Sabtu, 19 April 2014

Skripsi Hukum: PERANAN POLISI SEBAGAI PENYIDIK DALAM MENCARI BUKTI PADA PROSES PENANGANAN TEMPAT KEJADIAN PERKARA

BAB I.
PENDAHULUAN.
A . Latar Belakang.
Negara Republik Indonesia adalah negara berdasarkan hukum yang  demokratis, berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 bukan  berdasarkan atas kekuasaan semata-mata. Muhammad Kusnardi dan Bintan  Saragih berpendapat bahwa: “ negara hukum menentukan alat-alat perlengkapan  yang bertindak menurut dan terikat kepada peraturan-peraturan yang ditentukan  terlebih dahulu oleh alat-alat perlengkapan yang dikuasakan untuk mengadakan  peraturan-peraturan itu, adapun ciri-ciri khas bagi suatu negara hukum adalah: 1.  pengakuan dan perlindungan atas hak-hak asasi manusia; 2.  peradilan yang bebas dari pengaruh sesuatu kekuasaan atau kekuatan  lain dan tidak memihak; 3.  legalitas dalam arti hukum dalam segala bentuknya.”  Sebagai bentuk dari perwujudan Indonesia merupakan negara hukum  maka di buatlah peraturan perundang-undangan yang salah satu dari perundangundangan tersebut adalah kitab undang-undang hukum acara pidana yang  mengatur bagaimana cara beracara dalam hukum pidana.

Yang mana menurut buku pedoman pelaksanaan Kitab Undang-Undang  Hukum Acara Pidana disebutkan bahwa “tujuan hukum acara pidana adalah untuk   Andi Hamzah, Bunga Rampai Hukum Pidana dan Acara Pidana, (Jakarta: Ghalia  Indonesia, 1986), hal 13.
mencari dan mendapatkan kebenaran materiil, yaitu kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan menerapkan ketentuan hukum  secara jujur dan tepat, dengan tujuan untuk mencari siapakah pelaku yang dapat  didakwakan suatu pelanggaran hukum dan selanjutnya minta pemeriksaan dan  putusan pengadilan guna menentukan apakah terbukti bahwa suatu tindak pidana  telah dilakukan dan apakah orang yang didakwa itu dapat dipersalahkan”.
 Jadi meskipun kegiatan upaya pembuktian yang paling penting dan  menentukan itu adalah pada tingkat pemeriksaan perkara di muka sidang  pengadilan, namun upaya pengumpulan sarana pembuktian itu sudah berperan dan  Hal tersebut berdasarkan pemikiran bahwa dalam praktek hukum /praktek  penegakan hukum ternyata bahwa pejabat penyidik pada saat mulai mengayunkan  langkah pertamanya dalam melakukan penyidikan maka secara otomatis dan  secara langsung sudah terikat dengan ketentuan-ketentuan pembuktian yang diatur  dalam KUHAP. Bahkan yang menjadi target penting dalam kegiatan penyidikan  adalah upaya mengumpulkan alat-alat pembuktian untuk membuat terang tentang  tindak pidana yang terjadi.
Demikian pula dalam hal penyidik menentukan seseorang berstatus  tersangka, setidak-tidaknya penyidik harus sudah menguasai alat pembuktian yang  disebut sebagai bukti permulaan, selanjutnya apabila penyidik sudah melakukan  upaya paksa, misalnya penahanan terhadap orang yang dianggap sebagai pelaku  tindak pidana maka tindakan penyidik tersebut paling kurang harus didasarkan  pada bukti yang cukup.
 Waluyadi, Pengetahuan Dasar Hukum Acara Pidana, (Bandung: Mandar Maju, 1999),  hal 15.
berfungsi pada saat penyidik mulai melakukan tindakan penyidikan. Sehingga  apabila pejabat penyidik dalam melakukan penyidikan kurang memahami atau  tidak memperhatikan ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan sarana  pembuktian maka tindakan penyidik yang dilakukan akan mengalami kegagalan.
 Namun dengan perkembangan kemajuan jaman yang semakin terus  berkembang begitu juga dengan tindakan kejahatan yang dilakukan oleh pelaku  kejahatan, guna menghilangkan perbuatannya. Tentulah semakin canggih pula  tindakan pelaku kejahatan untuk mengaburkan atau menghilangkan benda-benda  Jika dilihat dari tujuan hukum acara pidana tersebut diatas, maka yang  dicari adalah kebenaran yang materiil. yakni kebenaran yang hakiki atau yang  sebenar-benarnya dan terbukti bersalah yang didapat berdasarkan bukti-bukti yang  ada dan selengkap-lengkapnya dan bukan dari sekedar kebenaran formil apalagi  hanya dengan pengakuan dari tersangka/terdakwa yang tidak didasarkan buktibukti yang lain karena bisa saja yang mengaku tersebut bukan merupakan pelaku  yang sebenarnya dan jika dikaitkan dengan skripsi yang disusun oleh penulis  tentang peranan polisi sebagai penyidik dalam mencari bukti pada proses  penanganan tempat kejadian perkara untuk mencari kebenaran materiil itu harus  didapat dari bukti-bukti yang ada pada tempat kejadian perkara yang merupakan  tempat terjadinya suatu tindak pidana yang mana dalam hal ini polisi sebagai  penyidiklah yang berkewajiban untuk mencari dan menemukan bukti-bukti  sehingga menjadi terang tentang suatu peristiwa yang diduga merupakan suatu  tindak pidana.
 HMA Kuffal, Penerapan KUHAP dalam Praktik Hukum,  (Malang: UMM Pres, 2008),  hal 13-14.
atau bukti yang digunakan oleh pelaku kejahatan dalam melakukan suatu tindak  pidana sehingga pelaku kejahatan dapat terbebas dari jeratan hukum, dari hal  demikian maka bagi penyidik untuk mencari dan menemukan apakah telah terjadi  suatu tindak pidana pada suatu peristiwa yang diduga merupakan suatu tindak  pidana tersebut diperlukan ketelitian dan kecermatan.
Adapun hal yang menarik penulis untuk menulis skripsi tentang peranan  penyidik dalam mencari bukti pada proses penanganan tempat kejadian perkara  adalah banyaknya selama ini tindakan kejahatan yang sulit untuk diungkapkan  sehingga dibutuhkan suatu upaya untuk mengungkapkan tindakan kejahatan  tersebut, sehingga bagaimana upaya penyidik untuk mengetahui serta menemukan  bukti tersebut dan salah satu upaya dari penyidik adalah dengan cara pengolahan  tempat kejadian perkara yang merupakan bagian dari suatu proses penanganan  tempat kejadian perkara.
Sebagai contoh: telah terjadi suatu peristiwa yang diduga merupakan suatu  pembunuhan, yang mana pada saat kejadian pembunuhan tersebut tidak ada saksi  yang melihat, ataupun mendengar kejadian tersebut, dan kejadian tersebut baru  diketahui setelah beberapa saat oleh masyarakat dan kemudian masyarakat  melaporkan kejadian tersebut kepolisi, sesampainya ditempat kejadian perkara  penyidik hanya menemukan korban yang telah menjadi mayat dengan tubuh  penuh dengan luka tikaman dan lembam-lembam dengan jejak-jejak kaki yang  diduga merupakan jejak kaki dari pelaku.
Dengan ketiadaan saksi yang melihat kejadian tersebut tentulah  menyulitkan bagi pihak kepolisian untuk segera mencari dan menangkap  pelakunya, sehingga untuk memecahkan peristiwa tersebut,  dibutuhkan suatu  proses pengolahan tempat kejadian perkara guna mencari dan menemukan buktibukti yang ada kaitannya dengan kejadian tersebut dan merupakan langkah awal  dari penyidikan, sehingga dengan adanya bukti tersebut dapat mengarahkan  penyidik untuk menyidik kejadian pembunuhan agar menjadi terang sehingga  dapat menemukan pelakunya beserta cara dan maksud dari pelaku melakukan  pembunuhan tersebut. guna kepentingan penyidikan, yang mana dari hasil buktibukti yang didapat lihat dilapangan, dapat diketahui apakah pembunuhan tersebut  merupakan pembunuhan biasa ataupun merupakan pembunuhan yang telah  direncanakan sehingga akan menentukan pasal apakah yang nantinya akan  dipergunakan oleh penuntut umum dalam menuntut terdakwa.
Sehingga dengan dilakukannya penanganan tempat kejadian perkara oleh  penyidik diharapkan dapat menentukan suatu peristiwa yang diduga suatu tindak  pidana menjadi terang yakni apakah memang benar peristiwa tersebut merupakan  suatu tindak pidana atau pun bukan merupakan suatu tindak pidana yang mana  dapat dibuktikan dari hasil penyidikan yang ditemukan pada waktu proses  penanganan tempat kejadian perkara .
Dimana sewaktu perkara tersebut telah dilimpahkan kepada pihak  kejaksaan, perkara tersebut telah memenuhi bukti yang cukup dan menjadikan  bukti yang didapat dari hasil pengolahan tempat kejadian perkara tersebut yang  akan menguatkan keyakinan hakim dipersidangan untuk menjatuhkan vonis  bersalah kepada terdakwa.sebagai mana yang terdapat didalam pasal 183 KUHAP  yang berbunyi sebagai berikut:  “hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan  sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa  suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah  melakukannya”.
Dan apabila dari hasil penyidikan tersebut tidak memperoleh cukup bukti  untuk menuntut tersangka atau bukti yang diperoleh penyidik tidak memadai  untuk membuktikan kesalahan tersangka jika diajukan kedepan pengadilan. Atas  dasar kesimpulan ketidak cukupan bukti inilah penyidik berwenang untuk  menghentikan penyidikan. Ataupun apabila dari hasil penyidikan dan  pemeriksaan, penyidik berpendapat apa yang disangkakan terhadap tersangka  bukan merupakan perbuatan melanggar dan kejahatan, dalam hal ini berwenang  untuk menghentikan penyidikan  Dengan melihat begitu pentingnya suatu alat bukti yang nantinya akan  menentukan apakah seseorang bersalah atau tidak dihadapan persidangan maka  penanganan tempat kejadian perkara sangat dibutuhkan pada suatu tindak pidana  agar tidak terjadi kekeliruan atau pun kesalahan dari mulai penyelidikan,  penyidikan, penuntutan sampai putusan.
. sebagaimana berdasarkan pasal 109 ayat (2)  KUHAP tentang alasan penghentian penyidikan yakni: “Dalam hal penyidik menghentikan penyidikan karena tidak terdapat cukup bukti  atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana atau penyidikan  dihentikan demi hukum, maka penyidik memberitahukan hal itu kepada penuntut  umum,tersangka atau keluarganya”.

 M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Penyidikan  dan Penuntutan edisi kedua, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hal 151.
Download lengkap Versi Word

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi