BAB I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Perkembangan teknologi semakin maju dan pesat, membawa pengaruh terhadap perkembangan di berbagai sektor baik
di bidang politik, ekonomi, sosial dan
budaya. Masalah kriminalitas merupakan salah satu hal
yang turut berkembang dengan
pesat, namun perangkat hukum untuk
mencegah dan memberantas kriminalitas
itu sendiri belum memadai dan masih tertinggal jauh, sehingga berbagai jenis kejahatan baik yang
dilakukan oleh perorangan, kelompok ataupun
korporasi dengan mudah terjadi dan menghasilkan harta kekayaan dalam jumlah besar. Kejahatan–kejahatan tersebut
tidak hanya dilakukan dalam batas wilayah
suatu negara, namun meluas melintasi batas wilayah negara lain sehingga sering disebut transnasional crime.
Dalam kejahatan transnasional, harta kekayaan
dari hasil kejahatan biasanya oleh
pelaku disembunyikan, kemudian dikeluarkan lagi seolah–olah dar i hasil legal. Hal inilah yang lebih sering
dikenal dalam dunia internasional dengan istilah pencucian uang atau money laundering. Dalam perkembangannya, pencucian uang tidak hanya melibatkan lembaga
keuangan, badan hukum, atau lembaga
lainnya. Namun parahnya, saat ini kasus pencucian uang sudah merambah atau melibatkan lembaga keagamaan
yang menurut orang–orang merupakan
tempat yang suci dan sakral. Mereka tidak mengecek dari mana asal Tb. Irman, Hukum Pembuktian Pencucian Uang,
Bandung, MQS Publishing, 2006, hal.
1.
uang tersebut, yang penting diberikan ke
tempat suci tersebut. Tetapi sadarkah kita,
bisa saja tempat ibadah kita yang katanya “suci” itu menjadi tempat pencucian uang haram. Ini merupakan salah satu
fakta yang menunjukkan bahwa pencucian
uang sudah tidak mengenal tempat yang akan dituju untuk mencuci uang haram tersebut. Hal ini sekaligus
menunjukkan bahwa pelaku pencucian uang
memiliki perilaku moral yang tidak beretika, seolah–olah mereka buta karena uang tersebut.
Berdasarkan
statistic Internasional Monetary Fund (IMF), hasil kejahatan yang dicuci melalui bank diperkirakan hampir
mencapai nilai sebesar US$ 1.
miliar per tahun.
Sementara itu, menurut Associated Press, kegiatan pencucian uang hasil perdagangan obat bius, prostitusi,
korupsi dan kejahatan lainnya sebagian
besar diproses melalui perbankan untuk kemudian dikonversikan menjadi dana legal dan diperkirakan kegiatan
ini mampu menyerap nilai US$ miliar per
tahun. Ini berarti sama dengan 5% GDP dunia. Selain itu, menurut Financial Action Task Force (FATF), perkiraan
atas jumlah uang yang dicuci setiap
tahun di seluruh dunia dari perdagangan gelap narkotika berkisar antara US$ 300 miliar sampai US$ 500 miliar.
Lembaga perbankan merupakan inti dari sistem
keuangan dari setiap negara. Bank adalah
lembaga keuangan yang menjadi tempat bagi orang perseorangan, badan–badan usaha swasta,
badan–badan usaha milik negara, bahkan
lembaga–lembaga pemerintahan menyimpan dana–dana yang dimilikinya.
Melalui jasa–jasa
yang diberikan, bank melayani kebutuhan pembiayaan serta Adrian Sutedi, Tindak Pidana Pencucian Uang,
Bandung, PT Citra Aditya Bakti, 2008, hal.2.
melancarkan mekanisme sistem pembayaran bagi
semua sektor perekonomian.
Sejalan dengan
perkembangan teknologi dan globalisasi di sektor perbankan, dewasa ini banyak bank telah menjadi sasaran
utama untuk kegiatan pencucian uang. Hal
ini disebabkan sektor inilah yang banyak menawarkan jasa–jasa instrumen dalam lalu lintas keuangan yang
dapat digunakan untuk menyembunyikan/menyamarkan
asal–usul suatu dana. Dengan adanya globalisasi perbankan, hasil kejahatan mengalir atau
bergerak melampaui batas yuridiksi suatu
negara dengan memanfaatkan faktor rahasia bank yang umumnya dijunjung tinggi oleh perbankan. Melalui mekanisme ini,
maka dana hasil kejahatan bergerak dari
suatu negara ke negara lain yang belum mempunyai sistem hukum yang cukup kuat untuk menanggulangi kegiatan
pencucian uang atau bahkan bergerak ke
negara yang menerapkan ketentuan rahasia bank secara ketat.
Perbuatan pencucian
uang disamping sangat merugikan masyarakat, juga sangat merugikan negara. Banyak negara di
dunia sependapat bahwa pencucian uang
dapat mempengaruhi atau merusak stabilitas perekonomian nasional/internasional atau keuangan negara
dengan meningkatnya berbagai kejahatan.
Money laundering dapat membahayakan
efektivitas operasi sistem perekonomian
dan bisa pula menimbulkan kebijakan–kebijakan ekonomi buruk.
Pada ekonomi
nasional, pencucian uang menyebabkan ketidakstabilan karena dapat menyebabkan nilai tukar suku bunga
mengalami fluktasi yang relatif tajam.
Selain itu, uang
hasil pencucian uang dapat beralih dari
suatu negara yang perekonomiannya baik
ke negara lain dengan perkonomian yang kurang baik, sehingga pasar financial dapat hancur secara
perlahan–lahan dan kepercayaan publik
kepada sistem financial semakin berkurang. Keadaan seperti ini dapat mendorong kenaikan tingkat resiko dan
ketidakstabilan sistem perekonomian dan pada
akhirnya angka pertumbuhan ekonomi dunia semakin menurun.
Melihat begitu pentingnya pencegahan dan
pemberantasan pencucian uang tersebut,
maka di dalam negara sendiri haruslah dibentuk peraturan yang tegas.
Dalam konteks
kepentingan nasional diterapkannya Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang merupakan penegasan
bahwa pemerintah dan sektor swasta bukan
bagian dari masalah, melainkan bagian dari penyelesaian masalah, baik di sektor ekonomi, keuangan maupun
perbankan. Undang–undang yang telah terbentuk
harus dapat dilaksanakan oleh perangkat hukum yang ada, perangkat hukum akan dapat berjalan melaksanakan
penegakan hukum, ditentukan oleh Akibat–akibat
tersebut diataslah yang membuat praktik pencucian uang menjadi pusat perhatian negara–negara di
dunia, terlebih–lebih lagi dana yang digunakan
dalam praktik pencucian uang adalah dana yang dihasilkan dari kejahatan–kejahatan serius seperti korupsi,
terorisme, perdagangan narkotika dan kejahatan
kehutanan, sehingga telah menjadi kesepakatan bersama untuk saling mendukung dalam upaya pencegahan dan
pemberantasan pencucian uang dengan menjalin
kerjasama internasional. Adanya kerjasama internasional ini dengan sendirinya memberikan nilai tambah karena
penyelidikan aliran dana tidak terbatas
hanya kepada lembaga penyedia jasa keuangan yang beroperasi di wilayah negara tertentu saja, tetapi juga
sampai pada lembaga penyedia jasa keuangan
di negara lain.
Bismar Nasution, Rejim Anti – Money laundering
Di Indonesia, Bandung, Books Terrace
& Library Pusat Informasi Hukum Indonesia, 2005, hal.xii.
masalah pokok yang sangat dominan yaitu
“kebenaran” bahwa telah terjadi sesuatu kejahatan
atau tindak pidana yang harus dibuktikan oleh perangkat hukum baik oleh manusianya maupun oleh
undang–undangnya. Maka yang menjadi masalah
utama adalah ”kebenaran terjadinya suatu kejahatan” atau tindak pidana yang dibuktikan oleh perangkat hukum yang ada,
sehingga diperlukan memberikan kepastian
yang layak menurut akal tentang apa hal tertentu itu sungguh–sungguh terjadi dan apa sebab demikian
halnya.
Indonesia merupakan
surga bagi pelaku pencucian uang. Hal ini disebabkan antara lain ketentuan deposito dari
nasabah yang tidak boleh diusut asal–usulnya
dan kerahasiaan nasabah yang begitu ketat. Sebagai salah satu entry bagi masuknya uang hasil tindak pidana, bank
harus mengurangi resiko digunakannya
sebagai sarana pencucian uang dengan cara mengenal dan mengetahui identitas nasabah, memantau
transaksi dan memelihara profil nasabah,
serta melaporkan adanya transaksi keuangan yang mecurigakan yang dilakukan oleh pihak yang menggunakan jasa bank. Berkenaan dengan pencegahan dan pemberantasan pencucian uang
pada penyedia jasa keuangan, salah
satunya dalam hal ini yng dilakukan oleh pihak bank, adalah dengan diterapkannya “Prinsip Mengenal Nasabah”.
B.
Perumusan Masalah Problematika pencucian uang atau biasa disebut money laundering, semakin menarik perhatian dan menjadi
pembahasan. Ternyata problematik uang haram
yang berhubungan dengan perbankan ini meminta perhatian dunia Adrian Sutedi, Op. cit, hal. 147.
internasional karena dimensinya. Dilihat dari
dimensi ruang, pencucian uang ini tidak
terbatas pada tempat tertentu saja, bisa melewati batas–batas teritorial suatu negara. Begitu pula dilihat dari dimensi
waktu, pencucian uang dapat berlangsung seketika
namun dapat juga berlangsung dalam waktu yang cukup lama.
Sebagai suatu
fenomena kejahatan yang menyangkut, terutama dunia kejahatan yang dinamakan “organized crime”
ternyata ada pihak–pihak tertentu yang
ikut menikmati keuntungan dari lalu-lintas pencucian uang tanpa menyadari akan dampak kerugian yang ditimbulkan. Erat
bertalian dengan hal ini adalah dunia
perbankan, yang pada satu pihak beroperasional atas dasar kepercayaan para konsumen, namun satu pihak dapat menjadi alat
bagi pencucian uang. Untuk menunjukkan
kredibilitasnya, maka bank selaku penyedia jasa keuangan berusaha untuk membuktikan bahwa bank merupakan
instrumen dari bagian pencegahan dan
pemberantasan pencucian uang, bukan bagian dari pencucian uang tersebut.
Salah satunya
dengan melaksanakan Prinsip Mengenal Nasabah atau KnowYour Customer Principle.
Penerapan prinsip mengenal nasabah ini didasari pertimbangan bahwa prinsip mengenal nasabah
tidak saja penting dalam rangka pemberantasan
pencucian uang, tetapi juga dalam rangka penerapan prudential bank, untuk
melindungi bank dari berbagai resiko dalam berhubungan dengan nasabah dan counter–party.
Berdasarkan pada
latar belakang diatas, maka yang menjadi permasalahan adalah : 1.
Apa yang menjadi latar belakang lahirnya prinsip mengenal nasabah? 2. Apa yang menjadi tujuan dan orientasi
penerapan prinsip mengenal nasabah? 3. Bagaimana pelaksanaan kerja sama antara bank
dan Pusat Pelaporan dan Analisis
Transaksi Keuangan (PPATK) dalam mencegah tindak pidana pencucian uang berkaitan dengan prinsip
mengenal nasabah? C. Tujuan Penulisan Adapun tujuan utama penulisan ini adalah
untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar
sarjana hukum. Namun berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan lain yang
hendak dicapai dalam penulisan ini adalah
: 1. Untuk mengetahui sebab lahirnya
prinsip mengenal nasabah.
2. Untuk mengetahui tujuan dan orientasi dari
prinsip mengenal nasabah.
3. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan
kerjasama antara bank dan Pusat Pelaporan
dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dalam mencegah tindak pidana pencucian uang berkaitan dengan prinsip
mengenal nasabah.
D. Manfaat
Penulisan Adapun yang menjadi manfaat dari penulisan skripsi ini adalah: 1. Secara teoritis, penulisan skripsi ini
diharapkan dapat memberikan masukan bagi
perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu hukum.
2. Secara praktis, penulisan skripsi ini
diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi
pembaca dan penegak hukum dan dunia perbankan dalam penanggulangan tindak pidana pencucian uang.
E.
Keaslian Penulisan Skripsi ini adalah hasil karya penulis sendiri, yang
penulis susun dengan cara membaca dan
mengutip data–data yang ada pada buku serta peraturan perundang–undangan yang berkaitan dengan judul
skripsi penulis.
F. Tinjauan
Kepustakaan 1. Pengertian Prinsip Mengenal Nasabah Prinsip Mengenal Nasabah
atau yang lebih dikenal dengan istilah Know Your Customer Principle (KYC) merupakan
prinsip ke-15 dari 25 Core Principles for
Effective Banking Supervision dan Basel Committe. Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/21/PBI/2003 tentang perubahan kedua
atas peraturan Bank Indonesia Nomor
3/23/PBI/2001 tentang perubahan pertama atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 3/10/PBI/2001 tentang Penerapan Prinsip
Mengenal Nasabah (Know Your Customer
Principle) dalam pasal 1 ayat (2)
mengartikan Prinsip Mengenal nasabah
sebagai : “Prinsip yang diterapkan Bank untuk mengetahui identitas nasabah, memantau kegiatan transaksi nasabah termasuk
pelaporan transaksi yang mencurigakan.” Nasabah di dalam prinsip ini diartikan
sebagai pihak yang menggunakan jasa
bank, baik meliputi perorangan, perusahaan, lembaga pemerintah, perwakilan negara asing serta bank.
Pasal 1 ayat (2) Peraturan Bank Indonesia
Nomor 5/21/PBI/2003 tentang Penerapan Prinsip
Mengenal Nasbah (Know Your Customer Principle)
2. Pengertian Tindak Pidana Pencucian Uang Kata “tindak” mengandung arti
“perbuatan”. Sedangkan “pidana” mengandung
arti penderitaan yang sengaja dibebankan kepada orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi
syarat–syarat tertentu. Menurut Moeljanto, menyatakan bahwa tindak pidana adalah perbuatan
yang dilarang oleh suatu aturan hukum,
larangan mana disertai ancaman sanksi yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa yang melanggar
larangan tersebut. Dapat juga dikatakan
bahwa tindak pidana adalah perbuatan yang oleh suatu aturan hukum dilarang dan diancam pidana, dimana larangan
tersebut ditujukan kepada perbuatan yang
dilakukan oleh kelakuan orang dan ancamannya ditujukan pada orang yang melakukan perbuatan tersebut.
Istilah pencucian uang berasal dari bahasa
Inggris, yakni “money laundering”. Apa
yang dimaksud dengan money laundering memang tidak ada defenisi yang universal, karena baik
negara–negara maju maupun negara–negara dari
dunia ketiga, masing–masing mempunyai defenisi sendiri–sendiri berdasarkan prioritas dan perspektif yang
berbeda. Namun para ahli hukum di Indonesia
telah sepakat mengartikan money
laundering dengan “pencucian uang”.
Pengertian pencucian uang, telah banyak
dikemukakan oleh para ahli hukum.
Menurut Welling, “money laundering” adalah “Money laundering is the process by wich one counceals the existence,
illegal source, or illegal application Hermansyah,
Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Jakarta, Kanca Peranda Media Group, 2008, hal.
Adrian Sutedi, Op cit, hal.
of income and than disguises that income to
make it appear legitimate”.
(Pencucian uang adalah suatu proses, dimana
salah satu bentuknya dapat berupa sumber-sumber ilegal atau penempatan
pendapatan secara ilegal kemudian menyamarkan
pendapatan tersebut sehingga kelihatan sebagai pendapatan yang sah). Sedangkan Faser mengemukakan bahwa money
laundering adalah ”quite simple the
process through with dirty money proceed of crime, is washed through clean or legitimate sources and interprises so
that the bad guys may more safe enjoy
their ill gotten gains” “perbuatan
menempatkan, mentransfer, membayarkan, membelanjakan, mengibahkan, menyumbangkan, menitipkan,
membawa ke luar negeri, menukarkan atau
perbuatan lainnya atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduga merupakan hasil tindak
pidana dengan maksud menyembunyikan,
atau menyamarkan asal–usul harta kekayaan sehingga seolah–olah menjadi harta kekayaan yang sah”.
(Proses sederhana
dari uang kotor yang didapat dari tindak
pidana, dicuci atau dimasukkan ke dalam sumber yang sah/legal, sehingga pelaku tindak pidana dapat lebih aman
menikmati keuntungan yang didapat dari kejahatan
mereka).
Dalam Pasal 1 angka
1 Undang–Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang perubahan atas Undang–Undang Nomor 15 Tahun
2002 tentang Tindak Pidana Pencucian
Uang, pengertian money laundering adalah :
Dari beberapa defenisi penjelasan mengenai apa yang dimaksud dengan pencucian uang, dapat disimpulkan bahwa
pencucian uang adalah kegiatankegiatan yang merupakan proses yang dilakukan
oleh seseorang atau oleh organisasi-organisasi
kejahatan terhadap uang haram, yaitu uang yang berasal dari Ibid, hal.
The World Bank, Reference Guide To Anti-Money
Laundering and Combating The Financing
of Terorism, Washington DC, The World Bank, 2006, hal. 1- Bismar Nasution, Op cit, hal.
tindak kejahatan, dengan maksud
menyembunyikan asal-usul tersebut dari pemerintah
atau otoritas yang berwenang untuk melakukan penindakan terhadap tindak kejahatan dengan cara terutama
memasukkan uang tersebut ke dalam sistem keuangan (financial system), sehingga
apabila uang tersebut kemudian dikeluarkan
dari sistem keuangan itu, maka keuangan tersebut telah berubah menjadi uang yang sah. Secara umum, pencucian
uang merupakan metode untuk menyembunyikan,
memindahkan, dan menggunakan hasil dari suatu tindak pidana, kegiatan organisasi kejahatan,
kejahatan ekonomi, korupsi, perdagangan narkotik
dan kegiatan-kegiatan lainnya yang merupakan aktivitas kejahatan.
Money laundering
pada intinya melibatkan aset yang disamarkan sehingga dapat dipergunakan tanpa terdeteksi bahwa aset
tersebut berasal dari kegiatan yang ilegal.
Melalui money laundering pendapatan yang
berasal dari kegiatan yang melawan hukum
diubah menjai aset keuangan yang seolah-olah berasal dari sumber yang sah/legal.
3. Pengertian Bank dan Hukum Perbankan a.
Pengertian Bank Banyak orang yang mempertanyakan pengertian dari bank.
Tampaknya pertanyaan ini cukup
sederhana, namun untuk memberikan defenisi yang tepat agaknya perlu memberikan penjabaran, karena
untuk memberikan defenisi tentang bank
dapat dilihat dari berbagai sudut pandang. Lembaga perbankan merupakan inti dari sistem keuangan dari setiap negara.
Bank adalah lembaga keuangan yang menjadi
tempat orang perseorangan, badan–badan usaha swasta, badan–badan usaha milik negara, bahkan lembaga–lembaga
pemerintahan menyimpan dana– dana yang
dimilikinya. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, bank adalah usaha dibidang keuangan yang menarik dan
mengeluarkan uang di masyarakat, terutama
pemberian kredit dan jasa di lalu-lintas pembayaran dan peredaran uang Di dalam
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan, pasal 1 butir 2, diterangkan bahwa bank adalah
badan usaha yang menghimpun dana dari
masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau dalam
bentuk-bentuk lainnya dalam rangka
meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
G.M. Verryn stuart, dalam bukunya Bank Politik
berpendapat bahwa bank adalah suatu
badan yang bertujuan untuk memuaskan kebutuhan kredit, baik dengan alat–alat
pembayaran sendiri atau dengan uang yang diperolehnya dari orang lain, maupun dengan jalan mengedarkan
alat-alat penukar baru berupa uang giral.
Hukum dapat dikatakan sebagai suatu sistem
kaidah. Dimana sistem merupakan suatu
pemikiran bulat yang di dalamnya terdiri dari bagian-bagian yang saling berhubungan dengan serasi dan
saling mengusung dan tidak Berdasarkan
dari beberapa pengertian di atas dapat dikatakan bahwa pada dasarnya bank adalah badan usaha yang menjalankan
kegiatan menghimpun dana dari masyarakat
dan menyalurkannya kembali kepada pihak–pihak yang membutuhkan dalam bentuk kredit dan memberikan
jasa dalam lalu lintas pembayaran.
b. Pengertian Hukum
Perbankan Pasal 1 butir 2Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan Hermansyah,
Op cit, hal.
bertentangan satu sama lain. Kaidah merupakan
ketentuan mengenai baik buruk perilaku
manusia di tegah pergaulannya dengan menentukan perangkat-perangkat yang bersifat perintah dan anjuran serta
larangan-larangan, sehingga dapat dikatkan
bahwa kaidah tersebut merupakan patokan pedoman dalam bertindak.
Soedjono Didrjosisworo, Pengantar Ilmu Hukum,
Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2000,
hal. 36- Secara umum dapat dikatakan bahwa hukum perbankan sebagai hukum yang mengatur segala sesuatu yang berhubungan
dengan perbankan. Tentu untuk memperoleh
pengertian yang lebih mendalam mengenai pengertian hukum perbankan tidaklah cukup hanya dengan memberikan
suatu rumusan yang demikian. Oleh karena itu, perlu dikemukakan
beberapa pengertian hukum perbankan dari
para ahli hukum perbankan.
Menurut Muhammad
Djumhana, hukum perbankan adalah kumpulan peraturan hukum yang mengatur kegiatan lembaga
keuangan bank yang meliputi segala
aspek, dilihat dari segi esensi dan eksistensinya, serta hubungannya dengan bidang kehidupan yang lain. Sedangkan Munir
Fuady merumuskan bahwa hukum perbankan
adalah seperangkat kaidah hukum dalam bentuk peraturan perundang– undangan,
yurisprudensi, doktrin dan lain–lain sumber hukum, yang mengatur masalah–masalah perbankan, sebagai lembaga dan
aspek kegiatannya sehari–hari, rambu–rambu
yang harus dipenuhi oleh suatu bank, perilaku petugas–petugasnya, hak, kewajiban, tugas dan tanggung jawab para
pihak yang tersangkut dengan bisnis
perbankan, apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh bank, eksistensi perbankan dan lain–lain yang berkenaan dengan
dunia perbankan.
Dari rumusan tersebut, terungkap bahwa
pengaturan di bidang perbankan menyangkut
diantaranya: 1. Dasar-dasar perbankan yaitu menyangkut
asas-asas kegiatan perbankan, seperti
norma efisiensi, keefektivan, kesehatan bank, profesionalisme pelaku perbankan, maksud dan tujuan lembaga perbankan
serta hubungan hak dan kewajibannya.
2. Kedudukan pelaku di bidang perbankan,
misalnya kaidah-kaidah mengenai pengelolaannya,
seperti dewan komisariat, direksi, karyawan. Juga mengenai bentuk badan hukum, pegelolannya serta
kepemilikannya.
3. Kaidah-kaidah perbankan yang secara khusus
yang memperhatikan kepentingan umum,
seperti kaidah-kaidah yang mencegah persaingan tidak wajar, perlindungan terhadap konsumen dan
lain-lain.
4. Kaidah-kaidah yang menyangkut struktur
organisasi yang mendukung kebijakan
ekonomi dan moneter dari pemerintah.
5. Kaidah-kaidah yang mengarahkan kehidupan
perekonomian yang berupa dasar-dasar
untuk perwujudan tujuan-tujuan yang hendak dicapainya melalui penetapan sanski, insentif dan sebagainya.
6. Keterkaitan satu sama lainnya dari ketentuan
dan kaidah-kaidah hukum tersebut
sehingga tidak mungkin berdiri sendiri, malahan keterkaitannya merupakan hubungan logis dari bagian-bagian
lainnya.
Beranjak dari beberapa
pengertian hukum perbankan di atas, dengan mengacu pada pengertian perbankan sebagai
segala sesuatu yang berkaitan Muhammad
Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, Bandung, Citra Aditya Bakti, 2006, hal.
dengan bank, mencakup kelembagaan, kegiatan
usaha, serta acara dan proses melaksanakan
kegiatan usahanya, maka pada prinsipnya dapat dirumuskan bahwa hukum perbankan adalah keseluruhan norma–norma
tertulis maupun normanorma tidak tertulis yang mengatur tentang bank, mencakup
kelembagaan, kegiatan usaha serta cara
dan proses melaksanakan kegiatan usahanya. Berkaitan dengan pengertian ini, maka yang dimaksud
dengan norma- norma tertulis dalam pengertian
di atas adalah seluruh peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai bank, sedangkan norma-norma yang
tidak tertulis adalah kebiasaankebiasaan yang timbul dalam praktik perbankan.
2. Data
dan Sumber Data G. Metode Penulisan 1.
Jenis Penelitian Jenis penelitian dalam penulisan skripsi ini dilakukan dengan
pendekatan yuridis normatif yaitu dengan
melakukan analisis terhadap permasalahan melalui pendekatan terhadap asas–asas hukum serta
mengacu pada norma–norma hukum yang
terdapat dalam peraturan perundang–undangan.
Data yang digunakan
dalam skripsi ini adalah data sekunder. Data sekunder yang dimaksud penulis adalah sebagai
berikut: 1. Bahan hukum primer, antara lain: a. Norma atau kaedah dasar b. Peraturan dasar Hermansayah, Op cit, hal.
Amirrudin, Pengantar Metode Penelitian Hukum,
Jakarta, PT RaJa Grafindo Persada, 2000,
hal. 118- c. Peraturan perundang–undangan yang terkait 2 Bahan hukum sekunder berupa buku yang
berkaitan dengan judul skripsi, artikel,
hasil–hasil penelitian, laporan–laporan dan sebagainya.
3 Bahan hukum tersier yang mencakup bahan yang
memberi petunjuk– petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan
hukum sekunder, seperti: kamus umum,
kamus hukum, majalah, jurnal ilmiah
serta bahan–bahan diluar bidang hukum yang relevan dan dapat dipergunakan untuk melengkapi data yang
diperlukan dalam penulisan skr ipsi ini.
3. Metode Pengumpulan Data Dalam penulisan
skripsi ini metode yang penulis gunakan dalam mengumpulkan data adalah metode penelitian
kepusatakaan (library research), yakni
melakukan penelitian dengan menggunakan data dari berbagai sumber bacaan seperti perundang–undangan, buku–buku,
majalah dan internet yang dinilai
relevan dengan permasalahan yang akan dibahas penulis dalam skripsi ini.
4. Analisis Data Analisis data yakni dengan
analisis secara kualitatif. Data sekunder yang diperoleh dianalisis secara kualitatif untuk
menjawab permasalahan dalam skripsi ini.
H. Sistematika
Penulisan Skripsi ini disusun secara sistematis dan dibagi dalam lima (5) bab
yang secara garis besarnya akan
digambarkan sebagai berikut: BAB I
PENDAHULUAN Merupakan bab
pendahuluan yang mengemukakan tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan penulisan,
manfaat penulisan, keaslian penulisan,
tinjauan kepustakaan, metode penulisan dan sistematika penulisan.
BAB II KAJIAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN
UANG Di dalam bab ini dibahas mengenai sejarah dan perkembangan tindak pidana pencucian uang, objek dan tujuan tindak
pidana pencucian uang, modus operandi
tindak pidana pencucian uang, pengaturan hukum tentang tindak pidana pencucian uang dan
dampak tindak pidana pencucian uang BAB
III KAJIAN UMUM TENTANG PRINSIP MENGENAL NASABAH Di dalam bab ini dibahas
mengenai latar belakang lahirnya prinsip mengenal nasabah, prinsip mengenal nasabah
sebagai bagian dari prinsip kehati–hatian
(Prudential Principle) pada bank dan pengaturan hukum tentang penerapan prinsip mengenal nasabah.
BAB IV PRINSIP
MENGENAL NASABAH (KNOW YOUR CUSTOMER PRINCIPLE)
SEBAGAI UPAYA PENCEGAHAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN
UANG PADA BANK SEBAGAI SALAH SATU PENYEDIA
JASA KEUANGAN Didalam bab ini dibahas mengenai tujuan dan orientasi penerapan prinsip mengenal nasabah, kerja sama bank dan
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi
Keuangan (PPATK) dalam mencegah tindak pidana pencucian uang berkaitan dengan prinsip
mengenal nasabah dan penguatan prinsip
mengenal nasabah.
BAB V PENUTUP Bab terakhir dari penulisan skripsi
ini berisi kesimpulan mengenai babbab yang telah dibahas sebelumnya dan
pemberian saran–saran dari penulis yang berkaitan
dengan masalah yang dibahas.
Download lengkap Versi Word
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi