Senin, 21 April 2014

Skripsi Hukum: KEDUDUKAN YURIDIS TANAH WAKAF DALAM HAL TERJADINYA PEMBUBARAN YAYASAN DIKAITKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN

BAB I.
PENDAHULUAN.
A. Latar Belakang.
Lahirnya Undang-undang Nomor 16 Tahun 2001 dan kemudian diubah  menjadi Undang-undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan, merupakan  suatu perubahan yang mendasar dalam bidang hukum yayasan. Selama ini  pengaturan yayasan hanya melalui yurisprudensi dan kebiasaan-kebiasaan saja. Dengan diadakannya pengaturan tersendiri mengenai yayasan, merupakan suatu  penegasan pengakuan eksistensi yayasan sebagai subjek hukum.

Sebelumnya, yayasan selama ini dianggap sebagai badan hukum hanya  melalui teori-teori hukum, sehingga apabila diperhatikan perkembangan yayasan  pada saat ini cukup pesat. Hal ini diakibatkan belum adanya pengaturan hukum  secara tegas mengenai yayasan, sehingga masyarakat mudah mendirikan yayasan.
Pendirian yayasan memiliki kecenderungan bahwa masyarakat mendirikan  yayasan dengan maksud berlindung dibalik status badan hukum yayasan yang  tidak hanya digunakan sebagai wadah pengembangan kegiatan sosial, keagamaan,  dan kemanusiaan, melainkan adakalanya yayasan juga digunakan untuk  memperkaya diri para pendiri, pengurus dan pengawas dengan menyalahgunakan  harta kekayaan yayasan untuk kepentingan pribadi. Hal ini tidak sejalan dengan  maksud dan tujuan yang tercantum dalam anggaran dasar yayasan. Ada dugaan  yayasan digunakan untuk menampung kekayaan yang berasal dari para pendiri  atau pihak lain dengan cara melawan hukum.
  Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia, (Bandung: PT. Citra Aditya  Bakti, 2002), hal. 54.
 Undang-undang tentang yayasan, yakni Undang-undang Nomor 16 Tahun  2001 dan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2004 sudah melambangkan fungsi  kreatif dengan membatasi tujuan yayasan dalam bidang sosial, keagamaan dan  kemanusiaan, sekaligus mencoba mengkoordinir dan melembagakan yayasan  yang hendak melaksanakan fungsi komersialnya. Namun undang-undang  menghendaki transparansi finansial pembukuan keuangan yayasan. Hal ini  memberi kesempatan pada kejaksaan dan pengadilan untuk melakukan  pengawasan publik.
Lahirnya Undang-undang Nomor 16 Tahun 2001 dan Undang-undang  Nomor 28 Tahun 2004 tentang yayasan memberikan peluang kepada yayasan  untuk mencari keuntungan. Hal senada juga disampaikan oleh H. Abdul Muis,  dikatakan bahwa Undang-undang Nomor 16 Tahun 2001 memberi peluang  kepada yayasan untuk berbisnis dan selain itu yayasan dapat melakukan kegiatan  usaha untuk menunjang pencapaian maksud dan tujuan dengan cara mendirikan  badan usaha dan atau ikut serta dlam badan usaha.
 Pendirian yayasan dilakukan dengan akta notaris dan memperoleh status  badan hukum setelah akta pendirian memperoleh pengesahan dari menteri  kehakiman dan hak asasi manusia atau pejabat yang ditunjuk. Ketentuan tersebut  dimaksudkan agar pentaatan administrasi pengesahan suatu yayasan sebagai  badan hukum dapat dilakukan dengan baik, guna mencegah berdirinya yayasan  tanpa melalui prosedur yang ditentukan dalam undang-undang ini. Dalam rangka  memberikan pelayanan dan kemudahan bagi masyarakat, permohonan pendirian   Abdul Muis, Undang-undang Nomor 16 Tahun 2001 Membuka Pelung Yayasan  Berkarakter Komersial,  Makalah disajikan pada Seminar Sehari Sosialisasi Undang-undang  Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan, diselenggarakan oleh Kerjasama Fakultas Hukum USU  dengan Paguyuban Marga Tionghoa Sumatera Utara di Polonia Hotel pada tanggal 22 Juni 2002,  hal. 1.
 yayasan dapat diajukan kepada Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum Hak  Asasi Manusia yang wilayah kerjanya meliputi tempat kedudukan yayasan  tersbut, dan setelah yayasan memperoleh pengesahan, haruslah diumumkan dalam  Berita Negara Republik Indonesia. Hal ini dimaksudkan agar registrasi yayasan  dengan pola penerapan administrasi hukum yang baik dapat mencegah praktek  perbuatan hukum yang dilakukan yayasan yang dapat merugikan masyarakat.
 Pada hakikatnya, yayasan adalah kekayaan yang dipisahkan untuk tujuan  tertentu di bidang sosial, kegamaan dan kemanusiaan yang diberi status badan  hukum yang tidak mempunyai anggota. Kekayaan yang dipisahkan dari harta  kekayaan pribadi tersebut baik dalam bentuk uang atau barang   merupakan  kekayaan awal yayasan.
 Selain daripada itu, yayasan dapat memperoleh kekayaan dari sumbangan  atau bantuan yang tidak mengikat, wakaf, hibah, hibah wasiat, dan perolehan lain  yang tidak bertentangan dengan anggaran dasar yayasan dan atau peraturan  perundang-undangan lain yang berlaku.
 Baik kekayaan awal yayasan maupun perolehan dari hasil usaha yayasan  merupakan kekayaan yayasan sepenuhnya untuk dipergunakan guna mencapai  maksud dan tujuan yayasan dan tidak untuk keuntungan pribadi Pendiri/ Pembina,  pengurus, maupun pengawas. Pemisahan kekayaan, baik berupa uang maupun  barang yang dapat dinilai dari kekayaan pribadi para pendirinya merupakan  Adapun yang dimaksud dengan perolehan lain antara lain adalah dari hasil usaha yayasan sesuai dengan ketentuan  pasal 3 ayat (1) Undang-undang Yayasan.
 Chatamarrasjid, badan hukum yayasan (suatu analisis mengenai yayasan sebagai suatu  badan hukum), (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2002), hal. 3.
 Undang-undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan, pasal 26 ayat (1)  Ibid, Pasal 26 ayat (2)  prasyarat penting bagi berdirnya suatu yayasan (pasal 1 ayat (1), pasal 9 ayat (1),  dan pasal 26 ayat (1)) Undang-undang Yayasan. Kekayaan yayasan yang sudah  dipisahkan dari kekayaan pendirinya itu semata-mata digunakan untuk mencapai  maksud dan tujuan yayasan sesuai dengan Undang-undang yayasan.
Putusan Mahkamah Agung Nomor 124 K/SIP/1976 tanggal 27 Juni 1973  menyatakan bahwa karena yayasan mempunyai pengurus yang dapat mewakili  yayasan di dalam dan di luar pengadilan, dan yayasan mempunyai kekayaan  sendiri, maka yayasan adalah badan hukum. Maka seharusnya yayasan yang  didirikan sebelum berlakunya Undang-undang yayasan tetap merupakan badan  hukum, meskipun yayasan tersebut belum diumumkan dan belum memiliki izin.
Selain itu, tidak ada ketentuan yang mewajibkan adanya pengumuman dan  kepemilikan izin kecuali bagi yayasan yang menjalankan kegiatan tertentu atau  suatu yayasan dapat dianggap sebagai suatu badan hukum. Sebaiknya untuk  menjamin rasa keadilan bagi yayasan yang telah ada tetapi belum diumumkan  atau belum memiliki izin, tetapi diakui sebagai badan hukum dan apabila mereka  ingin meneruskan kegiatannya, wajib menyesuaikan yayasannnya dengan  Undang-undang ini   Ari Kusumaastuti Maria Suhardiadi, Ruang Lingkup Pengaturan Undang-undang  Nomor 16 Tahun 2001, Jurnal Renvoi, (Agustus 2003), hal. 46.
, yakni dengan ketentuan dalam jangka waktu paling lambat 5  (lima) tahun sejak dimulai berlakunya Undang-undang yayasan ini, yakni  terhitung sejak tanggal 6 Oktober 2004, maka  yayasan tersebut wajib  menyesuaikan anggaran dasarnya dengan ketentuan undang-undang yayasan ini.
Apabila ketentuan ini tidak dipenuhi, maka yayasan dimaksud tidak akan diakui  sebagai badan hukum.
 Perlu dicermati bahwa Undang-undang yayasan tidak menegaskan  terjadinya peralihan hak milik atas kekayaan yang dipisahkan oleh pendirinya  kepada yayasan. Undang-undang yayasan tidak mewajibkan pemisahan kekayaan  yang meliputi penyerahan hak milik kepada yayasan. Undang-undang yayasan  menegaskan bahwa pendiri memisahkan (sebagian) kekayaannya untuk mencapai  maksud dan tujuan yayasan. Dengan demikian, pemisahan kekayaan pendiri  sebagai kekayaan awal yayasan dinyatakan dalam anggaran dasar dan anggaran  rumah tangga itu dapat dilakukan dengan cara-cara: pertama, menyerahkan hakhak kekayaannya saja atas suatu benda (feitelijke levering) tanpa mengalihkan hak  milik atas benda tersebut; dan kedua, menyerahkan kekayaan termasuk hak milik  (juridische levreing).
 Apabila diperhatikan anggaran dasar yayasan di Indonesia, umumnya  yayasan didirikan untuk tujuan nirlaba. Namun demikian, hal itu tidak berarti  bahwa dalam praktek yayasan-yayasan tersebut tidak menjalankan kegiatan yang  bersifat komersial. Di bidang pendidikan kritik kerap ditujukan pada institusi  penyelenggaraan pendidikan tidak sedikit yang menjurus pada pencarian  keuntungan.
 Berkenaan dengan diundangkannya Undang-undang Nomor 16 Tahun  2001 tentang yayasan dan telah diubah dengan Undang-undang Nomor 28 Tahun  2004, pengalihan hak milik atas kekayaan yang dipisahkan oleh pendirinya  kepada yayasan harus dilakukan dengan cara yang jelas. Maksudnya agar dapat  dipergunakan sesuai dengan maksud dan tujuan yayasan, sesuai dengan undangundang yayasan untuk kepentingan atau keuntungan pendirinya. Dengan   Ibid  Hikmahanto Juwana, Pengelolaan Yayasan di Indonesia, Jurnal Renvoi (Agustus 2003),  hal. 42.

 berkembangnya masalah mengenai diundangkannya Undang-undang yayasan  dihubungkan dengan pelaksanaan pada yayasan yang berasal dari waqaf yang  berkembang, maka apabila akhirnya terjadi pembubaran yayasan, maka akan  berakibat pada status yayasan waqaf yang dijadikan kekayaan yayasan.
Download lengkap Versi Word

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi