Senin, 07 April 2014

Skripsi Hukum: PENGELOLAAN LIKUIDITAS PADA PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 
Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam  bentuk simpanan, dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit  dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat  banyak. Demikian pula lembaga keuangan ini dapat menyediakan dana bagi  pengusaha-pengusaha swasta atau kalangan rakyat pengusaha lemah yang  membutuhkan dana bagi kelangsungan usahanya. Dan juga berbagai fungsi lain  yang berupa jasa bagi kelancararan lalu lintas dan peredaran uang baik nasional  maupun antar negara.

Salah satu kegiatan yang paling dominan dan sangat dibutuhkan  keberadaannya di dunia ekonomi dewasa ini adalah kegiatan usaha lembaga  keuangan perbankan, oleh karena fungsinya sebagai pengumpul dana yang sangat  berperan demi menunjang pertumbuhan ekonomi suatu bangsa. Sebagai alat  penghimpun dana, lembaga keuangan ini mampu melancarkan gerak  pembangunan dengan menyalurkan dananya ke berbagai proyek penting di  berbagai sektor usaha yang dikelola oleh pemerintah.
2 1 UU No.10 Tahun 1998 tentang Perbankan, Pasal 1 butir 2.
2 Gemala Dewi, Aspek-Aspek Hukum Dalam Perbankan dan Perasuransian Syariah  di Indonesia, (Jakarta : Kencana, 2007), hal.51.
 Yang menjadi permasalahan bagi kebanyakan orang terhadap kegiatan  usaha lembaga keuangan perbankan tersebut jika dihubungkan dengan ketentuanketentuan hukum Islam bukanlah dari segi fungsi lembaga tersebut melainkan dari  konsep usahanya serta teknik operasional usahanya yang menyangkut jenis-jenis  perjanjian yang digunakan. Di sini disadari bahwa kegiatan usaha yang  diinspirasikan oleh sistem ekonomi kapitalis ini adalah dengan jalan menarik  keuntungan usahanya terutama dari bunga kredit yang dimanfaatkannya melalui  dana simpanan masyarakat dengan tambahan berupa bunga.
Konsep usaha yang mudah dengan janji keuntungan yang berlipat ganda  tanpa menanggung resiko rugi ini, tentu mengandung pertentangan dengan prinsip  hukum Islam yang menghargai usaha dan mengharamkan riba.
3 Di dunia Internasional, para ahli ekonomi telah menyadari secara empiris  bahwa sistem bunga mengandung kemudaratan.
Hal ini  menyebabkan adanya perdebatan-yang berlarut-larut dikalangan ahli fiqih Islam  di Indonesia. Padahal telah diketahui jelas bahwa sistem kredit dengan perangkat  bunga ini telah lama diharamkan tidak hanya oleh ajaran Islam tetapi juga oleh  agama-agama lainnya.
4 3 Ibid.,hal.52.
4 Ibid.
Hal ini dikarenakan  pengambilan keuntungan dengan tanpa memikul resiko berakibat si peminjam  tidak memperoleh keuntungan yang seimbang dengan tingkat bunga yang harus  dibayar, sehingga terjadi berbagai krisis ekonomi, terutama terhadap negaranegara miskin di dunia ketiga.
 Di dalam kenyataannya, penerapan sistem bunga membawa akibat-akibat  negatif, yaitu sebagai berikut: 5 5 Warkum Sumitro, Asas-Asas Perbankan Islam dan Lembaga Terkait, (PT Raja Grafindo  Persada : Jakarta, 1997), hal.12.
1.  Masyarakat sebagai nasabah menghadapi suatu ketidakpastian, bahwa hasil  perusahaan dari kredit yang diambilnya tidak dapat diramalkan secara pasti.
Sementara itu dia tetap wajib membayar persentase berupa pengambilan  sejumlah uang tertentu yang tetap berada di atas jumlah pokok pinjaman.
2.  Penerapan sistem bunga mengakibatkan eksploitasi (pemerasan) oleh orang  kaya terhadap orang miskin. Uang/modal besar yang dikuasai oleh orang kaya  tidak disalurkan ke dalam usaha-usaha produktif yang dapat menciptakan  lapangan kerja bagi masyarakat, tetapi modal besar itu justru digunakan untuk  kredit berbunga yang tidak produktif.
3.  Sistem perbankan yang ada sekarang memilki kecenderungan terjadinya  konsentrasi kekuatan ekonomi ditangan kelompok elite, para bankir, dan  pemilik modal. Alokasi kekayaan yang tidak seimbang ini bisa menimbulkan  kecemburuan sosial yang pada akhirnya keadaan ini akan mengganggu  stabilitas nasional maupun perdamaian internasional.
4. Sistem perbankan yang menerapkan bunga menimbulkan laju inflasi semakin  tinggi, karena ada kecenderungan bank-bank untuk memberikan kredit secara  berlebih-lebihan.
5.  Sistem perbankan yang menerapkan bunga sekarang dirasakan kurang berhasil  dalam membantu memerangi kemiskinan dan meratakan pendapatan baik di  tingkat Internasional.
 Terkait dengan adanya larangan riba dalam usaha perbankan pada  khususnya menimbulkan ide untuk membangun suatu usaha perbankan yang  menjalankan usahanya berdasarkan syariat Islam dibentuklah bank syariah.
6 Baik  bank syariah yang berasal dari bank konvensional maupun bank syariah yang  berdiri sendiri dan menganut sistem syariah murni. Sehingga dapat memberikan  pilihan bagi para nasabah yang tidak setuju dengan sistem riba untuk tetap bisa  menyimpan uangnya. Hal ini tentu memberikan kenyamanan yang lebih bagi  sebagian besar masyarakat.
7 Perbedaan antara bank syariah dan bank konvensional, adalah: 8 6 Ibid. hal.16.
7 Ibid.
8 M.Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani Press,  2001), hal.34.
1. Bank syariah hanya melakukan kegiatan investasi yang halal-halal saja,  sedangkan bank konvensional melakukan kegiatan investasi yang halal dan  haram.
2.  Bank syariah melakukan kegiatan perbankan berdasarkan prinsip bagi hasil,  jual beli, atau sewa. Sedangkan bank konvensional melakukan kegiatan  perbankan dengan memakai perangkat bunga.
3.  Bank syariah melakukan kegiatan perbankan dengan menggunakan profitdan  falah  (mencari kemakmuran di dunia dan di akhirat), sedangkan bank  konvensional hanya melakukan kegiatan perbankan dengan menggunakan  profit (keuntungan semata).
4.  Dalam bank syariah, hubungan bank dengan nasabah dalam bentuk hubungan  kemitraan. Sedangkan dalam bank konvensional, hubungan bank dengan  nasabah dalam bentuk hubungan debitur-kreditur.
 5.  Dalam bank syariah, penghimpun dan penyaluran dana harus sesuai dengan  Fatwa Dewan Pengawas Syariah. Sedangkan dalam bank konvensional tidak  terdapat Dewan Pengawas Beberapa prinsip atau hukum yang dianut oleh sistem perbankan syariah,  antara lain : 9 Dalam menjalankan perbankan syariah ini tidaklah semudah seperti apa  yang dipikirkan dan dibicarakan dalam teori yang diketahui. Tidak semua orang  memiliki kesadaran untuk menjalankan prinsip syariah tersebut. Tidak jarang  ditemui penyimpangan baik secara administratif maupun teknis. Bahkan tidak  1.  Pembayaran terhadap pinjaman dengan nilai yang berbeda dari nilai pinjaman  dengan nilai ditentukan sebelumnya, tidak diperbolehkan.
2.  Pemberi dana harus turut berbagi keuntungan dan kerugian sebagai akibat  hasil usaha institusi yang meminjam dana.
3.  Islam tidak memperbolehkan “menghasilkan uang dari uang”, uang hanya  merupakan media pertukaran dan bukan komoditas, karena tidak memiliki  nilai instrinsik.
4.  Unsur Gharar (ketidakpastian) tidak diperkenankan. Kedua belah pihak harus  mengetahui dengan baik hasil yang akan mereka peroleh dari sebuah transaksi.
5.  Investasi hanya boleh diberikan pada usaha-usaha yang tidak diharamkan  dalam Islam. Usaha minuman keras misalnya tidak boleh didanai oleh  Perbankan Syariah.
9 Ibid.
 jarang label syariah ini malah dijadikan tameng untuk melakukan kegiatan yang  tidak syariah. Tujuannya untuk menyamarkan kegiatan itu dan mengurangi  kecurigaan yang ditujukan kepada perbankan maupun oknum yang ada di  dalamnya. Untuk menghindari dan meminimalisir hal ini maka perlu dibentuk  suatu lembaga atau setidaknya tim yang bertugas melakukan pengawasan terhadap  setiap kegiatan yang dilakukan oleh perbankan syariah ini.
Dalam penjelasan Pasal 2 UU No.21 tahun 2008 Tentang Perbankan  Syariah disebutkan bahwa kegiatan usaha yang berasaskan prinsip syariah, antara  lain adalah kegiatan usaha yang tidak mengandung unsur, yaitu : 10 10 UU No.21 tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah, Penjelasan Pasal 2.
1.  Riba, yaitu penambahan pendapatan secara tidak sah (batil) antara lain dalam  transaksi pertukaran barang sejenis yang tidak sama kualitas, kuantitas, dan  waktu penyerahan, atau dalam transaksi pinjam meminjam yang  mempersyaratkan nasabah penerima fasilitas mengembalikan dan yang  diterima melebihi pokok pinjaman karena berjalannya waktu; 2.  Maisir, yaitu transaksi yang digantungkan kepada suatu keadaan yang tidak  pasti dan bersifat untung-untungan; 3.  Gharar, yaitu transaksi yang objeknya tidak jelas, tidak dimiliki, tidak  diketahui keberadaannya, atau tidak dapat diserahkan pada saat transaksi  dilakukan kecuali diatur lain dalam syariah; 4.  Haram, yaitu transaksi yang objeknya dilarang dalam syariah; atau 5. Zalim, yaitu transaksi yang menimbulkan ketidakadilan bagi pihak lainnya.
 Pemicu utama kebangkrutan bank, baik bank yang besar maupun bank yang  kecil, bukanlah karena kerugian yang diderita bank tersebut, melainkan lebih  kepada ketidakmampuan suatu bank untuk memenuhi kebutuhan likuiditasnya.
11 Likuiditas adalah kemampuan bank untuk memenuhi kewajibannya,  terutama kewajiban pendanaan dalam jangka pendek.
12 Pengelolaan likuiditas  merupakan suatu fungsi terpenting yang  dilaksanakan oleh lembaga perbankan. Untuk terlaksananya fungsi pengelolaan  likuiditas secara efisien dan menguntungkan diperlukan adanya instrumen dan  pasar keuangan baik yang bersifat jangka pendek maupun jangka panjang.
Dari sudut aktiva,  likuiditas adalah kemampuan bank untuk mengubah seluruh aset menjadi bentuk  tunai. Sedangkan dari sudut pasiva, likuiditas adalah kemampuan bank memenuhi  kebutuhan dana melalui peningkatan portofolio liabilitas.
13 Dalam keadaan yang sangat mendesak, untuk mengatasi perbankan syariah  yang mengalami kesulitan likuiditas jangka pendek karena arus dana yang masuk  ke bank tersebut lebih kecil dibanding arus dana yang keluar pada saat kliring,  Bank Indonesia telah  mengeluarkan ketentuan tentang Fasilitas Pembiayaan  Jangka Pendek bagi Perbankan Syariah. Hal ini dilakukan jika alternatif  pembiayaan lain tidak dapat diperoleh bank syariah untuk mempertahankan  likuiditasnya.

Download lengkap Versi Word

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi