Sabtu, 19 April 2014

Skripsi Hukum: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP INDUSTRI PEREKAMAN SUARA DARI TINDAK PIDANA PEMBAJAKAN KASET

BAB I .
PENDAHULUAN.
A. Latar Belakang Masalah.
Di zaman modern ini, kesenian sudah merupakan bagian dari kehidupan  manusia. Seni sebagai bagian dari kreatifitas manusia, mempunyai ciri yang unik dan  spesifik. Tidak ada standar baku dalam menilai kualitasnya. Tidak ada pula petunjuk  dan aturan yang kaku dalam proses penciptaannya. Karena bersifat individual maka  seni juga berurusan dengan subjektifitas.Dari subjektifitas ini tidaklah mungkin  memaksakan selera dalam menikmatinya. Akan tetapi yang pasti bahwa seni telah  menjadi kebutuhan yang sangat penting bagi kehidupan manusia sebagai makhluk  yang berbudaya, untuk diciptakan kemudian dinikmati, sebagai hiburan maupun  untuk diapresiasi.

 Hasil kemampuan intelektual dan teknologi disebut Hak Kekayaan Intelektual  (selanjutnya disebut HaKI), yang merupakan terjemahan dari Intellectual Property  Right (IPR). Digunakannya istilah HaKI bagiterjemahan IPR karena merupakan  istilah resmi dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997 tentang Hak Cipta  sebagaimana telah diubah menjadi Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002.
Di era global keberadaan dan perkembangan karya cipta musik dan lagu sebagai salah  satu bagian yang dilindungi hak cipta, tidak kalah pentingnya dibandingkan dengan  industri teknologi (paten, know-how,  dan lain-lainya). Industri ini dibentuk dari  industri cultural yang menempati posisi yang cukup diperhitungkan. Posisi tersebut  menurut Arnel Affandi dengan mencontohkan Amerika Serikat sebagai negara  Adidaya yang mengandalkan industri musik dan lagu sebagai sumber devisa dalam  perdagangan internasionalnya. Industri ini juga merupakan salah satu komoditi yang  paling potensial bagi transaksi perdagangan internasional, karena mempunyai segmen  pasar yang sangat luas dan mampu melewati batas-batas negara. Selain itu musik dan  lagu juga dinikmati oleh seluruh kalangan masyarakat tanpa mengenal batas usia.
  Dengan demikian musik dan lagu sebagai sebuah komoditas yang mempunyai nilai  ekonomis yang tinggi.
  Seni musik adalah salah satu jenis seni yang paling populer dalam kehidupan  kita sehari-hari. Saat ini hampir di setiap saat dan setiap tempat musik dapat kita  jumpai. Apalagi dengan adanya perkembangan teknologi yang semakin maju,  keinginan orang untuk mendapatkan sekaligus menikmati musik semakin mudah dan  semakin praktis. Kita dapat mendengarkan lagu-lagu dari artis-artis kesayangan kita  yang "tersimpan" atau terekam dalam segulungan pita magnetik terbungkus kotak  plastik, berukuran kira-kira 10 x 6 cm dengan ketebalan yang hanya sekitar 1 cm  saja. Benda berupa media sumber suara ini adalah kaset (compact cassette). Dengan  bantuan sebuah piranti elektronik tertentu, yang secara awam disebut tape recorder,  bertugas memutar dan membaca sinyal-sinyal magnetik di atas permukaan pita  tersebut. Oleh tape recorder sinyal-sinyal magnetik yang tersimpan dalam pita kaset  diubah menjadi sinyal listrik dan akhirnya diubah lagi menjadi sinyal-sinyal suara di  kedua pengeras suaranya. Maka lagu yang tersimpan dalam kaset tadi dapat  didengarkan dan dinikmati.
 Terbentuknya  sebuah  kaset berisi misalnya rekaman lagu-lagu itu pada  hakekatnya telah melalui proses yang cukup panjang. Melalui rangkaian kegiatan  produksi dan ekonomi yang saling terkait. Pihak-pihak yang menunjang produksi ini  antara lain adalah pencipta lagu, produser perusahaan rekaman, artis penyanyi,  arranger(penata musik), musisi pendukung  rekaman, produsen kaset kosong,  distributor/penyalur sampai ke pengecer (retail) dalam hal ini toko kaset. Proses   Arnel Affandi, Sendi-Sendi Ilmu Hukum dan Tata Hukum industri perekaman suara,  cet.V,(Bandung : Citra Aditya Bakti, 1997, hal 19   penciptaan sebuah karya sampai padaproduksi perekaman dan penggandaan  kemudian dipasarkan kepada umum  sudah merupakan industri tersendiri.
Keberadaannya diakui oleh negara seperti halnya industri-industri lain Secara  proposional, dalam keadaan ideal sebenarnya industri perekaman suara dengan kaset  sebagai wahana produksinya, menguntungkan semua pihak yang terkait. Akan tetapi  mengingat bidang usaha ini mempunyai prospek yang baik secara ekonomis maka ada  pihak-pihak tertentu yang ikut menumpang menggunakan jalan pintas secara tidak sah  dan tidak adil dengan tujuan mendapatkan keuntungan ekonomis tertentu.
 Dengan merekam ulang dan memperbanyak tanpa seizin pencipta dan  produsernya serta memasarkannya dengan secara sembunyi-sembunyi, mereka dapat  meraup keuntungan dalam jumlah besar tanpa harus membiayai komponen-komponen  produksi lainnya, misalnya honor pencipta, artis, studio, dan lain-lain. Penggandaan  hingga pemasarannya secara ilegal ini lazim disebut tindakan pembajakan kaset.
Produser dan seniman pencipta karya adalah pihak yang paling dirugikan oleh  praktek pembajakan kaset ini. Biasanya kaset bajakan dijual dengan harga yang lebih  murah dengan kualitas perekaman yang semakin baik, sehingga secara umum hampir  tidak bisa dibedakan dengan kaset yang asli. Ketika dihadapkan pada dua pilihan ini,  konsumen, tentu saja, akan cenderung memilih produk yang harganya lebih murah  dalam hal ini kaset bajakan tersebut. Akibatnya peningkatan penjualan kaset asli  menjadi terhambat, karena pasar telah terisi oleh kaset bajakan. Apabila produser  memberlakukan sistem royalti pada penciptanya, maka akibat yang diterima   penciptanya adalah tidak dapat menerima royalti dari sejumlah kaset yang beredar di  pasaran, karena produk bajakan.
Dalam kerangka perlindungan hak cipta, hukum membedakan dua macam hak, yaitu  hak ekonomi dan hak moral. (Sanusi Bintang, 1998:98). Hak ekonomi berhubungan  dengan kepentingan ekonomi pencipta seperti hak untuk mendapatkan pembayaran  royalti atas penggunaan (pengumuman dan perbanyakan) karya cipta yang dilindungi.
Hak moral berkaitan dengan perlindungan kepentingan nama baik dari pencipta,  misalnya untuk tetap mencantumkan namanya sebagai pencipta dan untuk tidak  mengubah isi karya ciptaannya.
 Pelaksanaan perlindungan hak ekonomibiasanya dititikberatkan pada  pembayaran royalti. Hal ini didasarkan atas pemikiran bahwa seorang pencipta musik  dan lagu untuk menghasilkankarya seni itu telah melakukan pengorbanan waktu dan  tenaga dan sudah selayaknya sang pencipta menuntut perolehan keuntungan ekonomi  dari pengorbanan tersebut.
Sehubungan dengan perlindungan hak ekonomipencipta karya cipta musik  dan lagu, pranata hukum belum berperan secara baik untuk melindungi hak ekonomi  pencipta. Kemajuan teknologi yang luar biasa, menghadirkan berbagai peralatan  canggih, berdaya guna tinggi dengan sistem pengoperasian sederhana, membuka  peluang bagi pelanggaran, misalnya dengan cara merekam ulang karya cipta musik  dan lagu tanpa seijin pencipta. Dihadapkan pada realitas tersebut yang menawarkan  peluang secara ekonomi sangat menjanjikan keuntungan. Logika pelanggaran hak  cipta adalah keberanian untuk mengambilresiko melawan hukum. Di samping itu  apresiasi masyarakat yang rendah terhadap karya dari pencipta musik dan lagu antara  lain dengan membeli kaset bajakan dengan harga murah meskipun dengan mutu   Sanusi Bintang, Perlindungan hak cipta, PT Elex Media Komputindo. Jakarta, 1998, hal 98   rendah, ikut mempengaruhi pelanggaran hak cipta. Pembajakan karya seni ternyata  tak mengenal orang dan makin menggila diIndonesia. Pembajak musik dan lagu  mempunyai pangsa pasar. Barang bajakan mudah diperoleh dan merupakan hal yang  biasa dilihat sehari-hari, padahal diketahui hal itu merupakan suatu bentuk  pelanggaran terhadap perlindungan hukum terhadap pencipta yang telah dicakup  dalam Undang-undang Hak Cipta Tahun 2002.
Tindak pidana hak cipta merupakan delik biasa. Artinya, penegak hukum  dalam hal ini pihak Kepolisian, bisa melakukan tindakan hukum terhadap pelanggar  hak cipta tanpa perlu adanya pengaduan daripihak lain. Bagi mereka yang terbukti  menjual atau mengedarkan produk bajakan dapat dikenakan denda maksimal Rp.
500.000.000 (lima ratus juta rupiah) dan pidana penjara paling lama 5 tahun.
Sedangkan bagi yang terbukti memperbanyak tanpa seizin pemegang hak cipta bisa  dikenakan denda minimal Rp. 1.000.000 (satu juta rupiah) dan maksimal Rp.
5.000.000.000 (lima miliar rupiah) serta dipidanadengan pidana penjara sedikitnya 1  (satu) bulan dan paling lama 7 (tujuh) tahun.
Dengan keterangan diatas, maka penulisakan memberikan uraian mengenai  pelanggaran yang terjadi terhadap produk hasil karya cipta seorang pencipta yang  mana hal ini sesuai dengan hak moral dan hak ekonomi yang melekat pada pencipta  ataupun pemegang hak cipta. Maka dari hal tersebut, maka penulis membuat karya  tulis dalam bentuk skripsi dengan judul “Perlindungan Hukum Terhadap Industri  Perekaman Suara Dari Tindak Pidana Pembajakan Kaset.”  B. Permasalahan.
 1.  Bagaimana Undang-undang Nomor 19Tahun 2002 tentang Hak Cipta  memberikan perlindungan terhadap ciptaan lagu rekaman dari pelaku  pembajakan kaset?  2.  Bagaimana pelaksanaan UU Hak Cipta khususnya yang menyangkut tindak  pidana pembajakan kaset?  3.  Bagaimana Pengaruh aturan sanksi pidana, kepada pelanggar Hak Cipta  khususnya Pasal 72 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002  C. Tujuan dan Manfaat Penelitian  1. Tujuan Penelitian  Tujuan penelitian yang hendak dicapaidari penelitian ini adalah sebagai  berikut :  a.  Untuk mengetahui Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak  Cipta memberikan perlindungan terhadap ciptaan lagu rekaman dari  pelaku pembajakan kaset.
b.  Untuk mengetahui pelaksanaan UU Hak Cipta khususnya yang  menyangkut tindak pidana pembajakan kaset.
c.  Untuk mengetahui Pengaruh aturan sanksi pidana, kepada pelanggar Hak  Cipta khususnya Pasal 72 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002.
2. Manfaat Penelitian  Penelitian yang penulis lakukan memiliki manfaat antara lain :  a.  Secara Teoritis  Guna mengembangkan khasanah ilmu pengetahuan hukum pidana,  khususnya mengenai pelanggar Hak Cipta khususnya Pasal 72 Undangundang Nomor 19 Tahun 2002.
b.  Secara Praktis   1)  Agar masyarakat mengetahui perlindungan terhadapciptaan lagu  rekaman dari pelaku pembajakan kaset.
2)  Dengan adanya penelitian ini maka penulis dapat memberikan  gambaran tentang mengetahui pelaku kejahatan pembajakan kaset.
D. Keaslian penulisan  Adapun judul tulisan ini adalah “Perlindungan Hukum Terhadap Industri  Perekaman Suara Dari Tindak Pidana Pembajakan Kaset” adalah benar  merupakan hasil karya penulis sendiri, yang mana sumber yang penulis peroleh dari  berbagai literature yang ada tercantum dalam Daftar Pustaka skripsi ini dan sepanjang  pengetahuan penulis berdasarkan data kepustakaan Departemen Hukum Pidana  Fakultas Hukum  bahwa skripsi dengan judul tersebut  belum pernah ada sebelumnya.
E. Tinjauan Kepustakaan  1. UU No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta  Tanpa mengabaikan berbagai permasalahan lain  yang relevan, terdapat  beberapa ketentuan penting dalam UU Hak Cipta 2002 yang perlu dikaji. Hal itu  utamanya terkait dengan anggapan sebagianpelaku bisnis yang bereaksi merasa  haknya tereduksi. Beberapa ketentuan tersebut diantaranya mencakup jabaran hak  ekonomi, end user piracy, dan peniadaan perlindungan ganda bagi karya rekaman  suara. Sejauh menyangkut jabaran  hak ekonomi, UU Hak Cipta 2002 telah  menegaskan kembali status dan legitimasi hak penyewaan atau rental right. Namun,  hak seperti itu hanya berlaku untuk karya film/sinematografi dan program komputer.
 UU Hak Cipta 2002 memang tidak mengaplikasikannya pada karya rekaman suara  sebagai obyek UU Hak Cipta sebagaimana sebelumnya, karena status karya rekaman  suara telah dipindahkan perlindungannya kedalam rejim Neighbouring Right atau  Hak Terkait. Di domain yangbaru itu hak penyewaan diakui dan tetap diberlakukan.
Adapun mengenai ketentuan end user piracy, tampak kejanggalannya karena  ketentuan pidana itu muncul tanpa dukungan norma. Artinya, tanpa ada acuan norma  tiba-tiba ditetapkan ketentuan pidana berikut ancaman sanksinya. Selain memiliki  cacat konstruksi karenatanpa pembakuan norma sebelumnya, ketentuan ini memiliki  kelemahan dari aspek utiliti karena pengaturannya hanya terbatas bagi karya  computer program. Selebihnya, persoalan diseputar perlindungan bagi karya lagu atau  musik dan industri entertainment yang sejauh ini lebih mewakilipotret penegakan  hukum Hak Cipta yang tak berdaya. Selain tetap aktual, permasalahan seperti itu  melibatkan peran pihak-pihak yang terkait dalam industri rekaman serta problema  diseputar eksploitasi karya-karya yang dihasilkan. Pihak-pihak terkait tersebut  diantaranya adalah produser rekaman suara, penyanyi, musisi, dan para pengguna  karya-karyanya.
 Selanjutnya dalam pasal 1 angka 10, 11 dan 12 UU Hak Cipta masing-masing  sebagai berikut :  a.  “Pelaku  adalah aktor, penyanyi, pemusik, penari, atau mereka yang  menampilkan, memperagakan, mempertunjukkan, menyanyikan, menyampaikan,   Syafrinaldi, Hukum Tentang Perlindungan Hak Milik Intelektual dalam Menghadapi Era Global,  Cet. 1. Riau: UIR Press, 2001, hlm 43   mendeklamasikan, atau memainkan suatu karya musik, drama, tari, sastra, folklor,  atau karya seni lainnya”.
b.  “Produser Rekaman Suara adalah orang atau badan hukum yang pertama kali  merekam dan memiliki tanggung jawab untuk melaksanakan perekaman suara  atau perekaman bunyi, baik perekaman dari suatu pertunjukan maupun perekaman  suara atau perekaman bunyi lainnya”.
c.  “Lembaga Penyiaran adalah organisasi penyelenggara siaran yang berbentuk  badan hukum, yang melakukan penyiaran atas suatu karya siaran dengan  menggunakan transmisi dengan atau tanpa kabel atau melalui system  elektromagnetik”.
Sejalan dengan perubahan itu, karya rekaman suara tidak lagi menjadi obyek  perlindungan Hak Cipta. Artinya, seluruh konsepsi perlindungan Hak Cipta tidak  berlaku baginya. Lalu bagaimana aktivitas bisnis industri rekaman harus dibaca dari  ketaatasasan pada UU Hak Cipta 2002? Tentu, lisensi penggandaan karya rekaman  suara kedalam bentuk kaset dan CD harus didasarkan pada aturan Hak Terkait. Bukan  Hak Cipta Bagaimana format kontraknya, ini harus disusun dengan hati-hati oleh para  pihak yang benar-benar memahaminya.
Dari segi hukum, perubahan ini juga membawa dampak serius bagi  perlindungan karya rekaman suara asing di Indonesia. Masalahnya, selama ini basis  perlindungan bagi karya rekaman suara asing serupa itu dibangun berdasarkan  konsepsi Hak Cipta. Payung perlindungan resiprokal secara bilateral maupun  multilateral juga menempatkannya dalam kerangka Hak Cipta.
 UU Hak Cipta 2002 telah menetapkan karya rekaman suara tunduk pada rejim  Hak Terkait. Menurut rejim ini, perlindungan difokuskan pada subyeknya, yaitu  produser rekaman suara. Perlindungan diberikan karena pihak produser yang telah  memprakarsai kegiatan merekam lagu-lagu dengan melibatkan penyanyi  (performer/pelaku) dan musisi termasuk arranger. Dalam kegiatan rekaman itu, lagu  hanya merupakan salah satu unsur yang terkait. Hasilnya, terwujud dalam bentuk  kaset atau CD atau bahkanVCD. Lalu, apabila kaset,CD atau VCD tersebut  digunakan oleh para users, apakah penyanyi dan produsernya tidak berhak  mendapatkan sebagian dari Undang-undang Hak Cipta 2002 secara jelas menyatakan  bahwa Pemegang Hak Cipta berhak mengajukan gugatan ganti rugi kepada  Pengadilan Niaga atas pelanggaran Hak Ciptanya dan meminta penyitaan terhadap  benda yang diumumkan atau hasil perbanyakan ciptaan itu. Ketentuan yang diatur  dalam Pasal 56 ayat (1) ini layak dicermati. Sebab, Pemegang Hak Cipta seperti KCI  dapat “menyeret” pelaku-pelaku pelanggaran performing right dari Bandung,  misalnya, untuk mondar mandir menghadiri persidangan Pengadilan Niaga di Jakarta.
Secara paralel, tuntutan pidana juga dapat dijalankan di manapun di locus delicti-nya.
Yang pasti, KCI dapat memforsirnya melalui gugatan perdata diPengadilan Niaga.
Ini tentu akan banyak menyitaenergi pelanggar karena Pengadilan Niaga untuk saat  ini hanya ada di Jakarta, Medan, Semarang, Surabaya dan Makassar. Bagi Pemegang  Hak Cipta yang taktis, keadaan seperti ini membuka peluang untuk menyandera  aktivitas bisnis pelanggar Hak Ciptanya. Sebaliknya bagi pelanggar, harus dikalkulasi  kembali untung rugi yang diterimanya dari tindak pelanggaran Hak Cipta yang   dilakukannya. Sudah tentu, hal ini hanya relevan bila pelanggaran dilakukan sebagai  bagian dari bisnis dan taruhan.
Yang dimaksud dengan Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau  penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak.
 Ciptaannya atau  memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan  menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku  , sebagaimana dalam Pasal 1  angka 1 UU No.19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. Yang dimaksud dengan hak  ekslusif adalah hak yang semata-mata diperuntukkan bagi pemegangnya sehingga  tidak ada pihak lain yang boleh memanfaatkan hak tersebut tanpa izin pemegangnya.
Sedangkan yang dimaksud dengan ciptaan adalah hasil karyawan pencipta yang  menunjukkan keasliaannya dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni atau sastra  sebagaimana dimaksud Pasal 1 angka 3 UU RI No.19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.
2. Pengertian industri perekaman suara  Industri perekaman suara adalah salah satu jenis seni yang paling populer  dalam kehidupan kita sehari-hari. Saat ini hampir di setiap saat dan setiap tempat  musik dapat kita jumpai. Apalagi dengan adanya perkembangan teknologi yang  semakin maju, keinginan orang untuk mendapatkan sekaligus menikmati musik  semakin mudah dan semakin praktis. Kita dapat mendengarkan lagu-lagu yang  "tersimpan" atau terekam dalam segulungan pita magnetik terbungkus kotak plastik,  berukuran kira-kira 10 x 6 cm dengan ketebalan yang hanya sekitar 1 cm saja. Benda  berupa media sumber suara ini adalah kaset (compact cassette). Dengan bantuan   Tanya-Jawab UU No. 19/2002 Tentang Hak Cipta Lengkap dan Terpadu dengan Jawabannya, Cet. 1. Semarang: Dahara Prize, 2003   sebuah piranti elektronik tertentu, yang secara awam disebut tape recorder, bertugas  memutar dan membaca sinyal-sinyal magnetik diatas permukaan pita tersebut. Oleh  tape recorder sinyal-sinyal magnetik yang tersimpan dalam pita kaset diubah menjadi  sinyal listrik dan akhirnya diubah lagi menjadi sinyal-sinyal suara di kedua pengeras  suaranya. Maka lagu yang tersimpan dalam kaset tadi dapat didengarkan dan  dinikmati.
Masalah ini menyangkut perubahan bentuk perlindungan bagi karya rekaman  suara, karya siaran dan karya pertunjukan. Sesuai UU Hak Cipta 2002, ketiga jenis  ciptaan itu dialihkan perlindungannya kedalam rejim Hak Terkait (Related Right/ Neighbouring Right). Dengan pengalihan itu lantas timbul perbedaan yang signifikan  yang menyangkut addressat perlindungan. Bila dalam konsepsi Hak Cipta yang  dilindungi adalah karya Ciptanya, yaitu ciptaan yang bersifat kebendaan, sebaliknya  dalam konsepsi Hak Terkait yang dilindungi adalah hak orang perorangan, badan  hukum atau lembaga. Perbedaan ini tampakjelas pada definisi Hak Terkait yang  dirumuskan dalam Pasal 1 angka 9 sebagai berikut:  “Hak Terkait adalah hak yang berkaitan dengan Hak Cipta, yaitu hak eksklusif bagi  Pelaku untuk memperbanyak atau menyiarkan pertunjukannya; bagi Produser  Rekaman Suara untuk memperbanyak atau menyewakan karya rekaman suara atau  rekaman bunyinya; dan bagi Lembaga Penyiaran untuk membuat, memperbanyak,  atau menyiarkan karya siarannya”.
Sejalan dengan perubahan itu, karya rekaman suara tidak lagi menjadi obyek  perlindungan Hak Cipta. Artinya, seluruh konsepsi perlindungan Hak Cipta tidak  berlaku baginya. Lalu bagaimana aktivitas bisnis industri rekaman harus dibaca dari   ketaatasasan pada UU Hak Cipta 2002? Tentu, lisensi penggandaan karya rekaman  suara kedalam bentuk kaset dan CD harus didasarkan pada aturan Hak Terkait. Bukan  Hak Cipta! Bagaimana format kontraknya, ini harus disusun dengan hati-hati oleh  para pihak yang benar-benar memahaminya.
Dari segi hukum, perubahan ini juga membawa dampak serius bagi  perlindungan karya rekaman suara asing di Indonesia. Masalahnya, selama ini basis  perlindungan bagi karya rekaman suara asing serupa itu dibangun berdasarkan  konsepsi Hak Cipta. Payung perlindungan resiprokal secara bilateral maupun  multilateral juga menempatkannya dalam kerangka Hak Cipta. Itu yang dahulu  mendasari Persetujuan Bilateral RI.
Pembajakan lagu dilakukan dengan menggunakan berbagai media, seperti  kaset, CD(Compaq Disk),VCD (Video Compaq Disk),dan lain-lain. Dengan adanya  pembajakan ini kaset-kaset, CD, dan VCD bajakan membanjiri pasaran dengan harga  yang jauh lebih murah daripada harga kaset, CD, dan VCD aslinya. Hal ini dapat  terjadi karena kaset, CD, dan VCD bajakan itu hanya diproduksi tanpa membayar  pajak, sehingga harga jualnya dapat jauh lebih murah. Di lain pihak, konsumen musik  dan lagu di Indonesia tentu saja lebih menyukai membeli kaset, CD, dan VCD  bajakan itu karena kualitasnya lebih kurang sama dengan yang asli sedangkan  harganya jauh lebih murah.
Pembajakan terhadap musik dan lagu ini bukan hanya terhadap musik dan lagu  yang diciptakan oleh orang Indonesia asli, tetapi juga meliputi musik dan lagu yang  diciptakan oleh orang dari luar negeri (pengarang lagu dan pemusik asing). Hal inilah  yang sering menjadi bahan protes para pemusik dan pengarang lagu dari luar negeri   yang merasakan bahwa perlindungan yang diberikan terhadap ciptaan mereka lemah  sekali di Indonesia. Apabila hal ini dibiarkan saja maka akan membuat buruk nama  Indonesia di dunia internasional yang pada akhirnya akan merugikan bangsa  Indonesia sendiri.
Untuk lisensi di bidang musik dan lagu, para produsen kaset, CD, dan VCD  musik dan lagu diperbolehkan memperbanyak ciptaan musik dan lagu orang lain  dengan syarat bahwa orang tersebut telah mendapat izin terlebih dahulu dari  pengarang dan pemusik atau pemegang hak cipta dari musik dan lagu yang ingin  diperbanyaknya. Tentu saja dalam kaitan ini pihak yang ingin meminta lisensi itu  harus membayar sejumlah uang balas jasa yang disebut dengan royalti. Royalti ini  diberikan sesuai dengan perjanjian yang dibuat, misalnya royalti per kaset yang  terjual, royalti per tahun, royalti per lagu/musik yang diperbanyak, dan lain-lain.
Dengan adanya sistem royalti ini maka pengarang dan pemusik yang lagu dan  musiknya diperbanyak oleh orang lain tidak akan merasa dirugikan, bahkan  sebaliknya akan merasa diuntungkan.
Secara proposional, dalam keadaan ideal sebenarnya industri perekaman suara  dengan kaset sebagai wahana produksinya, menguntungkan semua pihak yang terkait.
Akan tetapi mengingat bidang usaha ini mempunyai prospek yang baik secara  ekonomis maka ada pihak-pihak tertentu yang ikut menumpang menggunakan jalan  pintas secara tidak sah dan tidak adil dengan tujuan mendapatkan keuntungan  ekonomis tertentu. Dengan merekam ulang dan memperbanyak tanpa seizin pencipta  dan produsernya serta memasarkannya dengan secara sembunyi-sembunyi, mereka  dapat meraup keuntungan dalam jumlah besar tanpa harus membiayai komponen komponen produksi lainnya, misalnya honor pencipta, artis, studio, dan lain-lain.
Penggandaan hingga pemasarannya secara ilegal ini lazim disebut tindakan  pembajakan kaset.
Produser dan seniman pencipta karya adalah pihak yang paling dirugikan oleh  praktek pembajakan kaset ini. Biasanya kaset bajakan dijual dengan harga yang lebih  murah dengan kualitas perekaman yang semakin baik, sehingga secara umum hampir  tidak bisa dibedakan dengan kaset yang asli. Ketikadihadapkan pada dua pilihan ini,  konsumen, tentu saja, akan cenderung memilih produk yang harganya lebih murah  dalam hal ini kaset bajakan tersebut. Akibatnya peningkatan penjualan kaset asli  menjadi terhambat, karena pasar telah terisi oleh kaset bajakan. Apabila produser  memberlakukan sistem royalti pada penciptanya, maka akibat yang diterima  penciptanya adalah tidak dapat menerima royalti dari sejumlah kaset yang beredar di  pasaran, karena produk bajakan.
3. Pengertian tindak pidana pembajakan kaset  Permasalahan mengenai Hak Cipta (HAKI) akan menyentuh berbagai aspek  seperti aspek teknologi, industri, sosial, budaya, dan aspek lainnya. Namun aspek  terpenting jika dihubungkan dengan upaya perlindungan bagi karya intelektual adalah  aspek hukum. Hukum diharapkan mampu mengatasi berbagai permasalahan yang  timbul berkaitan dengan Hak Cipta. Hukum harus dapat memberikan perlindungan  bagi karya intelektual, sehingga mampu mengembangkan daya kreasi masyarakat  yang akhirnya bermuara pada tujuan berhasilnya perlindungan Hak Cipta (HAKI).
 Dengan adanya perlindungan hukum terhadap hasil karya cipta, maka pencipta atau  penerbit memiliki dan menguasai hasil karya ciptanya tersebut.
Pembajakan kaset, CD, dan VCD di Indonesia kian marak saja dari tahun ke  tahun. Kenyataan ini sangat memprihatinkan,sebab tindakan pembajakan tersebut  jelas-jelas merupakan pelanggaran terhadaphak cipta yang merupakan hak eksklusif  pencipta atau penerima hak. Konsekuensinya, setiap penggandaan haruslah dengan  seizin pemegang hak cipta Tindak pidana hak cipta merupakan delik biasa. Artinya, penegak hukum  dalam hal ini pihak Kepolisian, bisa melakukan tindakan hukum terhadap pelanggar  hak cipta tanpa perlu adanya pengaduan daripihak lain. Bagi mereka yang terbukti  menjual atau mengedarkan produk bajakan dapat dikenakan denda minimal Rp.
500.000.000 (lima ratus juta rupiah) dan pidana penjara paling lama 5 tahun.
Sedangkan bagi yang terbukti memperbanyak tanpa seizin pemegang hak cipta bisa  dikenakan denda minimal Rp. 1.000.000 (satu juta rupiah) dan maksimal Rp.
5.000.000.000 (lima miliar rupiah) serta dipidana dengan pidana penjara sedikitnya 1  (satu) bulan dan paling lama 7 (tujuh) tahun.
Dalam hal ini harus dibedakan dengan tegas antara pembuatan suatu peraturan  perundang-undangan dan implementasi dari perundang-undangan tersebut. UUHC  sendiri telah menyediakan sarana dan dasar dalam penegakan hukum. Sedangkan  implementasi dari suatu aturan hukum tergantung pada upaya-upaya dan langkahlangkah yang diambil oleh penegak hukum yang berwenang untuk itu.
Pihak Kepolisian memang pernah melakukan tindakan represif dengan  menangkapi para penjual kaset, CD/VCD hasil bajakan serta menyita barang tersebut.
 Namun aksi penegakan hukum ini sepertinya tidak dilakukan dengan intensif dan  terencana, hingga hasilnya  tidak maksimal karena tidak menyentuh pelaku atau  produsen yang berada dibalik aksi pembajakan. Hal ini terbukti dengan tetap  maraknya penjualan produk bajakan di tempat-tempat umum seperti pasar.
Pihak Kepolisan mengoptimalkan kinerjanya dengan juga melakukan  penyidikan dan penangkapan terhadap pelaku utama yang memotori penggandaan  hasil bajakan tersebut, hinggapraktek pembajakan dapat diberantas dari akarnya.
4. Putusan No.3683/Pid.B/2008/PN.Medan  Pengadilan Negeri Medan bersidang di Medan yang mengadili perkara pidana  dengan acara pemeriksaan biasa telah menjatuhkan putusan dalam perkara terdakwa  Hendry Als Ahwat Umur 33 tahun. Terdakwaditahan dalam Rumah Tahanan Negara  sejak tanggal 10 Oktober 2008 s/d 10 Mei 2009.
Terdakwa Hendry Als Ahwat telah terbukti secara sah dan menyakinkan  bersalah melakukan tindak pidana : dengan sengaja hak dan tanpa hak memperbanyak  atau menyiarkan rekaman suara dan /atau gambar pertunjukannya tanpa persetujuan  pelaku memiliki hak eksklusif yaitu berupa VCD bajakan. Menjatuhkan pidana  terhadap terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama : 7 bulan.
Menetapkan bahwa masa tahanan yang telah dijalani oleh terdakwa dikurangkan  seluruhnya terhadap pidana yang telah dijatuhkan. Menetapkan agar terdakwa tetap  ditahan.
Berdasarkan putusan No.3683/Pid.B/2008/PN.Medan telah membaca perkara  yang bersangkutan, telah mendengar keterangan saksi-saksi dan terdakwa telah   mendengar dan memperhatikan tuntutan pidana dari penuntut umum yang pada  pokoknya meminta agar Majelis Hakim memutuskan :  1.  Menyatakan terdakwa : Hendry Als Ahwat telah terbukti bersalah secara sah  dan menyakinkan melakukan tindak pidana dengan sengaja dan tanpa hak  memperbanyak atau menyiarkan rekaman suara dan /atau gambar  pertunjukkan tanpa VCD bajakan, sebagaimana diatur dan diancam pidana  dalam pasal 72 (1) UURI Tahun 2002 tentang Hak Cipta dalam dakwaan  pertama.
2.  Menyatakan terdakwa Hendry Als Ahwat dijatuhi pidana penjara selama 1  (satu) tahun dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan sementara  dengan pertimbangan mobil tersebut masih dileasing, maka mobil tersebut  diserahkan pada wali Henry Als Ahwat. Sedangkan 378 keping kaset VCD  Film bajakan, 228 keping kaset VCD Film (Master), 37 keping kaset CD  MO.3 lagu (Master 532 keping kaset CDkosong, 140 keping kaset CD lagu  India, 1 Unit CDRW (alat Copy  kaset) seluruhnya dirampas untuk  dimusnahkan.
3.  Menetapkan supaya terdakwa masing-masing dibebani membayar biaya  perkara sebesar Rp.1000 (seribu rupiah).
F. Metode Penulisan  Skripsi sebagai suatu karya ilmiah yang harus dijabarkan secara tegas dan  jelas, oleh karena itu suatu metode  dalam melakukan penelitian ilmiah mutlak  diperlukan, karena metodologi pada hakekatnya memberikan pedoman, tentang cara cara seorang ilmuwan mempelajari,  menganalisa, dan memahami lingkunganlingkungan yang dihadapi. Penelitian merupakan suatu sarana yang diperlukan oleh  manusia untuk memperkuat, membina serta mengembangkan ilmu pengetahuan,  termasuk ilmu hukum, oleh karena itu penelitian bertujuan untuk mengungkapkan  kebenaran secara sistematis, konsisten dalam menganalisa data dalam penulisan  skripsi ini. Dalam penelitian ini, penulisakan mengumpulkan data-data yang relevan  dengan judul skripsi.
Dalam penguraian dan penulisan skripsi ini, penulis mengumpulkan data yang  diperlukan dengan menggunakan metode sebagai berikut :  1)  Metode Penulisan  Penulisan skripsi ini dilakukan dengan menggunakan metode normative.
Metode normatif adalah penelitian hukum yang dilakukan dengan menggunakan data  sekunder sebagai objek penulisan. Dalam hal ini pengumpulan data-data dilakukan  melalui sarana kepustakaan yakni dengan cara mempelajari dan menganalisa secara  sistematik buku-buku, peraturan-peraturan dan bahan-bahan lainnya yang  berhubungan dengan materi yang dibahas dalam skripsi ini.
2) Sifat Penulisan  Penulisan yang dilakukan adalah penulisan yang bersifat deskriptif, penulisan  deskriptif adalah suatu penulisan yang bermaksud mengadakan pemeriksaan dan  pengukuran terhadap gejala tertentu dengan menggambarkan sifat dari objek yang  diteliti, kemudian terhadap permasalahannya yang ditinjaudan dianalisis berdasarkan  teori dan peraturan yang ada hubungannya  dengan permasalahan yang akhirnya  sampai pada kesimpulan, yaitu denganmengemukakan mengenai pelanggaran hukum   terhadap karya lagu yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang kemudian  dibahas untuk mencari jawaban atas permasalahan yang diajukan.
3) Sumber Data  Data Sekuder, yaitu data yang diperoleh dari bahan pustaka hasil penelitian  kepustakaan berupa buku-buku dan bahan bacaan lain yang relevan dengan judul  skripsi.
Putusan No.3683/Pid.B/2008/PN.Medan  G. Sistematika Penulisan  Skripsi ini diuraikan dalam 5 bab, dan tiap-tiap bab berbagi atas beberapa subsub bab, untuk mempermudah dalam memaparkan materi dari skripsi ini yang dapat  digambarkan sebagai berikut :  BAB I  :  Pendahuluan, bab ini merupakan gambaran umum yang berisi tentang  Latar Belakang, Perumusan Masalah,Tujuan Penulisan dan Manfaat  Penulisan, Keaslian Penulisan, Tinjauan Kepustakaan, Metode  Penelitian, dan Sistematika Penulisan.
BAB II  :  Pengaturan hukum tentang industri perekaman suara dalam uu no. 19  tahun 2002. Dalam bab ini berisi tentang Perkembangan Industri  perekaman suara di Indonesia, Dilema UU Hak Cipta dalam  memberantas praktek pembajakan kaset, CD, VCD, Hukum  pembajakan Hak Cipta dan Dasar tindak pidana karena perbuatan  pembajakan Hak Cipta.
 BAB III  : Pelaksanaan UU Hak Cipta Khususnya Tindak Pidana Pembajakan  Kaset. Bab ini berisikan tentang Status perlindungan karya rekaman  suara, Prospek pelaksanaan UU Hak Cipta, dan Pelaksanaan Undangundang Hak Cipta khususnya tindak pidana pembajakan kaset serta  cara menanggulanginya dari pihak industri perekaman suara maupun  upaya dari pihak pemerintah.
BAB IV  : Perlindungan Hukum Terhadap Tindak Pidana Pembajakan Kaset. Bab  ini berisikan tentang Kasus posisi,Analisa kasus, Pengaruh sanksi  pidana yang ditujukan kepada para pelanggar Hak Cipta khususnya  pembajak kaset dalam pasal 72Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002.
BAB V  :  Kesimpulan dan Saran. Merupakan bab penutup dari seluruh rangkaian  bab-bab sebelumnya, yang berisikan kesimpulan yang dibuat  berdasarkan uraian skripsi ini, yang dilengkapi dengan saran-saran.

  
Download lengkap Versi Word

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi