Rabu, 23 April 2014

Skripsi Hukum: PERANAN PENGADILAN PERIKANAN MEDAN DALAM MENYELESAIKAN TINDAK PIDANA PENCURIAN IKAN (ILLEGAL FISHING)

x BAB I.
PENDAHULUAN.
A. Latar Belakang.
Konsep Indonesia sebagai negara kepulauan (Archipelagic State) dengan  jumlah pulau sebanyak 17.508 pulau dengan panjang pantai 81.000 Km  yang  terdiri dari 0,3 juta km  (5,17%) laut teritorial, 2,8 juta km  (48,28%) perairan  kepulauan, serta 2,7 juta km  (46,55%) Zona Ekonomi Eksklusif.

 Indonesia yang terdiri dari 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang  81.000 km  dan kawasan laut seluas 5,8 juta, dinilai memiliki keanekaragaman  kekayaan yang terkandung didalamnya sangat potensial bagi pembangunan  ekonomi negara. Luas laut Indonesia meliputi ¾ (tiga per empat) dari seluruh luas  wilayah Negara Indonesia. Wilayah perairan yang demikian luas menjadi beban  tanggung jawab yang besar dalam mengelola dan mengamankannya. Untuk  mengamankan laut yang begitu luas, diperlukan kekuatan dan kemampuan  dibidang maritim berupa peralatan dan tekhnologi kelautan modern serta sumber  Diakui dunia setelah United Nation Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) yang disahkan pada tanggal 10 Desember 1982 dan Indonesia telah  meratifikasinya dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985. Pengakuan  Indonesia sebagai negara kepulauan tersebut merupakan anugerah besar bagi  bangsa Indonesia karena perairan yurisdiksi Nasional Republik Indonesia  bertambah luas.
 Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman RI, Penggantian dan  Pembaharuan Perundang-Undangan Kolonial Menjadi Nasional (Stb. 1939 No.442 Territoriale  Zee En Maritieme Kringen Ordonantie), (Jakarta, 1996/1997),hal.
 xi daya manusia yang handal untuk mengelola sumber daya yang terkandung di  dalamnya, seperti : ikan, koral, mineral, biota laut dan lain sebagainya.
Geografis Indonesia terdiri dari ¾ (tiga per empat) wilayah laut dan ¼  (satu per empat) wilayah daratan, membuka kerawanan terhadap sejumlah  dimensi terpenting dari keamanan. Tanpa pengamatan terintegrasi yang memadai,  letak geografis Indonesia yang strategis membuka peluang terjadinya pencurian  dan pemanfaatan sumberdaya laut secara ilegal oleh pihak-pihak yang merugikan  negara apabila kemampuan pengawasan terbatas.
Masalah penangkapan ikan secara ilegal (illegal fishing), masih marak  terjadi diperairan Indonesia. Kemampuan  dalam melakukan pengawasan dan  pengendalian dinilai terbatas, karena kemampuan sarana dan prasarana  pengawasan yang kita miliki belum cukup mendukung untuk tugas-tugas  pengawasan.
Kepala staf Angkatan Laut, Laksamana Slamet Subiyanto dalam suatu  perbincangan dengan media Barracuda menyatakan bahwa,  “Kemudian kita pun seharusnya ada persamaan persepsi bahwa ikan itu  adalah milik kita yang diambil oleh orang lain, itukan namanya mencur i  dan suratnya tidak ada dan didalam pembelaannya itu sering dikategorikan  sebagai tindak pidana ringan jadi sangat merugikan negara”.
 Khususnya praktek perikanan ilegal (illegal fishing) saat ini telah  merugikan negara sebesar yaitu mencapai kurang lebih 1,9 milyar US $ per tahun   Slamet Subiyanto, Tidak Ada Toleransi Bagi Pelaku Illegal Fishing, Baraccuda,  Agustus 2005, hal.
 xii atau sekitar Rp 18 trilyun, serta membahayakan harga diri dan kedaulatan bangsa  Indonesia.
 Praktek IUU Fishing (Illegal, unreported, unregulated fishing) di wilayah  laut Indonesia hingga kini masih marak. Bahkan akibat pencurian ikan tersebut,  negeri bahari ini mengalami kerugian hingga mencapai Rp 30 triliun pertahun.
Duta Besar (Dubes) Thailand untuk Indonesia, Chaiyong Satjipanon, mengakui  banyak nelayan dari negaranya mencuri ikan di perairan Indonesia. Mafia  pencurian ikan semakin marak di perairan Indonesia. Di tahun 2008 saja  Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) bersama TNI AL, Kepolisian  Republik Indonesia (Polri), khususnya Polisi Air (Polair) dan masyarakat berhasil  menangkap sekitar 130 kapal nelayan berbendera asing yang mencuri ikan di  perairan Indonesia. Kasus terbesar adalah penangkapan 24 kapal dengan 400 anak  buah kapal (ABK) yang tengah melakukan pemindahan hasil tangkapan dari kapal  kecil ke dua kapal besar di Laut Arafuru, Papua. Kasus pencurian juga terjadi di  Laut Natuna dan Sulawesi hingga Lautan Pasifik. Kapal nelayan asing asal  Taiwan, Tiongkok, Filipina, Vietnam, dan Thailand menyerbu perairan Indonesia.
Kerugian negara akibat penangkapan ikan secara liar (illegal fishing) olehkapalJuga masalah pemanfaatan hasil laut secara illegal, pemerintah cukup  banyak menghadapi masalah dalam hal perusakan dan pencemaran lingkungan  laut seperti penangkapan ikan dengan bahan peledak, pengambilan terumbu  karang secara besar-besaran dan pencemaran laut akibat tumpahan minyak, serta  pembuangan zat-zat yang berbahaya dari kapal-kapal.
3  http://www.dkp.go.id. Departemen Kelautan dan Perikanan Tangani Illegal Fishing, (Info  Aktual IUU Fishing, 22 Februari 2010)  xiii kapal penangkap ikan nelayan asing dikhawatirkan kian meningkat sejalan dengan  semakin banyaknya jumlah kasus-kasus pelanggaran bidang perikanan. Dengan  banyaknya kasus pelanggaran penangkapan ikan secara ilegal (illegal fishing)  yang dilakukan oleh kapal berbendera asing di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia  (ZEEI) maka pemerintah Indonesia harus melakukan upaya penegakan hukum  untuk mencegah dan menanggulangi tindak pidana illegal fishing di ZEEI.
Untuk memberikan landasan hukum bidang perikanan, telah disahkan  Undang-Undang No. 45 Tahun 2009 tentang Perikanan. Undang-undang ini  merupakan penyempurnaan dari Undang-undang No. 9 Tahun 1985 dan UndangUndang No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan yang dipandang belum  menampung semua aspek pengelolaan sumber  daya ikan dan kurang mampu  mengantisipasi perkembangan kebutuhan hukum serta perkembangan teknologi.
Sudah beberapa kali Undang-Undang mengenai perikanan direvisi mulai  dari Undang-Undang No. 9 Tahun 1985 kemudian disempurnakan menjadi  Undang-Undang No. 31 Tahun 2004 dan yang terakhir Undang-Undang No. 45  Tahun 2009, tetapi implementasi di lapangan masih memprihatinkan. Amanat  agar perkara-perkara perikanan dibawa ke pengadilan perikanan dan menjerat  pelaku dengan UU Perikanan itu ternyata belum efektif. Setelah tiga tahun  Pengadilan Perikanan beroperasi, penyelesaian kasus-kasus perikanan ternyata  kurang memadai. Ada sekitar 800 kasus perikanan selama tiga tahun terakhir,  kebanyakan kasus penangkapan kapal nelayan asing. Namun, dari 800 kasus  tersebut, belum ada tindak lanjut yang efektif. Padahal, Mahkamah Agung sudah  membentuk lima Pengadilan Perikanan, yakni di PN Jakarta Utara, PN Medan,   xiv PN Pontianak, PN Bitung, dan PN Tual. kurang efektifnya tindak lanjut kasuskasus tersebut menandakan pemanfaatan peradilan perikanan belum maksimal.
Oleh karena itu, perlu dilakukan evaluasi atas eksistensi Pengadilan Perikanan.
Perlu dilakukan suatu gebrakan hukum.
Salah satu faktor yang membuat Pengadilan Perikanan belum efektif  adalah sikap aparat hukum sendiri. banyak kasus kejahatan perikanan diselesaikan  di peradilan umum karena penyidik dan jaksa juga menggunakan KUH Pidana,  bukan jerat yang terdapat pada UU Perikanan. Misalnya, kematian seorang  nelayan di Sulawesi Selatan karena penggunaan bom ikan. Seyogianya polisi bisa  memakai UU Perikanan, tetapi ternyata polisi lebih memilih KUH Pidana. UU  Perikanan jelas mengancam pidana setiap orang yang menangkap ikan dengan  menggunakan bom ikan. Kasus lain yang prosesnya menggunakan peradilan  umum adalah penggunaan trawl atau pukat hela.
Berdasarkan uraian diatas, jika keadaan ini tidak secara cepat direspon  maka kegiatan penangkapan ikan ilegal ini akan merusak ekosistem laut kita,  terutama perikanannya, dan bahkan akan merugikan perekonomian negara kita.
Oleh karena itu diperlukan usaha yang efektif untuk mencegah usaha-usaha  penangkapan ikan secara ilegal untuk tetap menjaga eksistensi sumber daya ikan.
Diperlukan adanya suatu pengaturan yang terpadu dan peran serta masyarakat.
Melalui kajian hukum pidana terhadap aktivitas penangkapan ikan ilegal, kita  akan melihat peranan pengadilan perikanan serta kebijakan dan pengaturan hukum   xv pidana terhadap pencegahan penangkapan ikan secara ilegal. Dimana hal ini  sesuai dengan tujuan hukum pidana, yaitu:  a.  Untuk menakut-nakuti orang jangan sampai melakukan kejahatan, baik  menakut-nakuti orang banyak maupun orang tertentu, agar di  kemudian hari tidak melakukan lagi.
b.  Untuk medidik atau memperbaiki orang-orang yang suka melakukan  kejahatan, agar menjadi orang yang baik tabiatnya dan bermanfaat bagi  masyarakat.

Dan hal inilah yg melatar belakangi penulisan skripsi ini dan menuangkannya dalam sebuah skripsi yang berjudul “PERANAN PENGADILAN PERIKANAN  MEDAN DALAM MENYELESAIKAN TINDAK PIDANA ILLEGAL  FISHING.” B.  Perumusaan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, telah kita ketahui bahwa aktivitas  penangkapan ikan secara ilegal masih marak terjadi di perairan Indonesia. Maka  peranan pengadilan perikanan serta kebijakan dan pengaturan hukum pidana  terhadap pencegahan penangkapan ikan secara ilegal sangat diperlukan dalam  menyelesaikan tindak pidana illegal fishing.
Download lengkap Versi Word

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi