BAB I .
PENDAHULUAN .
A. Latar Belakang .
Perlindungan korban
tindak pidanadalam sistem hukum nasional nampaknya belum memperoleh perhatian serius.
Hal ini terlihat dari masih sedikitnya
hak-hak korban tindak pidana memperoleh pengaturan dalam perundang-undangan nasional. Adanya
ketidakseimbangan antara perlindungan korban
kejahatan dengan pelaku kejahatan pada dasarnya merupakan salah satu pengingkaran dari asas setiap warga negara
bersamaan kedudukannya dalam hukum dan
pemerintahan, sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar 1945, sebagai landasan konstitusional.
Akuang hanya
divonis 20 tahun penjara dan denda Rp.200 juta yang dijatuhkan oleh Pengadilan Negeri Tangerang
terhadap terdakwa Akuang pemilik shabu-shabu
(crystal methamphetamine) seberat 955 kg pada menimbulkan polemik di berbagai kalangan. KepalaPusat
Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan
Agung Salman Maryadi menyatakan hukuman yang diterima Akuang merupakan hukuman maksimal terhadap jenis
psikotropikagolongan II dalam Undang-undang
Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika.
Barang bukti shabu-shabu yang dimiliki Akuang,
dengan nama asli Samin Iwan, termasuk
jenis psikotropika golongan II. Dari sekian item yang terdapat dalam daftar barang bukti yang jumlahnya
hampir 1 (satu) ton tersebut, seluruhnya
dinyatakan sebagai golongan II berdasarkan hasil laboratorium yang http://pn-tangerang.info/content/view/150/83/,
diakses terakhir tanggal 1 Maret 2010.
ada di berkas perkara dan dilampirkan oleh
penyidik Kepolisian. Yang dimaksud psikotropika
golongan II dalam Penjelasan Pasal 2 ayat (2) UU Psikotropika adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan
dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau
untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan.
Berkenaan dengan
itu, pemerintah Republik Indonesia telah mengundangkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun
2009 tentang Narkotika yang menggantikan
dua undang-undang sebelumnya yakni Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika dan Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika.
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang
Psikotropika, sudah dinyatakan tidak
berlaku lagi atau sudah dicabutmelalui Pasal 153 dan 155 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
tertanggal 12 Oktober 2009. Tentu saja terhadap
seorang pelaku tindak pidana Narkotika dan Psikotropika mulai dari penangkapan sampai dengan penjatuhan sanksi,
tidak lagi berpedoman kepada Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 1997 dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika, melainkan sebagai
dasar hukum yang dikenakan terhadap
tersangka atau terdakwa adalah Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Salah satu
perbedaan yang disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika tersebut
dinyatakan bahwa sabu-sabu bukan lagi disebut
psikotropika. Sabu-sabu sudah dimasukkan ke dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 sebagai Narkotika golongan
I. Selain itu, golongan I dan golongan
II pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika semuanya sudah dimasukkan ke dalam daftar
golongan I dalam Undang-Undang Nomor 35
Tahun 2009. Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin diperketatnya hukum dalam pengaturan sanksi terhadap bagi
siapa saja yang menyalahgunakan Narkotika
maupun Psikotropika baiksanksi pidana maupun sanksi denda.
Sebagai dasar hukum
dinyatakan bahwa Undang-Undang Nomor 22 Tahun
1997 tentang Narkotika dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika sudah tidak berlaku lagi adalah
merujuk kepada Pasal 153 dan Pasal 155
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (selanjutnya dalam penelitian ini disebut Undang-Undang
Narkotika yang Baru), yaitu, Dengan
berlakunya Undang-Undang ini: a. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang
Narkotika (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1997 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3698); dan b.
Lampiran mengenai jenis Psikotropika Golongan I dan Golongan II sebagaimana tercantum dalam Lampiran
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang
Psikotropika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3671) yang
telah dipindahkan menjadi Narkotika Golongan I menurut Undang-Undang ini, dicabut dan dinyatakan
tidak berlaku.
Selanjutnya dalam
Pasal 155 disebutkan bahwa, “Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan”.
Diundangkannya Undang-Undang Nomor 35 tahun
2009 tentang Narkotika pada tanggal 12
Oktober 2009 maka undang-undang ini telah mempunyai daya laku dan daya mengikat dalam
rangka penegakan hukum terhadap pelaku
penyalahgunaan Narkotika, maka secara otomatis UndangUndang Nomor 35 tahun 2009
yang harus diterapkan. Penerapan hukum melalui undang-undang yang telah dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku jelas melangar asas
legalitas dan HAM. Hal ini sejalan dengan Pasal 28 D Undang-Undang Dasar 1945 pada BAB XA tentang Hak Azasi Manusia
yang berbunyi, ”setiap orang berhak atas
pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum”.
Penerapan hukum yang tidak ada dasar
hukumnya jelas merupakan perbuatan sewenang-wenang dan melanggar asas legalitas sebagai landasan untuk menuntut
setiap adanya tindak pidana Narkotika.
Narkotika merupakan
bagian dari Narkoba. Menurut batasan WHO tahun 1969 bahwa, yang dimaksud dengan Narkoba
adalah zat kimia yang mampu mengubah
pikiran, perasaan, fungsi mental, dan perilaku seseorang menjadi tidak normal. Sedangkan yang dimaksud dengan obat
(drugs) adalah zat-zat yang apabila dimasukkan
ke dalam tubuh organisme yang hidup, maka akan mengadakan perubahan pada satu atau lebih
fungsi-fungsi organ tubuh.
Awalnya pada waktu dulu, telah disepakati
bahwa narkoba merupakan kependekan dari
Narkotika dan Obat-Obat Berbahaya (dalam penelitian ini, selanjutnya disebut Narkotika dan
Psikotropika). Kemudian disadari bahwa Tim
BNN., Materi Advokasi Pencegahan Narkoba, (Jakarta: Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia, 2005), hal. 7.
kepanjangan narkoba yang demikian itu keliru,
sebab istilah obat berbahaya dalam ilmu
kedokteran adalah obat-obatan yang tidak boleh diperjual-belikan secara bebas karena pemberiannya dapat membahayakan
bila tidak melalui pertimbangan medis,
misalnya antibiotik, obat jantung, obat darah tinggi, dan sebagainya.
Semua obat tersebut
adalah obat berbahaya tetapi bukan termasuk narkoba. Jadi, kepanjangan narkoba yang tepat saat ini adalah
Narkotika, Psikotropika, dan Bahan
Aditif Lainnya.
Secara terminologi dalam kamus besar bahasa
Indonesia bahwa narkoba adalah obat yang
dapat menenangkan syaraf, menghilangkan rasa sakit, menimbulkan rasa mengantuk atau rasa
merangsang.
Secara etimologis narkotika berasal dari
bahasa Inggris narcose atau narcosisyang
berarti menidurkan.
Sedangkan narkotika dalam bahasa Yunani yaitu narke atau narkam artinya terbius
sehingga tidak merasakan apa-apa.
Narkotika berasal dari kata narcotic artinya
sesuatu yang dapat menghilangkan rasa
nyeri dan dapat menimbulkan efek stufor(bingung), bahan-bahan pembius dan obat bius
. Pengertian narkotika menurut Mardani adalah, ”obat atau zat yang dapat menenangkan syaraf, mengakibatkan
ketidaksadaran atau pembiusan, menghilangkan
rasa sakit dan nyeri, menimbulkan rasa mengantuk atau Subagyo Partodiharjo., Kenali Narkoba dan
Musuhi Penyalahgunaannyai, (Jakarta: PT.
Gelora Aksara
Pratama, 2003), hal. 10.
Anton M. Moelyono., Kamus Besar Bahasa
Indonesia, Cet. II, (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), hal. 609.
Poerwadarminta, Kamus Inggris-Indonesia,
(Jakarta: Vers Luys, 1952), hal. 112. Lihat juga, Jhon M. Elhols., dan Hasan Sadili.,
”Kamus Inggris-Indonesia”, Cet. XXIII, (Jakarta: PT.
Gramedia, 1996),
hal. 390.
Mardani., Penyalahgunaan Narkoba Dalam
Perspektif Hukum Islam dan hukum Pidana Nasional,
(Jakarta: PT. RajaGrafindoPersada, 2007), hal. 36.
Jhon M. Elhols., dan Hasan Sadili., Op. cit.
merangsang, dapat menimbulkan efek stufor,
serta dapat menimbulkan adiksi atau kecanduan”.
Narkotika, Psikotropika, dan Bahan Aditif
Lainnya adalah berbagai macam obat yang
semestinya dimanfaatkan sesuai dengan kepentingan tertentu misalnya pada dunia medis untuk membantu
proses kerja dokter dalam melakukan operasi
bedah. Akan tetapi saat ini obat-obat terlarang ini telah dikonsumsi, diedarkan, dan diperdagangkan tanpa izin
berwajib demi memperoleh keuntungan dan
nikmat sesaat saja. Karena pengaruh Narkotika dan Psikotropika tersebut dapat membuat pemakai menjadi ketergantungan,
merusak sampai ke sel-sel saraf manusia
sehingga melemahkan daya pikir dan lambat memberikan rekasi terhadap lawan bicara. Untuk menganalisa materi
pelajaran bagi pelajar dan mahasiswa yang
terkena bahaya Narkotika atau Psikotropika dapat mengakibatkan pada kelambatan berfikir, sehingga harapan dalam
pencapaian pembangunan nasional dapat
terganggu.
Download lengkap Versi Word
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi