Rabu, 23 April 2014

Skripsi Hukum: PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA DAN PSIKOTROPIKA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 DARI PERSPEKTIF VICTIMOLOGI

BAB I .
PENDAHULUAN .
A. Latar Belakang .
Perlindungan korban tindak pidanadalam sistem hukum nasional  nampaknya belum memperoleh perhatian serius. Hal ini terlihat dari masih  sedikitnya hak-hak korban tindak pidana memperoleh pengaturan dalam  perundang-undangan nasional. Adanya ketidakseimbangan antara perlindungan  korban kejahatan dengan pelaku kejahatan pada dasarnya merupakan salah satu  pengingkaran dari asas setiap warga negara bersamaan kedudukannya dalam  hukum dan pemerintahan, sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar  1945, sebagai landasan konstitusional.

Akuang hanya divonis 20 tahun penjara dan denda Rp.200 juta yang  dijatuhkan oleh Pengadilan Negeri Tangerang terhadap terdakwa Akuang pemilik  shabu-shabu (crystal methamphetamine) seberat 955 kg pada menimbulkan  polemik di berbagai kalangan. KepalaPusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum)  Kejaksaan Agung Salman Maryadi menyatakan hukuman yang diterima Akuang  merupakan hukuman maksimal terhadap jenis psikotropikagolongan II dalam  Undang-undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika.
 Barang bukti shabu-shabu yang dimiliki Akuang, dengan nama asli Samin  Iwan, termasuk jenis psikotropika golongan II. Dari sekian item yang terdapat  dalam daftar barang bukti yang jumlahnya hampir 1 (satu) ton tersebut,  seluruhnya dinyatakan sebagai golongan II berdasarkan hasil laboratorium yang   http://pn-tangerang.info/content/view/150/83/, diakses terakhir tanggal 1 Maret 2010.
 ada di berkas perkara dan dilampirkan oleh penyidik Kepolisian. Yang dimaksud  psikotropika golongan II dalam Penjelasan Pasal 2 ayat (2) UU Psikotropika  adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi  dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat  mengakibatkan sindroma ketergantungan.
Berkenaan dengan itu, pemerintah Republik Indonesia telah  mengundangkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang  menggantikan dua undang-undang sebelumnya yakni Undang-Undang Nomor 22  Tahun 1997 tentang Narkotika dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang  Psikotropika. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika dan  Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika, sudah dinyatakan  tidak berlaku lagi atau sudah dicabutmelalui Pasal 153 dan 155 Undang-Undang  Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika tertanggal 12 Oktober 2009. Tentu saja  terhadap seorang pelaku tindak pidana Narkotika dan Psikotropika mulai dari  penangkapan sampai dengan penjatuhan sanksi, tidak lagi berpedoman kepada  Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun  1997 tentang Psikotropika, melainkan sebagai dasar hukum yang dikenakan  terhadap tersangka atau terdakwa adalah Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009  tentang Narkotika.
Salah satu perbedaan yang disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 35  Tahun 2009 tentang Narkotika tersebut dinyatakan bahwa sabu-sabu bukan lagi  disebut psikotropika. Sabu-sabu sudah dimasukkan ke dalam Undang-Undang  Nomor 35 Tahun 2009 sebagai Narkotika golongan I. Selain itu, golongan I dan   golongan II pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika  semuanya sudah dimasukkan ke dalam daftar golongan I dalam Undang-Undang  Nomor 35 Tahun 2009. Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin diperketatnya  hukum dalam pengaturan sanksi terhadap bagi siapa saja yang menyalahgunakan  Narkotika maupun Psikotropika baiksanksi pidana maupun sanksi denda.
Sebagai dasar hukum dinyatakan bahwa Undang-Undang Nomor 22  Tahun 1997 tentang Narkotika dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang  Psikotropika sudah tidak berlaku lagi adalah merujuk kepada Pasal 153 dan Pasal  155 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (selanjutnya  dalam penelitian ini disebut Undang-Undang Narkotika yang Baru), yaitu,  Dengan berlakunya Undang-Undang ini:  a.  Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika (Lembaran  Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 67, Tambahan Lembaran  Negara Republik Indonesia Nomor 3698); dan  b.  Lampiran mengenai jenis Psikotropika Golongan I dan Golongan II  sebagaimana tercantum dalam Lampiran Undang-Undang Nomor 5 Tahun  1997 tentang Psikotropika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun  1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor  3671) yang telah dipindahkan menjadi Narkotika Golongan I menurut  Undang-Undang ini, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Selanjutnya dalam Pasal 155 disebutkan bahwa, “Undang-Undang ini  mulai berlaku pada tanggal diundangkan”.
 Diundangkannya Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang  Narkotika pada tanggal 12 Oktober 2009 maka undang-undang ini telah  mempunyai daya laku dan daya mengikat dalam rangka penegakan hukum  terhadap pelaku penyalahgunaan Narkotika, maka secara otomatis UndangUndang Nomor 35 tahun 2009 yang harus diterapkan. Penerapan hukum melalui  undang-undang yang telah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku jelas melangar  asas legalitas dan HAM. Hal ini sejalan dengan Pasal 28 D Undang-Undang Dasar  1945 pada BAB XA tentang Hak Azasi Manusia yang berbunyi, ”setiap orang  berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil  serta perlakuan yang sama dihadapan hukum”. Penerapan hukum yang tidak ada  dasar hukumnya jelas merupakan perbuatan sewenang-wenang dan melanggar  asas legalitas sebagai landasan untuk menuntut setiap adanya tindak pidana  Narkotika.
Narkotika merupakan bagian dari Narkoba. Menurut batasan WHO tahun  1969 bahwa, yang dimaksud dengan Narkoba adalah zat kimia yang mampu  mengubah pikiran, perasaan, fungsi mental, dan perilaku seseorang menjadi tidak  normal. Sedangkan yang dimaksud dengan obat (drugs) adalah zat-zat yang  apabila dimasukkan ke dalam tubuh organisme yang hidup, maka akan  mengadakan perubahan pada satu atau lebih fungsi-fungsi organ tubuh.
 Awalnya pada waktu dulu, telah disepakati bahwa narkoba merupakan  kependekan dari Narkotika dan Obat-Obat Berbahaya (dalam penelitian ini,  selanjutnya disebut Narkotika dan Psikotropika). Kemudian disadari bahwa   Tim BNN., Materi Advokasi Pencegahan Narkoba, (Jakarta: Badan Narkotika Nasional  Republik Indonesia, 2005), hal. 7.
 kepanjangan narkoba yang demikian itu keliru, sebab istilah obat berbahaya dalam  ilmu kedokteran adalah obat-obatan yang tidak boleh diperjual-belikan secara  bebas karena pemberiannya dapat membahayakan bila tidak melalui pertimbangan  medis, misalnya antibiotik, obat jantung, obat darah tinggi, dan sebagainya.
Semua obat tersebut adalah obat berbahaya tetapi bukan termasuk narkoba. Jadi,  kepanjangan narkoba yang tepat saat ini adalah Narkotika, Psikotropika, dan  Bahan Aditif Lainnya.
 Secara terminologi dalam kamus besar bahasa Indonesia  bahwa narkoba adalah obat yang dapat menenangkan syaraf, menghilangkan rasa  sakit, menimbulkan rasa mengantuk atau rasa merangsang.
 Secara etimologis narkotika berasal dari bahasa Inggris narcose atau  narcosisyang berarti menidurkan.
 Sedangkan narkotika dalam bahasa Yunani  yaitu narke atau narkam artinya terbius sehingga tidak merasakan apa-apa.
 Narkotika berasal dari kata narcotic artinya sesuatu yang dapat menghilangkan  rasa nyeri dan dapat menimbulkan efek stufor(bingung), bahan-bahan pembius  dan obat bius  . Pengertian narkotika menurut Mardani adalah, ”obat atau zat yang  dapat menenangkan syaraf, mengakibatkan ketidaksadaran atau pembiusan,  menghilangkan rasa sakit dan nyeri, menimbulkan rasa mengantuk atau   Subagyo Partodiharjo., Kenali Narkoba dan Musuhi Penyalahgunaannyai, (Jakarta: PT.
Gelora Aksara Pratama, 2003), hal. 10.
 Anton M. Moelyono., Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cet. II, (Jakarta: Balai Pustaka,  1988), hal. 609.
 Poerwadarminta, Kamus Inggris-Indonesia, (Jakarta: Vers Luys, 1952), hal. 112. Lihat  juga, Jhon M. Elhols., dan Hasan Sadili., ”Kamus Inggris-Indonesia”, Cet. XXIII, (Jakarta: PT.
Gramedia, 1996), hal. 390.
 Mardani., Penyalahgunaan Narkoba Dalam Perspektif Hukum Islam dan hukum Pidana  Nasional, (Jakarta: PT. RajaGrafindoPersada, 2007), hal. 36.
 Jhon M. Elhols., dan Hasan Sadili., Op. cit.
 merangsang, dapat menimbulkan efek stufor, serta dapat menimbulkan adiksi atau  kecanduan”.

 Narkotika, Psikotropika, dan Bahan Aditif Lainnya adalah berbagai  macam obat yang semestinya dimanfaatkan sesuai dengan kepentingan tertentu  misalnya pada dunia medis untuk membantu proses kerja dokter dalam melakukan  operasi bedah. Akan tetapi saat ini obat-obat terlarang ini telah dikonsumsi,  diedarkan, dan diperdagangkan tanpa izin berwajib demi memperoleh keuntungan  dan nikmat sesaat saja. Karena pengaruh Narkotika dan Psikotropika tersebut  dapat membuat pemakai menjadi ketergantungan, merusak sampai ke sel-sel saraf  manusia sehingga melemahkan daya pikir dan lambat memberikan rekasi terhadap  lawan bicara. Untuk menganalisa materi pelajaran bagi pelajar dan mahasiswa  yang terkena bahaya Narkotika atau Psikotropika dapat mengakibatkan pada  kelambatan berfikir, sehingga harapan dalam pencapaian pembangunan nasional  dapat terganggu.
Download lengkap Versi Word

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi