Rabu, 23 April 2014

Skripsi Hukum: PERANAN KETERANGAN AHLI DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI TINGKAT PENYIDIKAN

BAB I.
PENDAHULUAN.
A.  Latar Belakang.
Ada kecenderungan yang menarik untuk dikaji di dalam praktik penegakan  hukum di Indonesia. Peran keterangan ahli menjadi kian menonjol dan ada cukup  banyak perkara yang menggunakan keterangan ahli sebagai dasar justifikasi di  dalam memutus perkara pidana. Hal ini disebabkan karena pada hakekatnya,  pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan bertujuan untuk  mencari kebenaran materiil (materiile waarheid) terhadap perkara tersebut. Hal  ini dapat dilihat dari adanya berbagai usaha yang dilakukan oleh aparat penegak  hukum dalam memperoleh bukti-bukti yang dibutuhkan untuk mengungkap suatu  perkara baik pada tahap pemeriksaan pendahuluan seperti penyidikan dan  penuntutan maupun pada tahap persidangan perkara tersebut.

 Usaha-usaha yang dilakukan oleh para penegak hukum untuk mencari  kebenaran materiil suatu perkara pidana dimaksudkan untuk menghindari adanya  kekeliruan dalam penjatuhan pidana terhadap diri seseorang, hal ini sebagaimana ditentukan dalam Undang-undang No.14 Tahun 1970 tentang Ketentuan Pokok  Kekuasaan Kehakiman Pasal 6 ayat (2) yang menyatakan : “Tiada seorang juapun  dapat dijatuhi pidana, kecuali apabila pengadilan karena alat pembuktian yang sah  menurut Undang-undang mendapat keyakinan bahwa seseorang yang dianggap  dapat bertanggungjawab, telah bersalah atas perbuatan yang dituduhkan atas  dirinya”. Dengan adanya ketentuan perundang-undangan diatas,  maka dalam   Peranan Visum Et Repertum Pada Tahap Penyidikan Dalam Mengungkap Tindak  Pidana Pemerkosaan, http://www.lawskripsi.com/article.php, diakses pada tanggal 23 Maret 20  proses penyelesaian perkara pidana penegak hukum wajib mengusahakan  pengumpulan bukti maupun fakta mengenai perkara pidana yang ditangani dengan  selengkap mungkin. Adapun mengenai alat-alat bukti yang sah sebagaimana  dimaksud diatas dan yang telah ditentukan menurut ketentuan perundangundangan adalah sebagaimana diatur dalam Undang-undang No.8 Tahun 1981  tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) pada Pasal 184  ayat  (1). Di dalam usaha memperoleh bukti-bukti yang diperlukan guna  kepentingan pemeriksaan suatu perkara pidana, seringkali para penegak hukum  dihadapkan pada suatu masalah atau hal-hal tertentu yang tidak dapat diselesaikan  sendiri dikarenakan masalah tersebut berada di luar kemampuan atau keahliannya.
Dalam hal demikian maka bantuan seorang ahli sangat penting diperlukan dalam  rangka  mencari kebenaran materiil selengkap-lengkapnya bagi para penegak  hukum tersebut.
 Mengenai perlunya bantuan seorang ahli dalam memberikan keterangan  yang terkait dengan kemampuan dan keahliannya untuk membantu pengungkapan  dan pemeriksaan suatu perkara pidana, Prof. A. Karim Nasution menyatakan :  “Meskipun pengetahuan, pendidikan dan pengalaman dari seseorang mungkin  jauh lebih luas daripada orang lain, namun pengetahuan dan pengalaman setiap  manusia tetap terbatas adanya. Maka oleh sebab itulah selalu ada kemungkinan  bahwa ada soal-soal yang tidak dapat dipahami secukupnya oleh seorang penyidik  dalam pemeriksaan pendahuluan, ataupun seorang hakim di muka persidangan  sehingga ia perlu diberi pertolongan oleh orang-orang yang memiliki sesuatu   Ibid.
 pengetahuan tertentu. Agar tugas-tugas menurut hukum acara pidana dapat  dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, maka oleh undang-undang diberi  kemungkinan agar para penyidik dan para hakim dalam keadaan yang khusus  dapat memperoleh bantuan dari orang-orang yang berpengetahuan dan  berpengalaman khusus tersebut.”   Bantuan seorang ahli yang diperlukan dalam suatu proses pemeriksaan  perkara pidana, baik pada tahap pemeriksaan pendahuluan dan pada tahap  pemeriksaan lanjutan di sidang pengadilan, mempunyai peran dalam membantu  aparat yang berwenang untuk membuat terang suatu perkara pidana,  mengumpulkan bukti-bukti yang memerlukan keahlian khusus, memberikan  petunjuk yang lebih kuat mengenai pelaku tindak pidana, serta pada akhirnya  dapat membantu hakim dalam menjatuhkan putusan dengan tepat terhadap  perkara yang diperiksanya.  Pada tahap pemeriksaan pendahuluan dimana  dilakukan proses penyidikan atas suatu peristiwa yang diduga sebagai suatu tindak  pidana, tahapan ini mempunyai peran yang cukup penting bahkan menentukan  untuk tahap pemeriksaan selanjutnya dari keseluruhan proses peradilan pidana.
Tindakan penyidikan yang dilakukan oleh pihak Kepolisian atau pihak lain yang  diberi wewenang oleh undang-undang untuk melakukan tindakan penyidikan,  bertujuan untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti tersebut  dapat membuat terang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan  tersangkanya. Berdasarkan hasil yang didapat dari tindakan penyidikan suatu   Ibid.
 kasus pidana, hal ini selanjutnya akan diproses pada tahap penuntutan dan  persidangan di pengadilan.
 Menempatkan keterangan ahli sebagai alat bukti yang sah, merupakan hal  yang dapat dicatat sebagai salah satu kemajuan dalam pembaruan hukum.
Mungkin pembuat undang-undang menyadari bahwa sudah tidak dapat dipungkiri  lagi  pada saat perkembangan ilmu dan teknologi, keterangan ahli memegang  peranan dalam penyelesaian kasus pidana, sebagai contoh ketika aparat penegak  hukum, khususnya kejaksaan, mengusut kasus korupsi, maka peranan ahli  menjadi dibutuhkan, dalam hal ini dalam hal keuangan negara, hukum pidana, dan  hukum tata negara/hukum administrasi negara. Sebagai suatu tindak pidana dalam  ranah publik, maka peranan ahli dibutuhkan untuk menjernihkan pemahaman  terutama kepada hakim, bagaimana konstruksi hukum yang semestinya dibangun  dari hasil penyidikan, dakwaan, dan tuntutan yang disampaikan di pengadilan.
 Di dalam konteks itu ada kebutuhan untuk mengatur ahli agar sesuai  dengan kapasitas keahliannya dan si ahli tidak sedang menjadi Tim Advokasi atau Lawyer dari satu pihak sehingga  dapat mempengaruhi kapasitas obyektifitas  keahliannya. Dalam HIR (Herziene Inlands Reglement), keterangan ahli tidak  termasuk alat bukti dalam pemeriksaan perkara pidana. HIR tidak memandang  keterangan ahli sebagai alat bukti yang sah, tetapi hanya dipakai guna memberi  penerangan pada hakim, dan hakim sama sekali tidak wajib turut pada pendapat  orang-orang ahli itu, apabila keyakinan hakim bertentangan dengan pendapat ahliahli itu. Selanjutnya kalau hakim setuju dengan pendapat seorang ahli itu, maka   Ibid.
 Isharyanto, Keterangan Ahli Sebagai Pengembanan Hukum Untuk Pencerahan Hukum, http://www.hukum.com/makalah-seminar, diakses pada tanggal 23 Maret 20  pendapat itu diambil oleh hakim dan dianggap sebagai pendapatnya sendiri.
Dengan berlakunya KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana) Pasal  184 ayat (1) menetapkan keterangan ahli sebagai alat bukti yang sah. Bahkan  tempatnya diletakkan pada urutan kedua sesudah alat bukti keterangan saksi.
Melihat letak urutannya, pembuat Undang-Undang menilainya sebagai salah satu  alat bukti yang penting yang artinya dalam pemeriksaan perkara pidana.
 Berdasarkan penjelasan Pasal 186 KUHAP  (Kitab Undang-Undang  Hukum Acara Pidana) menyatakan bahwa keterangan ahli ini dapat juga sudah  diberikan pada waktu pemeriksaan oleh penyidik atau penuntut umum yang  dituangkan dalam suatu bentuk laporan dan dibuat dengan mengingat sumpah di  waktu ia menerima jabatan atau pekerjaan. Jika hal itu tidak diberikan pada waktu  pemeriksaan oleh penyidik atau penuntut umum, maka pada pemeriksaan  disidang, diminta untuk memberikan keterangan dan dicatat dalam berita acara  pemeriksaan. Keterangan tersebut diberikan setelah ia mengucapkan sumpah atau  janji di hadapan hakim, misalnya dalam suatu kasus seorang korban yang tidak  terdapat luka pada badannya tetapi sebelum ia meninggal dunia, ada hal-hal  padanya yang menimbulkan persangkaan bahwa ia telah diracun, maka seorang  ahli kimia harus diminta pertolongan untuk memeriksa isi perut si korban dan  megajukan pendapat tentang sebab dari kematian si korban. Dari contoh ini orang  ahli mengemukakan pendapat tentang sebab dari kematian korban. Kalau  pendapat seorang ahli tentang sebab itu disetujui oleh hakim, maka hakim  menganggap adanya sebab itu, dan sebetulnya hakim menganggap terbukti   M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP,  Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi dan Peninjauan Kembali, Sinar Grafika,  Jakarta, 2006, hal. 2  pembunuhan itu antara lain dengan mempergunakan pendapat ahli tentang sebab  itu. Dilihat dari sudut ini, maka jelaslah bahwa keterangan ahli dapat dinamakan  juga alat bukti.
 Dengan demikian, jelaslah bahwa keterangan ahli memegang peranan  dalam penyelesaian kasus pidana. Perkembangan ilmu dan teknologi sedikit  banyak membawa dampak terhadap kualitas metode kejahatan, memaksa agar  mengimbanginya dengan kualitas dan metode  pembuktian yang memerlukan  pengetahuan dan keahlian.
  Ibid, hal 2  Ibid.
B.  Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan, maka dapat ditarik  beberapa permasalahan yang penulis anggap penting untuk dibahas lebih lanjut.
Adapun permasalahan yang akan diangkat dalam skripsi ini adalah : 1.  Bagaimana kedudukan keterangan ahli dalam pembuktian perkara pidana  menurut hukum acara pidana? 2.  Bagaimana implementasi keterangan ahli dalam pemeriksaan perkara pidana  pada tingkat penyidikan?  C. Tujuan dan Manfaat Penulisan 1. Tujuan Penulisan Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan di atas, maka tujuan  penulisan skripisi ini adalah : 1.  Untuk mengetahui peranan keterangan ahli dalam pembuktian perkara pidana  menurut hokum acara pidana 2.  Untuk mengetahui implementasi keterangan ahli dalam pemeriksaan perkara  pidana pada tingkat penyidikan.

2.  Manfaat penulisan  Adapun manfaat dari penulisan skripsi ini adalah : a.  Teoritis  Penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pikiran  dalam rangka perkembangan ilmu hukum pada umumnya serta perkembangan  hukum pidana khususnya mengenai peranan keterangan ahli dalam pemeriksaan  perkara pidana di tingkat penyidikan.
Download lengkap Versi Word

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi