Sabtu, 05 April 2014

Skripsi Hukum: TINJAUAN HUKUM PROSES ACARA MEDIASI PERBANKAN SEBAGAI UPAYA PENYELESAIAN KREDIT BERMASALAH BERDASARKAN PBI No 10/1/PBI/2008



BAB I PENDAHULUAN
 A.  Latar Belakang 
Kesulitan yang menimpa perekonomian Indonesia, terutama sejak  terjadinya krisis ekonomi pada tahun 1997 yang masih berlangsung hingga tahun  ini, mungkin tidak perlu terjadi apabila  dunia usaha secara sungguh-sungguh  melaksanakan prinsip-prinsip manajemen keuangan perusahaan yang sehat yakni  dengan antara lain  menyeimbangkan struktur permodalan sedemikian rupa  sehingga keperluan jangka pendek benar-benar dibiayai dari sumber-sumber  pembiayaan jangka pendek, sedangkan keperluan jangka penjang dibiayai dari  sumber pembiayaan jangka panjang.

1 Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dan  menjalankan usahanya terutama dari dana masyarakat dan kemudian menyalurkan  kembali kepada masyarakat.
2 Perbankan juga dapat dikatakan merupakan inti dari setiap perekonomian  negara. Perbankan menyediakan perkreditan dan berbagai jasa juga berperan  Selain itu, bank juga memberikan jasa-jasa  keuangan dan pembayaran lainnya. Dengan demikian ada dua peranan penting  yang dimainkan oleh bank yaitu sebagai lembaga penyimpan dana masyarakat dan  sebagai lembaga penyedia dana bagi masyarakat dan atau dunia usaha.
1 Erwansyah AR, Aspek-aspek  hukum keuangan dan perbankan  dalam http://kekampus.blogspot.com/2010/03/aspek-aspek-hukum-keuangan-dan.html Tanggal akses 06 Mei  2011 2 Lihat pada Pasal 1 angka (2) UU No 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas UU No 7  Tahun 1992 Tentang Perbankan  dalam kegiatan mekanisme pembayaran bagi seluruh sektor perekonomian.
3 Dengan demikian Perbankan memiliki fungsi penting dalam perekonomian  negara. Perbankan mempunyai fungsi utama sebagai intermediasi, yaitu  penghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya secara efektif dan efisien  pada sektor-sektor riil untuk menggerakkan pembangunan dan stabilitas  perekonomian sebuah negara.
4 Dalam dunia perbankan, nasabah merupakan konsumen dari pelayanan jasa  perbankan. Kedudukan nasabah dalam hubungannya dengan pelayanan jasa  perbankan, berada pada dua posisi yang dapat bergantian sesuai dengan sisi mana  mereka berada Dilihat dari sisi pengerahan dana, nasabah yang menyimpan  dananya pada bank baik sebagai penabung deposan, maupun pembeli surat  berharga, maka pada saat itu nasabah berkedudukan sebagai kreditur bank.
Sedangkan pada sisi penyaluran dana, nasabah peminjam berkedudukan sebagai  debitur dan bank sebagai kreditur.
Dalam hal ini, bank menghimpun dana dari  masyarakat berdasarkan asas kepercayaan dari masyarakat. Apabila masyarakat  percaya pada bank, maka masyarakat akan merasa aman untuk menyimpan uang  atau dananya di bank. Dengan demikian, bank menanggung risiko reputasi atau  reputation risk yang besar. Bank harus selalu menjaga tingkat kepercayaan dari  nasabah atau masyarakat agar menyimpan dana mereka di bank, dan bank dapat  menyalurkan dana tersebut untuk menggerakkan perekonomian bangsa.
5 Fungsi lembaga perbankan sebagai perantara pihak-pihak yang memiliki  kelebihan dana membawa konsekuensi pada timbulnya interaksi yang intensif  3 Hermansyah.  Hukum Perbankan Nasional, (Jakarta : Kencana, 2005) Hal 7 4 Syamsu Iskandar,  Bank dan Lembaga Keuangan Lain. (Jakarta, PT SAB, 2008) Hal 5 5 Ibid,.
 antara bank sebagai pelaku usaha dengan nasabah sebagai konsumen pengguna  jasa perbankan.  Dalam interaksi yang demikian intensif antara bank dengan  nasabah, mungkin saja terjadi friksi yang apabila tidak segera diselesaikan dapat  berubah menjadi sengketa antara nasabah dengan bank.
6 Timbulnya friksi tersebut terutama disebabkan oleh empat hal yaitu: 7 1. Informasi yang kurang memadai mengenai karakteristik produk atau jasa yang  ditawarkan bank; 2. Pemahaman nasabah terhadap aktivitas dan produk serta jasa perbankan yang  masih kurang; 3. Ketimpangan hubungan antara nasabah dengan bank, khususnya bagi nasabah  peminjam dana; 4. Tidak adanya saluran memadai untuk memfasilitasi penyelesaian friksi yang  terjadi antara nasabah dengan bank.
Perlindungan nasabah merupakan tantangan perbankan yang berpengaruh  secara langsung terhadap sebagian besar masyarakat. Oleh karena itu menjadi  tantangan yang sangat besar bagi perbankan dan Bank Indonesia untuk  menciptakan standar yang jelas dalam memberikan perlindungan kepada nasabah.
Nasabah merupakan konsumen dari pelayanan jasa perbankan Perlindungan konsumen bagi bank merupakan suatu tuntutan yang tidak boleh  diabaikan begitu saja. Dalam dunia perbankan, pihak nasabah merupakan unsur  yang sangat berperan sekali, mati hidupnya dunia perbankan bersandar kepada  kepercayaan dari pihak masyarakat atau nasabah sehingga bank selalu  6 Muliaman D. Hadad “Perlindungan dan Pemberdayaan Nasabah Bank Dalam  Arsitektur Perbankan Indonesia,” Http://www.bi.go,id, diakses tgl 30 Maret 2011 7 Ibid,.
 mengharapkan nasabah dapat bertransaksi maupun membuka rekening di bank  walau sekecil apapun.
8 Kedudukan nasabah dalam hubungannya dengan jasa perbankan, berada  pada dua sisi yang dapat bergantian sesuai dengan sisi mana berada. Dilihat pada  sisi pengerahan dana, nasabah yang menyimpan dananya pada bank baik sebagai  penabung, deposan maupun pembeli surat berharga (obligasi atau commercial  paper) maka pada saat itu nasabah berkedudukan sebagai debitur dan bank  sebagai kreditur. Dalam pelayanan jasa perbankan lainnya seperti dalam  pelayanan bank garansi, penyewaan save depostie box, transfer uang, dan  pelayanan lainnya, nasabah mempunyai kedudukan yang berbeda pula, tetapi dari  semua kedudukan tersebut pada dasarnya nasabah merupakan konsumen dari  pelaku usaha yang menyediakan jasa di sektor perbankan.
9 Sisi lain yang menjadi fokus perlindungan konsumen dalam sektor jasa  perbankan, yaitu pelayanan di bidang perkreditan. Hal-hal yang menjadi perhatian  Fokus persoalan perlindungan nasabah tertuju pada ketentuan peraturan  perundang-undangan serta ketentuan perjanjian yang mengatur hubungan antara  bank dengan nasabah dapat terwujud dari suatu perjanjian, baik perjanjian yang  berbentuk akta di bawah tangan maupun dalam bentuk otentik. Dalam konteks  inilah perlu pengamatan yang baik untuk menjaga suatu bentuk perlindungan bagi  konsumen namun tidak melemahkan kedudukan posisi bank, hal demikian perlu  mengingat seringnya perjanjian yang dilaksanakan antara bank dengan nasabah  telah dibakukan dengan suatu perjanjian baku.
8 Radius Prawiro, Pergulatan Indonesia dalam Membangun Ekonomi, Pragmatisme  dalam Aksi.(Jakarta Gramedia, 1998) Hal 346.
9 Muliaman D Hadad, Loc Cit,.
 untuk perlindungan konsumen, yaitu pada proses yang harus ditempuh, dan  warkat-warkat yang digunakan dalam pemberian kredit tersebut. Hal lain yang  penting adalah pada saat pengikatan hukum antara bank dengan nasabah dimana  secara hukum menyangkut dua macam pengikatan berupa perjanjian kredit dan  perjanjian tambahan yakni perjanjian mengikuti perjanjian pokok berupa suatu  perjanjian penjaminan.
10 Hampir setiap hari selau terdapat keluhan nasabah bank dimuat di berbagai  media cetak. Jika dicermati keluhan yang terjadi pada umumnya tidak jauh dari  masalah transaksi keuangan terutama tabungan (baik di ATM maupun di kantor  bank), jasa pengiriman uang yang terlambat, dan penagihan kredit oleh tukang  tagih kredit bank yang berperilaku sangat kasar kepada debitor. Namun sikap dari  pihak bank terkadang tidak begitu responsif terhadap keluhan nasabah sehingga  seolah telah terjadi semacam “paduan suara” di antara perbankan bahwa untuk  menyelesaikan keluhan nasabah di media cetak, cukup dijawab dengan kata-kata  “keluhan telah dibicarakan dengan nasabah dan telah diselesaikan dengan  baik” Lembaga perbankan adalah lembaga yang mengandalkan kepercayaan  masyarakat. Dengan demikian guna tetap mengekalkan kepercayaan masyarakat  terhadap bank, pemerintah berusaha melindungi masyarakat dari tindakan  lembaga, ataupun oknumnya yang tidak bertanggungjawab, dan merusak sendi  kepercayaan masyarakat.
11 10 Djoko Retnadi dalam http:www.iei.or.id.Mediasi Perbankan, Satu  Lagi Proteksi  Terhadap Nasabah Perbankan. Tanggal akses 20 Maret 2011 11 Ibid,.
 Bagi nasabah yang bersangkutan, permasalahannya mungkin benar-benar  telah diselesaikan, namun bagi masyarakat umum yang membaca keluhan nasabah  tersebut jelas masih diliputi penasaran karena setelah menunggu cukup lama  akhirnya mereka tidak mendapatkan informasi apapun tentang bagaimana bank  menyelesaikan keluhan nasabah. Oleh karena itu yang diharapkan oleh  masyarakat adalah bank bersedia menjelaskan secara terbuka proses dan cara  penyelesaian keluhan nasabah. Dengan demikian bagi masyarakat awam akan  dapat memperoleh suatu pembelajaran karena mereka akan mengetahui  bagaimana penyelesaian yang dilakukan bank, sehingga masyarakat lainnya tidak  perlu mengirim keluhan yang sama ke media massa ketika mereka mengalami  kasus yang sama.
Namun demikian, dengan masih enggannya pihak perbankan untuk  menjelaskan secara terbuka proses penyelesaian keluhan nasabah, maka hal ini  akan membuka peluang bagi bank untuk tetap dapat mengeksploitasi  ketidaktahuan nasabah terhadap produk dan jasa perbankan, karena kasus sebesar  apapun akhirnya dapat diselesaikan hanya dengan memublikasikan kata-kata terlalu baku di media massa.
Bank Indonesia sebagai pelaksana otoritas moneter mempunyai peranan  yang besar dalam usaha melindungi, dan menjamin agar nasabah tidak mengalami  kerugian akibat tindakan bank yang salah 12 12 Ibid,.
. Hal-hal yang menyangkut dengan  usaha perlindungan nasabah diantaranya berupa laporan dan data-data yang  merupakan bahan informasi. Bank Indonesia sebagai otoritas pengawas industri   perbankan berkepentingan untuk meningkatkan perlindungan terhadap  kepentingan nasabah dalam hubungannya dengan bank.
Berbagai regulasi dalam bidang perbankan 13 mengenai perlindungan  nasabah bank diantaranya adalah Penerbitan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.
7/6/PBI/2005 tanggal 20 Januari 2005 tentang Transparansi Informasi Produk  Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah dan PBI No. 7/7/PBI/2005 tanggal  20 Januari 2005  Tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah dan PBI  No.8/5/PBI/2006 tanggal 30 Januari 2006 tentang Mediasi  Perbankan sebagaimana yang telah dirubah oleh PBI No 10/1/PBI/2008.
14 Mengingat pentingnya perlindungan nasabah tersebut, Bank Indonesia  menetapkan upaya perlindungan nasabah sebagai salah satu pilar dalam Arsitektur  Perbankan Indonesia (API). API merupakan suatu kerangka dasar sistem  perbankan Indonesia yang terdiri dari enam pilar, bersifat menyeluruh dan  Hal ini menunjukkan  bahwa pemerintah melalui Bank Indonesia mulai  memperhatikan kepentingan nasabah dalam konteks perlindungan nasabah bank  yang  sebelumnya cenderung terabaikan, baik oleh Undang-Undang Nomor 10  Tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992  tentang Perbankan maupun tidak optimalnya pelaksanaan dari Undang-Undang  Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang mensyaratkan  adanya keseimbangan perlindungan kepentingan konsumen dan pelaku usaha  sehingga tercipta perekonomian yang sehat, dalam konteks ini termasuk dalam  hubungan antara bank sebagai pelaku usaha  dengan nasabahnya.
13 Dikutip dari http://ww.bi.go.id Tanggal akses 30 Maret 2011 14 Lihat dalam berbagai peraturan Bank Indonesia dalam www.bi.go.id Tanggal akses 20  Maret 2011  memberikan arah, bentuk dan tatanan pada industri perbankan untuk rentang  waktu lima sampai sepuluh tahun ke depan.
Adapun keenam pilar dalam API tersebut adalah: 1. Program penguatan struktur perbankan nasional Program ini bertujuan untuk memperkuat permodalan bank umum  (konvensional dan  syariah)  dalam rangka meningkatkan kemampuan bank  mengelola usaha maupun risiko, mengembangkan teknologi informasi, maupun  meningkatkan skala usahanya guna  mendukung peningkatan kapasitas  pertumbuhan kredit  perbankan. Implementasi program  penguatan permodalan  bank dilaksanakan secara bertahap. Upaya peningkatan modal bank-bank tersebut  dapat dilakukan dengan membuat business plan yang memuat target waktu, cara  dan tahap pencapaian.
Adapun cara pencapaiannya dapat dilakukan melalui: a. Penambahan modal baru baik dari shareholder lama maupun investor baru; b. Merger dengan bank (lain untuk mencapai persyaratan modal minimum baru)  c. Penerbitan saham baru atau secondary offering di pasar modal; d. Penerbitan subordinated loan  2.  Program peningkatan kualitas pengaturan perbankan Program ini bertujuan untuk meningkatkan efektivitas pengaturan serta  memenuhi standar pengaturan yang mengacu pada international best practices.
Program tersebut dapat dicapai  dengan penyempurnaan proses penyusunan  kebijakan perbankan  serta penerapan 25 Basel  Core Principles for Effective  Banking Supervision secara bertahap dan menyeluruh. Dalam jangka waktu lima   tahun ke depan diharapkan Bank Indonesia telah sejajar dengan negara- negara  lain dalam penerapan  international best practices  termasuk  25 Basel Core  Principles  for Effective Banking Supervision.  Dari sisi proses penyusunan  kebijakan perbankan diharapkan dalam waktu dua tahun ke depan Bank Indonesia telah memiliki system penyusunan kebijakan perbankan yang efektif yang telah  melibatkan pihakpihak terkait dalam proses penyusunannya.
3.  Program peningkatan fungsi pengawasan Program ini bertujuan untuk meningkatkan independensi dan efektivitas  pengawasan  perbankan  yang dilakukan oleh Bank  Indonesia. Hal ini dicapai  dengan peningkatkan kompetensi pemeriksa bank, peningkatan koordinasi antar  lembaga pengawas,  pengembangan pengawasan berbasis risiko, peningkatkan  efektivitas  enforcement, dan  konsolidasi organisasi sektor perbankan  di Bank Indonesia. Dalam jangka waktu dua tahun  ke depan diharapkan fungsi  pengawasan bank yang dilakukan oleh Bank Indonesia akan lebih efektif dan  sejajar dengan pengawasan yang dilakukan otoritas pengawas di negara lain.
4.  Program peningkatan kualitas manajemen dan operasional perbankan Program ini bertujuan untuk meningkatkan good corporate governance  (GCG), kualitas  manajemen resiko dan kemampuan operasional manajemen.
Semakin tingginya standar GCG dengan didukung oleh kemampuan operasional  (termasuk manajemen risiko) yang handal diharapkan dapat meningkatkan kinerja  operasional perbankan. Dalam waktu dua sampai lima tahun ke depan diharapkan  kondisi internal perbankan nasional menjadi semakin kuat.
5.  Program pengembangan infrastruktur perbankan  Program ini bertujuan untuk mengembangkan sarana pendukung  operasional perbankan yang efektif seperti credit bureau, lembaga pemeringkat  kredit domestik, dan pengembangan skim penjaminan kredit. Pengembangan biro  kredit (credit bureau) akan membantu perbankan dalam meningkatkan kualitas  keputusan kreditnya. Penggunaan lembaga pemeringkat kredit dalam publiclytraded debt yang dimiliki bank akan meningkatkan transparansi dan efektivitas manajemen keuangan perbankan. Sedangkan pengembangan skim penjaminan  kredit akan meningkatkan akses kredit bagi masyarakat. Dalam waktu tiga tahun  ke depan diharapkan  telah tersedia infrastruktur pendukung  perbankan  yang  mencukupi.
6.  Program peningkatan perlindungan nasabah Program ini bertujuan untuk memberdayakan nasabah melalui penetapan  standar penyusunan mekanisme pengaduan nasabah, pendirian lembaga mediasi  independen, peningkatan transparansi informasi produk perbankan dan edukasi  bagi nasabah. Dalam waktu dua sampai lima tahun ke depan diharapkan programprogram tersebut dapat meningkatkan kepercayaan  nasabah pada sistem  perbankan.
15 Mekanisme pengaduan nasabah di bank dan program pembentukan  lembaga mediasi independen ditujukan untuk mengatasi permasalahan  antara  nasabah dengan bank yang saat ini sudah terjadi, sedangkan program penyusunan  standar transparansi informasi produk perbankan ditujukan sebagai sarana awal  untuk mencegah timbulnya permasalahan antara nasabah dengan bank. Khusus  15 Mohammad Ilham,  Arsitektur Perbankan Indonesia  dalam  http://ilhammohamad.blogspot.com/2010/11/api-arsiktektur-perbankan-indonesia.html  Tanggal  akses 06 Mei 2011  untuk program edukasi nasabah, pelaksanaannya dirasakan perlu diperluas hingga  mencakup mereka yang belum dan akan menjadi nasabah bank agar pada saat  pertama kali berhubungan dengan bank para calon nasabah tersebut sudah  memiliki informasi yang cukup mengenai kegiatan usaha serta produk dan jasa  bank.
Proses mediasi perbankan merupakan kelanjutan dari pengaduan nasabah  apabila nasabah merasa tidak puas atas penanganan dan penyelesaian yang  diberikan bank. Dalam pelaksanaan kegiatan usaha perbankan seringkali hak-hak  nasabah tidak dapat terlaksana dengan baik sehingga menimbulkan friksi antara  nasabah dengan bank yang ditunjukkan dengan munculnya pengaduan nasabah.
Apabila pengaduan nasabah tidak diselesaikan dengan baik oleh bank,  maka berpotensi menjadi perselisihan atau sengketa antara nasabah dengan bank  cenderung berlarut-larut. Hal ini antara lain ditunjukkan dengan cukup banyaknya  keluhan-keluhan nasabah di berbagai media. Munculnya keluhan-keluhan yang  tersebar pada publik melalui berbagai media tersebut dapat menurunkan reputasi  bank di mata masyarakat dan berpotensi menurunkan kepercayaan masyarakat  pada lembaga perbankan. Bank wajib menjaga kepercayaan nasabahnya sesuai  dengan kerangka azas-azas hukum perbankan yaitu: 16 1. Azas Demokrasi ekonomi 2. Azas Kepercayaan 3. Azas Kerahasiaan 4. Azas Kehati-hatian 16 Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia. (Jakarta Gramedia ,  2001) Hal 14-16  Untuk memastikan bahwa bank telah melaksanakan ketentuan  penyelesaian pengaduan nasabah, maka setiap triwulan Bank wajib  menyampaikan laporan kepada Bank Indonesia mengenai kasus-kasus pengaduan  yang sedang atau telah ditangani oleh bank.
17 Sejalan dengan itu, kegiatan perbankan sebagai urat nadi perekonomian  bangsa tidak luput dari dampak globalisasi. Dalam menjalankan  fungsi  intermediary, perbankan menjadi pelaku ekonomi yang berperan memudahkan  lalu lintas dana melalui jasa transfer via media elektronik. Salah satu permasalahan hukum dalam jasaperbankan adalah belum adanya peraturan yang memberikan rambu-rambu bagi kegiatan transfer dana elektronik ini, seperti dasar Laporan ini nantinya akan  memberikan gambaran mengenai produk perbankan apa yang yang paling  bermasalah dan jenis permasalahan apa yang paling sering dikemukakan oleh  nasabah. Melalui laporan ini pula Bank Indonesia akan dapat membantu  permasalahan yang kemudian dapat berkembang menjadi permasalahan yang  sistemik sehingga dapat segera dilakukan langkah-langkah preventif.
Sanksi yang diberikan oleh Bank Indonesia berkaitan dengan pelanggaran  ketentuan tersebut sebagaimana diatur oleh PBI No 10/10/PBI/2008 tentang  perubahan atas PBI No 7/7/PBI/2005 Tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah  termuat dalam Pasal 17 yaitu dikenakan sanksi administratif berdasarkan UU No  10 Tahun 1998 sebagai perubahan atas UU No 7 Tahun 1992 yaitu teguran tertulis  yang nantinya diperhitungkan dalam penilaian tingkat kesehatan Bank.
17 Muliaman D Hadad, Perlindungan dan Pemberdayaan nasabah dalam kerangka  arsitektur perbankan di Indonesia, dalam http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/3D290182-176A-4B66-9B9F-1F4E14AE5686/7947/PaperMuliamanDHadad_PerlindunganKonsumen.pdf Tanggal  akses 06 Mei 2011. Ktentuan yang sama juga terdapat dalam PBI No. 7/7/PBI/2005 tentang  Penyelesaian Pengaduan Nasabah Pasal 16.
 hukum transfer dana, status kepemilikan dana transfer, perlindungan hukum bagi pengirim dan penerima dana transfer dalam hal terjadi kesalahan yang  ditimbulkan  oleh pihak bank, kedudukan pemilik dana dalam hal ini bank  dilikuidasi atau pailit.
18 Penerapan prinsip kehati-hatian (prudential banking principles) dalam  seluruh kegiatan perbakan merupakan salah  satu cara untuk menciptakan perbankan  yang sehat, yang pada gilirannya akan  berdampak positif terhadap  perekonomian secara makro. Implementasi prinsip ini harus menyeluruh, tidak  hanya menyangkut masalah pemberian kredit, tetapi dimulai saat bank tersebut  didirikan, penentuan manajemen yang memenuhi uji kecukupan dan kelayakan (fit  and proper test) yang tidak bersifat seremonial. Ketentuan Bank Indonesia yang  mewajibkan fit proper test  bagi pengurus bank  masih memiliki banyak  kelemahan, seperti masih dimungkinkannya pengurus yang tidak berkompeten  atau terpilih karena mewakili kepentingan tertentu.
Permasalah-permasalahan di atas memerlukan aturan agar memberikan kepastian hukum bagi pengguna jasa  perbankan. Aspek-aspek hukum lain di  dalam bidang keuangan dan perbankan juga banyak mewarnai problematika di  bidang ekonomi dan hukum, misalnyapenyimpangan BLBI, prudential principles  yang dihadapkan dengan penurunan fungsi intermediasi perbankan, munculnya  fenomena fee-based income dalam praktik perbankan, dan berbagai persoalan  ekonomi-hukum lainnya, yang kesemuanya itu  perlu memperoleh perhatian  seluruh pengguna jasa perbankan.
18 Yusuf Anwar,  Aspek-aspek hokum keuangan dan perbankan  dalam  http://one2land.wordpress.com/2010/01/23/aspek-aspek-hukum-keuangan-dan-perbankan-suatutinjauan-praktis-1/Tanggal akses 06 Mei 2011  B . Permasalahan  Adapun yang menjadi topik bahasan permasalahan dalam skripsi ini  adalah : 1. Bagaimanakah  kedudukan  lembaga  mediasi sebagai  alternatif  penyelesaian  sengketa di Indonesia?.
2. Bagaimanakah  pengaturan kredit perbankan di Indonesia dan bagaimana  alternatif  penyelesaian  sengketa dalam  penyelesaian kredit  bermasalah  Tersebut? 3. Bagaimanakah proses mediasi perbankan di Indonesia ditinjau dari PBI No.
10/01/PBI/2008 Tentang Mediasi Perbankan?  C. Tujuan dan Manfaat Penulisan Tujuan penulisan skripsi ini pada  khususnya adalah untuk memenuhi  persyaratan agar memperoleh gelar sarjana hukum pada Fakultas Hukum  . Namun secara khusus pembahasan mengenai mediasi  perbankan seperti yang dibahas dalam skripsi ini mempunyai tujuan yaitu : 1. Untuk memberikan gambaran yang lebih luas tentang lembaga mediasi yang  merupakan salah satu alternatif penyelesaian sengketa diluar pengadilan yang  dapat ditempuh oleh masyarakat  2. Untuk menguraikan dan membahas lebih lanjut aspek-aspek hukum dan  instrumen hukum  yang berperan dalam perkreditan termasuk upaya  penyelesaian sengketa apabila terjadi kredit yang bermasalah 3. Untuk mengetahui lebih lanjut proses dan tata cara mediasi perbankan dalam  menyelesaikan sengketa antara bank dengan nasabahnya berdasarkan Peraturan  Bank Indonesia (PBI) No. 10/01/PBI/2008 Manfaat Penulisan ilmiah seperti yang diungkapkan Calire setz 19 1. Manfaat Teoritis dalam  bukunya menyatakan bahwa titik tolak dari suatu penulisan/karya ilmiah adalah  “….to discover answers to questions through the application of scientific  procedures…” yang berarti untuk menemukan jawaban-jawaban atas pertanyaanpertanyaan tentang prosedur penerapan ilmu. Sehingga melalui penulisan suatu  karya ilmiah diharapkan dapat menjawab setiap pertanyaan yang ada atas suatu  permasalahan.
Adapun dalam penulisan skripsi ini nantinya dapat memberikan beberapa  manfaat diantarany manfaat teoritis dan manfaat praktis yaitu:  a. Memberikan pengertian dan pendalaman lebih luas kepada masyarakat tentang  pengertian dari mediasi dalam alternatif penyelesaian sengketa diluar jalur  pengadilan yang dapat ditempuh oleh masyarakat.
19 Calira setz dalam Soerdjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta:  UI  Press, 1998.) hal9.
 b. Memberikan gambaran umum dalam kaitan dengan manfaatnya secara praktis  tentang aspek hukum perkreditan dan upaya yang dapat dilakukan apabila  terjadi sengketa terhadap kredit yang bermasalah.
c. Memberikan gambaran umum kepada masyarakat tentang tata cara melakukan  mediasi termasuk proses yang harus dilakukan sehingga mediasi dapat menjadi  alternatif penyelesaian sengketa khususnya sengketa perbankan dalam  masyarakat.
2. Manfaat Praktis Manfaat penelitian lainnya secara praktis diharapkan dapat menjadi  rujukan ataupun referensi bagi para praktisi hukum maupun praktisi perbankan  termasuk para nasabah pengguna jasa perbankan untuk menjadi rujukan dalam  proses mediasi perbankan untuk penyelesaian masalah antara nasabah dengan  bank dalam hal kredit bermasalah di Indonesia.
D. Keaslian Penulisan Adapun penulisan skripsi ini adalah murni hasil karya ilmiah tersendir i  yang belum pernah dipublikasikan dimanapun juga, mungkin ada beberapa karya  tulisan lain yang hampir serupa mengenai mediasi dan alternatif penyelesaian  sengketa diantaranya tentang  Tinjauan Yuridis Terhadap Penyelesaian  Pengaduan Nasabah Dalam Transaksi Perbankan Indonesia  Karya Endika  Triono Dachi dan Mediasi Perbankan Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa  Antara Bank dan Nasabahnya karya Richard Silitonga tetapi isi dan pendekatan  yang digunakan berikut analisisnya yang digunakan tentu saja berbeda karena   sangat berelevansi denan beberapa peraturan-peraturan hukum normatif yang  menyangkut ketentuan mediasi perbankan dan aturan perkreditan. Penulis juga  menggabungkan materi dalam skripsi ini disertai dengan analisa berbagai  peraturan perundang-undangan terkait dengan lembaga mediasi perbankan.
E.  Tinjauan Kepustakaan Tinjauan Kepustakaan atau adalah suatu study terdahulu yang berkenaan  atau memiliki hubungan dengan topik yang ada secara relevan dengan  menggunakan berbagai literatur atau bacaan 20 1. Memberitahu khalayak/pembaca tentang studi-studi atau penelitian terkait  berkenaaan dengan studi/ topik yang sedang dilaporkan.
. Adapun tinjauan kepustakaan ini  mempunyai beberapa tujuan yaitu: 2. Menghubungkan suatu studi dengan dialog yang lebih luas dan  berkesinambungan tentang suatu topik dalam pustaka yang diperuntukkan  untuk mengisi kekurangan dan memperluas studi-studi sebelumnya.
3. Memberikan kerangka bagi suatu studi dalam pembahasan ataupun  penjelasannya secara ilmiah 4. Sebagai landasan untuk membandingkan suatu studi dengan temuan-temuan  lain.
20 Achmad Djunaedi,  Penulisan Tinjauan Pustaka  dalam  http://www.mpkd.ugm.ac.id/weblama/homepageadj/support/materi/metlit-i/a05-metlit-tinjauanpustaka.pdf Tangal akses 06 Mei 2011  Adapun kini yang menjadi kerangka studi atau tinjauan kepustakaan  tentang karya ilmiah Mediasi Perbankan ini terbagi dalam 3 sub bagian yaitu: 1. Pengertian mediasi perbankan Mediasi adalah negosiasi dengan bantuan pihak ketiga. Dalam mediasi,  yang memainkan peran utama adalah pihak-pihak yang bertikai. Pihak ketiga  (mediator) berperan sebagai pendamping, pemangkin, dan penasihat. Mediasi  disebut emergent mediation apabila mediatornya merupakan anggota dari sistem  sosial pihak-pihak yang bertikai, memiliki hubungan lama dengan pihak-pihak  yang bertikai, berkepentingan dengan hasil perundingan, atau ingin memberikan  kesan yang baik misalnya sebagai teman yang solider.
21 Pembahasan dalam skripsi ini menyangkut 2 titik tolak yaitu mengenai  mediasi dan perbankan. Berdasarkan  Peraturan Perbankan Indonesia No  8/5/PBI/2006 sebagaimana yang telah dirubah oleh PBI No 10/1/PBI/2008 Tentang Mediasi Perbankan menjelaskan bahwa mediasi perbankan adalah suatu  proses penyelesaian sengketa/permasalahan antara bank dengan nasabahnya yang melibatkan mediator atau pihak luar yang tidak memihak.
22 2. Pengertian Kredit Menurut Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998  Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 Tentang  Perbankan, merumuskan pengertian kredit adalah “Penyediaan uang atau tagihan  21 Nova nuriati Pratama,  Mediasi dan Negosiasi  dalam  http://nevacipid.blogspot.com/2011/03/m-ediasi-adalah-negosiasi-dengan.html Tanggal akses 06  Mei 2011.
22 Pasal 1 PBI No 8/5PBI/2006  sebagaimana yang telah dirubah oleh PBI No  1/10/PBI/2008  yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan  pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang Berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas, Kasmir mengemukakanunsurunsur yang terkandung dalam pemberian suatu kredit, antara lain: a. Kepercayaan Yaitu adanya keyakinan dari pihak bank atas prestasi yang  diberikannya kepada nasabah peminjam dana yang akan dilunasinya sesuai  dengan waktu yang telah diperjanjikan.
b. Kesepakatan. Disamping unsur kepercayaan didalam kredit juga mengandung  unsur kesepakatan antara bank dengan nasabah. Kesepakatan ini dituangkan  dalam suatu perjanjian dimana masing-masing pihak menandatangani hak dan  kewajibannya masing-masing.
c. Jangka Waktu. Setiap kredit yang diberikan memiliki jangka waktu tertentu,  jangka waktu ini mencangkup masa pengembalikan kredit yang telah  disepakati. Jangka waktu tersebut dapat berbentuk jangka pendek, jangka  menengah atau jangka panjang.
d. Resiko. Adanya suatu tenggang waktu pengembalian akan menyebabkan suatu  resiko tidak tertagihnya atau macet pemberian kredit. semakin panjang suatu  kredit semakin besar resikonya. Resiko ini menjadi tanggungan bank baik  resiko yang disengaja oleh nasabah yang lalai maupun resiko yang tidak  disengaja.
23 3.  Pengertian Kredit Bermasalah 23 Kasmir, Bank Dan Lembaga Keuangan Lainnya, (Jakarta :PT. Raja Grafindo Persada,  2004), Hlm. 96.
 Pengertian kredit bermasalah secara yuridis tidak terdapat dalam berbagai  literature maupun perundang-undangan. Adapun kredit bermaslah itu sendiri  dapat disimpulkan yaitu suatu keadaan dimana nasabah sudah tidak sanggup  membayar sebagian atau seluruh kewajibannya kepada bank seperti yang telah  diperjanjikan.
24 a.  Self Dealing Sumber-sumber penyebab terjadinya kegagalan pengembalian kredit oleh  nasabah atau penyebab terjadinya kredit bermasalah pada bank dapat  dikemukakan sebagai berikut:  Self dealing terjadi karena adanya interest tertentu dari pejabat pemberi  kredit terhadap permohonan yang diajukan nasabah, berupa pemberian kredit  yang tidak layak atas dasar yang kurang sehat terhadap nasabahnya dengan  harapan mendapatkan kompensasi berupa pemberian imbalan dari nasabah.
b.  Anxiety for Income Pendapatan yang diperoleh melalui kegiatan perkreditan merupakan  sumber pendapatan utama sebagian besar bank sehingga ambisi ataupun nafsu  yang berlebihan untuk memperoleh laba bank melalui penerimaan bunga kredit sering menimbulkan pertimbangan yang tidak sehat dalam pemberian kredit.
c.  Compromise of Credit Principles 24 A.totok Budi Santoso, Sigit Triandari, Y. Sri Susilo. Bank dan Lembaga Keuangan  Lainnya. (Jakarta: Salemba Empat, 2000) Hal 41  Pelanggaran prinsip-prinsip kredit oleh pimpinan bank yang menyetujui  pemberian kredit yang mengandung risiko yang potensial menjadi kredit yang  bermasalah.
d.  Incomplete Credit Information Terbatasnya informasi seperti data keuangan dan laporan usaha, disamping  informasi lainnya seperti penggunaan kredit, perencanaan, ataupun keterangan  mengenai sumber pelunasan kembali kredit.
e.  Failure to Obtain or Enforce Liquidation Agreements Sikap ragu-ragu dalam menentukan tindakan terhadap suatu kewajiban  yang telah diperjanjikan, meskipun nasabah mampu dan wajib membayarnya,  juga merupakan penyebab timbulnya kredit-kredit yang tidak sehat dan  mengakibatkan kredit bermasalah bagi bank.
f.  Complacency  Sikap memudahkan suatu masalah dalam proses kredit akan  mengakibatkan terjadinya kegagalan atas pelunasan kembali kredit yang diberikan g.  Lack of Supervising Karena kurangnya pengawasan yang efektif dan berkesinambungan setelah  pemberian kredit, kondisi kredit berkembang menjadi kerugian karena nasabah  tidak memenuhi kewajibannya dengan baik.
h.  Technical Incompetence Tidak adanya kemampuan teknis dalam menganalisis permohonan kredit  dari aspek keuangan meupun aspek lainnya akan berakibat kegagalan dalam  operasi perkreditan suatu bank. Para pejabat kredit harus senantiasan   meningkatkan pengetahuan dan kemampuan yang berkaitan dengan tugasnya dan  jangan memberikan kredit kepada usaha atau sektor yang tidak dikenal dengan  baik.
25 4. Tata cara mediasi Penyelesaian sengketa dengan cara  mediasi merupakan salah satu  alternatif penyelesaian sengketa diluar pengadilan. Penyelesaian sengketa yang  dimaksud ialah suatu bentuk penyelesaian berdasarkan kata sepakat (konsensus)  yang dilakukan pihak bersengketa baik dengan atau tanpa bantuan pihak ketiga.
Mediasi perbankan dapat ditempuh untuk sengketa kerugian finansial  dengan batas kumulatif nilainya tidak lebih dari Rp 500.000.000 (lima ratus juta  rupiah). Mediasi perbankan juga tidak dapat dilakukan dalam rangka tuntutan  kerugian immateril. Pengawasan yang dilakukan dalam rangka mediasi perbankan  tersbut dilakukan langsung oleh Bank Indonesia selaku otoritas jasa keuangan.
Atas dasar pengajuan penyelesaian sengketa oleh nasabah, pelaksana  fungsi mediasi perbankan dapat melakukan klarifikasi atau meminta penjelasan  kepada nasabah dan bank secara lisan dan atau tertulis. Pelaksana fungsi mediasi  perbankan memanggil nasabah dan bank untuk menjelaskan tata cara pelaksanaan  mediasi perbankan. Apabila nasabah dan bank sepakat menggunakan mediasi  perbankan sebagai alternatif penyelesaian sengketa, mka nasabah dan bank wajib  menandatangani perjanjian mediasi (agreement to mediate).
Kesepakatan yang diperoleh dari proses mediasi dituangkan dalam suatu  Akta Kesepakatan yang bersifat final dan mengikat bagi nasabah dan bank, yang  25 Sudjendro,  Penyebab Kredit Bermasalah  dalam http://bankkita.blogspot.com/2011/02/penyebab-kredit-bermasalah.html Tanggal akses 06 Mei 2011  dimaksud dengan bersifat final adalah sengketa tersebut tidak dapat diajukan  untuk dilakukan proses mediasi ulang pada pelaksana fungsi mediasi perbankan,  sedangkan yang dimaksud dengan mengikat adalah kesepakatan berlaku sebagai  undang-undang bagi nasabah dan bank yang harus dilaksanakan dengan itikad  baik F. Metode Penelitian Penelitian merupakan salah satu cara yang tepat untuk memecahkan  masalah. Selain itu penelitian juga dapat digunakan untuk menemukan,  mengembangkan dan menguji kebenaran. Dilaksanakan untuk mengumpulkan  data guna memperoleh pemecahan masalah atau mendapatkan jawaban atas  pokok-pokok permasalahan yang dirumuskan dalam Bab I Pendahuluan, sehingga  diperlukan rencana yang sistematis. Metodelogi merupakan suatu logika yang  menjadi dasar suatu penelitian ilmiah. Oleh karenanya pada saat melakukan  penelitian seseorang harus memperhatikan ilmu pengetahuan yang menjadi  induknya 26 Menurut Soerjono Soekanto yang dimaksud dengan penelitian hukum  adalah kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran  Pada penelitian hukum ini, peneliti menjadikan bidang ilmu hukum  sebagai landasan ilmu pengetahuan induknya, oleh karena itu maka penelitian  yang digunakan adalah penelitian hukum.
26 Ronny Hanintijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurumetri, (Jakarta:  Ghalia Indonesia,1998)  Hlm. 9.
 tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau segala hukum tertentu dengan  jalan menganalisanya.
27 1. Jenis dan Sifat Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif analis yang bertujuan  untuk  menggambarkan secara tepat sifat individu suatu gejala, keadaan atau kelompok  tertentu. Deskriptif analitis berarti bahwa penelitian ini menggambarkan suatu  peraturan hukum dalam konteks teori-teori hukum dan pelaksanaannya  serta  menganalisis fakta secara  cermat tentang  mediasi perbankan dan hukum  perkreditan dalam hal penyelesaian kredit bermasalah Adapun metode penelitian dalam skripsi ini meliputi metode deskriptif  dengan menggunakan study pustaka dan menggunakan media literatur yang ada  maupun jurnal ilmiah elektronik lainnya seperti internet dan tinjauan yuridis. Data  lain yang dipakai juga adalah suatu Data skunder berupa study terhadap berbagai  peraturan perundang-undangan khususnya dalam hal ini ialah UU Tentang  Perbankan dan Peratusan Bank Indonesia Tentang Mediasi Perbankan Sumber data penelitian dapat dibedakan menjadi bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder.
a.  Bahan Hukum Primer Bahan hukum primer merupakan suatu bahan hukum yang mempunyai  sifat authoritative yang berarti memiliki otoritas. Bahan hukum ini terdiri dari  peraturan perundang-undangan yaitu UU No 10 Tahun 1998 tentang Perubahan  atas UU No 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dan Peraturan Bank Indonesia (PBI)  27 Soerjono Soekanto,Op Cit halaman 43  No 10/1/PBI/2008 tentang Mediasi Perbankan , catatan-catatan resmi maupun  risalah dalam pembuatan undang-undang.
b.  Bahan Hukum Sekunder Yaitu berupa bahan hukum yang merupakan publikasi hukum yang bukan  merupakan dokumen-dokumen resmi meliputi buku-buku teks, dan jurnal. Bahan  hukum sekunder yang paling utama adalah buku teks karena berisi mengenai  prinsip-prinsip dasar ilmu hukum dan pandangan-pandangan para sarjana yang  memiliki kualitas keilmuan.
2. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini ialah studi  kepustakaan, yaitu suatu teknik yang dilakukan untuk mengumpulkan data  sekunder melalui pengkajian terhadap peraturan perundang-undangankhususnya  dalam hal ini UU perbankan, literatur, tulisan, maupun putusan pengadilan yang  berkaitan dengan penelitian ini. Pengumpulan data-data tersebut dilakukan dengan  penelitian kepustakaan.
3. Analisa Data Pengolahan, analisis dan konstruksi data penelitian hukum normatif dapat  dilakukan dengan cara melakukan analisis terhadap kaidah hukum dan kemudian  konstruksi dilakukan dengan cara memasukkan pasal-pasal  dari suatu UU kedalam kategori-kategori atas pengertian dasar dari system hukum tersebut.Data  yang berasal dari studi kepustakaan kemudian dianalisis berdasarkan metode  kualitatif dengan melakukan:  a. Menemukan konsep-konsep yang terkandung dalam bahan  bahan hukum  (konseptualisasi) yang dilakukan dengan cara melakukan interpretasi terhadap  bahan hukum tersebut.
b. Mengelompokkan konsep-konsep atau peraturan-peraturan yang sejenis, dalam  hal ini ialah yang berhubungan dengan penerapan dan pelaksanaan mediasi  perbankan c. Menemukan hubungan antara berbagai peraturan atau kategori dan kemudian  diolah  d. Menjelaskan dan menguraikan hubungan antara berbagai kategori atau  peraturan perundang-undangan kemudian dianalisis secara deskriptif kualitatif  sehingga mengungkapkan hasil yang diharapkan serta kesimpulan atas  permasalahan.
G.  Sistematika Penulisan Didalam usaha untuk menguraikan dan mendeskripsikan isi dan sajian  dalam karya ilmiah ini secara teratur. Maka karya tulisan ilmiah ini dibagi  kedalam susunan yang terdiri atas lima bab dan beberapa sub bab tersendiri dalam  setiap bab dengan ruang lingkup pertanggungjawaban sebagai berikut : BAB I : Pendahuluan Didalam bab pertama yang berisi pendahuluan ini,  dipaparkan  pengantar untuk dapat memberikan penjelasan singkat dan  pengertian tentang ruang lingkup dan jangkauan daripada  pembahasan karya ilmiah ini.meliputi latar belakang permasalahan,  keaslian penulisan, tujuan penulisan,  manfaat penulisan, tinjauankepustakaan,  metode penulisan dan pengumpulan data yang  digunakan serta sistematika penulisannya sendiri BAB II :Kajian Yuridis Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa di  Indonesia Didalam bab kedua ini akan dibahas mengenai ketentuan-ketentuan  hukum dalam mediasi perbankan sebagai salah satu alternatif  penyelesaian sengketa di bidang perbankan berdasarkan berbagai  peraturan perundangan yang terkait.
BAB III : Aspek hukum perkreditan dan penyelesaian kredit bermasalah di  Indonesia Didalam  bab ketiga ini akan diuraikan lebih lanjut mengeni apa  sebenarnya aspek-aspek perkreditan secara hukum. Proses-proses  yang harus dilakukan.pihak-pihak yang terlibat, serta upaya-upaya  yang dapat dilakukan apabila terjadi sengketa antara perbankan  dengan nasabah debiturnya.
BAB IV : Mediasi Perbankan Berdasarkan PBI No 1/10/PBI/2008 Sebagai  Alternatif Upaya Penyelesaian Sengketa di Perkreditan di Indonesia Pembahasan dalam bab yang keempat ini adalah merupakan  pembahasan yang bersumber dari studi kepustakaan yang penulis  lakukan dengan menelususri berbagai peraturan perundang-undangan  khusunya peraturan Bank Indonesia. Pembahasan tersebut meliputi  proses dan tata cara melakukan mediasi perbankan.
 BAB V : Kesimpulan dan Saran Bab terakhir ini akan memberikan beberapa intisari kesimpulan  berdasarkan hasil pembasan sedtiap Bab dalam permasalahan  tersebut. Bab ini juga akan memaparkan beberapa saran yang dapat  diberikan sehubungan dengan pemaparan kesimpulan tersebut BAB II KAJIAN YURIDIS MEDIASI SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN  SENGKETA DI INDONESIA A.  Alternatif Penyelesaian Sengketa di Indonesia   

Download lengkap Versi Word

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi