BAB I
PENDAHULUAN
Setiap
manusia mempunyai kebutuhan yang beragam dalam kehidupannya sebagai individu maupun sebagai makhluk
sosial, namun manusia tidak mampu memenuhi setiap kebutuhannya tersebut secara pribadi.
Manusia memerlukan manusia lainnya untuk
memenuhi kebutuhannya, dimana kebutuhan tersebut terus bertambah dan beraneka ragam jenis dari masa
ke masa. Dalam hal pemenuhan kebutuhan
tersebut maka setiap manusia mengkonsumsi atau menggunakan barang atau jasa yang berasal dari manusia
lainnya. Oleh karena itu setiap manusia
merupakan konsumen atau pemakai dari barang atau jasa tertentu yang disediakan oleh manusia lainnya yang
menyediakan barang atau jasa yang disebut produsen.
Dalam pemenuhan
kebutuhan tersebut terkadang timbul permasalahan , khususnya bagi pihak konsumen yang posisinya
lebih lemah dibandingkan produsen. Oleh
karena itu perlu dibuat peraturan untuk melindungi hak dan kepentingan kedua belah pihak yang lebih
lemah. Seperti yang disampaikan Drs.
M. Sofyan Lubis
dalam bukunya tentang mengenal hak konsumen dan pasien, yaitu “ oleh karenanya , pihak konsumen yang
dipandang lebih lemah secara hukum perlu
mendapat perlindungan lebih besar".
1 Sehubungan dengan
hal demikian, maka perlindungan terhadap konsumen dipandang sangat penting untuk dibahas. Upaya
– upaya yang dapat dilakukan 1 Drs.
M.Sofyan Lubis, SH , Mengenal Hak Konsumen dan Pasien, Pustaka Yustisia,
Yogyakarta, 2009, hal 1 untuk memberikan perlindungan yang memadai
terhadap kepentingan konsumen merupakan
hal yang esensial dan mendesak yang harus segera dicari solusinya.
Kehadiran Undang-
Undang Perlindungan Konsumen memang dirasa sangat tepat dalam kerangka penguatan hukum perlindungan
konsumen.
Salah satu bentuk
perlindungan terhadap konsumen yang terdapat dalam Undang-Undang No.8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen yaitu dengan dibentuknya
sebuah lembaga yaitu Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK).
2 BPSK ini
mempunyai tugas pokok yakni menyelesaikan sengketa konsumen di luar pengadilan. Dengan
dibentuknya Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
(BPSK) ini diharapkan dapat memudahkan konsumen dalam memperjuangkan haknya dengan proses
penyelesaian sengketa yang cepat, sederhana,
dan biaya ringan. Selain itu , upaya – upaya perlindungan konsumen lebih dimaksudkan untuk meningkatkan martabat
dan kesadaran konsumen, sekaligus
mendorong pelaku usaha agar dalam menyelenggarakan kegiatan usahanya dilakukan dengan penuh rasa tanggung
jawab.
3 A. Latar Belakang Perkembangan dunia usaha pada
saat ini begitu cepat hal tersebut tidak lepas dari adanya peran dan kegiatan-kegiatan usaha yang berkaitan
dengan perdagangan baik itu perdagangan
barang dan/ atau jasa yang pada kenyataannya sangat mempengaruhi perekonomian baik secara
nasional maupun secara internasional.
Hal yang sangat menarik dari kegiatan-kegiatan usaha yang terjadi didalam kehidupan masyarakat saat ini adalah
banyaknya permasalahan yang 2 Lihat UU
Nomor 8 Tahun 1999, pasal 49.
3 Drs. M.Sofyan
Lubis, SH, op cit, hal 2 kemudian dalam
perkembangannya dapat menimbulkan suatu kasus atau sengketa yang harus diselesaikan oleh para pihak yang
bermasalah. Kenyataan dalam proses
penyelesaiannya saat ini, dapat diselesaikan dengan melalui jalur peradilan maupun jalur di luar peradilan.
Permasalahan yang
sering timbul berkaitan kegiatan dunia usaha seperti perdagangan baik jasa dan/ atau barang
senantiasa menarik untuk lebih diperhatikan,
dicermati dan diteliti, hal ini disebabkan karena perdagangan akan selalu berkaitan dengan apa yang disebut
dengan konsumen (dengan pengertian umum
pihak yang menggunakan atau membeli dan/ atau memanfaatkan barang dan/ atau jasa) dan pelaku usaha (pihak yang
menyediakan dan/ atau memberikan atau
menjual barang dan / atau jasa). Begitu pula dengan permasalahan yang dapat ditimbulkan dari adanya kegiatan
perdagangan, di lapangan tidak jarang dijumpai
adanya perdebatan atau keributan bahkan pertikaian antara konsumen dan pelaku usaha. Tidak sedikit juga sengketa
yang kemudian diselesaikan di pengadilan.
Eksistensi pelaku bisnis untuk menjadi yang terbaik dikalangan dunia usaha telah meningkatkan persaingan antara
pelaku usaha dalam menjalankan usahanya.
Maka untuk jangka waktu tertentu sebenarnya persaingan antar pelaku usaha tersebut tidak selalu berakibat positif
bagi konsumen.
Persaingan yang
sehat antar pelaku usaha sesungguhnya tidak salah asalkan dengan diimbangi peningkatan kualitas
dan mutu barang dan/ atau jasa serta
didukung pelayanan yang jujur, baik serta pemberian informasi yang benar dari pelaku usaha kepada konsumen tentu akan
sangat bermanfaat dan menguntungkan
konsumen. Berbeda jika persaingan usaha hanya didasarkan pada pencarian keuntungan belaka dari pelaku usaha
dengan cara yang tidak sehat, maka
sudah tentu dapat berakibat buruk bagi konsumen. Lahirnya UU No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang
disahkan dan diundangkan pada tanggal 20
April 1999, dan berlaku secara efektif tanggal 20 April 2000 4 Untuk mengatur
kelembagaan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK)tersebut telah dikeluarkan sejumlah
peraturan perundang-undangan sebagai
berikut: mengatur antara lain keberadaan lembaga penyelesaian sengketa konsumen
di luar pengadilan yang disebut dengan
BPSK (Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen).
Saat ini sudah ada beberapa kota BPSK di Indonesia, antara lain Medan, Palembang, Jakarta Pusat, Semarang,
Jogjakarta, Surabaya, Malang, Makasar,
Bandung. Pembentukan Badan Penyelesaian
Sengketa Konsumen (BPSK) ini
dilatarbelakangi adanya globalisasi dan perdagangan bebas, yang didukung kemajuan teknologi dan informatika
dan dapat memperluas ruang gerak transportasi
barang dan/ atau jasa melintasi batas-batas wilayah suatu Negara.
5 - Keputusan Presiden No.90/ 2001 tentang
Pembentukan BPSK.
- Keputusan Menteri Perindustrian dan
Perdagangan No.301 MPP/ Kep.
10/2001 tanggal 24
Oktober 2001 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian
Anggota dan Sekretariat BPSK.(Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen) 4 Heri Tjandrasari, Badan Penyelesaian
Sengketa Konsumen (BPSK) Dan Upaya Perlindungan Hukum Bagi Konseumen,PDF, Masyarakat Pemantau
Peradilan Fakultas Hukum UI, www.pemantauperadilan.com,
hal 2 5 Drs. H. Suherdi Sukandi, Fungsi Dan Peranan Dalam Penyelesaian Sengketa
Konsumen, Semiloka UUPK dan BPSK Kota
Bandung, Bandung 29 Mei 2004 - Keputusan Menteri Perindustrian dan
Perdagangan No.302 MPP/Kep.
10/2001 tanggal 24
Oktober 2001 tentang Pendaftaran LPKSM (Lembaga
Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat).
- Keputusan Menteri Perindustrian dan
Perdagangan No.350/MPP/Kep.
12/2001 tanggal 10
Desember 2001 tentang Tugas dan Wewenang
Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen.
- Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan
Perdagangan No.
605/MPP/Kep.
8/2002 tanggal 29
Agustus 2002 tentang Pengangkatan Anggota Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen.
Badan Penyelesaian
Sengketa Konsumen (BPSK) adalah badan yang dibentuk khusus untuk menangani dan
menyelesaiakan sengketa konsumen antara konsumen
dan pelaku usaha yang menuntut ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau memanfaatkan jasa ( Pasal
1 nomor 8 Kep. Deperindag No.
350/MPP/Kep.
12/2001).
Sebagaimana
dikemukakan diatas, Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen ( BPSK) dibentuk untuk tujuan
memudahkan konsumen dalam menuntut
haknya apabila dirugikan . oleh karena itu dalam Bab VI pasal 23 Undang-
Undang Perlindungan Konsumen (UUPK) tentang tanggung jawab pelaku usaha ditegaskan bahwa pelaku usaha
dapat digugat melalui BPSK atau badan
peradilan konsumen di tempat kedudukan konsumen, apabila ia menolak atau tidak menanggapi ganti rugi yang diajukan
kepadanya. Hal ini dapat dianggap
memudahkan konsumen karena secara umum, konsumen adalah pihak yang segan untuk berperkara, apalagi apabila
biaya yang harus dikeluarkan lebih besar
dari kemungkinan hasil yang diperoleh.
Keuntungan lain
dari konsumen dalam penyelesaian sengketa melalui jalur ini adalah bahwa pembuktian dalam proses
penyelesaian sengketa konsumen merupakan
beban dan tanggung jawab pelaku usaha.
B. Perumusan
Masalah Dari uraian singkat yang telah dikemukakan diatas, penulis dapat merumuskan beberapa permasalahan yang akan
dibahas dalam penulisan skripsi ini,
yaitu sebagai berikut : 1. bagaimanakah
kedudukan dan peranan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) dalam rangka menyelesaikan
sengketa konsumen? 2. bagaimanakah proses penyelesaian sengketa konsumen
menurut UU nomor 8 Tahun 1999? 3.
bagaimanakah hambatan-hambatan yang ada dalam penyelesaian sengketa konsumen di BPSK C.
Tujuan dan Manfaat Penulisan 1.
Untuk mengetahui kedudukan dan peranan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) dalam rangka menyelesaikan
sengketa konsumen.
2. Untuk mengetahui proses penyelesaian sengketa
konsumen menurut UU nomor 8 Tahun 1999.
3. Untuk mengetahui apa saja hambatan-hambatan
yang ada dalam penyelesaian sengketa
konsumen di BPSK.
Pada dasarnya suatu
penulisan yang dibuat, diharapkan dapat memberikan manfaat baik untuk penulis sendiri maupun bagi
siapa saja yang membacanya.
Adapun manfaat dari
penulisan skripsi ini adalah : 1.
Menumbuhkan sikap kritis kita terhadap upaya pemerintah dalam melindungi hak hak kita sebagai konsumen ,
dalam hal ini dibentuknya Badan Penyelesaian
sengketa Konsumen ( BPSK).
2. Berusaha dalam hal memperjuangkan hak-hak
sebagai konsumen apabila merasa
dirugikan oleh pelaku usaha yang tidak bertanggung jawab.
3. Menambah pengetahuan mengenai ketentuan dan
proses penyelesaian sengketa di Badan
Penyelesaian sengketa Konsumen (BPSK), serta menambah wawasan ilmiah baik secara khusus berkenaan
dengan penulisan ini maupun secara umum.
4. Diharapkan hasil penelitian ini dapat
memberikan sumbangan pemikiran bagi para
praktisi, pemerintah, Departemen Perindustrian dan Perdagangan serta para pelaku usaha dan seluruh masyarakat
Indonesia selaku konsumen dari suatu produk
barang dan/ atau jasa sehingga ketika ada sengketa konsumen maka Peran Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK)
dalam penyelesaian sengketa konsumen
berdasarkan Undang-Undang No.8 Tahun 1999 dapat mewujudkan harapan semua pihak.
5. Sebagai tugas akhir bagi penulis dalam usaha
memperoleh gelar kesarjanaan dalam hal
ini Sarjana Hukum.
D. KEASLIAN PENULISAN Penelitian dari penulisan
skripsi ini didasarkan pada ide, gagasan, maupun pemikiran penulis secara pribadi dari awal
hingga akhir penyelesaian. Ide maupun gagasan
ini lahir karena penulis melihat perkembangan produk-produk maupun barang yang berkaitan dengan konsumen yang
beredar merupakan produk yang tidak
layak digunakan karena mempunyai cacat tersembunyi, kadaluwarsa maupun produk palsu sehingga konsumen banyak
dirugikan karenanya.
Konsumen selaku
pihak yang dirugikan , jarang memperjuangkan hak-haknya karena keterbatasan pengetahuan mengenai Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK)
yang sebenarnya memudahkan konsumen dalam menuntut kerugian yang diakibatkan oleh para pelaku
usaha. Dengan demikian hal ini berarti
bahwa tulisan mengenai Peranan dan Kedudukan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Dalam Rangka
Menyelesaikan Sengketa Konsumen Ditinjau
dari UU nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen ini bukanlah hasil ciplakan atau hasil penggandaan
dari karya tulis orang lain. Karena itu
keaslian penulisan ini terjamin adanya. Kalaupun ada pendapat atau kutipan dalam penulisan ini semata-semata adalah
sebagai faktor pendukung dan pelengkap
dalam penulisan ini karena hal tersebut memang sangat dibutuhkan untuk penyempurnaan tulisan ini.
E. Tinjauan Pustaka Istilah konsumen berasal dan
alih bahasa dari kata consumer (inggrisamerika), atau consemuent ( belanda).
Secara umum, arti dari konsumen adalah “ lawan dari produsen) setiap orang yang
menggunakan barang”.
Secara umum,
konsumen dapat dibagi menjadi tiga bagian : 6 1. Konsumen dalam arti umum , yaitu pengguna,
dan/atau pemanfaat barang dan jasa untuk
tujuan tertentu; 2. Konsumen antara ,
yaitu pemakai, pengguna dan/atau pemanfaat barang dan/atau jasa untuk diproduksi menjadi barang
dan/atau jasa lain untuk memperdagangkannya,
dengan tujuan komersial. Konsumen ini sama dengan pelaku usaha.
3. Konsumen akhir , yaitu pemakai , pengguna
dan/atau pemanfaat barang dan/atau jasa
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri dan tidak untuk dipredagangkan kembali.
Didalam
Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK), yang dimaksud dengan konsumen adalah merupakan
konsumen akhir. Hal ini dapat dilihat
dari isi pasal 1 butir 2 UUPK yang menyatakan bahwa konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang
tersedia dalam masyarakat, baik 6 Heri
Tjandrasari , op.cit, hal 2 bagi
kepentingan diri sendiri, keluarga , orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
Pengertian sengketa
menurut Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer adalah sesuatu yang merupakan sumber perbedaan
pendapat, pertengkaran ataupun
pertikaian atau perselisihan.
7 Didalam bukunya,
A.Z. Nasution menjelaskan bahwa suatu
sengketa terjadi apabila terdapat perbedaan pandangan atau pendapat antara para pihak tentang hal
tertentu. Satu pihak merasa dirugikan haknya
oleh pihak yang lain, sedang pihak yang lain tidak merasa demikian.
8 Untuk memberikan
pemahaman tentang objek pembahasan , yakni mengenai Badan Penyelesaian sengketa Konsumen
(BPSK) maka penulis memberikan uraian
mengenai Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen ( BPSK) tersebut. Menurut pasal 1 angka 11 UU nomor 8
Tahun 1999 tentang Perlindungan konumen,
Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen adalah badan yang bertugas menangani dan menyelesaikan
sengketa antara pelaku usaha dan konsumen.
Sementara menurut pasal 1 butir 8 Kepmen.Deperindag no 3550/mpp/kep/12/2001, Badan Penyelesaian
Sengketa Konsumen ( BPSK) adalah badan
yang dibentuk khusus untuk menangani dan menyelesaikan sengketa konsumen antara pelaku usaha dan konsumen yang
menuntut ganti rugi atas kerusakan,
pencemaran dan/atau yang menderita kerugian akibat mengkonsumsi barang dan/atau memanfaatkan jasa. Dan melihat
Kepmen tersebut menggambarkan bahwa BPSK
merupakan badan yang didirikan dan dibentuk 7 Peter salim dan Yenny salim, Kamus Besar
Bahasa Indonesia Kontemporer, Modern English Pers, Jakarta,2002 hal 1387 8 AZ Nasution,
Konsumen dan Hukum :Tinjauan Sosial, Ekonomi Dan Hukum Pada Perlindungan Konsumen Indonesia, Pustaka sinar Harapan,
Jakarta, 1995 hal 17 untuk menangani dan
menyelesaikan sengketa konsumen dengan cara konsiliasi, mediasi, dan arbitrase 9 Ketentuan pasal 49
ayat 1 Undang-Undang Perlindungan Konsumen , yang menetapkan pembentukan Badan Penyelesaian
Sengketa Konsumen ( BPSK) hanya pada
daerah tingkat II (kabupaten), memperlihatkan maksud pembuat undang-undang bahwa putusan dari Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen ( BPSK)
sebagai badan penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan tidak ada upaya banding dan kasasi.
Rumusan pasal 49 ini , menyangkut tugas
Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen ( BPSK) “untuk penyelesaian sengketa konsumen diluar
pengadilan” adalah tugas pokok, sebab masih
ada tugas lain dari Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen ( BPSK) yaitu, memberi konsultasi perlindungan
konsumen, menerima pengaduan konsumen
atas terjadinya pelanggaran perlindungan konsumen, melakukan pengawasan terhadap pencantuman klausula baku,
serta tugas-tugas lainnya.
.
10 F. METODE PENELITIAN 1. Spesifikasi Penelitian Spesifikasi penelitian yang digunakan adalah
deskriptif analitis yang menggambarkan
secara sistematis data mengenai masalah yang akan dibahas.
Data yang terkumpul
kemudian dianalisis secara sistematis sehingga dapat ditarik kesimpulan dari keseluruhan hasil penelitian.
9 Heri Tjandrasari,
op.cit, hal 6 10 Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen,
PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004
, hal 242 2. Metode Pendekatan Metode pendekatan yang
dilakukan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif, yakni penelitian hukum yang
dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka
atau data sekunder , berupa hukum positif dan bagaimana penerapannya dalam praktik di Indonesia.
3. Metode Penelitian Metode penelitian yang dilakukan
adalah penelitian kepustakaan, yaitu kegiatan
mengumpulkan data-data sekunder yang terdiri dari : 1) Bahan hukum primer yaitu ketentuan-ketentuan
dalam peraturan perundang-undangan yang
mempunyai kekuatan hukum mengikat, peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah Republik Indonesia.
2) Bahan hukum sekunder yaitu bahan-bahan hukum
yang erat kaitannya dengan bahan hukum
primer dan dapat membantu menganalisa dan memahami bahan hukum primer.
3) Bahan hukum terrtier yaitu bahan-bahan hukum
yang memberikan informasi dan penjelasan
mengenai bahan hukum primer dan sekunder.
4. Analisis Data Metode analisis yang
dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis normatif kualitatif. Dengan demikian akan
merupakan analisis data tanpa mempergunakan
rumus dan data matematis.
G.
SISTEMATIKA PENULISAN BAB I :
PENDAHULUAN Pada bab ini akan dijelaskan tentang latar belakang , perumusan
masalah, tujuan dan manfaat penulisan,
keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penulisan, dan sistematika penulisan.
BAB II : PROSES
PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN MENURUT UU
NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN Pada bab ini akan dijelaskan
tentang Undang-Undang nomor 8 tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen ;Penyelesaian
Sengketa Konsumen di Peradilan Umum ;dan
Penyelesaian Sengketa Konsumen di Luar Pengadilan.
BAB III : KEDUDUKAN DAN PERANAN BPSK DALAM RANGKA MENYELESAIKAN SENGKETA KONSUMEN Pada bab ini
akan dijelaskan tentang Pengertian BPSK ; Latar Belakang, Tujuan, dan Proses Pembentukan Kelembagaan BPSK ;
Kedudukan dan Peranan BPSK dalam Rangka
Menyelesaikan Sengketa Konsumendan Proses Penyelesaian Sengketa Konsumen Melalui BPSK.
BAB IV
: HAMBATAN-HAMBATAN DALAM PENYELESAIAN
SENGKETA KONSUMEN DI BPSK Pada bab ini
akan dijelaskan tentang Penyebab Terjadinya Sengketa Konsumen ; Bentuk-Bentuk Sengketa yang Diselesaikan Oleh
BPSK ; Hambatan-Hambatan dalam
Penyelesaian Sengketa Konsumen di BPSK.
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini merupakan
rangkaian dari kesimpulan dari permasalahan yang ada dan diakhiri dengan memberikan beberapa saran
yang berkaitan dengan Permasalahan yang
ada yang ditujukan kepada pihak-pihak yang berkaitan dengan sengketa konsumen.
Download lengkap Versi Word
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi