Selasa, 22 April 2014

Skripsi Hukum: PELACURAN ANAK DI BAWAH UMUR DALAM PENEGAKAN HUKUM OLEH KEPOLISIAN REPUBLIK INDONESIA

 BAB I.
PENDAHULUAN.
A. Latar Belakang.
Tujuan pembangunan nasional adalah pembangunan manusia Indonesia  seutuhnya, sehingga pembangunan tersebut harus mencerminkan kepribadian  Bangsa Indonesia termasuk membangun generasi muda. Generasi muda  merupakan bagian dari pembangunan nasional yang tidak terpisahkan dan  menempati posisi sebagai subyek dan obyek dari pembangunan itu sendiri.

Generasi muda sebagai subjek merupakan pelaku dan pelaksana pembangunan  yang harus dapat membangun dirinya sendiri serta bersama-sama membangun  bangsanya. Generasi muda sebagai obyek merupakan generasi penerus sejarah  dan sebagai penerus cita-cita perjuangan Bangsa Indonesia.
Anak adalah generasi penerus dan pelaksana pembangunan terhadap  dirinya sendiri, keluarga, dan bangsanya. Oleh karena itu, wajib bagi anak untuk  memperoleh perlindungan. Jika anak telah dikangkangi haknya atau dieksploitasi  kepribadiannya oleh orang dewasa disekelilingnya, jelas bahwa perbuatan orang  dewasa tersebut telah merusak tujuan pembangunan nasional. Salah satu bentuk  eksploitasi terhadap hak-hak anak adalah perbuatan pelacuran anak (defenisi anak  dibatasi pada konsep anak menurut hukum positif).
Dunia pelacuran menjanjikan pemenuhan sejuta impian. Pelacuran  terhadap anak di bawah umur sangat menjanjikan permintaan pasar. Impian  tersebut muncul dengan menjadikan wanita yang masih dibawah umur sebagai  korban pelacuran. Terhadap perbuatan orang  dewasa yang melacurkan anak    tersebut semacam penyakit masyarakat yang muncul dari berbagai tuntutan hidup.
Sehubungan dengan itu, para sarjana ilmu sosial sepakat mengkategorikan  pelacuran ini ke dalam ”Patologi Sosial” atau penyakit masyarakat yang harus diupayakan penanggulangannya.
 Jika ditinjau dari anak sebagai pelaku (pelacur), terdapat berbagai  persoalan yang menyangkut tuntutan hidupnya sehingga tidak merasa bersalah  dan enggan untuk dilindungi. Mereka seolah-olah senang dengan perbuatan  tersebut. Salah satu faktor penyebabnya adalah tuntutan ekonomi dalam keluarga  sehingga seks sebagai komoditi telah menumbuhkan suatu profesi yang  memerlukan totalitas diri sebagai modal kerja.
 Di samping itu, ada kalanya anak  pada mulanya tidak mempunyai niat untuk melacur, melainkan suatu jebakan  dengan iming-iming dipekerjakan pada sebuah perusahaan, namun pada akhirnya  ternyata anak tersebut dipaksa melakukan pelacuran.
 Hak asasi anak telah direnggut oleh situasi pelacuran yang demikian.
Bukan saja itu, pelacuran terhadap anak telah melanggar nilai-nilai, norma, yang  tumbuh dan berkembang dalam masyarakat dalam termasuk pelanggaran hukum  di Indonesia karena pelacuran anak melanggar berbagai ketentuan di dalam  undang-undang seperti Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang  Perlindungan Anak, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan   Patologai berasal dari kata “phatos” artinya penderita, penyakit. Jadi Patologi artinya  ilmu tentang penyakit. Sedangkan patologi sosial adalah ilmu tentang gejala-gejala sosial yang  dianggap sakit disebabkan oleh faktor-faktor sosial. Defenisi sosiologisnya adalah semua tingkah  laku yang bertentangan dengan norma kebaikan, stabilitas lokal, pola kesederhanaan, moral, hak  milik, solidaritas kekeluargaan, hidup rukun bertetangga, disiplin kebaikan dan hukum formal.
Kartini Kartono (I)., Pathologi Sosial I, (Jakarta: CV. Rajawali, 1981), hal. 13.
 Ashadi Siregar., Menyusuri Remang-Remang Jakarta, (Jakarta: Sinar Harapan, 1979),  hal. 5.
 Ibid.
  Anak, Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1999 tentang HAM, dan Hukum  Internasional tentang Konvensi Hak-Hak Anak. Banyaknya regulasi yang  berkaitan dengan hak-hak anak tersebut, menggambarkan begitu pentingnya  memberikan perlindungan terhadap pemerkosaan hak-hak anak seperti halnya  pelacuran anak. Itulah sebabnya menurut Agustinus, bahwa, ”pelacuran sama  pentingnya dengan selokan atau riool di dalam sebuah istana, mungkin tanpa  selokan sebuah istana indah dan megah lambat laun akan berbau busuk karena  tidak ada jalan untuk membuang kotoran yang terdapat di dalamnya”.
 Menghalalkan segala cara dengan dalih untuk mencari sesuap nasipun  dilakukan dengan melacur. Hal ini mengakibatkan menurunnya moral dan etika  masyarakat Indonesia yang masih kental dengan budaya timur. Oleh karenanya,  harus diberantas. Pemberantasan yang dimaksud dalam penelitian ini, difokuskan  Pada dasarnya, pelacuran anak menyangkut masalah sosial yang  mengganggu nilai-nilai sosial dan moral. Masalah tersebut merupakan persoalan,  karena menyangkut tata kelakuan yang immoral, dan sangat berlawanan dengan  hukum yang berlaku. Sebab itu, masalah-masalah sosial tidak akan mungkin dapat  ditelaah tanpa mempertimbangkan ukuran-ukuran masyarakat mengenai apa yang  dianggap baik dan apa yang dianggap buruk. Apalagi belakangan ini di jaman  yang serba penuh kesulitan ekonomi. Keadaan ekonomi yang sulit menyebabkan  orang-orang berani melakukan apapun untuk memenuhi kebutuhan hidupnya,  beberapa di antaranya ingin menghasilkan uang banyak melalui jalan pintas tanpa  pertimbangan akibat hukumnya.
 Tjahjo Purnomo., dan Ashadi Siregar., Op. cit, hal. 9.
  kepada Kepolisian Republik Indonesia yang merupakan ujung tombak dalam  pemberantasan dan penanggulangan kriminal, seperti pelacuran anak di bawah  umur walapun Kepolisian banyak menghadapi kesulitan.
Dalam melakukan penanggulangan pelacuran terhadap anak di bawah  umur tersebut, Polisi tidak dapat bekerja sendirian untuk memberantasnya.
Misalnya saja pembuatan Kartu Tanda Penduduk yang dapat melegalkan seorang  anak bekerja sebagai pelacur. Biasanya mereka akan masuk ke Jakarta atau  bekerja dengan melebihkan umurnya di KTP. Misalnya kelahiran sebenarnya  tahun 1992, tetapi dicatatkan di KTP tahun 1991. Bahkan terkadang mereka  sampai memberi uang untuk kelancaran pembuatan KTP tersebut dengan umur 17  tahun. Ironisnya, para anak bekerja memilih dunia malam sebagai tempatnya  bekerja karena alasan ekonomi lemah.
 Bisnis pelacuran tidak pernah merugi, karena dengan efisiensi modal yang  kecil seperti menyediakan tempat dan wanita saja, dapat meraup keuntungan yang  didapat dari penyelenggaraan kegiatan pelacuran tersebut. Besar kecilnya  keuntungan tergantung pada cara pengelola (pengelola selanjutnya disebut istilah  germo). Belum cukup sampai di situ saja, bahkan germo dengan teganya  melacurkan anak di bawah umur (dengan kata lain anak dalam penelitian ini juga  disebut Anak Baru Gede atau ABG) untuk memuaskan syahwat lelaki iseng.
Banyak tempat hiburan malam dan tempat remang-remang serta lokasi illegal di  http://www.ham.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=1470%,  diakses terakhir tanggal 16 Januari 2010, Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia, Direktorat  Jenderal Hak Asasi Manusia, ”Prostitusi Anak Bisa Dibasmi dengan Kerjasama”. Kepala Polsek  Metro Taman Sari, Kompol Imam Saputra menghimbau perlunya kerjasama dengan berbagai  institusi dan masyarakat untuk memberantas prostitusi dan perdagangan anak di bawah umur yang  terjadi di wilayah Mangga Besar, Jakarta.
  Kota Medan khususnya di Kecamatan Pancur Batu yaitu di kawasan Bandar Baru  misalnya yang menyediakan gadis-gadis di bawah umur ini untuk menjalankan  transaksi seks secara langsung, karena tersedianya fasilitas yang legal maupun  illegal. Adapun yang tidak  langsung biasanya bertransaksi di pusat-pusat  perbelanjaan secara tersamar, di pub, karaoke, panti pijat dan diskotik.
Membicarakan kehidupan seks seputar dunia ABG, sepertinya tidak akan  ada habis-habisnya. Pergaulan ABG semakin semarak dengan kebebasan yang  melupakan norma-norma yang hidup di dalam masyarakat. Tingkat peradaban  masyarakat yang semakin maju, kemajuan teknologi yang tidak terbendung  menjadikan dunia komunikasi dan hiburan-hiburan yang ditayangkan di televisi  sebahagian membawa berbagai pengaruh buruk dari budaya barat yang berbeda  dan bertentangan dengan norma-norma adat di Indonesia.

Ditambah dengan kurangnya filter bahkan sama sekali tidak ada filter serta  kurangnya pendidikan agama menjadikan tontonan yang dilihat misalnya Film  Blue, gambar porno, tayangan di televisi, langsung mencontohnya tanpa dipikir  matang terlebih dahulu.
Download lengkap Versi Word

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi