Senin, 07 April 2014

Skripsi Hukum: PERAN BANK INDONESIA (BI) DALAM PENYELESAIAN SENGKETA ANTARA BANK DENGAN NASABAH



BAB I PENDAHULUAN 
A. Latar Belakang 
Perbankan menjadi salah satu pilar yang penting dalam pembangunan  ekonomi Indonesia pada saat ini. Undang-Undang perbankan mulai disahkan  sejak lahirnya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok  Perbankan yang telah mengalami perubahan menjadi Undang-Undang Nomor 7  Tahun 1992 tentang Perbankan yang selanjutnya diubah lagi dengan lahirnya  Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang  Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang selanjutnya disebut UUP, dan  Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang  selanjutnya disebut UUPS.

Sektor Perbankan dalam kehidupan suatu negara merupakan agen  pembangunan (agent of development), karena bank merupakan lembaga keuangan  yang memiliki fungsi sebagai lembaga  intermediasi keuangan (financial  intermediary institution) yakni sebagai lembaga yang melakukan kegiatan  penghimpunan dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya  kembali kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau pembiayaan. Di samping itu  perbankan juga merupakan agen kepercayaan (agent of trust) mengingat adanya  salah satu prinsip pengelolaan bank yakni prinsip kepercayaan (fiduciary  principle).
Hubungan yang terjalin antara bank dengan nasabah didasarkan pada  prinsip kepercayaan, akan tetapi dalam praktiknya seringkali tidak dapat   dihindarkan adanya sengketa (dispute) di antara mereka.  Perselisihan dan  sengketa diantara dua pihak yang melakukan hubungan kerjasama mungkin saja  terjadi. Terjadinya perselisihan dan sengketa ini sering kali disebabkan apabila  salah satu pihak tidak menjalankan kesepakatan yang telah dibuat dengan baik  ataupun karena ada pihak yang wanprestasi, sehingga merugikan pihak lainnya.
Dari berbagai pengalaman yang ada, timbulnya konflik tersebut terutama  disebabkan oleh empat hal yaitu 1 i.  informasi yang kurang memadai mengenai karakteristik produk atau jasa  yang ditawarkan bank, :  ii.  pemahaman nasabah terhadap aktivitas dan produk atau jasa perbankan  yang  masih kurang, iii.  ketimpangan hubungan antara nasabah dengan bank, khususnya bagi  nasabah peminjam dana, dan iv.  tidak adanya saluran yang memadai untuk memfasilitasi penyelesaian awal  friksi yang terjadi antara nasabah dengan bank.
Sebuah konflik, yakni sebuah situasi dimana dua pihak atau lebih  dihadapkan pada perbedaan kepentingan, tidak akan berkembang menjadi sebuah  sengketa apabila pihak yang merasa dirugikan hanya memendam rasa tidak puas  atau keprihatinannya. Sebuah konflik berubah atau berkembang menjadi sebuah  sengkata bilamana pihak yang merasa dirugikan telah menyatakan rasa tidak puas  1 Muliaman D. Hadad, Perlindungan dan Pemberdayaan Nasabah Bank Dalam  Arsitektur Perbankan Indonesia, http: //www.google.com, available on 17 november 2006, hlm.
1.
 atau keprihatinannya, baik secara langsung kepada pihak yang dianggap sebagai  penyebab kerugian atau kepada pihak lain 2 Sengketa Perbankan bisaaanya berawal dari terjadinya komplain yang  diajukan nasabah kepada bank karena merasa dirugikan secara finansial. Upaya  yang dilakukan nasabah antara lain dengan datang langsung ke bank, menelpon  .
Secara umum berbagai pihak menilai bahwa masih belum terdapat  kesetaraan kedudukan antara Bank dan Nasabah sebagai  pihak-pihak yang terlibat  dalam suatu hubungan hukum yang timbul dari transaksi keuangan yang  ditawarkan bank. Pada umumnya nasabah sebagai pihak pengguna jasa berada  pada posisi yang lemah dan lebih rendah dibandingkan dengan pihak bank sebagai  penyedia jasa. Hal ini terutama dapat dilihat apabila terdapat perbedaan pendapat  atau perselisihan antara nasabh dengan bank mengenai pencatatan, perhitungan  dan atau fakta yang terkait dengan transaksi keuangan.Apabila pihak nasabah  mengajukan keberatan (complaint) atas perbedaan tersebut, pada umumnya pihak  nasabah hanya bersikap pasif terhadap penyelesaian yang diberikan oleh pihak  bank. Apabila pihak nasabah merasa tidak puas dengan respon dan atau  penyelesaian yang diupayakan oleh bank nasabah bisaaanya hanya pasrah atau  mengungkapkan rasa ketidakpuasannya melalui media masa. Melalui sarana  media masa, nasabah yang merasa dirugikan oleh bank pada umumnya  menghimbau kepada nasabah lain untuk lebih berhati-hati dalam melakukan  transaksi dengan suatu bank. Publikasi negatif tersebut pada gilirannya dapat  menimbulkan dampak yang sangat buruk bagi bank.
2 Rachmadi Usman, Pilihan Penyelesaian Sengketa Di Luar Pengadilan, (Bandung : PT.
Citra Aditya Bakti, 2003), hlm. 1.
 pada call center bank yang bersangkutan, menulis di media cetak misalnya pada  surat pembaca, atau menyampaikan keluhan secara tertulis langsung kepada bank.
Sebagai contoh seperti yang termuat dalam sebuah surat harian Kompas  6/2/2006, terdapat keluhan nasabah Bank Mandiri yang bernama Herri Okstarizal  bertempat tinggal di Jalan Jambu Gang Rambe No 45, Pematangsiantar, Sumatera  Utara. Secara singkat, masalah yang dihadapi oleh  nasabah tersebut adalah  berkurangnya saldo tabungan, padahal nasabah tidak pernah mengambil uang dari  tabungannya, baik melalui buku tabungan maupun  melalui Anjungan Tunai  Mandiri (ATM). Sampai ditulisnya artikel ini, belum ada publikasi jawaban yang disampaikan oleh Bank Mandiri ke Harian Kompas. Pada hari yang berbeda  Kompas (9/2/2006) menampilkan sebuah jawaban yang disampaikan oleh Bank  Central Asia (BCA) terhadap keluhan nasabahnya tentang adanya penggandaan  kartu sebagai berikut: “Sehubungan dengan surat di Kompas (1/12/2005) Penggandaan Kartu Kredit BCA atas nama Bapak Agus Syahabuddin perlu diinformasikan, BCA Card Center telah berupaya menjelaskan dan menyelesaikan permasalahan Bapak Agus Syahabuddin sebagaimana surat penyelesaian kepada Bapak Agus Syahabuddin Nomor 9591/DKK-ULN/06 tertanggal 5 Januari 2006”.
Di sisi lain terkadang ada bank yang kurang memperhatikan pengaduan  nasabah, atau bahkan mengabaikannya. Padahal bank memiliki kewajiban untuk  menyelesaikan setiap pengaduan nasabah yang ada sebagaimana telah diatur  dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 7/7PBI/2005 tentang Penyelesaian  Pengaduan Nasabah, sebagaimana yang telah diubah dengan PBI No.
10/10/PBI/2008.
 Penyelesaian pengaduan nasabah oleh bank yang diatur dalam PBI No.
7/7/PBI/2005 tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah pada praktiknya tidak  selalu dapat memuaskan nasabah. Ketidakpuasan tersebut dapat diakibatkan oleh  tuntutan nasabah yang tidak dipenuhi bank baik seluruhnya maupun sebagian  mengingat lembaga Pengaduan Nasabah berada pada internal bank yang  bersangkutan sehingga penyelesaiannya merupakan kebijakan bank tempat  nasabah melakukan kegiatan transaksi keuangan. Ketika nasabah menerima  putusan yang diberikan oleh bank tersebut maka permasalahan selesai. Akan  tetapi terkadang ada nasabah yang merasa bahwa bank tidak memberikan solusi  seperti yang diinginkannya sehingga pada gilirannya berbagai cara akan ditempuh  antara lain melaporkan kepada Lembaga Konsumen, Lembaga Ombudsman,  mengajukan gugatan secara perdata, bahkan terkadang ada nasabah yang  melaporkan bank kepada polisi.
Penyelesaian sengketa melalui proses litigasi pada umumnya “lambat”,  buang waktu lama, diakibatkan oleh proses pemeriksaan yang sangat formalistik  dan juga sangat teknis sekali. Selain itu, arus perkara semakin deras, sehingga  peradilan dijejali dengan beban yang terlampau banyak 3 Walaupun telah menempuh jalur litigasi, namun kadang kala nasabah  masih belum mendapatkan solusi yang diinginkannya. Proses litigasi  menghasilkan kesepakatan yang bersifat permusuhan (adversarial) yang belum  mampu merangkul kepentingan bersama, cenderung menimbulkan masalah baru,  .
3 M. Yahya Harahap , Beberapa Tinjauan Mengenai Sistem Peradila ndan Penyelesaian  Sengketa , (Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 1997), hlm. 148.
 lambat dalam penyelesaiannya, membutuhkan biaya yang mahal, tidak responsif,  dan menimbulkan permusuhan diantara pihak yang bersengketa 4 Dalam Undang-Undang Nomor 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia  menggantikan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1968 bahwa tujuan utama Bank  Indonesia adalah mencapai dan memelihara kestabilan rupiah. Kestabilan nilai  rupiah dan nilai tukar yang wajar merupakan sebagian prasyarat bagi tercapainya  pertumbuhan perekonomian yang berkesinambungan .
Dalam melaksanakan kegiatan usahanya, perbankan diatur dan diawasi oleh Bank  Indonesia. Sebagai bank sentral, Bank Indonesia mempunyai kewenangan untuk  menetapkan peraturan dan perizinan bagi kelembagaan dan kegiatan usaha bank  serta mengenakan sanksi terhadap bank sesuai peraturan perundang-undangan  yang berlaku. Dasar hukum tentang keberadaan, tugas, dan kewenangan Bank  Indonesia diatur dalam Undang-Undang No.23 Tahun 1999 sebagaimana telah  diubah dengan Undang-Undang No.3 Tahun 2004 jo Undang-Undang Nomor 6  tahun 2009 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23  Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia Menjadi Undang-Undang.
5 4 Ibid.
5 Frianto Pandia, Elly Santi, Achmad Abror, Lembaga Keuangan , (Jakarta : PT Rineka  Cipta, 2005), hlm. 21.
. Sebagai realisasi untuk  mencapai tujuan tersebut Bank Indonesia mempunyai tugas antara lain mengatur  dan mengawasi bank serta melaksanakan kebijakan moneter secara berkelanjutan,  konsisten, dan transparan dan harus mempertimbangkan kebijaksanaan umum  pemerintah di bidang perekonomian. Untuk melaksanakan tugas tersebut Bank   Indonesia diberi kewenangan untuk menetapkan peraturan, memberikan atau  mencabut izin atas kelembagaan dan kegiatan usaha tertentu dari bank,  melaksanakan pengawasan bank dan mengenakan sanksi terhadap bank sesuai  dengan peraturan perundang-undangan.
Kewenangan Bank Indonesia sebagai regulator dan supervisi tersebut  dapat diwujudkan antara lain berupa pemberian pengaturan terkait dengan  penyelesaian sengketa antara nasabah dan perbankan. Hal ini sejalan dengan salah  satu pilar yang terdapat dalam Aristektur Perbankan Indonesia, yaitu Perlindungan  Konsumen berupa nasabah bank.
Untuk mengatasi sengketa-sengketa perbankan yang semakin merebah,  maka pada tahun 2005, Bank Indonesia mengeluarkan sebuah peraturan, yaitu  Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 7/7PBI/2005 tentang Penyelesaian  Pengaduan Nasabah, sebagaimana yang telah diubah dengan PBI No.
10/10/PBI/2008. Namun sering sekali bank kurang memperhatikan hal ini  sehingga banyak nasabah yang merasa dirugikan merasa tidak puas dengan  putusan-putusan yang dikeluarkan oleh bank yang bersangkutan.
Untuk mengatasi masalah itu, maka pada tahun 2006, Bank Indonesia  kembali mengeluarkan peraturan baru, yaitu PBI No. 8/5/PBI/2006 tentang  Mediasi Perbankan, sebagaimana yang telah diubah dengan PBI No.
10/1/PBI/2008. Mediasi Perbankan ini merupakan upaya lanjutan (fase 2) dari  upaya penyelesaian pengaduan nasabah (fase 1) yang tidak terselesaikan secara  internal oleh bank. Dengan demikian sebelum menempuh proses mediasi terlebih  dahulu pihak nasabah harus telah mengajukan pengaduan kepada bank yang   bersangkutan dan ketika tidak menerima putusan dari lembaga pengaduan yang  ada di internal bank, baru kemudian pihak nasabah diperkenankan untuk  menyelesaian sengketa dimaksud ke lembaga Mediasi Perbankan.
BI mensyaratkan dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/5/PBI/2006  pada pasal 3 angka ( 2 ) agar lembaga mediasi perbankan yang independen sudah dapat dibentuk paling lambat 31 Desember 2007 6 B.  Perumusan Masalah .  Sambil menunggu  terbentuknya  lembaga mediasi tersebut, BI akan bertindak sebagai lembaga  mediasi perbankan yang akan memfasilitasi proses penyelesaian sengketa nasabah dengan bankyang tidak dapat diselesaikan secara bilateral antara nasabah dengan  bank yang untuk sementara ini dijalankan oleh Bank Indonesia (BI).
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penulis membuat  penelitian hukum yang mengambil judul sebagai berikut : “Peran Bank Indonesia  ( BI ) Dalam Penyelesaian Sengketa Antara Bank Dengan Nasabah “.
Setelah menguraikan latar belakang pemilihan judul skripsi, penulis akan merinci permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini. Adapun pokok-pokok  permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah sebagai berikut : 1.  Bagaimana peran Bank Indonesia dalam penyelesaian sengketa antara bank  dengan nasabah menurut PBI No. 7/7/PBI/2005 tentang Penyelesaian  6 Bank Indonesia mensyaratkan dalam PBI No. 8/5/PBI/2006 agar lembaga mediasi  perbankan sudah dibentuk paling lambat 31 Desember 2007. Namun karena telah lewat 31  Desember 2007 belum terbentuknya lembaga ini, maka PBI ini diubah dengan PBI No.
10/1/PBI/2008, dengan mencabut pasal 3 ayat (2) PBI No. 8/5/PBI/2006.
 Pengaduan Nasabah dan PBI No. 8/5/PBI/2006 jo PBI No.10/1/PBI/2008  tentang Mediasi Perbankan?  2.  Bagaimana  kekuatan hukum  putusan perdamaian melalui mediasi  perbankan?  C. Tujuan dan Manfaat Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini adalah : 1.  Untuk mengetahui peran Bank Indonesia dalam penyelesaian sengketa  antara bank dengan nasabah menurut PBI No. 7/7/PBI/2005 dan PBI No.
8/5/PBI/2006 jo PBI No.10/1/PBI/2008?  2.  Untuk mengetahui kekuatan hukum putusan perdamaian melalui mediasi  perbankan?  Adapun penulisan ini dilakukan diharapkan bermanfaat untuk : 1.  Memperluas pengetahuan penulis dalam bidang keperdataan terutama  tentang penyelesaian sengketa antara bank dengan  nasabah serta  perkembangannya seiring  dengan berkembangnya perbankan dalam era  globalisasi, termasuk di Indonesia.
2.  Hasil penulisan ini diharapkan dapat menyumbangkan pemikiran dalam  suatu karya ilmiah berbentuk skripsi, yang dapat bermanfaat bagi  masyarakat yang membaca skripsi ini mengenai prosedur penyelesaian  sengketa antara bank dengan nasabah.
3.  Hasil penulisan ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi Bank  Indonesia dalam menyelesaikan sengketa antara bank dengan nasabah.
 Sehingga kepentingan bank maupun nasabah sama-sama terlindungi dan  tidak ada hak yang dilanggar demi tercapainya keadilan dan keseimbangan  keduduka n antara bank dengan nasabah.
D. Keaslian Penulisan Sebagai suatu karya tulis ilmiah yang dibuat sebagai pemenuhan syarat  untuk memperoleh gelar sarjana hukum, maka  seyogianya skripsi ditulis  berdasarkan buah pikiran yang benar-benar asli tanpa melakukan tindakan  peniruan (plagiat) baik sebagian atau keseluruhan dari karya orang lain. Dengan  demikian penulis berdasarkan pengetahuan dan informasi yang dimiliki dapat  menjamin keaslian skripsi yang berjudul “ Peran Bank Indonesia ( BI ) Dalam  Penyelesaian Sengketa Antara Bank Dengan Nasabah “ ini sebagai karya tulis  ilmiah yang asli ( original ) dan benar-benar merupakan hasil pemikiran dan usaha  dari penulis tanpa meniru atau plagiat.
E.  Tinjauan Kepustakaan Sejalan dengan skripsi ini, maka perlu bagi penulis untuk memberikan  pengertian tentang judul skripsi ini, agar tidak menimbulkan keragu-raguan  sebelum hinnga pada akhir pembahasan dalam penyusunan lebih lanjut pada babbab berikutnya.
Dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 dikatakan  bahwa perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank,   mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam  melaksanakan kegiatan usahanya.
Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam  bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit  dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat  banyak seperti yang terurai dalam pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 10  Tahun 1998.
G. M. Verryn Stuart dalam bukunya Bank Politik menyatakan 7 Bank sebagai suatu lembaga intermediasi yaitu suatu lembaga yang  menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan dana kepada masyarakat.
Fungsi lembaga perbankan sebagai perantara pihak-pihak yang memiliki  kelebihan dana dengan pihak-pihak yang memerlukan dana membawa  konsekuensi pada timbulnya interaksi yang intensif antara bank sebagai pelaku  usaha dengan nasabah sebagai konsumen pengguna jasa perbankan. Dari sisi  pihak yang memiliki kelebihan dana, interaksi dengan bank terjadi pada saat pihak  yang kelebihan dana tersebut menyimpan dananya pada bank dalam bentuk giro,  tabungan, deposito, sementara dari sisi pihak yang memerlukan dana interaksi  terjadi pada saat pihak yang memerlukan dana tersebut meminjam dana dari bank  guna keperluan tertentu. Interaksi antara bank dengan konsumen pengguna jasa  :  “Bank adalah suatu badan yang bertujuan untuk memuaskan kebutuhan  kredit, baik dengan alat-alat pembayarannya sendiri atau dengan uang  yang diperolehnya dari orang lain, maupun dengan jalan mengedarkan  alat-alat penukar baru berupa uang giral.” 7 Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, ( Jakarta:Kencana, 2008 ), hlm.8.
 perbankan (selanjutnya disebut dengan nasabah) dapat pula mengambil bentuk  lain pada saat nasabah melakukan transaksi jasa perbankan selain penyimpanan  dan peminjaman dana.
Dalam interaksi yang demikian intensif antara bank dengan nasabah di  atas, bukan suatu hal yang tidak mungkin apabila terjadi konflik yang apabila  tidak segera diselesaikan dapat berubah menjadi sengketa antara nasabah dengan  bank.
Schuyt mengemukakan : “konflik merupakan situasi yang didalamnya dua pihak atau lebih  mengejar tujuan-tujuan yang satu dengan yang lain yang tidak dapat  diselesaikan dan dimana mereka dengan daya upaya mencoba dengan  sadar menentang tujuan-tujuan pihak lain.” 8 Konflik adalah setiap situasi dimana dua atau lebih pihak yang  memperjuangkan tujuan-tujuan pokok tertentu dari masing-masing pihak,  saling memberikan tekanan dan satu sama lain gagal mencapai satu  pendapat dan masing-masing pihak saling berusaha untuk  memperjuangkan secara sadar tujuan-tujuan pokok mereka Menurut Achmad Ali : 9 8 Achmad Ali, Sosiologo Hukum Kajian Empiris Terhadap Pengadilan, (Jakarta:  IBLAM,2004), hlm. 63.
9 Ibid., hlm.64.
.
Pasal 1 angka 4 PBI Nomor 8/5/PBI/2006 menyebutkan bahwa sengketa  adalah permasalahan yang diajukan nasabah atau perwakilan nasabah kepada  penyelenggara mediasi perbankan, setelah melalui proses penyelesaian pengaduan  oleh bank sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia tentang  Penyelesaian Pengaduan Nasabah.
 Gary Goodpaster dalam “Tinjauan terhadap penyelesaian sengketa” dala  buku Arbitrase di Indonesia mengatakan 10 Untuk menyikapi permasalahan tersebut, maka Bank Indonesia sebagai pemegang  otoritas pengawas industri perbankan berkepentingan untuk  meningkatkan perlindungan terhadap kepentingan nasabah dalam berhubungan  dengan bank. Mengingat pentingnya permasalahan tersebut, Bank Indonesia telah  menetapkan upaya perlindungan nasabah sebagai salah satu pilar dalam Arsitektur  Perbankan Indonesia (API) yang diluncurkan oleh Gubernur Bank Indonesia pada  tanggal 9 Januari 2004. API sendiri merupakan suatu cetak biru sistem perbankan  nasional yang terdiri dari enam pilar untuk mewujudkan visi sistem perbankan  yang sehat, kuat, dan efisien guna menciptakan kestabilan sistem keuangan dalam  :  “Setiap masyarakat memiliki berbagai macam cara untuk memperoleh  kesepakatan dalam proses perkara atau untuk menyelesaikan sengketa dan  konflik. Cara yang dipakai pada suatu sengketa tertentu jelas memiliki  konsekuensi, baik bagi para pihak yang bersengketa maupun masyarakat  dalam arti yang seluas-luasnya. Karena adanya konsekuensi itu, maka  sangat diperlukan untuk menyalurkan sengketa-sengketa tertentu kepada  suatu mekanisme penyelesaian sengketa yang paling tepat bagi mereka.” Untuk menyelesaikan sengketa tersebut dapat dilakukan dengan dua cara,  yaitu secara litigasi dan non litigasi. Litigasi merupakan penyelesaian sengketa  hukum melalui jalur pengadilan sedangkan non litigasi adalah penyelesaian  sengketa hukum melalui jalur luar pengadilan. Apabila ingin menempuh jalur non  litigasi, maka Bank Indonesia memfasilitasinya. Bank Indonesia adalah Bank  Sentral Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 20  Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998.
10 Gunawan Widjawa & Ahmad Yani, Hukum Arbitrase, (Jakarta:Raja Grafindo Persada,  2000), hlm.3.
 rangka membantu mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Enam pilar dalam  API adalah:  a.  struktur perbankan yang sehat, b.  sistem pengaturan yang efektif, c.  sistem pengawasan yang independen dan efektif, d.  industri perbankan yang kuat, e.  infrastruktur yang mencukupi, dan f.  perlindungan nasabah.
Sebagai Bank Sentral, Bank Indonesia memiliki wewenang menetapkan  peraturan perbankan termasuk ketentuan-ketentuan perbankan yang memuat  perinsip kehati-hatian 11 Nasabah adalah pihak yang menggunakan jasa bank, termasuk pihak yang  tidak memiliki rekening namun memanfaatkan jasa bank untuk melakukan  . Dengan adanya kewenangan ini, maka Bank Indonesia  menetapkan 2(dua) peraturan untuk mengatasi sengketa perbankan ini, yaitu  Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 7/7PBI/2005 tentang Penyelesaian  Pengaduan Nasabah, dan Peraturan Bank Indonesia No. 8/5/PBI/2006 tentang  Mediasi Perbankan, sebagaimana  yang telah diubah dengan Peraturan Bank  Indonesia No. 10/1/PBI/2008.
Pengaduan adalah ungkapan ketidakpuasan  Nasabah yang disebabkan  oleh adanya potensi kerugian finansial pada  Nasabah  yang diduga karena kesalahan atau kelalaian Bank seperti yang tertulis dalam pasal 1 angka 4 PBI  Nomor 7/7/PBI/2005.
11 Frianto Pandia, Elly Santi, Achmad Abror, op.cit, hlm. 22.
 transaksi keuangan ( walk-in customer ) yang tertulis dalam pasal 1 angka 2 PBI  Nomor 8/5/PBI/2006.
Mediasi adalah proses penyelesaian sengketa yang melibatkan mediator  untuk membantu para pihak yang bersengketa guna mencapai penyelesaian dalam  bentuk kesepakatan sukarela terhadap sebagian ataupun seluruh permasalahan  yang disengketakan yang sesuai dengan pasal 1 angka 5 PBI Nomor  8/5/PBI/2006.
Goodpaster menyatakan 12 F.  Metode Penelitian :  “Mediasi adalah proses negosiasi penyelesaian masalah (sengketa) dimana suatu pihak luar, tidak memihak, netral, tidak bekerja dengan para pihak yang besengketa, membantu mereka (yang bersengketa) mencapai suatu kesepakatan  hasil negosiasi yang memuaskan.”  Pada pasal 1 angka 8 PBI Nomor 8/5/PBI/2006, setelah dilakukan mediasi,  maka hasil kesepakatan tersebut dituang dalam suatu akta yang disebut dengan Akta Kesepakatan. Akta Kesepakatan adalah dokumen tertulis yang memuat  Kesepakatan yang bersifat final dan mengikat bagi Nasabah dan Bank.
Metode Penelitian a. Jenis dan Sifat Penelitian Jenis penelitian dalam skripsi ini adalah deskriptif analitis. Penelitian yang  bersifat deskriptif analitis merupakan suatu penelitian yang menggambarkan,  menelaah, menjelaskan, dan menganalisis suatu peraturan hukum 13 12 Garry Goodpaster, Panduan Negoisasi dan Mediasi, seri dasar ekonomi 9,  (Jakarta:ELIPS, 1999), hlm.241.
13 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 1986), hlm.63.
.
 Pada penelitian deskriptif , analisis data tidak keluar dari lingkup sample.
Bersifat deduktif, berdasarkan teori atau konsep yang bersifat umum diaplikasikan  untuk menjelaskan tentang seperangkat data, atau menunjukkan komparasi atau  hubungan seperangkat data dengan seperangkat data yang lain 14 Adapun yang menjadi data sekunder penelitian yang digunakan terdiri  dari .
b. Jenis dan Sumber Data Sumber atau jenis data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah  dua jenis data yaitu : 1) Data Primer, yaitu data yang diperoleh secara langsung dari pihak-pihak yang  terkait di lapangan penelitian, dengan mengadakan wawancara kepada pihakpihak di Bank Indonesia yang berkompeten di bidang penyelesaian sengketa  antara bank dengan nasabah.
2) Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan yang  bertujuan untuk mendapatkan konsep-konsep, teori-teori, dan informasi-informasi  serta pemikiran konsepsual dari peneliti pendahulu, baik berupa peraturan  perundang-undangan dan karya ilmiah lainnya.
15 1.  Bahan hukum primer, yakni bahan hukum yang terdiri dari aturan  hukum yang terdapat pada berbagai perangkat hukum atau peraturan  perundang-undangan seperti (PBI) No. 7/7PBI/2005 tentang  Penyelesaian Pengaduan Nasabah, sebagaimana yang telah diubah  :  14 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum,  (Jakarta:  PT  RajaGrafindo  Persada, 1996), hlm. 37.
15 Jhon Ibrahim,  Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Surabaya:  Bayumedia, 2006), hlm.192.
 dengan PBI No. 10/10/PBI/2008, PBI No. 8/5/PBI/2006 tentang  Mediasi Perbankan, sebagaimana yang telah diubah dengan PBI No.
10/1/PBI/2008, dan lain sebagainya.
2.  Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang diperoleh dari buku  teks, jurnal-jurnal, pendapat sarjana, dan hasil-hasil penelitian seperti  buku-buku tentang hukum dan juga tentang perbankan, dan lain  sebagainya.
3.  Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk  atau penjelasan bermakna terhadap bahan hukum primer dan sekunder  seperti kamus, ensiklopedia, dan lain-lain.
c. Teknik Pengumpulan Data Untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini, penulis menggunakan  teknik penelitian kepustakaan, yaitu dengan meneliti sumber bacaan yang  berhubungan dengan topik dalam skripsi ini, seperti : Buku-buku hukum, majalah  huku m, artikel-artikel, pendapat para sarjana, dan bahan-bahan lainnya.
Selain dengan studi pustaka, penulis juga mengumpulkan data-data dengan  cara melakukan riset di Bank Indonesia (BI) Medan.
d. Analisis Data Data yang terkumpul kemudian dianalisis secara kualitatif, dan selanjutnya  diuraikan dengan mengudakan metode secara deskriptif dan induktif dan terakhir  dilakukan pembahasan untuk menyelesaikan permasalahan yang ada. Hal ini  dimaksudkan untuk memperoleh gambaran yang dapat dipahami secara jelas dan  terarah berkaitan dengan masalah dalam skripsi ini. Dengan demikian, kegiatan   analisis ini diharapkan akan memberikan solusi atas permasalahan dalam  penelitian ini.
G. Sistematika Penulisan Dalam penyusunan skripsi ini, penulis membagi pembahasan tema ke  dalam lima (5) bab pokok yang terdiri dari beberapa sub bab. Adapun sistematika  penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut : BAB I   Pendahuluan Pada awal bab ini penulis menjelaskan tentang pendahuluan,  menguraikan tentang hal-hal yang bersifat umum, yaitu latar  belakang,  perumusan masalah,  tujuan dan manfaat penulisan,  keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penulisan dan  sistematika penulisan.
BAB II  Tinjauan Umum Tentang Kedudukan Hukum Antara Bank  Dengan Nasabah  Dalam bab  ini, di jelaskan mengenai pengertian bank dan  nasabah, bagaimana hubungan bank dengan nasabah serta syarat  syahnya hubungan hukum antara bank dan nasabah. Dalam bab  ini dibahas juga mengenai perlindungan nasabah selaku  konsumen yang telah menggunakan produk-produk dari suatu  bank  BAB III Tinjauan Umum Tentang Sengketa Dan Cara-Cara Penyelesaian  Sengketa  Adapun yang dibahas dalam bab ini adalah pengertian sengketa  dan sengketa perbankan, kemudian cara-cara penyelesaian  sengketa yang dapat dilakukan dengan dua cara yaitu  penyelesaian sengketa melaui jalur litigasi, penyelesaian  sengketa melalui jalur non litigasi BAB IV    Peranan Bank Indonesia ( BI ) Dalam Penyelesaian Sengketa  Antara Bank Dengan Nasabah Dan Kekuatan Hukum Putusan  Dari Mediasi Perbankan.
Bab ini menguraikan tentang sejarah Bank Indonesia ( BI ) dan  dikaitkan dengan peraturan yang dikeluarkan BI untuk mengatasi  sengketa yang timbul antara bank dengan nasabah serta peran BI  Dalam penyelesaian sengketa antara bank dengan nasabah  menurut PBI No.7/7/PBI/2005 mengenai penyelesaian  pengaduan nasabah dan peran BI dalam penyelesaian sengketa  antara bank dengan nasabah menurut PBI No.8/5/PBI/2006 jo  PBI No. 10/1/PBI/2008 mengenai Mediasi Perbankan. Selain itu,  pada bab ini dibahas juga mengenai kekuatan hukum putusan  perdamaian melalui mediasi perbankan  BAB V    Kesimpulan Dan Saran Pada bab ini dimuat mengenai kesimpulan dan saran dari  pembahasan keseluruhan skripsi ini.
  

Download lengkap Versi Word

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi