Senin, 21 April 2014

Skripsi Hukum: PERANAN MEDIATOR DAN TINGKAT KEBERHASILANNYA DALAM PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

BAB I.
PENDAHULUAN.
A. Latar Belakang.
Mediasi dalam hubungan industrial adalah penyelesaian perselisihan hak,  perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan  antarserikat pekerja/ serikat buruh hanya dalam satu perusahaan melalui musyawarah  yang ditengahi oleh seorang atau lebih mediator yang netral. Terjadinya perselisihan   di antara manusia, terkhusus dalam bidang ketenagakerjaan merupakan masalah  lumrah yang akan dialami oleh para pengusaha dengan para buruh. Umumnya hal  tersebut timbul dikarenakan adanya perasaan-perasaan kurang puas dari masingmasing pihak. Pengusaha mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang menurut  pertimbangannya sudah baik dan pasti akan diterima oleh para pekerja/ buruh, namun  karena
para pekerja/ buruh juga memiliki pertimbangan yang berbeda-beda, maka  buruh yang merasa puas dengan kebijakan para pengusaha akan menunjukkan  semangat kerjanya dengan baik sedangkan buruh yang merasa tidak puas akan  menunjukkan semangat kerja yang menurun dan buruk. Akibatnya, sudah dapat  diterka akan timbul konflik atau perselisihan yang dalam Undang-Undang No. 13  Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan dan Undang-Undang No. 2 Tahun 2004  Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, disebut dengan perselisihan  hubungan industrial.
 a.  Pengupahan;  Pokok pangkal perselisahan antara pekerja/ buruh dengan pengusaha pada  umumnya berkisar pada masalah-masalah : b.  Jaminan sosial; c.  Perilaku penugasan yang kadang-kadang dirasakan kurang sesuai kepribadian; d.  Daya kerja dan kemampuan kerja yang dirasakan kurang sesuai dengan  pekerjaan yang harus diemban;  Zaeni Asyhadie I, Peradilan Hubungan Industrial, (Jakarta, PT Raja Grafindo, 2009), hal. 2.
 e.  Adanya masalah pribadi.
 Pemerintah berkewajiban untuk melindungi negara dan warga negara agar  roda-roda pembangunan nasional dapat berjalan dengan baik dan tertib. Oleh karena  itu, Pemerintah bahkan para pekerja/ buruh serta pengusaha, tidak menghendaki  adanya konflik atau perselisihan di antara mereka karena hanya akan menimbulkan  kerugian baik kerugian bagi pengusaha maupun bagi para pekerja itu sendiri yang  pada akhirnya juga dapat menimbulkan kerugian bagi masyarakat luas.
Mencermati konflik antara para pekerja/ buruh dengan pengusaha tidak dapat  dilihat secara hitam putih semata, sebab berbicara mengenai masalah ketenagakerjaan  memang cukup kompleks. Oleh karena itu, Pemerintah menerbitkan Undang-Undang  No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial sebagai  rangkaian pendukung diterbitkannya Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang  Ketenagakerjaan yang terlebih dahulu dikeluarkan.
Hal ini tentu saja membuat pekerja/ buruh mempunyai kesempatan untuk  menyelesaikan perselisihan yang mereka hadapi dan penyelesaian perselisihan yang  demikian dapat memberikan perlindungan hukum yang kuat terhadap para pihak yang sedang dilanda konflik. Mulai dari penyelesaian oleh para pihak secara kooperatif,  dengan bantuan orang lain atau pihak ketiga yang bersifat netral dan sebagainya.
Penyelesaian semacam ini lazim disebut penyelesaian perselisihan di luar pengadilan  atau  alternative dispute resolution  (ADR) yang dalam masyarakat Indonesia   Gunawi Kartasapoetra, dkk seperti dikutip Zaeni Asyhadie dalam bukunya, Dasar-Dasar  Hukum Perburuhan, (Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2004), hal. 202.
 penyelesaian perselisihan semacam ini sudah lama dikenal, yakni musyawarah baik  dengan melibatkan pihak lain maupun tidak.
 a.  Sebagai katup penekan (pressure valve )atas segala pelanggaran hukum dan  ketertiban masyarakat; Namun, apabila para pihak yang  berkonflik tidak mencapai titik temu dalam penyelesaian sengketa yang dihadapi,  baru kemudian dapat menempuh jalur pengadilan.
Secara teori mungkin masih benar pandangan, bahwa dalam negara hukum  yang tunduk kepada the rule of law, kedudukan peradilan dianggap sebagai pelaksana  kekuasaan kehakiman (judical power) yang memiliki peranan : b.  Oleh karena itu, pengadilan masih tetap relevan sebagai the last resort atau  tempat terakhir mencari kebenaran dan keadilan, sehingga secara teoretis masih  diandalkan sebagai badan yang berfungsi dan berperan menegakkan kebenaran  dan keadilan (to enforce the truth and justice).
 Akan tetapi, pengalaman yang pahit yang menimpa masyarakat,  memperlihatkan sistem peradilan yang tidak efektif dan tidak efisien.
Penyelesaian melalui pengadilan selain mahal, menyita cukup banyak waktu,  serta dapat membangkitkan pertikaian yang mendalam karena putusan Pengadilan ada  dua alternatif kalah dan menang.
  Lalu Husni, Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial melalui Pengadilan dan di luar  Pengadilan, (Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2004), hal. 7.
 Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan,  Pembuktian dan Putusan Pengadilan,(Jakarta, Sinar Grafika, 2004), hal. 229.
 Ibid Sedangkan penyelesaian sengketa melalui ADR  menjadi alternatif pilihan yang ditempuh oleh para pihak, khususnya di kalangan   usahawan karena penyelesaian yang demikian masih dianggap relatif murah dan  cepat, putusannya dapat melanggengkan hubungan karena sifatnya win-win solution.
Ada beberapa alasan mengapa penyelesaian sengketa melalui ADR mulai  mendapat perhatian yang lebih di Indonesia, misalnya seperti faktor-faktor sebagai  berikut : a.  Faktor ekonomis, dimana alternative penyelesaian sengketa memiliki potensi  sebagai sarana untuk menyelesaikan sengketa yang lebih ekonomis, baik dari  sudut pandang biaya maupun waktu.
b.  Faktor ruang lingkup yang dibahas, alternatif penyelesaian sengketa memiliki  kemampuan untuk membahas agenda permasalahan secara lebih luas,  komprehensif dan fleksibel.
c.  Faktor pembinaan hubungan baik, di mana alternatif penyelesaian sengketa yang  mengandalkan cara-cara penyelesaian yang kooperatif sangat cocok bagi mereka  yang menekankan pentingnya hubungan baik antar manusia (relationship), yang  telah berlangsung maupun yang akan datang.
 Menyadari tentang berbagai keuntungan penyelesaian perselisihan di luar  pengadilan/ nonlitigasi maupun melalui pengadilan/ litigasi, maka peraturan  perundang-undangan di Indonesia sudah mulai mengatur penyelesaian perselisihan  tersebut termasuk dalam penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang  mengakomodir kedua cara penyelesaian perselisihan tersebut. Terlebih dalam era   H. Soeharto yang dikutip dari buku yang berjudul Mediasi dan Perdamaian, (Jakarta, Mahkamah Agung Republik Indonesia, 2005), hal. 16.
 industrialisasi seperti saat ini, masalah perselisihan hubungan industrial menjadi  semakin meningkat dan rumit sehingga diperlukan institusi dan mekanisme  penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang cepat, tepat, adil dan murah.
Mediasi termasuk salah satu penyelesaian perselisihan hubungan industrial di  luar pengadilan/ nonlitigasi yang dilakukan melalui seorang penengah yang disebut  mediator. Pada dasarnya penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui  mediasi adalah wajib, manakala para pihak tidak memilih penyelesaian melalui  konsiliasi atau arbiter setelah instansi yang bertanggungjawab di bidang  ketenagakerjaan menawarkan kepada pihak-pihak yang berselisih. Berbeda dengan  hakim atau arbiter, mediator tidak berwenang untuk memutuskan sengketa, mediator  hanya membantu para pihak untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang  dikuasakan kepadanya. Di mana pada umumnya dalam suatu perselisihan ada salah  satu pihak yang lebih kuat dan cenderung menunjukkan kekuasaannya, maka pihak  ketiga memegang peranan penting untuk menyetarakannya. Kesepakatan dapat  tercapai dengan mediasi karena pihak yang bersengketa berhasil mencapai saling  pengertian dan bersama-sama merumuskan penyelesaian sengketa dengan arahan  konkrit dari pihak ketiga. Hal inilah yang akhirnya membuat atau menimbulkan  keingintahuan bagaimana sebenarnya peranan mediator sebagai pihak ketiga di antara  para pihak yang bersengketa sehingga berhasil menyelesaikan perselisihan tanpa  harus melalui pengadilan di dalam prakteknya/ di lapangan.


Download lengkap Versi Word

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi