Senin, 07 April 2014

Skripsi Hukum: PRINSIP MENGENAL NASABAH (KNOW YOUR CUSTOMER PRINCIPLE) SEBAGAI UPAYA PENCEGAHAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG PADA BANK



 BAB I PENDAHULUAN
 A. Latar Belakang 
Perkembangan teknologi semakin maju dan pesat, membawa pengaruh  terhadap perkembangan di berbagai sektor baik di bidang politik, ekonomi, sosial  dan budaya.  Masalah kriminalitas  merupakan salah satu  hal  yang turut  berkembang dengan pesat,  namun perangkat hukum untuk mencegah dan  memberantas kriminalitas itu sendiri belum memadai dan masih tertinggal jauh,  sehingga berbagai jenis kejahatan baik yang dilakukan oleh perorangan, kelompok  ataupun korporasi dengan mudah terjadi dan menghasilkan harta kekayaan dalam  jumlah besar. Kejahatan–kejahatan tersebut tidak hanya dilakukan dalam batas  wilayah suatu negara, namun meluas melintasi batas wilayah negara lain sehingga  sering disebut transnasional crime.

 Dalam kejahatan transnasional, harta kekayaan dari hasil kejahatan  biasanya oleh pelaku disembunyikan, kemudian dikeluarkan lagi seolah–olah dar i  hasil legal. Hal inilah yang lebih sering dikenal dalam dunia internasional dengan  istilah pencucian uang atau  money laundering. Dalam perkembangannya,  pencucian uang tidak hanya melibatkan lembaga keuangan, badan hukum, atau  lembaga lainnya. Namun parahnya, saat ini kasus pencucian uang sudah  merambah atau melibatkan lembaga keagamaan yang menurut orang–orang  merupakan tempat yang suci dan sakral. Mereka tidak mengecek dari mana asal   Tb. Irman, Hukum Pembuktian Pencucian Uang, Bandung, MQS Publishing, 2006, hal.
1.
  uang tersebut, yang penting diberikan ke tempat suci tersebut. Tetapi sadarkah  kita, bisa saja tempat ibadah kita yang katanya “suci” itu menjadi tempat  pencucian uang haram. Ini merupakan salah satu fakta yang menunjukkan bahwa  pencucian uang sudah tidak mengenal tempat yang akan dituju untuk mencuci  uang haram tersebut. Hal ini sekaligus menunjukkan bahwa pelaku pencucian  uang memiliki perilaku moral yang tidak beretika, seolah–olah mereka buta  karena uang tersebut.
Berdasarkan statistic Internasional Monetary Fund (IMF), hasil kejahatan  yang dicuci melalui bank diperkirakan hampir mencapai nilai sebesar US$ 1.
miliar per tahun. Sementara itu, menurut Associated Press, kegiatan pencucian  uang hasil perdagangan obat bius, prostitusi, korupsi dan kejahatan lainnya  sebagian besar diproses melalui perbankan untuk kemudian dikonversikan  menjadi dana legal dan diperkirakan kegiatan ini mampu menyerap nilai US$  miliar per tahun. Ini berarti sama dengan 5% GDP dunia. Selain itu, menurut  Financial Action Task Force (FATF), perkiraan atas jumlah uang yang dicuci  setiap tahun di seluruh dunia dari perdagangan gelap narkotika berkisar antara  US$ 300 miliar sampai US$ 500 miliar.
 Lembaga perbankan merupakan inti dari sistem keuangan dari setiap  negara. Bank adalah lembaga keuangan yang menjadi tempat bagi orang  perseorangan, badan–badan usaha swasta, badan–badan usaha milik negara,  bahkan lembaga–lembaga pemerintahan menyimpan dana–dana yang dimilikinya.
Melalui jasa–jasa yang diberikan, bank melayani kebutuhan pembiayaan serta   Adrian Sutedi, Tindak Pidana Pencucian Uang, Bandung, PT Citra Aditya Bakti, 2008,  hal.2.
  melancarkan mekanisme sistem pembayaran bagi semua sektor perekonomian.
Sejalan dengan perkembangan teknologi dan globalisasi di sektor perbankan,  dewasa ini banyak bank telah menjadi sasaran utama untuk kegiatan pencucian  uang. Hal ini disebabkan sektor inilah yang banyak menawarkan jasa–jasa  instrumen dalam lalu lintas keuangan yang dapat digunakan untuk  menyembunyikan/menyamarkan asal–usul suatu dana. Dengan adanya globalisasi  perbankan, hasil kejahatan mengalir atau bergerak melampaui batas yuridiksi  suatu negara dengan memanfaatkan faktor rahasia bank yang umumnya dijunjung  tinggi oleh perbankan. Melalui mekanisme ini, maka dana hasil kejahatan  bergerak dari suatu negara ke negara lain yang belum mempunyai sistem hukum  yang cukup kuat untuk menanggulangi kegiatan pencucian uang atau bahkan  bergerak ke negara yang menerapkan ketentuan rahasia bank secara ketat.
Perbuatan pencucian uang disamping sangat merugikan masyarakat, juga  sangat merugikan negara. Banyak negara di dunia sependapat bahwa pencucian  uang dapat mempengaruhi atau merusak stabilitas perekonomian  nasional/internasional atau keuangan negara dengan meningkatnya berbagai  kejahatan. Money laundering  dapat membahayakan efektivitas operasi sistem  perekonomian dan bisa pula menimbulkan kebijakan–kebijakan ekonomi buruk.
Pada ekonomi nasional, pencucian uang menyebabkan ketidakstabilan karena  dapat menyebabkan nilai tukar suku bunga mengalami fluktasi yang relatif tajam.
Selain itu, uang hasil  pencucian uang dapat beralih dari suatu negara yang  perekonomiannya baik ke negara lain dengan perkonomian yang kurang baik,  sehingga pasar financial dapat hancur secara perlahan–lahan dan kepercayaan    publik kepada sistem financial semakin berkurang. Keadaan seperti ini dapat  mendorong kenaikan tingkat resiko dan ketidakstabilan sistem perekonomian dan  pada akhirnya angka pertumbuhan ekonomi dunia semakin menurun.
 Melihat begitu pentingnya pencegahan dan pemberantasan pencucian uang  tersebut, maka di dalam negara sendiri haruslah dibentuk peraturan yang tegas.
Dalam konteks kepentingan nasional diterapkannya Undang-Undang Tindak  Pidana Pencucian Uang merupakan penegasan bahwa pemerintah dan sektor  swasta bukan bagian dari masalah, melainkan bagian dari penyelesaian masalah,  baik di sektor ekonomi, keuangan maupun perbankan. Undang–undang yang telah  terbentuk harus dapat dilaksanakan oleh perangkat hukum yang ada, perangkat  hukum akan dapat berjalan melaksanakan penegakan hukum, ditentukan oleh  Akibat–akibat tersebut diataslah yang membuat praktik pencucian uang  menjadi pusat perhatian negara–negara di dunia, terlebih–lebih lagi dana yang  digunakan dalam praktik pencucian uang adalah dana yang dihasilkan dari  kejahatan–kejahatan serius seperti korupsi, terorisme, perdagangan narkotika dan  kejahatan kehutanan, sehingga telah menjadi kesepakatan bersama untuk saling  mendukung dalam upaya pencegahan dan pemberantasan pencucian uang dengan  menjalin kerjasama internasional. Adanya kerjasama internasional ini dengan  sendirinya memberikan nilai tambah karena penyelidikan aliran dana tidak  terbatas hanya kepada lembaga penyedia jasa keuangan yang beroperasi di  wilayah negara tertentu saja, tetapi juga sampai pada lembaga penyedia jasa  keuangan di negara lain.
 Bismar Nasution, Rejim Anti – Money laundering Di Indonesia, Bandung, Books  Terrace & Library Pusat Informasi Hukum Indonesia, 2005, hal.xii.
  masalah pokok yang sangat dominan yaitu “kebenaran” bahwa telah terjadi  sesuatu kejahatan atau tindak pidana yang harus dibuktikan oleh perangkat hukum  baik oleh manusianya maupun oleh undang–undangnya. Maka yang menjadi  masalah utama adalah ”kebenaran terjadinya suatu kejahatan” atau tindak pidana  yang dibuktikan oleh perangkat hukum yang ada, sehingga diperlukan  memberikan kepastian yang layak menurut akal tentang apa hal tertentu itu  sungguh–sungguh terjadi dan apa sebab demikian halnya.
Indonesia merupakan surga bagi pelaku pencucian uang. Hal ini  disebabkan antara lain ketentuan deposito dari nasabah yang tidak boleh diusut  asal–usulnya dan kerahasiaan nasabah yang begitu ketat. Sebagai salah satu entry  bagi masuknya uang hasil tindak pidana, bank harus mengurangi resiko  digunakannya sebagai sarana pencucian uang dengan cara mengenal dan  mengetahui identitas nasabah, memantau transaksi dan memelihara profil  nasabah, serta melaporkan adanya transaksi keuangan yang mecurigakan yang  dilakukan oleh pihak yang  menggunakan jasa bank. Berkenaan dengan  pencegahan dan pemberantasan pencucian uang pada penyedia jasa keuangan,  salah satunya dalam hal ini yng dilakukan oleh pihak bank, adalah dengan  diterapkannya “Prinsip Mengenal Nasabah”.
 B.  Perumusan Masalah Problematika pencucian uang atau biasa disebut  money laundering,  semakin menarik perhatian dan menjadi pembahasan. Ternyata problematik uang  haram yang berhubungan dengan perbankan ini meminta perhatian dunia   Adrian Sutedi, Op. cit, hal. 147.
  internasional karena dimensinya. Dilihat dari dimensi ruang, pencucian uang ini  tidak terbatas pada tempat tertentu saja, bisa melewati batas–batas teritorial suatu  negara. Begitu pula dilihat dari dimensi waktu, pencucian uang dapat berlangsung  seketika namun dapat juga berlangsung dalam waktu yang cukup lama.
Sebagai suatu fenomena kejahatan yang menyangkut, terutama dunia  kejahatan yang dinamakan “organized crime” ternyata ada pihak–pihak tertentu  yang ikut menikmati keuntungan dari lalu-lintas pencucian uang tanpa menyadari  akan dampak kerugian yang ditimbulkan. Erat bertalian dengan hal ini adalah  dunia perbankan, yang pada satu pihak beroperasional atas dasar kepercayaan para  konsumen, namun satu pihak dapat menjadi alat bagi pencucian uang. Untuk  menunjukkan kredibilitasnya, maka bank selaku penyedia jasa keuangan berusaha  untuk membuktikan bahwa bank merupakan instrumen dari bagian pencegahan  dan pemberantasan pencucian uang, bukan bagian dari pencucian uang tersebut.
Salah satunya dengan melaksanakan Prinsip Mengenal Nasabah atau KnowYour Customer Principle. Penerapan prinsip mengenal nasabah ini didasari  pertimbangan bahwa prinsip mengenal nasabah tidak saja penting dalam rangka  pemberantasan pencucian uang, tetapi juga dalam rangka penerapan prudential bank, untuk melindungi bank dari berbagai resiko dalam berhubungan dengan  nasabah dan counter–party.
Berdasarkan pada latar belakang diatas, maka yang menjadi permasalahan  adalah : 1.  Apa yang menjadi latar belakang lahirnya prinsip mengenal nasabah? 2.  Apa yang menjadi tujuan dan orientasi penerapan prinsip mengenal nasabah?   3.  Bagaimana pelaksanaan kerja sama antara bank dan Pusat Pelaporan dan  Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dalam mencegah tindak pidana  pencucian uang berkaitan dengan prinsip mengenal nasabah? C. Tujuan Penulisan Adapun tujuan utama penulisan ini adalah untuk memenuhi syarat  mendapatkan gelar sarjana hukum. Namun berdasarkan permasalahan yang telah  dikemukakan di atas, maka tujuan lain yang hendak dicapai dalam penulisan ini  adalah : 1.  Untuk mengetahui sebab lahirnya prinsip mengenal nasabah.
2.  Untuk mengetahui tujuan dan orientasi dari prinsip mengenal nasabah.
3.  Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan kerjasama antara bank dan Pusat  Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dalam mencegah tindak  pidana pencucian uang berkaitan dengan prinsip mengenal nasabah.
D. Manfaat Penulisan Adapun yang menjadi manfaat dari penulisan skripsi ini adalah: 1.  Secara teoritis, penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan masukan  bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu hukum.
2.  Secara praktis, penulisan skripsi ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan  bagi pembaca dan penegak hukum dan dunia perbankan dalam  penanggulangan tindak pidana pencucian uang.
  E.  Keaslian Penulisan Skripsi ini adalah hasil karya penulis sendiri, yang penulis susun dengan  cara membaca dan mengutip data–data yang ada pada buku serta peraturan  perundang–undangan yang berkaitan dengan judul skripsi penulis.
F. Tinjauan Kepustakaan 1. Pengertian Prinsip Mengenal Nasabah Prinsip Mengenal Nasabah atau yang lebih dikenal dengan istilah Know  Your Customer Principle (KYC) merupakan prinsip ke-15 dari 25 Core Principles  for Effective Banking Supervision dan Basel Committe. Peraturan Bank Indonesia  Nomor 5/21/PBI/2003 tentang perubahan kedua atas peraturan Bank Indonesia  Nomor 3/23/PBI/2001 tentang perubahan pertama atas Peraturan Bank Indonesia  Nomor 3/10/PBI/2001 tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your  Customer Principle)  dalam pasal 1 ayat (2) mengartikan Prinsip Mengenal  nasabah sebagai : “Prinsip yang diterapkan Bank untuk mengetahui identitas nasabah,  memantau kegiatan transaksi nasabah termasuk pelaporan transaksi yang  mencurigakan.”  Nasabah di dalam prinsip ini diartikan sebagai pihak yang menggunakan  jasa bank, baik meliputi perorangan, perusahaan, lembaga pemerintah, perwakilan  negara asing serta bank.
 Pasal 1 ayat (2) Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/21/PBI/2003 tentang Penerapan  Prinsip Mengenal Nasbah (Know Your Customer Principle)   2. Pengertian Tindak Pidana Pencucian Uang Kata “tindak” mengandung arti “perbuatan”. Sedangkan “pidana”  mengandung arti penderitaan yang sengaja dibebankan kepada orang yang  melakukan perbuatan yang memenuhi syarat–syarat tertentu. Menurut Moeljanto,  menyatakan bahwa tindak pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu  aturan hukum, larangan mana disertai ancaman sanksi yang berupa pidana  tertentu, bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut. Dapat juga  dikatakan bahwa tindak pidana adalah perbuatan yang oleh suatu aturan hukum  dilarang dan diancam pidana, dimana larangan tersebut ditujukan kepada  perbuatan yang dilakukan oleh kelakuan orang dan ancamannya ditujukan pada  orang yang melakukan perbuatan tersebut.
 Istilah pencucian uang berasal dari bahasa Inggris, yakni “money  laundering”. Apa yang dimaksud dengan money laundering memang tidak ada  defenisi yang universal, karena baik negara–negara maju maupun negara–negara  dari dunia ketiga, masing–masing mempunyai defenisi sendiri–sendiri  berdasarkan prioritas dan perspektif yang berbeda. Namun para ahli hukum di  Indonesia telah sepakat mengartikan  money laundering  dengan “pencucian  uang”.
 Pengertian pencucian uang, telah banyak dikemukakan oleh para ahli  hukum. Menurut Welling, “money laundering” adalah “Money laundering is the  process by wich one counceals the existence, illegal source, or illegal application   Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Jakarta, Kanca Peranda Media  Group, 2008, hal.
 Adrian Sutedi, Op cit, hal.
  of income and than disguises that income to make it appear legitimate”.
 (Pencucian uang adalah suatu proses, dimana salah satu bentuknya dapat berupa sumber-sumber ilegal atau penempatan pendapatan secara ilegal kemudian  menyamarkan pendapatan tersebut sehingga kelihatan sebagai pendapatan yang  sah). Sedangkan Faser mengemukakan bahwa money laundering adalah ”quite  simple the process through with dirty money proceed of crime, is washed through  clean or legitimate sources and interprises so that the bad guys may more safe  enjoy their ill gotten gains”  “perbuatan menempatkan, mentransfer, membayarkan, membelanjakan,  mengibahkan, menyumbangkan, menitipkan, membawa ke luar negeri,  menukarkan atau perbuatan lainnya atas harta kekayaan yang diketahuinya  atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana dengan maksud  menyembunyikan, atau menyamarkan asal–usul harta kekayaan sehingga  seolah–olah menjadi harta kekayaan yang sah”.
(Proses sederhana dari uang kotor yang didapat dari  tindak pidana, dicuci atau dimasukkan ke dalam sumber yang sah/legal, sehingga  pelaku tindak pidana dapat lebih aman menikmati keuntungan yang didapat dari  kejahatan mereka).
Dalam Pasal 1 angka 1 Undang–Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang  perubahan atas Undang–Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana  Pencucian Uang, pengertian money laundering adalah :  Dari beberapa defenisi penjelasan mengenai apa yang dimaksud dengan  pencucian uang, dapat disimpulkan bahwa pencucian uang adalah kegiatankegiatan yang merupakan proses yang dilakukan oleh seseorang atau oleh  organisasi-organisasi kejahatan terhadap uang haram, yaitu uang yang berasal dari   Ibid, hal.
 The World Bank, Reference Guide To Anti-Money Laundering and Combating The  Financing of Terorism, Washington DC, The World Bank, 2006, hal. 1-  Bismar Nasution, Op cit, hal.
  tindak kejahatan, dengan maksud menyembunyikan asal-usul tersebut dari  pemerintah atau otoritas yang berwenang untuk melakukan penindakan terhadap  tindak kejahatan dengan cara terutama memasukkan uang tersebut ke dalam sistem keuangan (financial system), sehingga apabila uang tersebut kemudian  dikeluarkan dari sistem keuangan itu, maka keuangan tersebut telah berubah  menjadi uang yang sah. Secara umum, pencucian uang merupakan metode untuk  menyembunyikan, memindahkan, dan menggunakan hasil dari suatu tindak  pidana, kegiatan organisasi kejahatan, kejahatan ekonomi, korupsi, perdagangan  narkotik dan kegiatan-kegiatan lainnya yang merupakan aktivitas kejahatan.
Money laundering pada intinya melibatkan aset yang disamarkan sehingga dapat  dipergunakan tanpa terdeteksi bahwa aset tersebut berasal dari kegiatan yang  ilegal. Melalui money laundering  pendapatan yang berasal dari kegiatan yang  melawan hukum diubah menjai aset keuangan yang seolah-olah berasal dari  sumber yang sah/legal.
3.  Pengertian Bank dan Hukum Perbankan a. Pengertian Bank Banyak orang yang mempertanyakan pengertian dari bank. Tampaknya  pertanyaan ini cukup sederhana, namun untuk memberikan defenisi yang tepat  agaknya perlu memberikan penjabaran, karena untuk memberikan defenisi tentang  bank dapat dilihat dari berbagai sudut pandang. Lembaga perbankan merupakan  inti dari sistem keuangan dari setiap negara. Bank adalah lembaga keuangan yang  menjadi tempat orang perseorangan, badan–badan usaha swasta, badan–badan  usaha milik negara, bahkan lembaga–lembaga pemerintahan menyimpan dana–   dana yang dimilikinya. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, bank adalah  usaha dibidang keuangan yang menarik dan mengeluarkan uang di masyarakat,  terutama pemberian kredit dan jasa di lalu-lintas pembayaran dan peredaran uang Di dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan,  pasal 1 butir 2, diterangkan bahwa bank adalah badan usaha yang menghimpun  dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada  masyarakat dalam bentuk kredit dan atau dalam bentuk-bentuk lainnya dalam  rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
 G.M. Verryn stuart, dalam bukunya Bank Politik berpendapat bahwa bank  adalah suatu badan yang bertujuan untuk memuaskan kebutuhan kredit, baik dengan alat–alat pembayaran sendiri atau dengan uang yang diperolehnya dari  orang lain, maupun dengan jalan mengedarkan alat-alat penukar baru berupa uang  giral.
 Hukum dapat dikatakan sebagai suatu sistem kaidah. Dimana sistem  merupakan suatu pemikiran bulat yang di dalamnya terdiri dari bagian-bagian  yang saling berhubungan dengan serasi dan saling mengusung dan tidak  Berdasarkan dari beberapa pengertian di atas dapat dikatakan bahwa pada  dasarnya bank adalah badan usaha yang menjalankan kegiatan menghimpun dana  dari masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada pihak–pihak yang  membutuhkan dalam bentuk kredit dan memberikan jasa dalam lalu lintas  pembayaran.
b. Pengertian Hukum Perbankan  Pasal 1 butir 2Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan  Hermansyah, Op cit, hal.
  bertentangan satu sama lain. Kaidah merupakan ketentuan mengenai baik buruk  perilaku manusia di tegah pergaulannya dengan menentukan perangkat-perangkat  yang bersifat perintah dan anjuran serta larangan-larangan, sehingga dapat  dikatkan bahwa kaidah tersebut merupakan patokan pedoman dalam bertindak.
  Soedjono Didrjosisworo, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada,  2000, hal. 36- Secara umum dapat dikatakan bahwa hukum perbankan sebagai hukum  yang mengatur segala sesuatu yang berhubungan dengan perbankan. Tentu untuk  memperoleh pengertian yang lebih mendalam mengenai pengertian hukum  perbankan tidaklah cukup hanya dengan memberikan suatu rumusan  yang  demikian. Oleh karena itu, perlu dikemukakan beberapa pengertian hukum  perbankan dari para ahli hukum perbankan.
Menurut Muhammad Djumhana, hukum perbankan adalah kumpulan  peraturan hukum yang mengatur kegiatan lembaga keuangan bank yang meliputi  segala aspek, dilihat dari segi esensi dan eksistensinya, serta hubungannya dengan  bidang kehidupan yang lain. Sedangkan Munir Fuady merumuskan bahwa hukum  perbankan adalah seperangkat kaidah hukum dalam bentuk peraturan perundang– undangan, yurisprudensi, doktrin dan lain–lain sumber hukum, yang mengatur  masalah–masalah perbankan, sebagai lembaga dan aspek kegiatannya sehari–hari,  rambu–rambu yang harus dipenuhi oleh suatu bank, perilaku petugas–petugasnya,  hak, kewajiban, tugas dan tanggung jawab para pihak yang tersangkut dengan  bisnis perbankan, apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh bank, eksistensi  perbankan dan lain–lain yang berkenaan dengan dunia perbankan.
  Dari rumusan tersebut, terungkap bahwa pengaturan di bidang perbankan  menyangkut diantaranya:  1.  Dasar-dasar perbankan yaitu menyangkut asas-asas kegiatan perbankan,  seperti norma efisiensi, keefektivan, kesehatan bank, profesionalisme pelaku  perbankan, maksud dan tujuan lembaga perbankan serta hubungan hak dan  kewajibannya.
2.  Kedudukan pelaku di bidang perbankan, misalnya kaidah-kaidah mengenai  pengelolaannya, seperti dewan komisariat, direksi, karyawan. Juga mengenai  bentuk badan hukum, pegelolannya serta kepemilikannya.
3.  Kaidah-kaidah perbankan yang secara khusus yang memperhatikan  kepentingan umum, seperti kaidah-kaidah yang mencegah persaingan tidak  wajar, perlindungan terhadap konsumen dan lain-lain.
4.  Kaidah-kaidah yang menyangkut struktur organisasi yang mendukung  kebijakan ekonomi dan moneter dari pemerintah.
5.  Kaidah-kaidah yang mengarahkan kehidupan perekonomian yang berupa  dasar-dasar untuk perwujudan tujuan-tujuan yang hendak dicapainya melalui  penetapan sanski, insentif dan sebagainya.
6.  Keterkaitan satu sama lainnya dari ketentuan dan kaidah-kaidah hukum  tersebut sehingga tidak mungkin berdiri sendiri, malahan keterkaitannya  merupakan hubungan logis dari bagian-bagian lainnya.
Beranjak dari beberapa pengertian hukum perbankan di atas, dengan  mengacu pada pengertian perbankan sebagai segala sesuatu yang berkaitan   Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, Bandung, Citra Aditya Bakti,  2006, hal.
  dengan bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta acara dan proses  melaksanakan kegiatan usahanya, maka pada prinsipnya dapat dirumuskan bahwa  hukum perbankan adalah keseluruhan norma–norma tertulis maupun normanorma tidak tertulis yang mengatur tentang bank, mencakup kelembagaan,  kegiatan usaha serta cara dan proses melaksanakan kegiatan usahanya. Berkaitan  dengan pengertian ini, maka yang dimaksud dengan norma- norma tertulis dalam  pengertian di atas adalah seluruh peraturan perundang-undangan yang mengatur  mengenai bank, sedangkan norma-norma yang tidak tertulis adalah kebiasaankebiasaan yang timbul dalam praktik perbankan.
 2.  Data dan Sumber Data G. Metode Penulisan  1. Jenis Penelitian Jenis penelitian dalam penulisan skripsi ini dilakukan dengan pendekatan  yuridis normatif yaitu dengan melakukan analisis terhadap permasalahan melalui  pendekatan terhadap asas–asas hukum serta mengacu pada norma–norma hukum  yang terdapat dalam peraturan perundang–undangan.
Data yang digunakan dalam skripsi ini adalah data sekunder. Data  sekunder yang dimaksud penulis adalah sebagai berikut:  1.  Bahan hukum primer, antara lain: a.  Norma atau kaedah dasar b.  Peraturan dasar  Hermansayah, Op cit, hal.
 Amirrudin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta, PT RaJa Grafindo Persada,  2000, hal. 118-   c.  Peraturan perundang–undangan yang terkait 2  Bahan hukum sekunder berupa buku yang berkaitan dengan judul  skripsi, artikel, hasil–hasil penelitian, laporan–laporan dan sebagainya.
3  Bahan hukum tersier yang mencakup bahan yang memberi petunjuk– petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan  hukum sekunder, seperti: kamus umum, kamus hukum, majalah, jurnal  ilmiah serta bahan–bahan diluar bidang hukum yang relevan dan dapat  dipergunakan untuk melengkapi data yang diperlukan dalam penulisan  skr ipsi ini.
3.  Metode Pengumpulan Data Dalam penulisan skripsi ini metode yang penulis gunakan dalam  mengumpulkan data adalah metode penelitian kepusatakaan (library research),  yakni melakukan penelitian dengan menggunakan data dari berbagai sumber  bacaan seperti perundang–undangan, buku–buku, majalah dan internet yang  dinilai relevan dengan permasalahan yang akan dibahas penulis dalam skripsi ini.
4.   Analisis Data Analisis data yakni dengan analisis secara kualitatif. Data sekunder yang  diperoleh dianalisis secara kualitatif untuk menjawab permasalahan dalam skripsi  ini.
H. Sistematika Penulisan Skripsi ini disusun secara sistematis dan dibagi dalam lima (5) bab yang  secara garis besarnya akan digambarkan sebagai berikut: BAB I    PENDAHULUAN   Merupakan bab pendahuluan yang mengemukakan tentang latar  belakang, perumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan,  keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penulisan dan  sistematika penulisan.
BAB II  KAJIAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG Di dalam bab ini dibahas mengenai sejarah dan perkembangan tindak  pidana pencucian uang, objek dan tujuan tindak pidana pencucian uang,  modus operandi tindak pidana pencucian uang, pengaturan hukum  tentang tindak pidana pencucian uang dan dampak tindak pidana  pencucian uang BAB III KAJIAN UMUM TENTANG PRINSIP MENGENAL NASABAH Di dalam bab ini dibahas mengenai latar belakang lahirnya prinsip  mengenal nasabah, prinsip mengenal nasabah sebagai bagian dari prinsip  kehati–hatian (Prudential Principle) pada bank dan pengaturan hukum  tentang penerapan prinsip mengenal nasabah.
BAB IV PRINSIP MENGENAL NASABAH (KNOW YOUR CUSTOMER  PRINCIPLE) SEBAGAI UPAYA PENCEGAHAN TINDAK PIDANA  PENCUCIAN UANG PADA BANK SEBAGAI SALAH SATU  PENYEDIA JASA KEUANGAN Didalam bab ini dibahas mengenai tujuan dan orientasi penerapan  prinsip mengenal nasabah, kerja sama bank dan Pusat Pelaporan dan  Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dalam mencegah tindak pidana    pencucian uang berkaitan dengan prinsip mengenal nasabah dan  penguatan prinsip mengenal nasabah.
BAB V  PENUTUP Bab terakhir dari penulisan skripsi ini berisi kesimpulan mengenai babbab yang telah dibahas sebelumnya dan pemberian saran–saran dari penulis yang  berkaitan dengan masalah yang dibahas.
  

Download lengkap Versi Word

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi