BAB I.
PENDAHULUAN.
A. Latar Belakang.
Lahirnya
Undang-undang Nomor 16 Tahun 2001 dan kemudian diubah menjadi Undang-undang Nomor 28 Tahun 2004
tentang Yayasan, merupakan suatu
perubahan yang mendasar dalam bidang hukum yayasan. Selama ini pengaturan yayasan hanya melalui yurisprudensi
dan kebiasaan-kebiasaan saja. Dengan diadakannya pengaturan tersendiri mengenai
yayasan, merupakan suatu penegasan
pengakuan eksistensi yayasan sebagai subjek hukum.
Sebelumnya, yayasan
selama ini dianggap sebagai badan hukum hanya melalui teori-teori hukum, sehingga apabila
diperhatikan perkembangan yayasan pada
saat ini cukup pesat. Hal ini diakibatkan belum adanya pengaturan hukum secara tegas mengenai yayasan, sehingga
masyarakat mudah mendirikan yayasan.
Pendirian yayasan
memiliki kecenderungan bahwa masyarakat mendirikan yayasan dengan maksud berlindung dibalik
status badan hukum yayasan yang tidak
hanya digunakan sebagai wadah pengembangan kegiatan sosial, keagamaan, dan kemanusiaan, melainkan adakalanya yayasan
juga digunakan untuk memperkaya diri
para pendiri, pengurus dan pengawas dengan menyalahgunakan harta kekayaan yayasan untuk kepentingan
pribadi. Hal ini tidak sejalan dengan maksud
dan tujuan yang tercantum dalam anggaran dasar yayasan. Ada dugaan yayasan digunakan untuk menampung kekayaan
yang berasal dari para pendiri atau
pihak lain dengan cara melawan hukum.
Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perusahaan
Indonesia, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti,
2002), hal. 54.
Undang-undang tentang yayasan, yakni
Undang-undang Nomor 16 Tahun 2001 dan
Undang-undang Nomor 28 Tahun 2004 sudah melambangkan fungsi kreatif dengan membatasi tujuan yayasan dalam
bidang sosial, keagamaan dan kemanusiaan,
sekaligus mencoba mengkoordinir dan melembagakan yayasan yang hendak melaksanakan fungsi komersialnya.
Namun undang-undang menghendaki
transparansi finansial pembukuan keuangan yayasan. Hal ini memberi kesempatan pada kejaksaan dan pengadilan
untuk melakukan pengawasan publik.
Lahirnya
Undang-undang Nomor 16 Tahun 2001 dan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang yayasan memberikan
peluang kepada yayasan untuk mencari
keuntungan. Hal senada juga disampaikan oleh H. Abdul Muis, dikatakan bahwa Undang-undang Nomor 16 Tahun
2001 memberi peluang kepada yayasan
untuk berbisnis dan selain itu yayasan dapat melakukan kegiatan usaha untuk menunjang pencapaian maksud dan
tujuan dengan cara mendirikan badan
usaha dan atau ikut serta dlam badan usaha.
Pendirian yayasan dilakukan dengan akta
notaris dan memperoleh status badan
hukum setelah akta pendirian memperoleh pengesahan dari menteri kehakiman dan hak asasi manusia atau pejabat
yang ditunjuk. Ketentuan tersebut dimaksudkan
agar pentaatan administrasi pengesahan suatu yayasan sebagai badan hukum dapat dilakukan dengan baik, guna
mencegah berdirinya yayasan tanpa
melalui prosedur yang ditentukan dalam undang-undang ini. Dalam rangka memberikan pelayanan dan kemudahan bagi
masyarakat, permohonan pendirian Abdul
Muis, Undang-undang Nomor 16 Tahun 2001 Membuka Pelung Yayasan Berkarakter Komersial, Makalah disajikan pada Seminar Sehari
Sosialisasi Undang-undang Nomor 16 Tahun
2001 tentang Yayasan, diselenggarakan oleh Kerjasama Fakultas Hukum USU dengan Paguyuban Marga Tionghoa Sumatera Utara
di Polonia Hotel pada tanggal 22 Juni 2002, hal. 1.
yayasan dapat diajukan kepada Kepala Kantor
Wilayah Kementerian Hukum Hak Asasi
Manusia yang wilayah kerjanya meliputi tempat kedudukan yayasan tersbut, dan setelah yayasan memperoleh
pengesahan, haruslah diumumkan dalam Berita
Negara Republik Indonesia. Hal ini dimaksudkan agar registrasi yayasan dengan pola penerapan administrasi hukum yang
baik dapat mencegah praktek perbuatan
hukum yang dilakukan yayasan yang dapat merugikan masyarakat.
Pada hakikatnya, yayasan adalah kekayaan yang
dipisahkan untuk tujuan tertentu di
bidang sosial, kegamaan dan kemanusiaan yang diberi status badan hukum yang tidak mempunyai anggota. Kekayaan
yang dipisahkan dari harta kekayaan
pribadi tersebut baik dalam bentuk uang atau barang merupakan kekayaan awal yayasan.
Selain daripada itu, yayasan dapat memperoleh
kekayaan dari sumbangan atau bantuan
yang tidak mengikat, wakaf, hibah, hibah wasiat, dan perolehan lain yang tidak bertentangan dengan anggaran dasar
yayasan dan atau peraturan perundang-undangan
lain yang berlaku.
Baik kekayaan awal yayasan maupun perolehan
dari hasil usaha yayasan merupakan
kekayaan yayasan sepenuhnya untuk dipergunakan guna mencapai maksud dan tujuan yayasan dan tidak untuk
keuntungan pribadi Pendiri/ Pembina, pengurus,
maupun pengawas. Pemisahan kekayaan, baik berupa uang maupun barang yang dapat dinilai dari kekayaan
pribadi para pendirinya merupakan Adapun
yang dimaksud dengan perolehan lain antara lain adalah dari hasil usaha yayasan
sesuai dengan ketentuan pasal 3 ayat (1)
Undang-undang Yayasan.
Chatamarrasjid, badan hukum yayasan (suatu
analisis mengenai yayasan sebagai suatu badan
hukum), (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2002), hal. 3.
Undang-undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang
Yayasan, pasal 26 ayat (1) Ibid, Pasal
26 ayat (2) prasyarat penting bagi
berdirnya suatu yayasan (pasal 1 ayat (1), pasal 9 ayat (1), dan pasal 26 ayat (1)) Undang-undang Yayasan.
Kekayaan yayasan yang sudah dipisahkan
dari kekayaan pendirinya itu semata-mata digunakan untuk mencapai maksud dan tujuan yayasan sesuai dengan
Undang-undang yayasan.
Putusan Mahkamah
Agung Nomor 124 K/SIP/1976 tanggal 27 Juni 1973 menyatakan bahwa karena yayasan mempunyai
pengurus yang dapat mewakili yayasan di
dalam dan di luar pengadilan, dan yayasan mempunyai kekayaan sendiri, maka yayasan adalah badan hukum. Maka
seharusnya yayasan yang didirikan
sebelum berlakunya Undang-undang yayasan tetap merupakan badan hukum, meskipun yayasan tersebut belum
diumumkan dan belum memiliki izin.
Selain itu, tidak ada
ketentuan yang mewajibkan adanya pengumuman dan kepemilikan izin kecuali bagi yayasan yang
menjalankan kegiatan tertentu atau suatu
yayasan dapat dianggap sebagai suatu badan hukum. Sebaiknya untuk menjamin rasa keadilan bagi yayasan yang telah
ada tetapi belum diumumkan atau belum
memiliki izin, tetapi diakui sebagai badan hukum dan apabila mereka ingin meneruskan kegiatannya, wajib
menyesuaikan yayasannnya dengan Undang-undang
ini Ari Kusumaastuti Maria Suhardiadi,
Ruang Lingkup Pengaturan Undang-undang Nomor
16 Tahun 2001, Jurnal Renvoi, (Agustus 2003), hal. 46.
, yakni dengan
ketentuan dalam jangka waktu paling lambat 5 (lima) tahun sejak dimulai berlakunya
Undang-undang yayasan ini, yakni terhitung
sejak tanggal 6 Oktober 2004, maka
yayasan tersebut wajib menyesuaikan
anggaran dasarnya dengan ketentuan undang-undang yayasan ini.
Apabila ketentuan
ini tidak dipenuhi, maka yayasan dimaksud tidak akan diakui sebagai badan hukum.
Perlu dicermati bahwa Undang-undang yayasan
tidak menegaskan terjadinya peralihan
hak milik atas kekayaan yang dipisahkan oleh pendirinya kepada yayasan. Undang-undang yayasan tidak
mewajibkan pemisahan kekayaan yang
meliputi penyerahan hak milik kepada yayasan. Undang-undang yayasan menegaskan bahwa pendiri memisahkan (sebagian)
kekayaannya untuk mencapai maksud dan
tujuan yayasan. Dengan demikian, pemisahan kekayaan pendiri sebagai kekayaan awal yayasan dinyatakan dalam
anggaran dasar dan anggaran rumah tangga
itu dapat dilakukan dengan cara-cara: pertama, menyerahkan hakhak kekayaannya
saja atas suatu benda (feitelijke levering) tanpa mengalihkan hak milik atas benda tersebut; dan kedua,
menyerahkan kekayaan termasuk hak milik (juridische
levreing).
Apabila diperhatikan anggaran dasar yayasan di
Indonesia, umumnya yayasan didirikan
untuk tujuan nirlaba. Namun demikian, hal itu tidak berarti bahwa dalam praktek yayasan-yayasan tersebut
tidak menjalankan kegiatan yang bersifat
komersial. Di bidang pendidikan kritik kerap ditujukan pada institusi penyelenggaraan pendidikan tidak sedikit yang
menjurus pada pencarian keuntungan.
Berkenaan dengan diundangkannya Undang-undang
Nomor 16 Tahun 2001 tentang yayasan dan
telah diubah dengan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2004, pengalihan hak milik atas kekayaan yang
dipisahkan oleh pendirinya kepada
yayasan harus dilakukan dengan cara yang jelas. Maksudnya agar dapat dipergunakan sesuai dengan maksud dan tujuan
yayasan, sesuai dengan undangundang yayasan untuk kepentingan atau keuntungan
pendirinya. Dengan Ibid Hikmahanto Juwana, Pengelolaan Yayasan di
Indonesia, Jurnal Renvoi (Agustus 2003), hal. 42.
berkembangnya masalah mengenai diundangkannya
Undang-undang yayasan dihubungkan dengan
pelaksanaan pada yayasan yang berasal dari waqaf yang berkembang, maka apabila akhirnya terjadi
pembubaran yayasan, maka akan berakibat
pada status yayasan waqaf yang dijadikan kekayaan yayasan.
Download lengkap Versi Word
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi