Senin, 07 April 2014

Skripsi Hukum: PELAKSANAAN KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MEMUTUS PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN KEPALA DAERAH

 BAB I PENDAHULUAN 
A.  Latar Belakang 
Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun  1945 (selanjutnya disingkat UUD NRI Tahun 1945) setelah perubahan  menentukan bahwa ”kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan  menurut Undang-Undang Dasar”, sedangkan UUD NRI Tahun 1945 sebelum  perubahan mengatur bahwa ”Kedaulatan adalah di tangan rakyat, dan dilakukan  sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat”  Pelaksanaan kedaulatan rakyat di Indonesia lebih lanjut diwujudkan melalui  penyelenggaraan sistem pemerintahan di daerah, dengan diundangkanya UndangUndang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah . Setelah perubahan diatur  bahwa kedaulatan rakyat tidak lagi terletak pada suatu lembaga yaitu Majelis  Permusyawaratan Rakyat, akan tetapi berada di tangan rakyat dan kedaulatan  tersebut di pegang secara langsung oleh rakyat.

  Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar sebelum perubahan  Lembaran Negara Republik  Indonesia ( yang selanjutnya disebut LNRI) Tahun 2004 No.125,  Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia (yang selanjutnya disebut TLNRI) No.
(selanjutnya disingkat  UU No. 32 Tahun 2004). Undang-Undang ini mempuyai peran strategis dalam  rangka pengembangan demokrasi, keadilan, pemerataan kesejahteraan  masyarakat, memelihara hubungan yang serasi antara pemerintah pusat dan    daerah serta menata daerah untuk menjamin keutuhan Negara Kesatuan Republik  Indonesia.
 Pelaksanaan pemerintahan yang demokratis pada pemerintahan pusat  maupun pemerintahan daerah dilaksanakan dengan penyelenggaraan pemilihan  umum. Pasal 22E ayat (1) dan ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 menetapkan bahwa pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan  adil setiap lima tahun sekali dan diselenggarakan untuk memilih anggota DPR,  DPD, Presiden dan Wakil Presiden serta DPRD. Sedangkan aturan tentang  Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) diatur dalam Bab VI tentang Pemerintahan  Daerah.
 Pasal 18 ayat (4) UUD NRI Tahun 1945 menyatakan secara tegas bahwa  ”Gubernur, bupati dan walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah  provinsi, kabupaten dan kota dipilih secara demokratis”. Karena pasal 18 ayat (4)  UUD NRI 1945 yang mengatur tentang pemilihan kepala daerah  (yang  selanjutnya disingkat Pilkada) berada pada bab tentang pemerintahan daerah,  maka pengaturan Pilkada tersebut dalam pelaksanaannya dimuat dalam Undang –  Undang Pemerintahan Daerah.
 Masyarakat di daerah yang merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan  dari warga negara Indonesia secara keseluruhan, juga berhak atas kedaulatan yang  merupakan hak asasi mereka yang telah dijamin oleh UUD NRI Tahun 1945.
 Penjelasan atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2005 Tentang  Tatacara Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil  Kepala Daerah bagian umum.
 Maruarar Siahaan, Makalah, Beberapa Perkembangan Hukum acara MK dalam  praktik,disampaikan dalam temu wicara forum kristiani pemimpin muda Indonesia di gedung  MKRI, Jakarta 24 Agustus 2009 h.
 Ibid   Karena itu, masyarakat di daerah harus diberi kesempatan untuk ikut menentukan  masa depan daerahnya masing-masing, antara lain memilih kepala daerah dan  wakil kepala daerahnya secara langsung,  Lahirnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun  dan berdasarkan ketentuan pasal 18 ayat  (4) UUD NRI 1945 maka dilaksanakanlah pemilihan umum kepala dan wakil  kepala daerah secara langsung atau atau sering disingkat Pilkada Langsung.
 tentang penyelenggaran  Pemilu (selanjutnya disingkat UU No.22 Tahun 2007), perubahan ketentuan  Pilkada juga terjadi yaitu dilaksanakannya pemilihan secara langsung oleh rakyat,  juga Pilkada yang tadinya masuk dalam rezim pemerintahan daerah, kemudian  ditentukan menjadi rezim pemilu. Akibat yang timbul adanya pergeseran tersebut  maka penyelesaian sengketa hasil Pilkada yang tadinya dilakukan oleh Mahkmah  Agung kemudian berpindah ke Mahkamah Konstitusi.
 Pilkada pertama yang  diselenggarakan berdasarkan undang-undang ini adalah Pilkada DKI  Jakarta pada  tahun2007,  Pasal 24C ini mengatur secara tegas kewenangan Mahkamah Konstitusi  Republik Indonesia. Salah satu kewenangan Mahkamah Konstitusi adalah  memutus perselisihan tentang hasil pemilu baik pemilu yang dilakukan secara  Pasal 24C ayat (1) UUD NRI 1945 menentukan: Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan  terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang  terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga  negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar,  memutus pembubaran partai politik, memutus perselisihan tentang hasil  pemilu.
 H. Rozali Abdullah , Pelaksanaan Otonomi Luas Dengan Pemilihan Kepala Daerah Secara  Langsung, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta,2005, h 53.
 LNRI Tahun 2007 No.59, TLNRI No.4721.
 Maruarar Siahaan, Loc.cit.
 Ahmad Zaenudin, www. Ahmad_ Zaenudin blogshop.com, Sabtu 19 September    nasional maupun pemilu yang dilakukan untuk memilih kepala dan wakil kepala  daerah.
Kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam memutus perselisihan tentang  hasil pemilu ini juga ditegaskan dalam Pasal 10 ayat (1) huruf d Undang –  Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkmah Konstitusi (selanjutnya disebut  UU No.24 Tahun 2003)  Juncto Pasal 12 ayat (1) huruf d Undang-Undang  Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman dan Undang-Undang  Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32  Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. Ketentuan-ketentuan tersebut  menegaskan menegaskan bahwa salah satu kewenangan konstitusional MK adalah  memutus perselisihan hasil pemilihan umum.
 Berdasarkan ketentuan pasal 106 ayat (1) dan ayat (2) UU No. 32 Tahun  2004 keberatan mengenai hasil perhitungan suara yang mempengaruhi terpilihnya  pasangan calon diajukan ke Mahkamah Agung atau menjadi kewenangan  Mahkamah Agung Republik Indonesia. Kewenangan tersebut kemudian  dicantumkan lagi dalam Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 tentang  Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan  Wakil Kepala Daerah.
 Undang-Undang Nomor 12 Tahun    LNRI Tahun 2003 Nomor 98, TLNRI No   Maruar Siahaan op.cit h.
 Ibid  LNRI No.59 Tahun 2008,LNRI  (Selanjutnya disebut UU No.12  Tahun 2008) pada Pasal 236C menentukan: ”Penanganan sengketa hasil  perhitungan suara pemilihan kepala daerah oleh Mahkamah Agung dialihkan    kepada Mahkamah Konstitusi paling lama 18 (delapan belas bulan) sejak UndangUndang ini diundangkan”. Pengajuan perkara sengketa hasil pemilihan kepala  daerah kepada Mahkamah Konstitusi setelah lahirnya Pasal 236C tersebut, tidak  dapat diterima oleh Mahkamah Konstitusi dengan alasan bahwa sebelum berlalu  tenggang waktu 18 bulan Mahkamh Konstitusi berpendapat diperlukan terlebih  dahulu tindakan hukum untuk mengalihkan wewenang tersebut oleh Mahkamah  Agung.
 Sebuah pendapat berbeda sumbernya mengemukakan bahwa tindakan  hukum demikian tidak diperlukan dan dengan ketentuan dalam Pasal 236C  tersebut Mahkamah Konstitusi sudah berwenang selanjutnya ketentuan Pasal  236C merupakan pilihan forum bagi pihak yang berkepentingan untuk  mengajukannya, apakah kepada Mahkamah Agung atau Mahkamah Konstitusi.
Tampaknya hal tersebut mendorong percepatan pangalihan kewenangan dari  Mahkamah Agung, sehingga kemudian pada tanggal 29 Oktober 2008 Ketua  Mahkamah Agung dan Ketua Mahkmah Konstitusi bersama-sama  menandatangani Berita Acara Pengalihan Wewenang Mengadili perselisihan hasil  pilkada sebagai pelaksaaan Pasal 236C UU No.12 Tahun 2008 di atas.
 Kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam memutus Perselisihan hasil  Pilkada merupakan kewenangan yang baru dimiliki oleh Mahkamh Konstitusi  karena sebelumnya merupakan kewenangan yang dimiliki oleh Mahkamah Agung  sehingga pengalihan kewenangan ini juga merupakan hal yang menarik untuk  dibahas karena berhubungan dengan perkembangan ketatanegaraarn kita   Ibid h.
 Ibid h.
  khususnya ditinjau berdasarkan Hukum Tata Negara dan karenanya juga  berdampak pada perkembangan hukum acara Mahkamah Konstitusi.
Contoh Pelaksanaan Kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam memutus  Perselisihan hasil Pilkada adalah kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam  memutus Persilisihan hasil Pilkada Kabupaten Dairi yang diajukan oleh Drs.
Parlemen Sinaga, M.M dan Dr. Budiman Simanjuntak, M.kes sebagai Pemohon  terhadap Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Dairi Provinsi Sumatera Utara  sebagai Termohon.Yang menjadi permasalahan utama dalam permohonan yang  diajukan oleh pemohon tersebut adalah keberatan terhadap hasil perhitungan suara  pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala daerah kabupaten Dairi Provinsi  Sumatera Utara yang ditetapkan berdasarkan penetapan Komisi Pemilihan Umum  Kabupaten Dairi Nomor 37 Tahun 2008 tentang penetapan pasangan calon terpilih  kepala daerah daerah dan wakil kepala daerah Dairi tahun 2008 putaran kedua  bertanggal 13 Desember 2008.
Kasus Pilkada Dairi ini menarik ditinjau dari sudut pandang Hukum Tata  Negara karena yang melaksanakan kewenangan memutus perkara perselisihan  hasil Pilkada Kabupaten Dairi ini dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi yang  keputusanya berdasarkan landasan-landasan Hukum yang telah disebutkan diatas.
Dalam kasus ini akan dilihat bagaimana Mahkamah Konstitusi melaksanakan  kewenangannya berdasarkan peraturan perundangan-undangan yang  mengaturnya.
  B.  Perumusan Masalah Yang menjadi permasalahan utama dalam penulisan skripsi ini adalah  sebagai berikut: 1.  Apakah yang menjadi alasan diajukannya Permohonan Perselisihan Hasil  Pilkada Kabupaten Dairi? 2.  Apakah yang menjadi landasan konstitusional Mahkamah Konstitusi dalam  melaksanakan kewenangannya memutus perselisihan hasil Pilkada? 3.  Bagaimanakah Pelaksanaan Kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam  memutus Perselisihan Hasil Pilkada Kabupaten Dairi? C.  Tujuan dan Manfaat Penulisan Yang menjadi tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui: 1.  Proses pelaksanaan Pilkada Kabupaten Dairi putaran pertama dan kedua.
2.  Dasar diajukannya permohonan perselisihan hasil Pilkada Kabupaten Dairi.
3.  Keberadaan Mahkamah Konstitusi dalam sistem ketatanegaraan Indonesia.
4.  Tugas dan kewenangan Mahkamah Konstitusi sebagai bagian dari  kekuasaan kehakiman.
5.  Perkembangan hukum acara serta ketentuan beracara perkara Perselisihan  hasil Pilkada di Mahkamah Konstitusi.
6.  Mengetahui Pelaksanaan Kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam  memutus perselisihan hasil Pilkada Kabupaten Dairi.
Sedangkan yang menjadi Manfaat Penulisan skripsi ini adalah: 1.   Manfaat Secara Teoretis   Pembahasan masalah-masalah diatas diharapkan akan menambah wawasan  pembaca, memperkaya khasanah ilmu pengetahuan, menambah dan melengkapi  koleksi karya ilmiah serta memberikan kontribusi pemikiran yang menyoroti dan  membahas pelaksanaan kewenangan MK dalam memutus perselisihan hasil  Pilkada.
2.   Manfaat Secara Praktis Bermanfaat bagi pembaca dan semua orang yang berminat mempelajari dan  mendalami pelaksanaan kewenangan MK dalam memutus perselisihan Pilkada.
Penulisan ini diharapkan mampu menggambarkan pelaksanaan kewenangan MK  dalam Putusannya Nomor 60/PHPU.D-VI/2008 tentang Putusan MK terhadap  perselisihan Pilkada Kabupaten Dairi.
D.  Keaslian Penulisan Sepanjang yang penulis ketahui Penulisan mengenai ”Pelaksanaan  Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Memutus Perselisihan Hasil Pemilihan  Kepala Daerah (Studi Kasus Pilkada Kabupaten Dairi)” yang diangkat menjadi  judul skripsi ini yang kemudian dijadikan sebagai dasar perumusan dan  pembahasan permasalahan dalam skripsi ini belum pernah ditulis di Fakultas  Hukum . Begitu juga berdasarkan data yang penulis  dapatkan dari perpustakaan Fakultas Hukum USU Judul ini belum pernah ditulis  sebagai skr ipsi.
Dilihat dari substansi pembahasan serta studi kasus yang diangkat penulis  dalam skripsi ini,maka dapat dipastikan bahwa skripsi ini belum pernah ditulis    oleh orang lain sehingga dengan demikian skripsi ini merupakan karya penulis  yang asli dan dapat penulis pertanggungjawabkan secara ilmiah.
Download lengkap Versi Word

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi