Selasa, 22 April 2014

Skripsi Hukum: PERANAN SATUAN RESERSE KRIMINAL DALAM MENGUNGKAP TINDAK PIDANA MUTILASI

BAB I.
PENDAHULUAN.
A. Latar Belakang.
Mutilasi merupakan sebuah budaya yang pada dasarnya telah terjadi  selama ratusan tahun bahkan ribuan tahun, banyak suku-suku di dunia yang telah  melakukan budaya mutilasi diamana perbuatan tersebut merupakan suatu identitas  mereka terhadap dunia, seperti suku aborigin, suku-suku brazil, amerika, meksiko,  peru dan suku conibos. Pada umumnya mutilasi ini dilakukan terhadap kaum  perempuan dimana tujuannya adalah untuk menjaga keperawanan mereka, yang  sering disebut dengan Female Genital Mutilation  (FGM). FGM merupakan  prosedur termasuk pengangkatan sebagian atau seluruh bagian dari organ genital  perempuan yang paling sensitif.

 Pada kenyataannya, belakangan ini mutilasi tidak hanya digunakan dalam  suatu kebudayaan dimana terdapat unsur-unsur dan nilai-nilai estetika dan nilai  filosofis, tetapi Mutilasi sudah termasuk kedalam suatu modus operandi kejahatan  dimana para pelaku kejahatan menggunakan metode ini dengan tujuan untuk  mengelabui para petugas, menyamarkan identitas korban sehingga sulit untuk  dicari petunjuk mengenai identitas korban, serta meghilangkan jejak dari para  korban seperti memotong bagian-bagian tubuh korban menjadi beberapa bagian,  seperti kepala, tubuh dan bagian-bagian lain tubuh, yang kemudian bagian-bagian  tubuh tersebut dibuang secara terpisah.
 Gilin Grosth, Pengantar Ilmu Bedah Anestesi, (Yogyakarta : Prima Aksara,2004), hlm   Maraknya metode Mutilasi ini digunakan oleh para pelaku kejahatan  terjadi karena berbagai faktor, baik itu karena kondisi psikis dari seseorang  dimana terjadi ganguan terhadap kejiwaan dari seseorang sehingga dapat  melakukan tindakan yang dapat digologkan sebagai tindakan yang tidak  manusiawi tersebut, karena faktor dari sosial, karena faktor ekonomi, atau karena  keadaan rumah tangga dari pelaku.
Kejahatan merupakan suatu istilah yang tidak asing lagi dalam kehidupan  bermasyarakat, pada dasarnya istilah kejahatan itu diberikan kepada suatu jenis  perbuatan atau tingkah laku manusia tertentu yang dapat dinilai sebagai perbuatan  jahat. Perbuatan atau tingkah laku yang yang dinilai serta mendapat reaksi yang  yang bersifat tidak disukai oleh masyarakat itu, merupakan suatu tindakan yang  tidak dibenarkan untuk muncul di tengah-tengah kehidupan masyarakat begitu  juga dengan kejahatan mutilasi.
Tindak pidana mutilasi (human cutting body) merupakan tindak pidana  yang tergolong kejahatan terhadap tubuh dalam bentuk pemotongan bagianbagian tubuh tertentu dari korban. Apabila ditinjau dari segi gramatikal, kata  mutilasi itu sendiri berarti pemisahan, penghilangan, pemutusan, pemotongan  bagian tubuh tertentu. Dalam hal lain mutilasi itu sendiri diperkenankan dalam  etika dunia kedokteran yang dinamakan dengan istilah amputasi yaitu,  pemotongan bagian tubuh tertentu dalam hal kepentingan medis.
Berdasarkan tinjauan sejarah, mutilasi merupakan sebuah budaya yang  pada dasarnya telah terjadi selama ratusan tahun bahkan ribuan tahun, banyak  suku-suku di dunia yang telah melakukan budaya mutilasi diamana perbuatan   tersebut merupakan suatu identitas mereka terhadap dunia, seperti suku aborigin,  suku-suku brazil, amerika, meksiko, peru dan suku conibos. Pada umumnya  mutilasi ini dilakukan terhadap kaum perempuan dimana tujuannya adalah untuk  menjaga keperawanan mereka, yang sering disebut dengan  female genital  mutilation (FGM), merupakan prosedur termasuk pengangkatan sebagian atau  seluruh bagian dari organ genital perempuan yang paling sensitif.
Pada kenyataannya, belakangan ini mutilasi tidak hanya digunakan dalam  suatu kebudayaan dimana terdapat unsur-unsur dan nilai-nilai estetika dan nilai  filosofis, tetapi mutilasi sudah termasuk kedalam suatu modus operandi kejahatan  dimana para pelaku kejahatan menggunakan metode ini dengan tujuan untuk  mengelabui para petugas, menyamarkan identitas korban sehingga sulit untuk  dicari petunjuk mengenai identitas korban, serta meghilangkan jejak dari para  korban seperti memotong bagian-bagian tubuh korban menjadi beberapa bagian,  seperti kepala, tubuh dan bagian-bagian lain tubuh, yang kemudian bagian-bagian  tubuh tersebut dibuang secara terpisah.
Maraknya modus mutilasi ini digunakan oleh para pelaku kejahatan terjadi  karena berbagai faktor di samping untuk menghilangkan jejak, baik itu karena  kondisi psikis  dari seseorang dimana terjadi ganguan terhadap kejiwaan dari seseorang sehingga dapat melakukan tindakan yang dapat digolongkan sebagai  tindakan yang tidak manusiawi tersebut, karena faktor dari sosial, karena faktor  ekonomi, atau karena keadaan rumah tangga dari pelaku Dalam hal telah terjadinya Tindak Pidana Pembunuhan Mutilasisangatlah  di perlukan peran dan tugas pihak Kepolisian khususnya satuan Reserse Kriminal   dalam Pengungkapannya sebab penbunuhan yang dilakukan secara mutilasi atau  dengan memotong-motong korbanya sangat susah untuk di lakukan  pengungkapan di karenakan kondisi korban yang rusak dan banyaknya anggota  tubuh yang hilang, ini membutuhkan kerja keras dari pihak kepolisian khususnya  satuan Reserse Kriminal,  jadi dengan  Keberadaan institusi Kepolisian dalam  kehidupan masyarakat harus dapat mewujudkan hukum dalam kenyataan,  menjamin kepastian hukum, dan keadilan, sehingga memegang peranan penting  dalam mewujudkan Negara hukum.
 “Kepolisian Negara Republik Indonesia bertujuan untuk mewujudkan  keamanan dalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan dan  ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya  Baik buruknya citra suatu Negara hukum sebahagian turut ditentukan oleh  kinerja Kepolisian negaranya.  Kebutuhan pokok setiap manusia baik sebagai  individu maupun sebagai warga Negara adalah terjaminnya kesejahteraan dan  keamanan hidupnya.  Keamanan dalam negeri merupakan syarat utama yang  mendukung terwujudnya masyarakat madani yang adil,  makmur, dan beradad  berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia  Tahun 1945.
Pada dasarnya Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana  dimaksud dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian  Negara Republik Indonesia dalam Pasal 4 sebagai berikut :  Hasil Wawancara dengan IPTU M. Idris Harahap Di Polresta Medan tanggal 2  September2010   perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, serta  terbinanya ketenteraman masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi  manusia”     Fungsi kepolisian merupakan bagian dari  suatu fungsi pemerintahan  Negara dibidang penegaka hukum, perlindungan dan pelayanan masyarakat serta  pembimbing masyarakat dalam rangka terjaminnya ketertiban dan tegaknya  hukum,  kepolisian sebagai integral fungsi pemerintah negara,  ternyata fungsi  tesebut memiliki takaran yang begitu luas, tidak sekedar aspek refresif, dalam  kaitannya dengan proses penegakan hukum pidana saja, tapi juga mencakup aspek  preventif berupa tugas-tugas yang dilakukan yang begitu melekat pada fungsi  utama hukum administratif dan bukan kopetensi pengadilan.
 Hal ini sudah menjadi pekerjaan rumah bagi pihak Polri khususnya satuan Reserse Kriminal untuk mencari dan menemukan para pelaku kejahatan, serta  memberikan rasa aman bagi setiap warga negara dan mencegah agar tidak terjadi  Sebagai pihak yang bertanggung jawab terhadap keamanan masyarakat  sudah seharusnya pihak Kepolisian khususnya satuan Reserse Kriminal  mewujudkan rasa aman tersebut.Dalam hal mengungkap tindak pidana  pembunuhan diperlukan kerja keras dari pihak Kepolisian khususnya satuan  Reserse Kriminal untuk mengidentifikasi korban agar menemukan siapa yang  menjadi otak pelaku pembunuhan tersebut dan segera untuk menghukum para  pelaku pembunuhan tersebut.
 Undang-uandang Kepolisian Negara RI No. 2 tahun 2002.
 lagi kejahatan ini sesuai dengan apa yang menjadi cita – cita Pihak kepolisian  Khususnya Satuan Reserse Kriminal dan sudah diatur dalam Undang – undang  Kepolisian Negara Republik Indonesia No. 2 Tahun 2002.
melatar belakangi penulis untuk membahas lebih jauh mengenai motif  tindak pidana mutilasi dari segi penyimpangan perilaku seksual apakah antara satu  sama lain memiliki keterkaitan yang erat, dan bagaimana tinjauan psikologi  kriminal dalam meneliti aspek-aspek kejiwaan pelaku serta faktor-faktor lain yang  mempengaruhi pelaku, serta bagaimana peranan pemeriksaan psikologis sebagai  pembuktian unsur bersalah sehingga hakim dapat menjatuhkan hukuman terhadap  terdakwa Dari uraian diatas tersebut, maka penulis tertarik untuk membahas suatu  tulisan yang berjudul  :  PERANAN SATUAN RESERSE KRIMINAL  DALAM MENGUNGKAP TINDAK PIDANA  MUTILASI  (STUDI  LAPANGAN DI POLRESTA MEDAN) B.  Perumusan Masalah Dari judul skripsi di atas,  maka yang menjadi permasalahan dalam  penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :  1.  Bagaimana Peranan Tugas Satuan Reserse Kriminal dalam Mengungkap  Tindak pidana Mutilasi.
2.  Bagaimana Tinjauan Hukum Terhadap Tindak Pidana Mutilasi.
3.  Upaya – upaya satuan Reserse Kriminal dalam Menanggulangi tindak  pidana Mutilasi.
 C. Tujuan Penulisan Yang menjadi tujuan Penulisan skripsi ini adalah :  1.  Untuk mengetahui Bagaimana Peranan  dan Tugas  Satuan Reserse  Kriminal dalam Mengungkap Tindak Pidana Mutilasi.
2.  Untuk mengetahui Faktor-faktor yang menjadi Penyebab Tindak Pidana  Mutilasi di Kota Medan.
3.  Untuk mengetahui Upaya-upaya  dari Satuan Reserse Kriminal untuk  Menanggulangi Tindak Pidana Mutilasi.
D. Manfaat Penelitian Penulisan Skripsi ini kiranya dapat memberi manfaat kepada pembaca baik  manfaat teoritis maupun manfaat praktis.
1.  Manfaat Teoritis, yaitu untuk menambah ilmu pengetahuan dalam bidang  hukum, khususnya hukum pidana.

2.  Manfaat Praktis, diharapkan datar memberikan sumbangan pikiran kepada  masyarakat pada umumnya. Tentang peranan Satuan Reserse Kriminal  dalam Mengungkap Tindak Pidana Pembunuhan.
Download lengkap Versi Word

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi