BAB I.
PENDAHULUAN.
A. Latar Belakang.
Sebelum lahirnya
Balai Pemasyarakatan, di Indonesia telah dikenal jawatan Reklasering yang didirikan oleh
pemerintahan Belanda pada tahun 1927, dengan
Gouvermenta Besluit tanggal 5 Agustus 1927 yang berpusat di Departemen Van Justitie di Jakarta, Jawa
Tengah, Jawa Timur yang maksudnya untuk
kesejahtraan orang-orang Belanda dan Indo yang memerlukan pembinaan khusus.
Pemerintah Belanda pada saat itu memberi subsidi kepada badan Reklasering Swasta dan pra yuwana dan memberi tugas kepada
sukarelawan perorangan (Volunteer
Probation Officer) yang selanjutnya menjadi petugas tehnis pembinaan klien luar lembaga.
Kemudian pada tahun 1930-1935 yang disebut
zaman Melaize dimana pemerintah Belanda
kesulitan biaya sehingga sangat mempengaruhi tegaknya jawatan baru tersebut yang akhirnya keluarlah
Surat Keputusan Nomor 11, yang mana
jawatan Reklasering dan Pendidikan Paksa dihapuskan, dimana tugas-tugas Reklasering dan pendidikan paksa hanya
dicantelkan saja pasa jawatan kepenjaraan, yang selanjutnya disebut
Inspektorat Reklsering dan Pendidikan paksa,
yang tugasnya : Aminah Aziz, Aspek
Hukum Perlindungan Anak, USU Press, 1998, hlm Ibid, hlm a.
Menangani lembaga-lembaga Anak yang disebut Rumah Pendidikan Negara (R.P.N) b.
Mengenai Klien Lapas Bersyarat, Pedana Bersyarat dan Pembinaan lanjutan atau After Care serta Anak yang diputus hakim
kembali kepada orang tua atau walinya.
Pemerintah Belanda
pada tahun 1939 bermaksud menggiatkan lagi dan memperbaharuinya, tetapi terhalang dengan
adanya perang dunia ke-II yang mulai melanda
dan untuk mengatasinya pada penjara-penjara sampai tahun 1943 masih ada bagian Reklasering, tetapi sifatnya pasif.
Selama zamah penjajahan Jepang tadak ada
perubahan lagi mengenai perkembangan Reklasering, hanya pelaksanaan Lepas Bersyarat tidak ada lagi.
Setelah Indonesia
merdeka, baru pada tanggal 27 April 1964 terjadi prubahan Sisterm Kepenjaraan menjadi sistem
Pemasyrakatan. Sistem Pemasyarakatan
yang digunakan oleh bangsa indonesia, memiliki tujuan reintergrasi sehat bagi pelanggar hukum
(Narapidana dan Anak Didik) dengan masyarakat
dengan bersaskan pancasila dan UUD 1945. Untuk terciptannya pembinaan klien pelanggar hukum, dengan
Keputusan Presidium Kabinet Ampera No.75/U/Kep/II/66,
Struktur Organisasi berubah menjadi Direktorat Jendral Pemasyarakatan dengan dua direktoratnya bertugas membina klien di
dalam Lembaga Pemasyarakatan dan membina
klien di luar Lembaga Pemasyaraktan yang
mencakup pula pembinaan Anak di dalam pemasyarakatan yang disebut Direktorat Bimbingan Kemasyarakatan dan
Pengentasan Anak (BISPA).
Setelah lahirnya Undang-undang No. 3 Tahun
1997 tentang Pengadilan Anak, BISPA
berubah menjadi BAPAS (Balai Pemasyarakatan). Adapun tugas dari Balai Pemasyarakatan (BAPAS) yaitu
memperlancar tugas penyidik, penuntut
umum dan hakim dalam perkara Anak Nakal baik di dalam maupun di luar sidang. Selanjutnya membimbing, membantu
dan mengawasi anak nakal berdasarkan
putusan pengadilan yang dijatuhi hukuman : a.
Pidana bersyarat; b. Pidana
pengawasan; c. Pidana denda; d.
Diserahkan kepada Negara (Anak Negara); e. Harus mengikuti latihan kerja; f. Anak yang memperoleh pembebasan bersyarat
dari Lembaga Pemasyarakatan.
Tugas dari BAPAS
salah satunya adalah membantu memperlancar tugas penyidik, penuntut umum, dan hakim dalam perkara anak
nakal, baik di dalam maupun di luar
siding Anak dengan membuat Laporan Hasil Penelitian Kemasyarakatan (Litmas/Case work).
Darwan Prinst, Hukum Anak Indonesia, PT Citra
Aditya Bakti, Bandung, 1997, hlm.
Purnianti, Mimik Sri Supatmi, Ni Made Martini
Tinduk, Analisa Situas Sistem Peradilan Pidana
Anak Di Indonesia,Unicef. hlm Laporan hasil penelitian kemasyarakatan ini
diajukan oleh pembimbing kemasyaraktan
kepada Hakim pada saat sebelum sidang dibuka sebagai mana diatur dalam Undang-undang nomor
3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak
Pada pasal 56 1. Sebelum sidang dibuka, Hakim memerintahkan
agar Pembimbing Kemasyarakatan
menyampaikan laporan hasil penelitian kemasyarakatan mengenai anak yang bersangkutan.
2. Laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
berisi: a. data individu anak, keluarga, pendidikan, dan
kehidupan sosial anak; dan b.
kesimpulan atau pendapat dari Pembimbing Kemasyarakatan.
Hakim dalam
penjatuhan hukuman pidana anak wajib mempertimbangkan hasil penelitian kemasyarakatan yang dilakukan
oleh pembimbing kemasyaraktan sebagaimana
diatur dalam Undang-undang nomor 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak pada Pasal 59 (2) ”Putusan
wajib mempertimbangkan laporan penelitian
kemasyarakatan dari Pembimbing Kemasyarakatan.” Putusan Pidana Perkara No.
826/Pid. B/2007/PN.Mdn Hakim tidak mencantumkan
pertimbangannya terhadap penelitian kemasyarakatan yang dilakukan oleh pembimbing kemasyarakatan dalam
kasus tersebut, sementara dalam putusan
tersebut ada dilampirkan laporan hasil penelitian kemasyarkatan.
Hal tersebut
mengakibatkan putusan Hakim batal demi hukum sebagaimana dijelaskan pada Undang-undang Nomor 3 Tahun
1997 Tentang Pengadilan anak Penjelasan
Pasal 59 ayat (3) “ yang dimaksud dengan wajib dalam ayat ini adalah apabila ketentuan ini tidak dipenuhi,
mangakibatkan putusan batal demi hukum”.
Berdasarkan uraian
diatas tersebut, maka penulis tertarik membahas mengenai :
“PERTIMBANGAH HAKIM TERHADAP PENELITIAN KEMASYARAKATAN DALAM PENJATUHAN PIDANA
TERHADAP ANAK (Studi Putusan No.
826/Pid.B/2007/PN. Mdn)” B.
Indentifikasi Permasalahan Dari uraian latar belakang masalah di atas maka
dapat diidentifikasikan beberapa masalah
sebagai berikut : 1. Bagaimana peranan
Balai Pemasyarakatan dalam penelitian kemasyarakatan terhadap anak dalam proses peradilan pidana? 2.
Bagaimana bentuk penjatuhan pidana oleh hakim terhadap anak? 3.
Bagaimana pertimbangan hakim terhadap penelitian kemasyarakatan dalam penjatuhan pidana terhadap anak perkara putusan
No. 826/Pid.B/2007/PN.
Mdn? C. Tujuan dan Manfaat penulisan Tujuan dari
penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui bagaimana peranan Balai
Pemasyarakatan dalam Penelitian kemasyarakatan
terhadap Anak dalam proses peradilan pidana.
2. Untuk mengetahui bagaimana penjatuhan pidana
yang diputuskan oleh hakim dalam
prakteknya pada kasus pidana anak; 3. Untuk mengetahui bagaimana proses pembuktian
dan pertimbangan Hakim dalam persidangan
parkara putusan No. 826/Pid.B/2007/PN. Mdn; Disamping tujuan yang akan dicapai sebagaimana
yang dikemukakan di atas, maka penulisan
ini juga bermanfaat untuk : 1. Manfaat secara teoritis Secara teoritis
diharapkan dapat memberi masukan terhadap perkembangan Ilmu Hukum Pidana, sekaligus pengetahuan
tetang pertimbangan Hakim terhadap
Penelitian Kemasyarakatan dalam praktek peradilan, serta bagaimana proses pertimbangan dalam persidangan perkara
putusan No.
826/Pid.B/2007/PN.
Mdn.
2. Manfaat secara praktis Secara praktis
diharapkan tulisan ini dapat menjadi reprensi pemikiran kepada : 1. Para
praktisi hukum Tulisan ini diharapkan
dapat menjadi suatu masukan bagi aparat penegak hukum untuk dapat lebih teliti mengenai
hak-hak klien yang pada kenyataannya
saat ini banyak terabaikan akibat dari kurangnya perhatian kita bersama terhadap kasus-kasus khususnya
yang menyangkut tentang anak.
2. Masyarakat Masyarakat Indonesia masih banyak
yang awam terhadap hukum, sehingga
dengan tulisan ini kirannya dapat menjadi suatu masukan bagi masyarakat untuk lebih memahami tentang
hak-haknya di hadapan hukum terutama
yang menyangkut anggota keluraganya, upaya apa yang dapat ditempuh ketika berhadapan dengan hukum.
3. Pemerintah Tulisan ini dapat menjadi suatu masukan
bagi pemerintah untuk dapat lebih
mengontrol kinerja daripada pemerintahan khusunya yang membidangi tentang hukum terutama yang
berkaitan dengan kasus anak, agar anak
sebagai generasi penerus bangsa dapat terjaga keberadaannya baik dari segi kehidupan dimasyarakat
terutama yang berhadapan dengan hukum.
4. Aparat penegak hukum Aparat penegak hukum sebagai pemegang
kekuasaan tertinggi dalam hukum kirannya
dapat memberikan hak-hak masyarakat dan lebih mengutamakan profesionalisme dalam menjalankan
tugas terutama dalam hal penanganan
kasus anak.
Disamping itu juga,
melalui skripsi ini diharapkan dapat memperoleh gambaran tentang pelaksanaan pemidanaan khususnya
pidana di bidang perkara yang menyangkut
tentang anak dalam rangka penegakan hukum di Indonesia.
D. Tinjauan
Kepustakaan 1. Pengertian anak a. Pengertian anak dalam segi aspek hukum Di Indonesia terdapat pengertian yang beraneka
ragam tentang anak, dimana dalam
berbagai perangkat hukum yang berlaku menentukan batasan usia anak yang berbeda-beda. Hal ini sering
membingungkan masyarakat awam mengenai
pengertian anak itu sendiri secara hukum. Untuk itu digunakan asas “lex specialis derogat lex generalis”, artinya
bahwa hukum yang bersifat khusus mengesampingkan
hukum yang bersifat umum.
Batas usia anak
merupakan pengelompokan usia maksimum sebagai wujud kamempuan anak dalam status hukum,
sehingga anak tersebut beralih status
memjadi usia dewasa atau menjadi seorang subjek hukum yang dapat bertanggung jawab secara mandiri terhadap
perbuatan-perbuatan dan tindakantindakan hukum yang dilakukan.
Download lengkap Versi Word
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi