Selasa, 22 April 2014

Skripsi Hukum: PERTIMBANGAN HAKIM TERHADAP PENELITIAN KEMASYARAKATAN DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN TERHADAP KASUS PIDANA ANAK

BAB I.
PENDAHULUAN.
A. Latar Belakang.
Sebelum lahirnya Balai Pemasyarakatan, di Indonesia telah dikenal  jawatan Reklasering yang didirikan oleh pemerintahan Belanda pada tahun 1927,  dengan Gouvermenta Besluit tanggal 5 Agustus 1927 yang berpusat di  Departemen Van Justitie di Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur yang maksudnya  untuk kesejahtraan orang-orang Belanda dan Indo yang memerlukan pembinaan  khusus.  Pemerintah Belanda pada saat itu memberi subsidi kepada badan  Reklasering Swasta  dan pra yuwana dan memberi tugas kepada sukarelawan  perorangan (Volunteer Probation Officer) yang selanjutnya menjadi petugas  tehnis pembinaan klien luar lembaga.

 Kemudian pada tahun 1930-1935 yang disebut zaman Melaize dimana  pemerintah Belanda kesulitan biaya sehingga sangat mempengaruhi tegaknya  jawatan baru tersebut yang akhirnya keluarlah Surat Keputusan Nomor 11, yang  mana jawatan Reklasering dan Pendidikan Paksa dihapuskan, dimana tugas-tugas  Reklasering dan pendidikan paksa hanya dicantelkan saja  pasa jawatan  kepenjaraan, yang selanjutnya disebut Inspektorat Reklsering dan Pendidikan  paksa, yang tugasnya :   Aminah Aziz, Aspek Hukum Perlindungan Anak, USU Press, 1998, hlm   Ibid, hlm    a.  Menangani lembaga-lembaga Anak yang disebut Rumah Pendidikan Negara  (R.P.N) b.  Mengenai Klien Lapas Bersyarat, Pedana Bersyarat dan Pembinaan lanjutan  atau After Care serta Anak yang diputus hakim kembali kepada orang tua atau  walinya.
Pemerintah Belanda pada tahun 1939 bermaksud menggiatkan lagi dan  memperbaharuinya, tetapi terhalang dengan adanya perang dunia ke-II yang mulai  melanda dan untuk mengatasinya pada penjara-penjara sampai tahun 1943 masih  ada bagian Reklasering, tetapi sifatnya pasif. Selama zamah penjajahan Jepang  tadak ada perubahan lagi mengenai perkembangan Reklasering, hanya  pelaksanaan Lepas Bersyarat tidak ada lagi.
Setelah Indonesia merdeka, baru pada tanggal 27 April 1964 terjadi  prubahan Sisterm Kepenjaraan menjadi sistem Pemasyrakatan. Sistem  Pemasyarakatan yang digunakan oleh bangsa indonesia, memiliki tujuan  reintergrasi sehat bagi pelanggar hukum (Narapidana dan Anak Didik) dengan  masyarakat dengan bersaskan pancasila dan UUD 1945. Untuk terciptannya  pembinaan klien pelanggar hukum, dengan Keputusan Presidium Kabinet Ampera  No.75/U/Kep/II/66, Struktur Organisasi berubah menjadi Direktorat Jendral  Pemasyarakatan dengan  dua direktoratnya bertugas membina klien di dalam  Lembaga Pemasyarakatan dan membina klien di luar Lembaga Pemasyaraktan  yang mencakup pula pembinaan Anak di dalam pemasyarakatan yang disebut  Direktorat Bimbingan Kemasyarakatan dan Pengentasan Anak (BISPA).
 Setelah lahirnya Undang-undang No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan  Anak, BISPA berubah menjadi BAPAS (Balai Pemasyarakatan). Adapun tugas  dari Balai Pemasyarakatan (BAPAS) yaitu memperlancar tugas penyidik,  penuntut umum dan hakim dalam perkara Anak Nakal baik di dalam maupun di  luar sidang. Selanjutnya membimbing, membantu dan mengawasi anak nakal  berdasarkan putusan pengadilan yang dijatuhi hukuman :   a.  Pidana bersyarat; b.  Pidana pengawasan; c.  Pidana denda;  d.  Diserahkan kepada Negara (Anak Negara); e.  Harus mengikuti latihan kerja; f.  Anak yang memperoleh pembebasan bersyarat dari Lembaga  Pemasyarakatan.
Tugas dari BAPAS salah satunya adalah membantu memperlancar tugas penyidik,  penuntut umum, dan hakim dalam perkara anak nakal, baik di dalam maupun di  luar siding Anak dengan membuat Laporan Hasil Penelitian Kemasyarakatan  (Litmas/Case work).
  Darwan Prinst, Hukum Anak Indonesia, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 1997, hlm.
 Purnianti, Mimik Sri Supatmi, Ni Made Martini Tinduk, Analisa Situas Sistem Peradilan  Pidana Anak Di Indonesia,Unicef.  hlm  Laporan hasil penelitian kemasyarakatan ini diajukan oleh  pembimbing kemasyaraktan kepada Hakim pada saat sebelum sidang dibuka  sebagai mana diatur dalam Undang-undang nomor 3 tahun 1997 tentang  Pengadilan Anak Pada pasal 56   1.  Sebelum sidang dibuka, Hakim memerintahkan agar Pembimbing  Kemasyarakatan menyampaikan laporan hasil penelitian kemasyarakatan  mengenai anak yang bersangkutan.
2.  Laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berisi:  a.  data individu anak, keluarga, pendidikan, dan kehidupan sosial anak;  dan  b.  kesimpulan atau pendapat dari Pembimbing Kemasyarakatan.
Hakim dalam penjatuhan hukuman pidana anak wajib mempertimbangkan  hasil penelitian kemasyarakatan yang dilakukan oleh pembimbing kemasyaraktan  sebagaimana diatur dalam Undang-undang nomor 3 tahun 1997 tentang  Pengadilan Anak pada Pasal 59 (2) ”Putusan wajib mempertimbangkan laporan  penelitian kemasyarakatan dari Pembimbing Kemasyarakatan.” Putusan Pidana Perkara No. 826/Pid. B/2007/PN.Mdn Hakim tidak  mencantumkan pertimbangannya terhadap penelitian kemasyarakatan yang  dilakukan oleh pembimbing kemasyarakatan dalam kasus tersebut, sementara  dalam putusan tersebut ada dilampirkan laporan hasil penelitian kemasyarkatan.
Hal tersebut mengakibatkan putusan Hakim batal demi hukum sebagaimana  dijelaskan pada Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan anak  Penjelasan Pasal 59 ayat (3) “ yang dimaksud dengan wajib dalam ayat ini adalah  apabila ketentuan ini tidak dipenuhi, mangakibatkan putusan batal demi hukum”.
Berdasarkan uraian diatas tersebut, maka penulis tertarik membahas  mengenai :  “PERTIMBANGAH HAKIM TERHADAP PENELITIAN  KEMASYARAKATAN DALAM PENJATUHAN PIDANA TERHADAP  ANAK (Studi Putusan No. 826/Pid.B/2007/PN. Mdn)”  B. Indentifikasi Permasalahan Dari uraian latar belakang masalah di atas maka dapat diidentifikasikan  beberapa masalah sebagai berikut : 1.  Bagaimana peranan Balai Pemasyarakatan dalam penelitian kemasyarakatan  terhadap anak dalam proses peradilan pidana?  2.  Bagaimana bentuk penjatuhan pidana oleh hakim terhadap anak?  3.  Bagaimana pertimbangan hakim terhadap penelitian kemasyarakatan dalam  penjatuhan pidana terhadap anak perkara putusan No. 826/Pid.B/2007/PN.
Mdn?  C. Tujuan dan Manfaat penulisan Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut : 1.  Untuk mengetahui bagaimana peranan Balai Pemasyarakatan dalam Penelitian  kemasyarakatan terhadap Anak dalam proses peradilan pidana.
2.  Untuk mengetahui bagaimana penjatuhan pidana yang diputuskan oleh hakim  dalam prakteknya pada kasus pidana anak;  3.  Untuk mengetahui bagaimana proses pembuktian dan pertimbangan Hakim  dalam persidangan parkara putusan No. 826/Pid.B/2007/PN. Mdn;  Disamping tujuan yang akan dicapai sebagaimana yang dikemukakan di atas,  maka penulisan ini juga bermanfaat untuk :  1.  Manfaat secara teoritis Secara teoritis diharapkan dapat memberi masukan terhadap perkembangan  Ilmu Hukum Pidana, sekaligus pengetahuan tetang pertimbangan Hakim   terhadap Penelitian Kemasyarakatan dalam praktek peradilan, serta bagaimana  proses pertimbangan dalam persidangan perkara putusan No.
826/Pid.B/2007/PN. Mdn.
2.  Manfaat secara praktis Secara praktis diharapkan tulisan ini dapat menjadi reprensi pemikiran  kepada :  1.  Para praktisi hukum  Tulisan ini diharapkan dapat menjadi suatu masukan bagi aparat penegak  hukum untuk dapat lebih teliti mengenai hak-hak klien yang pada  kenyataannya saat ini banyak terabaikan akibat dari kurangnya perhatian  kita bersama terhadap kasus-kasus khususnya yang menyangkut tentang  anak.
2.  Masyarakat Masyarakat Indonesia masih banyak yang awam terhadap hukum,  sehingga dengan tulisan ini kirannya dapat menjadi suatu masukan bagi  masyarakat untuk lebih memahami tentang hak-haknya di hadapan hukum  terutama yang menyangkut anggota keluraganya, upaya apa yang dapat  ditempuh ketika berhadapan dengan hukum.
3.  Pemerintah Tulisan ini dapat menjadi suatu masukan bagi pemerintah untuk dapat  lebih mengontrol kinerja daripada pemerintahan khusunya yang  membidangi tentang hukum terutama yang berkaitan dengan kasus anak,  agar anak sebagai generasi penerus bangsa dapat terjaga keberadaannya   baik dari segi kehidupan dimasyarakat terutama yang berhadapan dengan  hukum.
4.  Aparat penegak hukum  Aparat penegak hukum sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam  hukum kirannya dapat memberikan hak-hak masyarakat dan lebih  mengutamakan profesionalisme dalam menjalankan tugas terutama dalam  hal penanganan kasus anak.
Disamping itu juga, melalui skripsi ini diharapkan dapat memperoleh gambaran  tentang pelaksanaan pemidanaan khususnya pidana di bidang perkara yang  menyangkut tentang anak dalam rangka penegakan hukum di Indonesia.
D. Tinjauan Kepustakaan 1.  Pengertian anak a.  Pengertian anak dalam segi aspek hukum  Di Indonesia terdapat pengertian yang beraneka ragam tentang anak,  dimana dalam berbagai perangkat hukum yang berlaku menentukan batasan usia  anak yang berbeda-beda. Hal ini sering membingungkan masyarakat awam  mengenai pengertian anak itu sendiri secara hukum. Untuk itu digunakan asas  “lex specialis derogat lex generalis”, artinya bahwa hukum yang bersifat khusus  mengesampingkan hukum yang bersifat umum.

Batas usia anak merupakan pengelompokan usia maksimum sebagai  wujud kamempuan anak dalam status hukum, sehingga anak tersebut beralih  status memjadi usia dewasa atau menjadi seorang subjek hukum yang dapat   bertanggung jawab secara mandiri terhadap perbuatan-perbuatan dan tindakantindakan hukum yang dilakukan.
Download lengkap Versi Word

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi