BAB I.
PENDAHULUAN.
A. Latar Belakang.
Ada kecenderungan
yang menarik untuk dikaji di dalam praktik penegakan hukum di Indonesia. Peran keterangan ahli
menjadi kian menonjol dan ada cukup banyak
perkara yang menggunakan keterangan ahli sebagai dasar justifikasi di dalam memutus perkara pidana. Hal ini
disebabkan karena pada hakekatnya, pemeriksaan
suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan bertujuan untuk mencari kebenaran materiil (materiile
waarheid) terhadap perkara tersebut. Hal ini dapat dilihat dari adanya berbagai usaha
yang dilakukan oleh aparat penegak hukum
dalam memperoleh bukti-bukti yang dibutuhkan untuk mengungkap suatu perkara baik pada tahap pemeriksaan
pendahuluan seperti penyidikan dan penuntutan
maupun pada tahap persidangan perkara tersebut.
Usaha-usaha yang dilakukan oleh para penegak
hukum untuk mencari kebenaran materiil
suatu perkara pidana dimaksudkan untuk menghindari adanya kekeliruan dalam penjatuhan pidana terhadap
diri seseorang, hal ini sebagaimana ditentukan dalam Undang-undang No.14 Tahun
1970 tentang Ketentuan Pokok Kekuasaan
Kehakiman Pasal 6 ayat (2) yang menyatakan : “Tiada seorang juapun dapat dijatuhi pidana, kecuali apabila
pengadilan karena alat pembuktian yang sah menurut Undang-undang mendapat keyakinan bahwa
seseorang yang dianggap dapat
bertanggungjawab, telah bersalah atas perbuatan yang dituduhkan atas dirinya”. Dengan adanya ketentuan
perundang-undangan diatas, maka dalam Peranan Visum Et Repertum Pada Tahap
Penyidikan Dalam Mengungkap Tindak Pidana
Pemerkosaan, http://www.lawskripsi.com/article.php, diakses pada tanggal 23
Maret 20 proses penyelesaian perkara
pidana penegak hukum wajib mengusahakan pengumpulan
bukti maupun fakta mengenai perkara pidana yang ditangani dengan selengkap mungkin. Adapun mengenai alat-alat
bukti yang sah sebagaimana dimaksud
diatas dan yang telah ditentukan menurut ketentuan perundangundangan adalah
sebagaimana diatur dalam Undang-undang No.8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP) pada Pasal 184 ayat (1). Di dalam usaha memperoleh bukti-bukti
yang diperlukan guna kepentingan
pemeriksaan suatu perkara pidana, seringkali para penegak hukum dihadapkan pada suatu masalah atau hal-hal
tertentu yang tidak dapat diselesaikan sendiri
dikarenakan masalah tersebut berada di luar kemampuan atau keahliannya.
Dalam hal demikian
maka bantuan seorang ahli sangat penting diperlukan dalam rangka
mencari kebenaran materiil selengkap-lengkapnya bagi para penegak hukum tersebut.
Mengenai perlunya bantuan seorang ahli dalam
memberikan keterangan yang terkait
dengan kemampuan dan keahliannya untuk membantu pengungkapan dan pemeriksaan suatu perkara pidana, Prof. A.
Karim Nasution menyatakan : “Meskipun
pengetahuan, pendidikan dan pengalaman dari seseorang mungkin jauh lebih luas daripada orang lain, namun
pengetahuan dan pengalaman setiap manusia
tetap terbatas adanya. Maka oleh sebab itulah selalu ada kemungkinan bahwa ada soal-soal yang tidak dapat dipahami
secukupnya oleh seorang penyidik dalam
pemeriksaan pendahuluan, ataupun seorang hakim di muka persidangan sehingga ia perlu diberi pertolongan oleh
orang-orang yang memiliki sesuatu Ibid.
pengetahuan tertentu. Agar tugas-tugas menurut
hukum acara pidana dapat dilaksanakan
dengan sebaik-baiknya, maka oleh undang-undang diberi kemungkinan agar para penyidik dan para hakim
dalam keadaan yang khusus dapat
memperoleh bantuan dari orang-orang yang berpengetahuan dan berpengalaman khusus tersebut.” Bantuan seorang ahli yang diperlukan dalam
suatu proses pemeriksaan perkara pidana,
baik pada tahap pemeriksaan pendahuluan dan pada tahap pemeriksaan lanjutan di sidang pengadilan,
mempunyai peran dalam membantu aparat
yang berwenang untuk membuat terang suatu perkara pidana, mengumpulkan bukti-bukti yang memerlukan
keahlian khusus, memberikan petunjuk
yang lebih kuat mengenai pelaku tindak pidana, serta pada akhirnya dapat membantu hakim dalam menjatuhkan putusan
dengan tepat terhadap perkara yang
diperiksanya. Pada tahap pemeriksaan
pendahuluan dimana dilakukan proses
penyidikan atas suatu peristiwa yang diduga sebagai suatu tindak pidana, tahapan ini mempunyai peran yang cukup
penting bahkan menentukan untuk tahap
pemeriksaan selanjutnya dari keseluruhan proses peradilan pidana.
Tindakan penyidikan
yang dilakukan oleh pihak Kepolisian atau pihak lain yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk
melakukan tindakan penyidikan, bertujuan
untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti tersebut dapat membuat terang tindak pidana yang
terjadi dan guna menemukan tersangkanya.
Berdasarkan hasil yang didapat dari tindakan penyidikan suatu Ibid.
kasus pidana, hal ini selanjutnya akan
diproses pada tahap penuntutan dan persidangan
di pengadilan.
Menempatkan keterangan ahli sebagai alat bukti
yang sah, merupakan hal yang dapat
dicatat sebagai salah satu kemajuan dalam pembaruan hukum.
Mungkin pembuat
undang-undang menyadari bahwa sudah tidak dapat dipungkiri lagi
pada saat perkembangan ilmu dan teknologi, keterangan ahli memegang peranan dalam penyelesaian kasus pidana,
sebagai contoh ketika aparat penegak hukum,
khususnya kejaksaan, mengusut kasus korupsi, maka peranan ahli menjadi dibutuhkan, dalam hal ini dalam hal
keuangan negara, hukum pidana, dan hukum
tata negara/hukum administrasi negara. Sebagai suatu tindak pidana dalam ranah publik, maka peranan ahli dibutuhkan
untuk menjernihkan pemahaman terutama
kepada hakim, bagaimana konstruksi hukum yang semestinya dibangun dari hasil penyidikan, dakwaan, dan tuntutan
yang disampaikan di pengadilan.
Di dalam konteks itu ada kebutuhan untuk
mengatur ahli agar sesuai dengan
kapasitas keahliannya dan si ahli tidak sedang menjadi Tim Advokasi atau Lawyer
dari satu pihak sehingga dapat
mempengaruhi kapasitas obyektifitas keahliannya.
Dalam HIR (Herziene Inlands Reglement), keterangan ahli tidak termasuk alat bukti dalam pemeriksaan perkara
pidana. HIR tidak memandang keterangan
ahli sebagai alat bukti yang sah, tetapi hanya dipakai guna memberi penerangan pada hakim, dan hakim sama sekali
tidak wajib turut pada pendapat orang-orang
ahli itu, apabila keyakinan hakim bertentangan dengan pendapat ahliahli itu.
Selanjutnya kalau hakim setuju dengan pendapat seorang ahli itu, maka Ibid.
Isharyanto, Keterangan Ahli Sebagai
Pengembanan Hukum Untuk Pencerahan Hukum, http://www.hukum.com/makalah-seminar,
diakses pada tanggal 23 Maret 20 pendapat
itu diambil oleh hakim dan dianggap sebagai pendapatnya sendiri.
Dengan berlakunya
KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana) Pasal 184 ayat (1) menetapkan keterangan ahli
sebagai alat bukti yang sah. Bahkan tempatnya
diletakkan pada urutan kedua sesudah alat bukti keterangan saksi.
Melihat letak
urutannya, pembuat Undang-Undang menilainya sebagai salah satu alat bukti yang penting yang artinya dalam
pemeriksaan perkara pidana.
Berdasarkan penjelasan Pasal 186 KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana) menyatakan bahwa
keterangan ahli ini dapat juga sudah diberikan
pada waktu pemeriksaan oleh penyidik atau penuntut umum yang dituangkan dalam suatu bentuk laporan dan
dibuat dengan mengingat sumpah di waktu
ia menerima jabatan atau pekerjaan. Jika hal itu tidak diberikan pada waktu pemeriksaan oleh penyidik atau penuntut umum,
maka pada pemeriksaan disidang, diminta
untuk memberikan keterangan dan dicatat dalam berita acara pemeriksaan. Keterangan tersebut diberikan
setelah ia mengucapkan sumpah atau janji
di hadapan hakim, misalnya dalam suatu kasus seorang korban yang tidak terdapat luka pada badannya tetapi sebelum ia
meninggal dunia, ada hal-hal padanya
yang menimbulkan persangkaan bahwa ia telah diracun, maka seorang ahli kimia harus diminta pertolongan untuk
memeriksa isi perut si korban dan megajukan
pendapat tentang sebab dari kematian si korban. Dari contoh ini orang ahli mengemukakan pendapat tentang sebab dari
kematian korban. Kalau pendapat seorang
ahli tentang sebab itu disetujui oleh hakim, maka hakim menganggap adanya sebab itu, dan sebetulnya
hakim menganggap terbukti M. Yahya
Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi
dan Peninjauan Kembali, Sinar Grafika, Jakarta,
2006, hal. 2 pembunuhan itu antara lain
dengan mempergunakan pendapat ahli tentang sebab itu. Dilihat dari sudut ini, maka jelaslah
bahwa keterangan ahli dapat dinamakan juga
alat bukti.
Dengan demikian, jelaslah bahwa keterangan
ahli memegang peranan dalam penyelesaian
kasus pidana. Perkembangan ilmu dan teknologi sedikit banyak membawa dampak terhadap kualitas metode
kejahatan, memaksa agar mengimbanginya
dengan kualitas dan metode pembuktian
yang memerlukan pengetahuan dan keahlian.
Ibid, hal 2
Ibid.
B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang
yang telah dijabarkan, maka dapat ditarik beberapa permasalahan yang penulis anggap
penting untuk dibahas lebih lanjut.
Adapun permasalahan
yang akan diangkat dalam skripsi ini adalah : 1. Bagaimana kedudukan keterangan ahli dalam
pembuktian perkara pidana menurut hukum
acara pidana? 2. Bagaimana implementasi
keterangan ahli dalam pemeriksaan perkara pidana pada tingkat penyidikan? C. Tujuan dan Manfaat Penulisan 1. Tujuan
Penulisan Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan di atas, maka tujuan penulisan skripisi ini adalah : 1. Untuk mengetahui peranan keterangan ahli
dalam pembuktian perkara pidana menurut
hokum acara pidana 2. Untuk mengetahui
implementasi keterangan ahli dalam pemeriksaan perkara pidana pada tingkat penyidikan.
2. Manfaat penulisan Adapun manfaat dari penulisan skripsi ini
adalah : a. Teoritis Penulisan skripsi ini diharapkan dapat
memberikan sumbangan pikiran dalam
rangka perkembangan ilmu hukum pada umumnya serta perkembangan hukum pidana khususnya mengenai peranan keterangan
ahli dalam pemeriksaan perkara pidana di
tingkat penyidikan.
Download lengkap Versi Word
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi