
20 Tahun 2001 terhadap pelaku tindak
pidana korupsi. Lebih penting lagi pada persoalan apakah peraturan sekarang ini yakni Undang-Undang No. 20 Tahun
2001 efektif untuk memberantas para
pelaku tindak pidana korupsi, sesuai dengan harapan dari Lembaga Legislatif sebagai mana tertuang dalam
Konsiderans Undang-Undang tersebut,
yaitu : b. Bahwa untuk lebih menjamin
kepastian hukum, menghindari keragaman
penafsiran hukum dan memberikan perlindungan terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat, serta
perlakuan secara adil dalam
pemberantasan tindak pidana korupsi.
Lebih lagi dengan dicantumkan pidana mati sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 2 ayat (2) Undang-undang No. 31
Tahun 1999 tentang Prof, Dr, Barda
Nawawi, Arief, Masalah Penegakan Hukum Dan Kebijakan Hukum Pidana Dalam Penanggulangan Kejahatan.
Kencana, Jakarta, hal. 77-79.
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah
diubah dan tercantum dalam Pasal 1 ayat
(1) Undang-undang No. 20 Tahun 2001, yang masing-masing PasalPasal tersebut
pada intinya merumuskan sebagai berikut: Pasal 2 ayat (2) Undang-undang No. 31
Tahun 1999 menyebutkan bahwa : “Dalam hal
tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati
dapat dijatuhkan”.
Pasal 1 ayat (1)
Undang-undang No.20 Tahun 2001 menyebutkan bahwa : “Beberapa ketentuan dan penjelasan Pasal dalam
Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang
pemberantasan tindak pidana diubah sebagai berikut : Pasal 2 ayat (2) substansi tetap, penjelasan
Pasal demi Pasal dirubah sehingga
rumusannya sebagaimana tercantum dalam penjelasan Pasal demi Pasal angka 1 Undang-undang ini”.
Pencantuman pidana
mati dalam Undang-Undang tersebut di atas tentunya merupakan fenomena baru dalam upaya pencegahan
korupsi di Indonesia karena dengan pencantuman pidana mati tersebut diharapkan
akan memberikan efek jera bagi pelaku
maupun bagi pelaku lain yang berpotensi sebagai pelaku. Hal ini tentunya dapat dijadikan pegangan bagi aparat
penegak hukum untuk dapat menjatuhkan
pidana mati bagi pelaku tindak pidana korupsi yang memenuhi rumusan Pasal 2 ayat (2) Undang-undang No. 31
Tahun 1999 yang telah diubah dan
tercantum dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-undang No. 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-undang No. 31 Tahun 1999
tentang pemberantasan tindak pidana
korupsi.
Sehubungan dengan
hal di atas, dijelaskan oleh Romli Atmasasmita bahwa: Penjatuhan
pidana mati bagi pelaku tindak pidana korupsi efektif diterapkan di Republik Rakyat Cina (RRC), dan
ternyata cukup berhasil dalam rangka
mengurangi tindak pidana korupsi. Hal ini tentunya dapat dijadikan contoh oleh Indonesia di dalam
menjatuhkan pidana mati bagi para
koruptor B. Perumusan Masalah .
Kenyataan tersebut
sejak berlakunya Undang-Undang tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi No. 20 Tahun 2001, hakim di Indonesia tidak pernah sekalipun menjatuhkan pidana mati
tersebut terhadap seorang koruptor
meskipun dalam ketentuan perundang-undangan memberikan landasan hukum yang cukup tegas, sehingga belum dapat
memberikan efek jera kepada para
koruptor lainnya semakin subur dan sulit diberantas.
Dari latar belakang
masalah di atas, adapun yang menjadi permasalahan penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah sistem pemidanaan di
Indonesia dihubungkan dengan pidana mati?
2. Bagaimanakah perkembangan tindak
pidana korupsi di Sumatera Utara setelah
dikeluarkannya Undang-undang No. 20 Tahun 2001 ? C. Tujuan Dan Manfaat
Penulisan a. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini
adalah : 1. Untuk mengetahui bagaimana
kedudukan pidana mati dalam sistem hukum Indonesia.
2. Untuk mengetahui perkembangan tindak pidana
korupsi di Sumatera Utara setelah
dikeluarkannya Undang-undang No. 20 Tahun 2001.
Adji, Indriyanto Seno, Pidana mati Bagi
Koruptor Sebagai Upaya Pemberantasan Korupsi,
Jurnal Keadilan, Jakarta, 2001, hal. 3.
b. Manfaat Penulisan Penelitian ini pada
dasarnya diharapkan dapat bermanfaat untuk hal-hal sebagai berikut : 1.
Secara teoritis Secara teoritis adalah untuk mengetahui dan menambah
pengetahuan dan membuka wawasan tentang
kebijakan pidana mati terhadap pelaku tindak pidana korupsi dan perkembangan perkembangan tindak
pidana korupsi yang terjadi di Sumatera
Utara khususnya di Kota Medan setelah berlakunya Undang-undang No.
20 Tahun 2001.
2. Secara praktis Secara praktis adalah sebagai
bahan informasi dalam pengembangan ilmu
hukum pada umumnya, dan hukum pidana pada khususnya yang mempunyai perhatian pada masalah tindak pidana
korupsi.
D. Keaslian
Penulisan “KEBIJAKAN PIDANA MATI DALAM UNDANG-UNDANG NO.
20 TAHUN 2001
TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI (Suatu
Tinjauan Yuridis Normatif)”, yang diangkat sebagai judul skripsi ini belum pernah ditulis di Fakultas Hukum .
Permasalahan yang
dibahas dalam skripsi ini adalah murni hasil pemikiran dari penulis yang dikaitkan dengan teori-teori
hukum yang berlaku maupun doktrin-doktrin
yang ada melalui referensi buku-buku, media elektronik dan bantuan dari berbagai pihak. Skripsi ini
dibuat dalam rangka melengkapi tugas akhir
dan memenuhi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum .
E. Tinjauan Pustaka
1. Tinjauan Umum Tentang Kebijakan Pidana Mati 1.1. Pengertian Pidana Mati Pidana
merupakan suatu penderitaan yang dikenakan terhadap pelanggar undang-undang akan tetapi di pihak lain pidana
juga merupakan suatu pernyataan pencelaan
terhadap perbuatan pelaku kejahatan.
Hukuman mati dalam
istilah hukum dikenal dengan uitvoering. Hukuman atau pidana mati adalah
penjatuhan pidana dengan mencabut hak hidup seseorang yang telah melakukan tindak pidana yang diatur
dalam undang-undang yang diancam dengan
hukuman mati. Hukuman mati berarti telah menghilangkan nyawa seseorang.
Pidana mati adalah
pidana yang terberat dari semua jenis pidana pokok, sehingga hanya diancamkan terhadap pelaku kejahatan
tertentu saja. Sejauh ini tentang perlu tidaknya
pidana mati diancamkan terhadap pelaku kejahatan menimbulkan banyak pendapat. Pidana mati sifatnya eksepsional
artinya pidana mati itu hanya dijatuhkan hakim apabila benar-benar diperlukan.
Pidana mati selalu
diancamkan secara alternatif dengan pidana pokok lainnya, ini merupakan pilihan kepada hakim agar penjatuhan
pidana mati tidak dilakukan secara semena-mena.
Apabila seseorang oleh hakim dinyatakan terbukti bersalah melakukan kejahatan yang berat sebagaimana dengan
kejahatan yang diancam dengan pidana mati, maka hakim dapat menjatuhkan pidana mati.
Adapun dalam prakteknya pelaksanaan pidana
mati dapat ditangguhkan sampai Presiden memberikan Fiat Eksekusi, artinya Presiden menyetujui pelaksanaan pidana mati
kepada terpidana Jadi pidana mati adalah
pidana atau reaksi terhadap atau nestapa berupa kematian yang dikenakan kepada orang yang melakukan
tindak pidana pembuat delik, sedangkan arti
kematian yang diambil dari kata dasar mati maksudnya adalah hilangnya nyawa seseorang atau tidak hidup lagi. Kematian ini
akan terjadi melalui gagalnya fungsi salah satu dari tiga pilar kehidupan (Modi of Death) a.
Tangan dipotong (pencuri) , yaitu : otak (central nervous sistem), jantung (circulaty of sistem), dan paru-paru
(respiratory of sistem).
Download lengkap Versi Word
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi