BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesulitan yang menimpa
perekonomian Indonesia, terutama sejak terjadinya
krisis ekonomi pada tahun 1997 yang masih berlangsung hingga tahun ini, mungkin tidak perlu terjadi apabila dunia usaha secara sungguh-sungguh melaksanakan prinsip-prinsip manajemen
keuangan perusahaan yang sehat yakni dengan
antara lain menyeimbangkan struktur
permodalan sedemikian rupa sehingga
keperluan jangka pendek benar-benar dibiayai dari sumber-sumber pembiayaan jangka pendek, sedangkan keperluan
jangka penjang dibiayai dari sumber
pembiayaan jangka panjang.
1 Bank adalah badan
usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dan menjalankan usahanya terutama dari dana
masyarakat dan kemudian menyalurkan kembali
kepada masyarakat.
2 Perbankan juga
dapat dikatakan merupakan inti dari setiap perekonomian negara. Perbankan menyediakan perkreditan dan
berbagai jasa juga berperan Selain itu,
bank juga memberikan jasa-jasa keuangan
dan pembayaran lainnya. Dengan demikian ada dua peranan penting yang dimainkan oleh bank yaitu sebagai lembaga
penyimpan dana masyarakat dan sebagai
lembaga penyedia dana bagi masyarakat dan atau dunia usaha.
1 Erwansyah AR,
Aspek-aspek hukum keuangan dan
perbankan dalam http://kekampus.blogspot.com/2010/03/aspek-aspek-hukum-keuangan-dan.html
Tanggal akses 06 Mei 2011 2 Lihat pada
Pasal 1 angka (2) UU No 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas UU No 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan dalam kegiatan mekanisme pembayaran bagi
seluruh sektor perekonomian.
3 Dengan demikian
Perbankan memiliki fungsi penting dalam perekonomian negara. Perbankan mempunyai fungsi utama
sebagai intermediasi, yaitu penghimpun
dana dari masyarakat dan menyalurkannya secara efektif dan efisien pada sektor-sektor riil untuk menggerakkan
pembangunan dan stabilitas perekonomian
sebuah negara.
4 Dalam dunia
perbankan, nasabah merupakan konsumen dari pelayanan jasa perbankan. Kedudukan nasabah dalam hubungannya
dengan pelayanan jasa perbankan, berada
pada dua posisi yang dapat bergantian sesuai dengan sisi mana mereka berada Dilihat dari sisi pengerahan
dana, nasabah yang menyimpan dananya
pada bank baik sebagai penabung deposan, maupun pembeli surat berharga, maka pada saat itu nasabah
berkedudukan sebagai kreditur bank.
Sedangkan pada sisi
penyaluran dana, nasabah peminjam berkedudukan sebagai debitur dan bank sebagai kreditur.
Dalam hal ini, bank
menghimpun dana dari masyarakat
berdasarkan asas kepercayaan dari masyarakat. Apabila masyarakat percaya pada bank, maka masyarakat akan merasa
aman untuk menyimpan uang atau dananya
di bank. Dengan demikian, bank menanggung risiko reputasi atau reputation risk yang besar. Bank harus selalu
menjaga tingkat kepercayaan dari nasabah
atau masyarakat agar menyimpan dana mereka di bank, dan bank dapat menyalurkan dana tersebut untuk menggerakkan
perekonomian bangsa.
5 Fungsi lembaga
perbankan sebagai perantara pihak-pihak yang memiliki kelebihan dana membawa konsekuensi pada
timbulnya interaksi yang intensif 3 Hermansyah. Hukum Perbankan Nasional, (Jakarta : Kencana,
2005) Hal 7 4 Syamsu Iskandar, Bank dan
Lembaga Keuangan Lain. (Jakarta, PT SAB, 2008) Hal 5 5 Ibid,.
antara bank sebagai pelaku usaha dengan
nasabah sebagai konsumen pengguna jasa
perbankan. Dalam interaksi yang demikian
intensif antara bank dengan nasabah,
mungkin saja terjadi friksi yang apabila tidak segera diselesaikan dapat berubah menjadi sengketa antara nasabah dengan
bank.
6 Timbulnya friksi
tersebut terutama disebabkan oleh empat hal yaitu: 7 1. Informasi yang kurang
memadai mengenai karakteristik produk atau jasa yang ditawarkan bank; 2. Pemahaman nasabah terhadap
aktivitas dan produk serta jasa perbankan yang masih kurang; 3. Ketimpangan hubungan antara
nasabah dengan bank, khususnya bagi nasabah peminjam dana; 4. Tidak adanya saluran memadai
untuk memfasilitasi penyelesaian friksi yang terjadi antara nasabah dengan bank.
Perlindungan
nasabah merupakan tantangan perbankan yang berpengaruh secara langsung terhadap sebagian besar
masyarakat. Oleh karena itu menjadi tantangan
yang sangat besar bagi perbankan dan Bank Indonesia untuk menciptakan standar yang jelas dalam
memberikan perlindungan kepada nasabah.
Nasabah merupakan
konsumen dari pelayanan jasa perbankan Perlindungan konsumen bagi bank
merupakan suatu tuntutan yang tidak boleh diabaikan begitu saja. Dalam dunia perbankan,
pihak nasabah merupakan unsur yang
sangat berperan sekali, mati hidupnya dunia perbankan bersandar kepada kepercayaan dari pihak masyarakat atau nasabah
sehingga bank selalu 6 Muliaman D. Hadad
“Perlindungan dan Pemberdayaan Nasabah Bank Dalam Arsitektur Perbankan Indonesia,” Http://www.bi.go,id,
diakses tgl 30 Maret 2011 7 Ibid,.
mengharapkan nasabah dapat bertransaksi maupun
membuka rekening di bank walau sekecil
apapun.
8 Kedudukan nasabah
dalam hubungannya dengan jasa perbankan, berada pada dua sisi yang dapat bergantian sesuai
dengan sisi mana berada. Dilihat pada sisi
pengerahan dana, nasabah yang menyimpan dananya pada bank baik sebagai penabung, deposan maupun pembeli surat
berharga (obligasi atau commercial paper)
maka pada saat itu nasabah berkedudukan sebagai debitur dan bank sebagai kreditur. Dalam pelayanan jasa
perbankan lainnya seperti dalam pelayanan
bank garansi, penyewaan save depostie box, transfer uang, dan pelayanan lainnya, nasabah mempunyai kedudukan
yang berbeda pula, tetapi dari semua
kedudukan tersebut pada dasarnya nasabah merupakan konsumen dari pelaku usaha yang menyediakan jasa di sektor
perbankan.
9 Sisi lain yang
menjadi fokus perlindungan konsumen dalam sektor jasa perbankan, yaitu pelayanan di bidang
perkreditan. Hal-hal yang menjadi perhatian Fokus persoalan perlindungan nasabah tertuju
pada ketentuan peraturan perundang-undangan
serta ketentuan perjanjian yang mengatur hubungan antara bank dengan nasabah dapat terwujud dari suatu
perjanjian, baik perjanjian yang berbentuk
akta di bawah tangan maupun dalam bentuk otentik. Dalam konteks inilah perlu pengamatan yang baik untuk
menjaga suatu bentuk perlindungan bagi konsumen
namun tidak melemahkan kedudukan posisi bank, hal demikian perlu mengingat seringnya perjanjian yang
dilaksanakan antara bank dengan nasabah telah
dibakukan dengan suatu perjanjian baku.
8 Radius Prawiro,
Pergulatan Indonesia dalam Membangun Ekonomi, Pragmatisme dalam Aksi.(Jakarta Gramedia, 1998) Hal 346.
9 Muliaman D Hadad,
Loc Cit,.
untuk perlindungan konsumen, yaitu pada proses
yang harus ditempuh, dan warkat-warkat
yang digunakan dalam pemberian kredit tersebut. Hal lain yang penting adalah pada saat pengikatan hukum
antara bank dengan nasabah dimana secara
hukum menyangkut dua macam pengikatan berupa perjanjian kredit dan perjanjian tambahan yakni perjanjian mengikuti
perjanjian pokok berupa suatu perjanjian
penjaminan.
10 Hampir setiap
hari selau terdapat keluhan nasabah bank dimuat di berbagai media cetak. Jika dicermati keluhan yang
terjadi pada umumnya tidak jauh dari masalah
transaksi keuangan terutama tabungan (baik di ATM maupun di kantor bank), jasa pengiriman uang yang terlambat,
dan penagihan kredit oleh tukang tagih kredit
bank yang berperilaku sangat kasar kepada debitor. Namun sikap dari pihak bank terkadang tidak begitu responsif
terhadap keluhan nasabah sehingga seolah
telah terjadi semacam “paduan suara” di antara perbankan bahwa untuk menyelesaikan keluhan nasabah di media cetak,
cukup dijawab dengan kata-kata “keluhan
telah dibicarakan dengan nasabah dan telah diselesaikan dengan baik” Lembaga perbankan adalah lembaga yang
mengandalkan kepercayaan masyarakat.
Dengan demikian guna tetap mengekalkan kepercayaan masyarakat terhadap bank, pemerintah berusaha melindungi
masyarakat dari tindakan lembaga,
ataupun oknumnya yang tidak bertanggungjawab, dan merusak sendi kepercayaan masyarakat.
11 10 Djoko Retnadi
dalam http:www.iei.or.id.Mediasi Perbankan, Satu Lagi Proteksi Terhadap Nasabah Perbankan. Tanggal akses 20
Maret 2011 11 Ibid,.
Bagi nasabah yang bersangkutan,
permasalahannya mungkin benar-benar telah
diselesaikan, namun bagi masyarakat umum yang membaca keluhan nasabah tersebut jelas masih diliputi penasaran karena
setelah menunggu cukup lama akhirnya
mereka tidak mendapatkan informasi apapun tentang bagaimana bank menyelesaikan keluhan nasabah. Oleh karena itu
yang diharapkan oleh masyarakat adalah
bank bersedia menjelaskan secara terbuka proses dan cara penyelesaian keluhan nasabah. Dengan demikian
bagi masyarakat awam akan dapat
memperoleh suatu pembelajaran karena mereka akan mengetahui bagaimana penyelesaian yang dilakukan bank,
sehingga masyarakat lainnya tidak perlu
mengirim keluhan yang sama ke media massa ketika mereka mengalami kasus yang sama.
Namun demikian,
dengan masih enggannya pihak perbankan untuk menjelaskan secara terbuka proses penyelesaian
keluhan nasabah, maka hal ini akan
membuka peluang bagi bank untuk tetap dapat mengeksploitasi ketidaktahuan nasabah terhadap produk dan jasa
perbankan, karena kasus sebesar apapun
akhirnya dapat diselesaikan hanya dengan memublikasikan kata-kata terlalu baku
di media massa.
Bank Indonesia
sebagai pelaksana otoritas moneter mempunyai peranan yang besar dalam usaha melindungi, dan
menjamin agar nasabah tidak mengalami kerugian
akibat tindakan bank yang salah 12 12 Ibid,.
. Hal-hal yang
menyangkut dengan usaha perlindungan
nasabah diantaranya berupa laporan dan data-data yang merupakan bahan informasi. Bank Indonesia
sebagai otoritas pengawas industri perbankan
berkepentingan untuk meningkatkan perlindungan terhadap kepentingan nasabah dalam hubungannya dengan
bank.
Berbagai regulasi
dalam bidang perbankan 13 mengenai perlindungan nasabah bank diantaranya adalah Penerbitan
Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.
7/6/PBI/2005
tanggal 20 Januari 2005 tentang Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah dan
PBI No. 7/7/PBI/2005 tanggal 20 Januari
2005 Tentang Penyelesaian Pengaduan
Nasabah dan PBI No.8/5/PBI/2006 tanggal
30 Januari 2006 tentang Mediasi
Perbankan sebagaimana yang telah dirubah oleh PBI No 10/1/PBI/2008.
14 Mengingat
pentingnya perlindungan nasabah tersebut, Bank Indonesia menetapkan upaya perlindungan nasabah sebagai
salah satu pilar dalam Arsitektur Perbankan
Indonesia (API). API merupakan suatu kerangka dasar sistem perbankan Indonesia yang terdiri dari enam
pilar, bersifat menyeluruh dan Hal ini
menunjukkan bahwa pemerintah melalui
Bank Indonesia mulai memperhatikan
kepentingan nasabah dalam konteks perlindungan nasabah bank yang
sebelumnya cenderung terabaikan, baik oleh Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan maupun tidak optimalnya pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen yang mensyaratkan adanya
keseimbangan perlindungan kepentingan konsumen dan pelaku usaha sehingga tercipta perekonomian yang sehat,
dalam konteks ini termasuk dalam hubungan
antara bank sebagai pelaku usaha dengan
nasabahnya.
13 Dikutip dari
http://ww.bi.go.id Tanggal akses 30 Maret 2011 14 Lihat dalam berbagai
peraturan Bank Indonesia dalam www.bi.go.id Tanggal akses 20 Maret 2011
memberikan arah, bentuk dan tatanan pada industri perbankan untuk
rentang waktu lima sampai sepuluh tahun
ke depan.
Adapun keenam pilar
dalam API tersebut adalah: 1. Program penguatan struktur perbankan nasional Program
ini bertujuan untuk memperkuat permodalan bank umum (konvensional dan syariah) dalam rangka meningkatkan kemampuan bank mengelola usaha maupun risiko, mengembangkan
teknologi informasi, maupun meningkatkan
skala usahanya guna mendukung
peningkatan kapasitas pertumbuhan
kredit perbankan. Implementasi
program penguatan permodalan bank dilaksanakan secara bertahap. Upaya
peningkatan modal bank-bank tersebut dapat
dilakukan dengan membuat business plan yang memuat target waktu, cara dan tahap pencapaian.
Adapun cara
pencapaiannya dapat dilakukan melalui: a. Penambahan modal baru baik dari
shareholder lama maupun investor baru; b. Merger dengan bank (lain untuk
mencapai persyaratan modal minimum baru) c. Penerbitan saham baru atau secondary
offering di pasar modal; d. Penerbitan subordinated loan 2.
Program peningkatan kualitas pengaturan perbankan Program ini bertujuan
untuk meningkatkan efektivitas pengaturan serta memenuhi standar pengaturan yang mengacu pada
international best practices.
Program tersebut
dapat dicapai dengan penyempurnaan
proses penyusunan kebijakan
perbankan serta penerapan 25 Basel Core Principles for Effective Banking Supervision secara bertahap dan
menyeluruh. Dalam jangka waktu lima tahun
ke depan diharapkan Bank Indonesia telah sejajar dengan negara- negara lain dalam penerapan international best practices termasuk
25 Basel Core Principles for Effective Banking Supervision. Dari sisi proses penyusunan kebijakan perbankan diharapkan dalam waktu dua
tahun ke depan Bank Indonesia telah memiliki system penyusunan kebijakan
perbankan yang efektif yang telah melibatkan
pihakpihak terkait dalam proses penyusunannya.
3. Program peningkatan fungsi pengawasan Program
ini bertujuan untuk meningkatkan independensi dan efektivitas pengawasan
perbankan yang dilakukan oleh
Bank Indonesia. Hal ini dicapai dengan peningkatkan kompetensi pemeriksa bank,
peningkatan koordinasi antar lembaga
pengawas, pengembangan pengawasan
berbasis risiko, peningkatkan efektivitas enforcement, dan konsolidasi organisasi sektor perbankan di Bank Indonesia. Dalam jangka waktu dua
tahun ke depan diharapkan fungsi pengawasan bank yang dilakukan oleh Bank
Indonesia akan lebih efektif dan sejajar
dengan pengawasan yang dilakukan otoritas pengawas di negara lain.
4. Program peningkatan kualitas manajemen dan
operasional perbankan Program ini bertujuan untuk meningkatkan good corporate
governance (GCG), kualitas manajemen resiko dan kemampuan operasional
manajemen.
Semakin tingginya
standar GCG dengan didukung oleh kemampuan operasional (termasuk manajemen risiko) yang handal
diharapkan dapat meningkatkan kinerja operasional
perbankan. Dalam waktu dua sampai lima tahun ke depan diharapkan kondisi internal perbankan nasional menjadi
semakin kuat.
5. Program pengembangan infrastruktur perbankan Program ini bertujuan untuk mengembangkan
sarana pendukung operasional perbankan
yang efektif seperti credit bureau, lembaga pemeringkat kredit domestik, dan pengembangan skim
penjaminan kredit. Pengembangan biro kredit
(credit bureau) akan membantu perbankan dalam meningkatkan kualitas keputusan kreditnya. Penggunaan lembaga
pemeringkat kredit dalam publiclytraded debt yang dimiliki bank akan
meningkatkan transparansi dan efektivitas manajemen keuangan perbankan.
Sedangkan pengembangan skim penjaminan kredit
akan meningkatkan akses kredit bagi masyarakat. Dalam waktu tiga tahun ke depan diharapkan telah tersedia infrastruktur pendukung perbankan
yang mencukupi.
6. Program peningkatan perlindungan nasabah Program
ini bertujuan untuk memberdayakan nasabah melalui penetapan standar penyusunan mekanisme pengaduan
nasabah, pendirian lembaga mediasi independen,
peningkatan transparansi informasi produk perbankan dan edukasi bagi nasabah. Dalam waktu dua sampai lima
tahun ke depan diharapkan programprogram tersebut dapat meningkatkan
kepercayaan nasabah pada sistem perbankan.
15 Mekanisme
pengaduan nasabah di bank dan program pembentukan lembaga mediasi independen ditujukan untuk
mengatasi permasalahan antara nasabah dengan bank yang saat ini sudah
terjadi, sedangkan program penyusunan standar
transparansi informasi produk perbankan ditujukan sebagai sarana awal untuk mencegah timbulnya permasalahan antara
nasabah dengan bank. Khusus 15 Mohammad
Ilham, Arsitektur Perbankan
Indonesia dalam http://ilhammohamad.blogspot.com/2010/11/api-arsiktektur-perbankan-indonesia.html Tanggal akses 06 Mei 2011 untuk program edukasi nasabah, pelaksanaannya
dirasakan perlu diperluas hingga mencakup
mereka yang belum dan akan menjadi nasabah bank agar pada saat pertama kali berhubungan dengan bank para
calon nasabah tersebut sudah memiliki
informasi yang cukup mengenai kegiatan usaha serta produk dan jasa bank.
Proses mediasi
perbankan merupakan kelanjutan dari pengaduan nasabah apabila nasabah merasa tidak puas atas
penanganan dan penyelesaian yang diberikan
bank. Dalam pelaksanaan kegiatan usaha perbankan seringkali hak-hak nasabah tidak dapat terlaksana dengan baik
sehingga menimbulkan friksi antara nasabah
dengan bank yang ditunjukkan dengan munculnya pengaduan nasabah.
Apabila pengaduan
nasabah tidak diselesaikan dengan baik oleh bank, maka berpotensi menjadi perselisihan atau
sengketa antara nasabah dengan bank cenderung
berlarut-larut. Hal ini antara lain ditunjukkan dengan cukup banyaknya keluhan-keluhan nasabah di berbagai media.
Munculnya keluhan-keluhan yang tersebar
pada publik melalui berbagai media tersebut dapat menurunkan reputasi bank di mata masyarakat dan berpotensi
menurunkan kepercayaan masyarakat pada
lembaga perbankan. Bank wajib menjaga kepercayaan nasabahnya sesuai dengan kerangka azas-azas hukum perbankan
yaitu: 16 1. Azas Demokrasi ekonomi 2. Azas Kepercayaan 3. Azas Kerahasiaan 4.
Azas Kehati-hatian 16 Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia.
(Jakarta Gramedia , 2001) Hal 14-16 Untuk memastikan bahwa bank telah
melaksanakan ketentuan penyelesaian
pengaduan nasabah, maka setiap triwulan Bank wajib menyampaikan laporan kepada Bank Indonesia
mengenai kasus-kasus pengaduan yang
sedang atau telah ditangani oleh bank.
17 Sejalan dengan
itu, kegiatan perbankan sebagai urat nadi perekonomian bangsa tidak luput dari dampak globalisasi.
Dalam menjalankan fungsi intermediary, perbankan menjadi pelaku ekonomi
yang berperan memudahkan lalu lintas
dana melalui jasa transfer via media elektronik. Salah satu permasalahan hukum
dalam jasaperbankan adalah belum adanya peraturan yang memberikan rambu-rambu
bagi kegiatan transfer dana elektronik ini, seperti dasar Laporan ini nantinya
akan memberikan gambaran mengenai produk
perbankan apa yang yang paling bermasalah
dan jenis permasalahan apa yang paling sering dikemukakan oleh nasabah. Melalui laporan ini pula Bank
Indonesia akan dapat membantu permasalahan
yang kemudian dapat berkembang menjadi permasalahan yang sistemik sehingga dapat segera dilakukan
langkah-langkah preventif.
Sanksi yang
diberikan oleh Bank Indonesia berkaitan dengan pelanggaran ketentuan tersebut sebagaimana diatur oleh PBI
No 10/10/PBI/2008 tentang perubahan atas
PBI No 7/7/PBI/2005 Tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah termuat dalam Pasal 17 yaitu dikenakan sanksi
administratif berdasarkan UU No 10 Tahun
1998 sebagai perubahan atas UU No 7 Tahun 1992 yaitu teguran tertulis yang nantinya diperhitungkan dalam penilaian
tingkat kesehatan Bank.
17 Muliaman D
Hadad, Perlindungan dan Pemberdayaan nasabah dalam kerangka arsitektur perbankan di Indonesia, dalam
http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/3D290182-176A-4B66-9B9F-1F4E14AE5686/7947/PaperMuliamanDHadad_PerlindunganKonsumen.pdf
Tanggal akses 06 Mei 2011. Ktentuan yang
sama juga terdapat dalam PBI No. 7/7/PBI/2005 tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah Pasal 16.
hukum transfer dana, status kepemilikan dana
transfer, perlindungan hukum bagi pengirim dan penerima dana transfer dalam hal
terjadi kesalahan yang ditimbulkan oleh pihak bank, kedudukan pemilik dana dalam
hal ini bank dilikuidasi atau pailit.
18 Penerapan
prinsip kehati-hatian (prudential banking principles) dalam seluruh kegiatan perbakan merupakan salah satu cara untuk menciptakan perbankan yang sehat, yang pada gilirannya akan berdampak positif terhadap perekonomian secara makro. Implementasi
prinsip ini harus menyeluruh, tidak hanya
menyangkut masalah pemberian kredit, tetapi dimulai saat bank tersebut didirikan, penentuan manajemen yang memenuhi
uji kecukupan dan kelayakan (fit and
proper test) yang tidak bersifat seremonial. Ketentuan Bank Indonesia yang mewajibkan fit proper test bagi pengurus bank masih memiliki banyak kelemahan, seperti masih dimungkinkannya
pengurus yang tidak berkompeten atau
terpilih karena mewakili kepentingan tertentu.
Permasalah-permasalahan
di atas memerlukan aturan agar memberikan kepastian hukum bagi pengguna
jasa perbankan. Aspek-aspek hukum lain
di dalam bidang keuangan dan perbankan
juga banyak mewarnai problematika di bidang
ekonomi dan hukum, misalnyapenyimpangan BLBI, prudential principles yang dihadapkan dengan penurunan fungsi
intermediasi perbankan, munculnya fenomena
fee-based income dalam praktik perbankan, dan berbagai persoalan ekonomi-hukum lainnya, yang kesemuanya
itu perlu memperoleh perhatian seluruh pengguna jasa perbankan.
18 Yusuf
Anwar, Aspek-aspek hokum keuangan dan
perbankan dalam http://one2land.wordpress.com/2010/01/23/aspek-aspek-hukum-keuangan-dan-perbankan-suatutinjauan-praktis-1/Tanggal
akses 06 Mei 2011 B . Permasalahan Adapun yang menjadi topik bahasan permasalahan
dalam skripsi ini adalah : 1. Bagaimanakah kedudukan
lembaga mediasi sebagai alternatif
penyelesaian sengketa di
Indonesia?.
2.
Bagaimanakah pengaturan kredit perbankan
di Indonesia dan bagaimana alternatif penyelesaian
sengketa dalam penyelesaian
kredit bermasalah Tersebut? 3. Bagaimanakah proses mediasi
perbankan di Indonesia ditinjau dari PBI No.
10/01/PBI/2008
Tentang Mediasi Perbankan? C. Tujuan dan
Manfaat Penulisan Tujuan penulisan skripsi ini pada khususnya adalah untuk memenuhi persyaratan agar memperoleh gelar sarjana
hukum pada Fakultas Hukum . Namun secara
khusus pembahasan mengenai mediasi perbankan
seperti yang dibahas dalam skripsi ini mempunyai tujuan yaitu : 1. Untuk
memberikan gambaran yang lebih luas tentang lembaga mediasi yang merupakan salah satu alternatif penyelesaian
sengketa diluar pengadilan yang dapat
ditempuh oleh masyarakat 2. Untuk
menguraikan dan membahas lebih lanjut aspek-aspek hukum dan instrumen hukum yang berperan dalam perkreditan termasuk
upaya penyelesaian sengketa apabila
terjadi kredit yang bermasalah 3. Untuk mengetahui lebih lanjut proses dan tata
cara mediasi perbankan dalam menyelesaikan
sengketa antara bank dengan nasabahnya berdasarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 10/01/PBI/2008 Manfaat
Penulisan ilmiah seperti yang diungkapkan Calire setz 19 1. Manfaat Teoritis dalam
bukunya menyatakan bahwa titik tolak
dari suatu penulisan/karya ilmiah adalah “….to discover answers to questions through
the application of scientific procedures…”
yang berarti untuk menemukan jawaban-jawaban atas pertanyaanpertanyaan tentang
prosedur penerapan ilmu. Sehingga melalui penulisan suatu karya ilmiah diharapkan dapat menjawab setiap
pertanyaan yang ada atas suatu permasalahan.
Adapun dalam
penulisan skripsi ini nantinya dapat memberikan beberapa manfaat diantarany manfaat teoritis dan
manfaat praktis yaitu: a. Memberikan
pengertian dan pendalaman lebih luas kepada masyarakat tentang pengertian dari mediasi dalam alternatif
penyelesaian sengketa diluar jalur pengadilan
yang dapat ditempuh oleh masyarakat.
19 Calira setz
dalam Soerdjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta: UI Press,
1998.) hal9.
b. Memberikan gambaran umum dalam kaitan
dengan manfaatnya secara praktis tentang
aspek hukum perkreditan dan upaya yang dapat dilakukan apabila terjadi sengketa terhadap kredit yang
bermasalah.
c. Memberikan
gambaran umum kepada masyarakat tentang tata cara melakukan mediasi termasuk proses yang harus dilakukan
sehingga mediasi dapat menjadi alternatif
penyelesaian sengketa khususnya sengketa perbankan dalam masyarakat.
2. Manfaat Praktis Manfaat
penelitian lainnya secara praktis diharapkan dapat menjadi rujukan ataupun referensi bagi para praktisi
hukum maupun praktisi perbankan termasuk
para nasabah pengguna jasa perbankan untuk menjadi rujukan dalam proses mediasi perbankan untuk penyelesaian
masalah antara nasabah dengan bank dalam
hal kredit bermasalah di Indonesia.
D. Keaslian
Penulisan Adapun penulisan skripsi ini adalah murni hasil karya ilmiah
tersendir i yang belum pernah
dipublikasikan dimanapun juga, mungkin ada beberapa karya tulisan lain yang hampir serupa mengenai
mediasi dan alternatif penyelesaian sengketa
diantaranya tentang Tinjauan Yuridis
Terhadap Penyelesaian Pengaduan Nasabah
Dalam Transaksi Perbankan Indonesia
Karya Endika Triono Dachi dan
Mediasi Perbankan Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Antara Bank dan Nasabahnya karya Richard
Silitonga tetapi isi dan pendekatan yang
digunakan berikut analisisnya yang digunakan tentu saja berbeda karena sangat berelevansi denan beberapa
peraturan-peraturan hukum normatif yang menyangkut
ketentuan mediasi perbankan dan aturan perkreditan. Penulis juga menggabungkan materi dalam skripsi ini
disertai dengan analisa berbagai peraturan
perundang-undangan terkait dengan lembaga mediasi perbankan.
E. Tinjauan Kepustakaan Tinjauan Kepustakaan
atau adalah suatu study terdahulu yang berkenaan atau memiliki hubungan dengan topik yang ada
secara relevan dengan menggunakan
berbagai literatur atau bacaan 20 1. Memberitahu khalayak/pembaca tentang
studi-studi atau penelitian terkait berkenaaan
dengan studi/ topik yang sedang dilaporkan.
. Adapun tinjauan
kepustakaan ini mempunyai beberapa
tujuan yaitu: 2. Menghubungkan suatu studi dengan dialog yang lebih luas dan berkesinambungan tentang suatu topik dalam
pustaka yang diperuntukkan untuk mengisi
kekurangan dan memperluas studi-studi sebelumnya.
3. Memberikan
kerangka bagi suatu studi dalam pembahasan ataupun penjelasannya secara ilmiah 4. Sebagai
landasan untuk membandingkan suatu studi dengan temuan-temuan lain.
20 Achmad Djunaedi, Penulisan Tinjauan Pustaka dalam http://www.mpkd.ugm.ac.id/weblama/homepageadj/support/materi/metlit-i/a05-metlit-tinjauanpustaka.pdf
Tangal akses 06 Mei 2011 Adapun kini
yang menjadi kerangka studi atau tinjauan kepustakaan tentang karya ilmiah Mediasi Perbankan ini
terbagi dalam 3 sub bagian yaitu: 1. Pengertian mediasi perbankan Mediasi
adalah negosiasi dengan bantuan pihak ketiga. Dalam mediasi, yang memainkan peran utama adalah pihak-pihak
yang bertikai. Pihak ketiga (mediator)
berperan sebagai pendamping, pemangkin, dan penasihat. Mediasi disebut emergent mediation apabila mediatornya
merupakan anggota dari sistem sosial
pihak-pihak yang bertikai, memiliki hubungan lama dengan pihak-pihak yang bertikai, berkepentingan dengan hasil
perundingan, atau ingin memberikan kesan
yang baik misalnya sebagai teman yang solider.
21 Pembahasan dalam
skripsi ini menyangkut 2 titik tolak yaitu mengenai mediasi dan perbankan. Berdasarkan Peraturan Perbankan Indonesia No 8/5/PBI/2006 sebagaimana yang telah dirubah
oleh PBI No 10/1/PBI/2008 Tentang Mediasi Perbankan menjelaskan bahwa mediasi
perbankan adalah suatu proses
penyelesaian sengketa/permasalahan antara bank dengan nasabahnya yang melibatkan
mediator atau pihak luar yang tidak memihak.
22 2. Pengertian
Kredit Menurut Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7
tahun 1992 Tentang Perbankan, merumuskan
pengertian kredit adalah “Penyediaan uang atau tagihan 21 Nova nuriati Pratama, Mediasi dan Negosiasi dalam http://nevacipid.blogspot.com/2011/03/m-ediasi-adalah-negosiasi-dengan.html
Tanggal akses 06 Mei 2011.
22 Pasal 1 PBI No
8/5PBI/2006 sebagaimana yang telah
dirubah oleh PBI No 1/10/PBI/2008 yang dapat dipersamakan dengan itu,
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain
yang Berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas, Kasmir mengemukakanunsurunsur
yang terkandung dalam pemberian suatu kredit, antara lain: a. Kepercayaan Yaitu
adanya keyakinan dari pihak bank atas prestasi yang diberikannya kepada nasabah peminjam dana yang
akan dilunasinya sesuai dengan waktu
yang telah diperjanjikan.
b. Kesepakatan.
Disamping unsur kepercayaan didalam kredit juga mengandung unsur kesepakatan antara bank dengan nasabah.
Kesepakatan ini dituangkan dalam suatu
perjanjian dimana masing-masing pihak menandatangani hak dan kewajibannya masing-masing.
c. Jangka Waktu.
Setiap kredit yang diberikan memiliki jangka waktu tertentu, jangka waktu ini mencangkup masa pengembalikan
kredit yang telah disepakati. Jangka
waktu tersebut dapat berbentuk jangka pendek, jangka menengah atau jangka panjang.
d. Resiko. Adanya
suatu tenggang waktu pengembalian akan menyebabkan suatu resiko tidak tertagihnya atau macet pemberian
kredit. semakin panjang suatu kredit
semakin besar resikonya. Resiko ini menjadi tanggungan bank baik resiko yang disengaja oleh nasabah yang lalai
maupun resiko yang tidak disengaja.
23 3. Pengertian Kredit Bermasalah 23 Kasmir, Bank
Dan Lembaga Keuangan Lainnya, (Jakarta :PT. Raja Grafindo Persada, 2004), Hlm. 96.
Pengertian kredit bermasalah secara yuridis
tidak terdapat dalam berbagai literature
maupun perundang-undangan. Adapun kredit bermaslah itu sendiri dapat disimpulkan yaitu suatu keadaan dimana
nasabah sudah tidak sanggup membayar
sebagian atau seluruh kewajibannya kepada bank seperti yang telah diperjanjikan.
24 a. Self Dealing Sumber-sumber penyebab
terjadinya kegagalan pengembalian kredit oleh nasabah atau penyebab terjadinya kredit
bermasalah pada bank dapat dikemukakan
sebagai berikut: Self dealing terjadi
karena adanya interest tertentu dari pejabat pemberi kredit terhadap permohonan yang diajukan
nasabah, berupa pemberian kredit yang
tidak layak atas dasar yang kurang sehat terhadap nasabahnya dengan harapan mendapatkan kompensasi berupa
pemberian imbalan dari nasabah.
b. Anxiety for Income Pendapatan yang diperoleh
melalui kegiatan perkreditan merupakan sumber
pendapatan utama sebagian besar bank sehingga ambisi ataupun nafsu yang berlebihan untuk memperoleh laba bank
melalui penerimaan bunga kredit sering menimbulkan pertimbangan yang tidak
sehat dalam pemberian kredit.
c. Compromise of Credit Principles 24 A.totok
Budi Santoso, Sigit Triandari, Y. Sri Susilo. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. (Jakarta: Salemba Empat, 2000) Hal 41 Pelanggaran prinsip-prinsip kredit oleh
pimpinan bank yang menyetujui pemberian
kredit yang mengandung risiko yang potensial menjadi kredit yang bermasalah.
d. Incomplete Credit Information Terbatasnya
informasi seperti data keuangan dan laporan usaha, disamping informasi lainnya seperti penggunaan kredit,
perencanaan, ataupun keterangan mengenai
sumber pelunasan kembali kredit.
e. Failure to Obtain or Enforce Liquidation
Agreements Sikap ragu-ragu dalam menentukan tindakan terhadap suatu kewajiban yang telah diperjanjikan, meskipun nasabah
mampu dan wajib membayarnya, juga
merupakan penyebab timbulnya kredit-kredit yang tidak sehat dan mengakibatkan kredit bermasalah bagi bank.
f. Complacency Sikap memudahkan suatu masalah dalam proses
kredit akan mengakibatkan terjadinya
kegagalan atas pelunasan kembali kredit yang diberikan g. Lack of Supervising Karena kurangnya
pengawasan yang efektif dan berkesinambungan setelah pemberian kredit, kondisi kredit berkembang
menjadi kerugian karena nasabah tidak
memenuhi kewajibannya dengan baik.
h. Technical Incompetence Tidak adanya kemampuan
teknis dalam menganalisis permohonan kredit dari aspek keuangan meupun aspek lainnya akan
berakibat kegagalan dalam operasi
perkreditan suatu bank. Para pejabat kredit harus senantiasan meningkatkan pengetahuan dan kemampuan yang
berkaitan dengan tugasnya dan jangan
memberikan kredit kepada usaha atau sektor yang tidak dikenal dengan baik.
25 4. Tata cara
mediasi Penyelesaian sengketa dengan cara
mediasi merupakan salah satu alternatif
penyelesaian sengketa diluar pengadilan. Penyelesaian sengketa yang dimaksud ialah suatu bentuk penyelesaian
berdasarkan kata sepakat (konsensus) yang
dilakukan pihak bersengketa baik dengan atau tanpa bantuan pihak ketiga.
Mediasi perbankan
dapat ditempuh untuk sengketa kerugian finansial dengan batas kumulatif nilainya tidak lebih
dari Rp 500.000.000 (lima ratus juta rupiah).
Mediasi perbankan juga tidak dapat dilakukan dalam rangka tuntutan kerugian immateril. Pengawasan yang dilakukan
dalam rangka mediasi perbankan tersbut
dilakukan langsung oleh Bank Indonesia selaku otoritas jasa keuangan.
Atas dasar
pengajuan penyelesaian sengketa oleh nasabah, pelaksana fungsi mediasi perbankan dapat melakukan
klarifikasi atau meminta penjelasan kepada
nasabah dan bank secara lisan dan atau tertulis. Pelaksana fungsi mediasi perbankan memanggil nasabah dan bank untuk
menjelaskan tata cara pelaksanaan mediasi
perbankan. Apabila nasabah dan bank sepakat menggunakan mediasi perbankan sebagai alternatif penyelesaian
sengketa, mka nasabah dan bank wajib menandatangani
perjanjian mediasi (agreement to mediate).
Kesepakatan yang
diperoleh dari proses mediasi dituangkan dalam suatu Akta Kesepakatan yang bersifat final dan
mengikat bagi nasabah dan bank, yang 25 Sudjendro, Penyebab Kredit Bermasalah dalam
http://bankkita.blogspot.com/2011/02/penyebab-kredit-bermasalah.html Tanggal
akses 06 Mei 2011 dimaksud dengan
bersifat final adalah sengketa tersebut tidak dapat diajukan untuk dilakukan proses mediasi ulang pada
pelaksana fungsi mediasi perbankan, sedangkan
yang dimaksud dengan mengikat adalah kesepakatan berlaku sebagai undang-undang bagi nasabah dan bank yang harus
dilaksanakan dengan itikad baik F.
Metode Penelitian Penelitian merupakan salah satu cara yang tepat untuk
memecahkan masalah. Selain itu
penelitian juga dapat digunakan untuk menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran.
Dilaksanakan untuk mengumpulkan data
guna memperoleh pemecahan masalah atau mendapatkan jawaban atas pokok-pokok permasalahan yang dirumuskan dalam
Bab I Pendahuluan, sehingga diperlukan
rencana yang sistematis. Metodelogi merupakan suatu logika yang menjadi dasar suatu penelitian ilmiah. Oleh
karenanya pada saat melakukan penelitian
seseorang harus memperhatikan ilmu pengetahuan yang menjadi induknya 26 Menurut Soerjono Soekanto yang
dimaksud dengan penelitian hukum adalah
kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran Pada penelitian hukum ini, peneliti menjadikan
bidang ilmu hukum sebagai landasan ilmu
pengetahuan induknya, oleh karena itu maka penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum.
26 Ronny Hanintijo
Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurumetri, (Jakarta: Ghalia Indonesia,1998) Hlm. 9.
tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu
atau segala hukum tertentu dengan jalan
menganalisanya.
27 1. Jenis dan
Sifat Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif analis yang bertujuan untuk menggambarkan
secara tepat sifat individu suatu gejala, keadaan atau kelompok tertentu. Deskriptif analitis berarti bahwa
penelitian ini menggambarkan suatu peraturan
hukum dalam konteks teori-teori hukum dan pelaksanaannya serta menganalisis
fakta secara cermat tentang mediasi perbankan dan hukum perkreditan dalam hal penyelesaian kredit
bermasalah Adapun metode penelitian dalam skripsi ini meliputi metode deskriptif
dengan menggunakan study pustaka dan
menggunakan media literatur yang ada maupun
jurnal ilmiah elektronik lainnya seperti internet dan tinjauan yuridis. Data lain yang dipakai juga adalah suatu Data
skunder berupa study terhadap berbagai peraturan
perundang-undangan khususnya dalam hal ini ialah UU Tentang Perbankan dan Peratusan Bank Indonesia Tentang
Mediasi Perbankan Sumber data penelitian dapat dibedakan menjadi bahan hukum
primer maupun bahan hukum sekunder.
a. Bahan Hukum Primer Bahan hukum primer
merupakan suatu bahan hukum yang mempunyai sifat authoritative yang berarti memiliki
otoritas. Bahan hukum ini terdiri dari peraturan
perundang-undangan yaitu UU No 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU No 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dan
Peraturan Bank Indonesia (PBI) 27 Soerjono
Soekanto,Op Cit halaman 43 No
10/1/PBI/2008 tentang Mediasi Perbankan , catatan-catatan resmi maupun risalah dalam pembuatan undang-undang.
b. Bahan Hukum Sekunder Yaitu berupa bahan hukum
yang merupakan publikasi hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi meliputi
buku-buku teks, dan jurnal. Bahan hukum
sekunder yang paling utama adalah buku teks karena berisi mengenai prinsip-prinsip dasar ilmu hukum dan pandangan-pandangan
para sarjana yang memiliki kualitas
keilmuan.
2. Teknik
Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini
ialah studi kepustakaan, yaitu suatu
teknik yang dilakukan untuk mengumpulkan data sekunder melalui pengkajian terhadap peraturan
perundang-undangankhususnya dalam hal
ini UU perbankan, literatur, tulisan, maupun putusan pengadilan yang berkaitan dengan penelitian ini. Pengumpulan
data-data tersebut dilakukan dengan penelitian
kepustakaan.
3. Analisa Data Pengolahan,
analisis dan konstruksi data penelitian hukum normatif dapat dilakukan dengan cara melakukan analisis
terhadap kaidah hukum dan kemudian konstruksi
dilakukan dengan cara memasukkan pasal-pasal
dari suatu UU kedalam kategori-kategori atas pengertian dasar dari
system hukum tersebut.Data yang berasal
dari studi kepustakaan kemudian dianalisis berdasarkan metode kualitatif dengan melakukan: a. Menemukan konsep-konsep yang terkandung
dalam bahan bahan hukum (konseptualisasi) yang dilakukan dengan cara
melakukan interpretasi terhadap bahan
hukum tersebut.
b. Mengelompokkan
konsep-konsep atau peraturan-peraturan yang sejenis, dalam hal ini ialah yang berhubungan dengan
penerapan dan pelaksanaan mediasi perbankan
c. Menemukan hubungan antara berbagai peraturan atau kategori dan kemudian diolah d.
Menjelaskan dan menguraikan hubungan antara berbagai kategori atau peraturan perundang-undangan kemudian
dianalisis secara deskriptif kualitatif sehingga
mengungkapkan hasil yang diharapkan serta kesimpulan atas permasalahan.
G. Sistematika Penulisan Didalam usaha untuk
menguraikan dan mendeskripsikan isi dan sajian dalam karya ilmiah ini secara teratur. Maka
karya tulisan ilmiah ini dibagi kedalam
susunan yang terdiri atas lima bab dan beberapa sub bab tersendiri dalam setiap bab dengan ruang lingkup
pertanggungjawaban sebagai berikut : BAB I : Pendahuluan Didalam bab pertama
yang berisi pendahuluan ini, dipaparkan pengantar untuk dapat memberikan penjelasan
singkat dan pengertian tentang ruang
lingkup dan jangkauan daripada pembahasan
karya ilmiah ini.meliputi latar belakang permasalahan, keaslian penulisan, tujuan penulisan, manfaat penulisan, tinjauankepustakaan, metode penulisan dan pengumpulan data yang digunakan serta sistematika penulisannya
sendiri BAB II :Kajian Yuridis Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa
di Indonesia Didalam bab kedua ini akan
dibahas mengenai ketentuan-ketentuan hukum
dalam mediasi perbankan sebagai salah satu alternatif penyelesaian sengketa di bidang perbankan
berdasarkan berbagai peraturan
perundangan yang terkait.
BAB III : Aspek
hukum perkreditan dan penyelesaian kredit bermasalah di Indonesia Didalam bab ketiga ini akan diuraikan lebih lanjut
mengeni apa sebenarnya aspek-aspek
perkreditan secara hukum. Proses-proses yang
harus dilakukan.pihak-pihak yang terlibat, serta upaya-upaya yang dapat dilakukan apabila terjadi sengketa
antara perbankan dengan nasabah
debiturnya.
BAB IV : Mediasi
Perbankan Berdasarkan PBI No 1/10/PBI/2008 Sebagai Alternatif Upaya Penyelesaian Sengketa di
Perkreditan di Indonesia Pembahasan dalam bab yang keempat ini adalah merupakan
pembahasan yang bersumber dari studi
kepustakaan yang penulis lakukan dengan
menelususri berbagai peraturan perundang-undangan khusunya peraturan Bank Indonesia. Pembahasan
tersebut meliputi proses dan tata cara
melakukan mediasi perbankan.
BAB V : Kesimpulan dan Saran Bab terakhir ini
akan memberikan beberapa intisari kesimpulan berdasarkan hasil pembasan sedtiap Bab dalam
permasalahan tersebut. Bab ini juga akan
memaparkan beberapa saran yang dapat diberikan
sehubungan dengan pemaparan kesimpulan tersebut BAB II KAJIAN YURIDIS MEDIASI
SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA
DI INDONESIA A. Alternatif Penyelesaian
Sengketa di Indonesia
Download lengkap Versi Word
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi