Senin, 21 April 2014

Skripsi Hukum: PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PEGAWAI IMIGRASI YANG MELAKUKAN PEMALSUAN PASPOR

BAB I.
PENDAHULUAN.
A. Latar Belakang.
Hukum diyakini sebagai alat untuk memberikan kesebandingan dan  kepastian dalam pergaulan hidup. Layaknya suatu alat, hukum akan dibutuhkan  jika timbul kebutuhan atau keadaan yang luar biasa di dalam masyarakat. Belum  dianggap sebagai tindak pidana jika suatu perbuatan tidak secara tegas tercantum  di dalam peraturan hukum pidana (Kitab Uundangundang Hukum Pidana) atau  ketentuan pidana lainnya.

 Prinsip tersebut hingga sekarang dijadikan pijakan  demi terjaminnya kepastian hukum. Guna mencapai kepastian, hukum pidana juga  diupayakan untuk mencapai kesebandingan hukum. Peran pembuat undangundang perlu dikedepankan sebagai sarana untuk mencapai kesebandingan hukum  sehingga kebutuhan akan adanya undang-undang yang mengatur tindak pidana  yang berkaitan teknologi informasi dan dunia maya mendesak untuk segera  direalisasikan.
 Penegakan hukum sebagai suatu proses, pada hakikatnya merupakan  diskresi yang menyangkut membuat keputusan yang tidak secara ketat diatur oleh  Selama belum ada peraturan perundang-undangan khusus  mengenai kejahatan ini, maka untuk menutupi kekosongan hukum perlu  diaktifkan kembali kekosongan hukum oleh hakim-hakim dalam peradilan karena  pada dasarnya hakim tidak dapat menolak setiap masalah hukum yang diajukan ke  persidangan.
 Sianturi Storia, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya, Grafika,  Jakarta, 2002, hal. 79.
 Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan  Kejahatan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, hal. 247.
 kaidah hukum, akan tetapi mempunyai unsur penilaian pribadi. Dengan mengutip pendapat Roscoe Pound, maka LaFavre menyatakan, bahwa pada hakikatnya diskresi berada diantara huku m dan moral (etika dalam arti sempit).
 Pada ruang lingkup keimigrasian, terdapat norma-norma atau kaidahkaidah yang senantiasa hidup dan diwujudkan didalam suatu hukum keimigrasian.
Didalam sistem hukum nasional, hukum keimigrasian merupakan bagian dari  Hukum Administrasi Negara yang terlihat dari fungsi keimigrasian yang  dilaksanakannya, yaitu fungsi penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan  masyarakat dan bukan fungsi pembentuk undang-undang dan peradilan. Dengan  demikian, keimigrasian dapat dilihat dalam perspektif hukum administrasi negara.
Gangguan penegakan hukum mungkin terjadi, apabila ada ketidakserasian  antara ”tritunggal” nilai, kaidah dan pola prilaku. Gangguan tersebut terjadi  apabila terjadi ketidakserasian antara nilai-nilai yang berpasangan, yang menjelma  didalam kaidah-kaidah yang bersimpang siur, dan pola prilaku tidak terarah yang  mengganggu kedamaian pergaulan hidup. Oleh karena itu dapatlah dikatakan,  bahwa penegakan hukum bukanlah semata-mata berarti pelaksanaan perundangundangan, walaupun di dalam kenyataan di Indonesia kecenderungannya adalah  demikian, sehingga pengertian law enforcement begitu populer. Selain itu, ada  kecenderungan yang kuat untuk mengartikan penegakan hukum sebagai  pelaksanaan keputusankeputusan hakim. Perlu dicatat, bahwa pendapat-pendapat  yang agak sempit tersebut mempunyai kelemahan-kelemahan, apabila  pelaksanaan perundangundangan atau keputusan-keputusan hakim tersebut  sebaliknya akan mengganggu kedamaian di dalam pergaulan hidup.
 Wayne LaFave. R. , “The Decision To Take a Suspect Into Custody”, Boston: Little,  Brownand Company, 1964.
 Luas lingkup tugas keimigrasian abad ke-21 tidak hanya mencakup pengaturan,  penyelenggaraan masuk dan keluar orang dari dan kedalam wilayah Indonesia  serta pengawasan orang asing yang berada di wilayah Indonesia, tetapi telah  bertalian juga dengan pencegahan orang keluar wilayah Indonesia dan  penangkalan orang masuk wilayah Indonesia demi kepentingan umum,  penyidikan atas dugaan terjadinya tindak pidana keimigrasian, serta pengaturan  prosedur keimigrasian, mekanisme pemberian izin keimigrasian sebagai bagian  dari penyelenggaraan kekuasaan eksekutif yaitu fungsi administrasi negara dan  pemerintahan, maka hukum keimigrasian dapat dikatakan merupakan bagian dari  bidang hukum administrasi negara.
Praktek penyelenggaraan hukum keimigrasian, tentunya tidak semua  permasalahan bidang keimigrasian dapat berjalan sesuai dengan  peraturanperaturan keimigrasian, banyak sekali terjadi pelanggaran, kejahatan  maupun penyimpangan dalam bidang keimigrasian. Perkembangan teknologi dan  struktur masyarakat internasional memiliki relevansi terhadap munculnya bentukbentuk kejahatan transnasional, termasuk didalamnya organisasi-organisasi  sebagai wadahnya. Bentuk jenis kejahatan ini lebih dikenal dengan nama  kejahatan transnasional (transnational crime), yang ternyata dalam faktanya  terdapat struktur maupun organizer-nya, sehingga dikenal dengan sebutan  kejahatan transnasional terorganisasi (transnational organized crime), seperti  korupsi, pencucian uang (money-laundering), penyelun-dupan orang (smuggling  of migrants), perdagangan manusia khususnya wanita dan anak-anak (trafficking  in  persons espcially women and children), perdagangan senjata gelap (illicit  trafficking in firearms), dan terorisme.
  Bassiouni, M. Cherif,  “International Criminal Law, Volume I: Crimes,  TransnationalPublishers Inc.”, Dobb Ferry, New York, hal. 125.
Oleh karena itu perlu adanya kerjasama  antar negara baik yang bersifat bilateral dan multilateral untuk mencegah,  memberantas, memerangi kejahatan yang bersifat transnasional dan terorganisasi.
Maraknya fenomena kejahatan di lingkungan keimigrasian, khususnya pemalsuan dokumen pelengkap imigrasi, yakni paspor dan/atau memberi  keterangan baik lisan maupun tertulis secara palsu atau dipalsukan di wilayah  hukum keimigrasian membutuhkan keberadaan satuan yang khusus bertugas  menyelidiki dan menyidik kasus ini. Direktorat Jendral Keimigrasian hendaknya  membentuk satuan khusus untuk menangani kasus kejahatan kepabeanan yang  bertanggung jawab terhadap tugas-tugas  penegakan hukum berkaitan tindak  pidana keimigrasian.
Perbuatan  pemalsuan  sesungguhnya baru dikenal didalam suatu masyarakat yang sudah maju, dimana data-data/ surat, uang logam, merek atau tanda tertentu dipergunakan untuk mempermudah lalu lintas hubungan di dalam masyarakat.  Perbuatan  pemalsuan  dapat digolongkan pertama-tama dalam  kelompok  kejatahan  “Penipuan”,hingga tidak semua perbuatan adalah  pemalsuan. Perbuatan pemalsuan tergolong kelompok kejahatan penipuan apabila  seseorang  memberikan gambaran tentang sesuatu gambaran atas barang (c.q.
surat) seakan-akan asli atau benar, sedangkan sesungguhnya atau kebenaran  tersebut tidak dimilikinya. Karena gambaran data ini orang lain terpedaya dan  percaya bahwa keadaan yang digambarkan atas barang/ surat/ data tersebut adalah  benar  atau asli. Pemalsuan  terhadap tulisan/ data terjadi apabila isinya atau  datanya tidak benar.
 Tindak pidana pemalsuan dokumen keimigrasian, yakni paspor,  merupakan tindak pidana yang merugikan negara. Tindakan penyidikan sampai  pada putusan penerapan  sanksi pidana merupakan rangkaian hasil kegiatan  pengawasan imigrasi. Untuk menjaga dan memastikan agar semua orang yang  keluar/masuk dari dan ke suatu Negara mematuhi semua ketentuan keimigrasian.
Setiap administrasi keimigrasian harus melakukan kegiatan pengawasan. Kegiatan  pengawasan imigrasi harus meliputi seluruh pelaksanaan wewenang yang dimiliki  oleh petugas imigrasi dalam  perundang-undangannya yaitu memeriksa,  penumpang, dokumen, pembukuan, melakukan penyitaan, penangkapan, dan lainlain.
Adanya tindak pidana pemalsuan paspor ini bisa terjadi dikarenakan  perbuatan pelaku sendiri yang memiliki kemampuan dan keahlian dalam  memalsukan paspor yang dipergunakan bagi dirinya sendiri. Salah satu kasus  yang belakangan terungkap adalah dugaan pemalsuan paspor yang dilakukan  Vincentius Amin Sutanto, terpidana 11 tahun penjara dalam kasus pembobolan  Bank Fortis Singapura. Ketika melarikan diri keluar negeri dari kejaran aparat  hukum, ia diduga menggunakan paspor palsu. Selain itu, tindak pidana pemalsuan  paspor ini terkadang juga terjadi dikarenakan adanya peran petugas lingkungan  keimigrasian sendiri yang bekerjasama dengan pengguna paspor palsu dengan  ketentuan imbalan tertentu. Hal ini tentunya lebih sulit untuk diidentifikasi, sebab  paspor palsu tersebut dikeluarkan oleh orang-orang berkompeten dan profesional.
Oleh karena hal tersebut di atas, tulisan ini mencoba untuk mengangkat  masalah pemalsuan paspor oleh petugas/ pegawai keimigrasian ini ke dalam   bentuk skripsi dengan judul  Pertanggungjawaban Pidana Pegawai Imigrasi yang  Melakukan Pemalsuan Paspor (Studi pada Kantor Imigrasi Medan).

B.  Permasalahan  1.  Bagaimana kedudukan paspor sebagai dokumen resmi dalam lingkungan  keimigrasian di Indonesia?  2.  Bagaimana konsep pertanggungjawaban pidana yang diatur dalam  Peraturan Perundang-undangan di Indonesia? 3.  Bagaimana pertanggungjawaban pidana pegawai imigrasi yang melakukan  pemalsuan paspor? C. Tujuan dan Manfaat Penulisan 1.  Tujuan a.  Untuk mengetahui kedudukan paspor sebagai dokumen resmi dalam  lingkungan keimigrasian di Indonesia b.  Untuk mengetahui  konsep pertanggungjawaban pidana yang diatur  dalam Peraturan Perundang-undangan di Indonesia c.  Untuk mengetahui pertanggungjawaban pidana pegawai imigrasi yang  melakukan pemalsuan paspor 2.  Manfaat  a.  Secara Teoritis  1. Menambah wawasan dan ilmu pengetahuan dalam bidang hukum  pidana, khususnya yang berkaitan dengan tindak pidana pemalsuan  yang dilakukan oleh pegawai imigrasi.
Download lengkap Versi Word

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi