BAB I.
PENDAHULUAN.
A. Latar Belakang.
Winston Churchill
pernah menyatakan bahwa pokok dari pidato seorang sosialis yang dihormati ialah suatu dosa
apabila seseorang memperoleh keuntungan,
tetapi menurut beliau justru dosa yang sesungguhnya apabila seseorang mengalami kerugian. Seiring dengan pernyataan Churchill tersebut, pelaku usaha mendirikan dan menjalankan
usahanya murni bertujuan untuk memperoleh
keuntungan, dengan menggapai kesempatan-kesempatan atau peluang-peluang yang ada. Peluang-peluang usaha yang tercipta dalam kenyataannya belum membuat seluruh masyarakat
mampu dan dapat berpatisipasi dalam
pembangunan di sektor ekonomi.
Untuk itu setiap pengusaha sebaiknya
mengetahui dalam sistem perekonomian mana ia sedang bergerak.
“The substance of the eminent Socialist
gentleman’s speech is that making a profit is a sin, but it is my belief that the real sin is
taking a loss” by Winston Churchill dalam The New International Webster’s Pocket Quotations
Dictionary, (United States: Trident Press International, 2005) Hermansyah,
Pokok-Pokok Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2008), hlm. 9 R. Murjiyanto, Pengantar Hukum Dagang,
Aspek-Aspek Hukum Perusahaan dan Larangan
Praktek Monopoli, (Yogyakarta: Liberty bekerja sama dengan Badan Penerbit
Fakultas Hukum Universitas Jayanabra
Yogyakarta, 2002), hlm.
M. Manullang, Pengantar Ekonomi Perusahaan,
(Yogyakarta: Liberty,1991), hlm. 74 Campur
tangan pemerintah atau kebijaksanaan
pemerintah di bidang ekonomi harus menjadi bahan yang diperhatikan oleh setiap pemimpin perusahaan.
Campur tangan seperti itu tentu berbeda
bagi masing-masing sistem perekonomian, mulai dari paham merkantilisme, kapitalisme, komunisme maupun
sosialisme yang berbeda satu di antaranya.
Menurut Sombart, terdapat tiga macam sistem
perekonomian yang pernah berlaku di
Eropa secara berturut-turut yaitu:
pertama, perekonomian tersendiri kedua, kerajinan dan pertukangan ketiga, kapitalisme. Pada sistem perekonomian pertama belum ada tukar menukar,
ekonomi pada umumnya bersifat setempat
dan mencukupi diri sendiri. Sedangkan pada sistem ekonomi kedua, tukar menukar atau barter sudah lazim
sehingga perekonomian berpusat pada
manorial estate.
Setelah itu beralilah kepada paham
merkantilisme, di mana negara berusaha
mendapatkan emas sebanyak mungkin melalui perdagangan luar negeri.
Paham merkantilisme ini kemudian menuai
pertentangan dari mereka yang mementingkan
pertanian, yaitu paham Physiocratisme, yang dianjurkan oleh Quesnay. Ia berpendapat bahwa hanya pertanian
yang produktif sedangkan perniagaan dan
industri tidak, sebab mereka tidak menghasilkan barang, hanya mengubah atau mengedarkan hasil-hasil
pertanian.
Tidak lama kemudian, kedua ajaran tersebut ditinggalkan dan digantikan
dengan sistem perekonomian kapitalisme.
Ibid Kedua
sistem ini disebut juga masa sebelum Kapitalisme atau Pra Kapitalisme Di dalam manorial estate, pelaku utama
perekonomian adalah orang-orang yang bekerja di lapangan pertanian dengan pimpinan kaum
bangsawan. Susunan masyarakat pada masa itu sedemikian rupa sehingga seorang bangsawan
dapat mengatakan bahwa semua kekuasaan yang ada padanya untuk memimpin masyarakat dalam
lingkungannya berdasarkan kehendak Tuhan; di mana kehidupan yang dialami seseorang menurut
pendapat pada masa itu merupakan nasib, yang sudah ditakdirkan Tuhan, lihat M. Manullang,
loc.cit.
Menurut paham ini, sumber kekayaan adalah
perdagangan.
Kaum Physiocrat berpendapat bahwa untuk
mencapai kemakmuran, manusia membutuhkan
bahan-bahan atau barang-barang yang nyata dan ini hanya dapat dihasilkan oleh pertanian.
Kapitalisme pada mulanya berkembang di Inggris
pertengan abad ke-18. Tepatnya pada masa
Adam Smith mengeluarkan bukunya “The Wealth of Nations” pada tahun 1776. Yang kemudian paham ini dibawa dan dikembangkan di daerah
Barat Laut Eropa dan Amerika Utara, lihat
M. Manullang, loc.cit.
Ajaran pokok dari
gerakan besar, individualis-rasionalis di berbagai bidang seperti keagamaan, politik, ilmu
pengetahuan dan ekonomi, itu adalah kebebasan
perseorangan yang terkenal dengan semboyan “Liberte, Egalite, Fraternite” pada zaman revolusi Prancis.
Di bidang
perekonomian, gerakan tersebut terjelma dengan adanya kebebasan perseorangan di setiap sektor
ekonomi, bukan hanya sektor ekspor seperti
pada sistem merkantilisme. Campur tangan pemerintah pada bidang perekonomian tidak perlu sebab dengan demikian
akan tercipta kemakmuran yang sebesar-besarnya
bagi masyarakat. Menurut Adam Smith, ada “invisible hands” yang akan memimpin segala tindakan
perseorangan itu ke arah kemakmuran yang sebesar-besarnya bagi masyarakat, di mana
dikenal dengan suatu semboyan laissez
faire, laisser aller, le monde va de lui meme.
Adapun sistem lain yang terus berkembang ialah
sistem ekonomi komunisme atau ekonomi
Perintah yang bersifat totaliter dengan putusan-putusan ekonomi dibuat oleh pusat, di mana sistem ini
sangat berbeda dengan sistem kapitalis
atau ekonomi pasar tersebut di atas. Negara menetapkan di mana seseorang harus bekerja, pekerjaan apa yang
harus dipilih, apa yang harus dimakan,
apa yang harus dihasilkan, berapa tinggi harga yang harus ditetapkan, bagaimana cara menanam modal simpanan dan
lainnya.
Karena akibat-akibat yang
dinilai merugikan dari sistem komunisme dan kapitalis tersebut, maka paham sosialisme dalam perekonomian mendapat
perhatian orang.
M. Manullang, op.cit, hlm.
Ibid, hlm.
Tidak jelas kapan sebenarnya paham tersebut
lahir, sebab Plato dalam bukunya Respublika
telah pernah menyebutkan hal itu. Demikian juga Kaum Kristen telah lama
cenderung menganutnya dalam Kitab Suci
Perjanjian Lama, lihat M. Manullang, ibid Sosialisme
dan komunisme merupakan dua paham yang berbeda meskipun ada orang yang berpendapat bahwa itu merupakan
dua hal yang semacam.
Perbedaannya dapat
dilihat dari tujuan sistem ekonomi sosialisme adalah ekonomi kesejahteraan sedangkan dalam sistem ekonomi
komunisme adalah ekonomi perintah. Dalam
ekonomi sosialisme, lebih banyak bersifat anjuran daripada bersifat perintah.
Di Indonesia sendiri, Pasal 33 UUD tahun 1945
yang merupakan dasar acuan normatif
menyusun kebijakan perekonomian nasional yang menjelaskan bahwa tujuan pembangunan
ekonomi ialah berdasarkan demokrasi yang
bersifat kerakyatan dengan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia melalui pendekatan kesejahteraan dan
mekanisme pasar.
Hanya saja pada praktiknya, peluang-peluang
yang ada pada pelaku usaha tertentu
digunakan secara curang dan tidak terarah yang menyebabkan kerugian ekonomi bukan hanya bagi pelaku usaha lainnya
dan konsumen, namun juga bagi perekonomian
nasional; sebagai contoh di Indonesia dengan dibentuknya Badan Penyangga dan Pemasaran Cengkeh (BPPC) pada
tahun 1991 yang memberikan kewenangan
tunggal untuk membeli cengkeh dari petani cengkeh dan kewenangan menjual kepada para produsen rokok.
Kecurangan-kecurangan dalam menjalankan usaha
atau bisnis ini pada awalnya timbul dari
suatu persaingan antar pelaku usaha, M.
Manullang, op.cit, hlm. 80 Ningrum
Natasya Sirait, Hukum Persaingan di Indonesia, (Medan: Pusataka Bangsa Press, 2004), hlm.
Insan Budi Maulana, Catatan Singkat
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha
Tidak Sehat, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti,
2000), hlm.
Hermansyah ,loc.cit meskipun sudah ada etika-etika antar sesama pelaku usaha dalam
menjalankan usahanya.
Namun apabila sudah merambah pada tahap-tahap
kecurangan dan merugikan pihak lain,
inilah yang menyebabkan timbulnya peranan hukum dalam melindungi, mengatur dan
merencanakan kehidupan ekonomi, sehingga dinamika kegiatan ekonomi tersebut dapat diarahkan
kepada kemajuan dan kesejahteraan bagi
seluruh masyarakat. Mochtar Kusumaatmadja juga mengemukakan fungsi hukum itu sebagai sarana untuk menjamin
ketertiban dan kepastian hukum, serta sarana
untuk pembaharuan masyarakat. Dari gambaran tersebut tidak dapat dipungkiri bahwa perkembangan ekonomi akan
mempengaruhi peta hukum.
Sebaliknya,
perubahan hukum juga akan memberikan dampak yang luas terhadap ekonomi.
Sebab persaingan antar para pelaku usaha merupakan
hal yang wajar dan memang merupakan
persyaratan mutlak bagi terwujudnya ekonomi pasar.
Sebagai contoh perilaku pelaku usaha dalam
persaingan usaha yang paling banyak
didengungkan adalah tuduhan monopoli yang merupakan suatu bentuk penguasaan pangsa pasar; di mana adanya suatu
kelompok tertentu yang memonopoli suatu
bidang produk atau jasa tertentu. Selain itu terdapat juga beberapa potensi perilaku usaha yang
menyimpang, antara lain: penentuan harga, predatory pricing dan pre-emptive expansion,
kartel, merger, integrasi vertical, persaingan
di tingkat pembeli (monopsoni), penguasaan pasar.
M. Udin Silalahi, Badan Hukum dan Organisasi
Perusahaan, (Jakarta: Badan Penerbit IBLAM,
2005), hlm.
Johannes Ibrahim dan Lindawaty Sewu, Hukum
Bisnis, dalam Persepsi Manusia Modern,
(Bandung: Refika Aditama, 2004), hlm.
Ayudha D. Prayoga, et.al, Persaingan Usaha dan
Hukum yang Mengaturnya di Indonesia,
(Jakarta: Proyek Elips, 1999), hlm. 12- Perilaku menyimpang yang disebutkan di atas
dapat terjadi dalam setiap sistem hukum.
Download lengkap Versi Word
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi