BAB I.
PENDAHULUAN.
A. Latar Belakang.
Kasus kecelakaan
pesawat terbang yang terjadi di Indonesia telah menyita perhatian masyarakat luas, karena selain
interval waktu yang berdekatan dan melanda
hampir seluruh maskapai penerbangan, juga yang paling menyorot perhatian publik adalah timbulnya korban
jiwa dalam kecelakaan tersebut. Kepercayaan
masyarakat atas kenyamanan dan keselamatan dalam penggunaan moda transportasi udara tersebut semakin
berkurang, meskipun kebutuhan atas penggunaannya
sangat tinggi. Perusahaan penerbangan selaku operator, oleh masyarakat dianggap lalai dan tidak
profesional dalam pengelolaan perusahaan, disisi lain Pemerintah selaku regulator juga
dianggap lamban dalam mengambil tindakan
atas kondisi yang terjadi di lapangan serta tidak memiliki ketegasan dalam Pengaturan atas perusahaan-perusahaan
penerbangan yang tidak memenuhi standar
keselamatan.
Secara garis besar,
hal ini menunjukkan bahwa pengelolaan sektor penerbangan di Indonesia terkait kualitas dari
sumber daya manusia operator penerbangan
dan pembuat regulasi sangat rendah. Lemahnya kualitas sumber daya manusia itu menjadi bahaya laten dalam
industri penerbangan. Kelemahan itu
diduga merupakan tindakan melanggar hukum dan atau tidak sesuai dengan norma etika kerja dari industri penerbangan
secara mayoritas.
Kondisi kritis pada sektor penerbangan di
Indonesia terjadi karena para pengelola
di tingkat regulator dan operator bukanlah merupakan orang-orang profesional yang lebih mengutamakan
keselamatan dan keamanan umum daripada kepentingan
kelompok-kelompok tertentu yang sangat diuntungkan oleh regulasi penerbangan yang ada. Pelanggaran hampir
terjadi di semua level, baik di tingkat manajemen
perusahaan maskapai, regulator, awak pesawat, maupun operator di lapangan. Kurangnya sikap profesionalisme
tersebut membahayakan keselamatan pengguna
jasa penerbangan, rendahnya sumber daya manusia industri penerbangan itu sebagai akibat dari
penyederhanaan kebijakan (deregulasi) industri
penerbangan. Pemerintah diharapkan dapat merespon kondisi tersebut dengan membentuk dan/atau melakukan pembenahan
atas regulasi yang berkaitan dengan
penerbangan sehingga moda transportasi tersebut dapat memberikan keamanan dan kenyamanan.
Salah satu contoh
adalah kasus kecelakaan pesawat yang menimpa pesawat terbang Garuda Indonesia Penerbangan
GA 152 jenis Airbus A300-B4-200 yang jatuh pada tanggal 26 September 1997
sekitar pukul 13.30 WIB di kawasan
perladangan warga di Desa Buah Nabar Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang, sekitar 50 kilometer
dari Medan yang mengakibatkan 222
penumpang dan 12 awak pesawat tewas. Penyebab jatuh diduga karena kesalahan petugas Pengatur Lalu Lintas Udara
atau Air Traffic Controller (ATC) saat membimbing pilot Hance Rahmowiyogo
keluar dari kabut asap 15 menit sebelum
mencapai Bandara Polonia dalam penerbangannya dari Jakarta.
Bukannya keluar dari kabut, pesawat justru
menabrak perbukitan dan menewaskan
seluruh penumpang dan awak berjumlah 234 orang.
Berdasarkan Undang
Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan pasal 431 dan 437 maka kelalaian
yang dilakukan oleh Pengatur Lalu Lintas Udara atau Air Traffic Controller (ATC)
tersebut adalah tindak pidana, yang juga diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP) Pasal 479g huruf a dan b. Namun
penuntutan pidana terhadap Pengatur Lalu Lintas Udara atau Air Traffic Controller (ATC) terkait kecelakaan
pesawat terbang tersebut dapat menimbulkan
polemik baru di dalam masyarakat, khususnya masyarakat penerbangan yang memiliki pandangan bahwa
tindakan tersebut merupakan suatu bentuk
kriminalisasi terhadap profesi Pengatur Lalu Lintas Udara atau Air Traffic Controller (ATC) di Indonesia. Apalagi dengan
mendasarkan pada ketentuan Convention
Chicago 1944 sebagai regulasi
penerbangan internasional.
Ditambahkan lagi,
penggunakan data yang terdapat dalam black box pesawat sebagai alat bukti di dalam persidangan,
memicu reaksi yang semakin keras dari para
personel penerbangan dan pakar penerbangan, karena hal itu bertentangan juga dengan
Annex 13 sebagai standar ketentuan pelaksanaan atas regulasi penerbangan internasional yang berlaku secara
universal bagi negara-negara anggota
Organisasi Penerbangan Sipil Internasional atau International Civil Aviation Organization (ICAO).
Peraturan
perundang-undangan baru tentang penerbangan, yaitu UndangUndang RI Nomor 1
Tahun 2009 melakukan suatu pembenahan terkait pemeriksaan terhadap personel penerbangan
sipil yang diindikasikan melakukan suatu
pelanggaran etika dalam profesi dan berpotensi melanggar ketentuan hukum pidana. Mekanisme pemeriksaan atas personel
penerbangan dilaksanakan melalui majelis
profesi penerbangan seperti yang ditegaskan dalam Pasal 364 UndangUndang Nomor
1 Tahun 2009 yang menentukan bahwa untuk melaksanakan penyelidikan lanjutan, penegakan etika
profesi, pelaksanaan mediasi dan penafsiran
penerapan regulasi, komite nasional membentuk majelis profesi penerbangan, dengan tugas pokok sebagaimana
yang ditentukan dalam Pasal 365 Undang-Undang
RI Nomor 1 Tahun 2009, yaitu: 1. menegakkan etika profesi dan kompetensi
personel di bidang penerbangan; 2.
melaksanakan mediasi antara penyedia jasa penerbangan, personel dan pengguna jasa penerbangan; dan 3. menafsirkan
penerapan regulasi di bidang penerbangan.
Terkait dengan
dugaan adanya unsur-unsur tindak pidana yang ditemukan dalam hasil penyidikan lanjutan majelis
profesi penerbangan, maka dapat dilimpahkan
kepada instansi yang memiliki kompetensi terkait dengan hal tersebut seperti yang ditentukan dalam Pasal
368 Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 2009
bahwa majelis profesi penerbangan berwenang: 1. memberi rekomendasi kepada
Menteri untuk pengenaan sanksi administratif
atau penyidikan lanjut oleh PPNS; 2. menetapkan keputusan dalam sengketa para
pihak dampak dari kecelakaan atau
kejadian serius terhadap pesawat udara; dan 3. memberikan rekomendasi terhadap
penerapan regulasi penerbangan.
Pembenahan terhadap prosedur investigasi atas
kecelakaan pesawat terbang dan para
personel penerbangan merupakan langkah yang ditempuh pemerintah selaku regulator untuk mendapatkan
kepastian hukum dalam pemeriksaan
kondisi yang sering terjadi didalam lingkungan penerbangan dengan didasarkan pada ketentuan-ketentuan penerbangan
internasional, khususnya ICAO Annex 13 tentang Aircraft Accident and Incident
Investigation (Investigasi Kecelakaan
dan Kejadian Pesawat Terbang) yang berlaku secara universal dikalangan
penerbangan dunia dan ketentuan-ketentuan yang termaktub dalam Civil Aviation Safety Regulation (CASR) atau Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil (PKPS) sebagai ketentuan
standar keselamatan penerbangan.
Berdasarkan pada
realita di lapangan dan dengan menitikberatkan pada pertanggungjawaban dalam aspek hukum pidana
melalui mekanisme penyelidikan dan
penyidikan atas seorang personel penerbangan sipil khususnya Pengatur Lalu Lintas Udara atau Air Traffic Controller (ATC)
yang menyebabkan terjadinya kecelakaan
pesawat terbang di Indonesia terkait dengan diberlakukannya UndangUndang RI
Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, penulis mengangkat sebuah judul guna penyusunan suatu penulisan
skripsi, yaitu: Pertanggungjawaban Pidana Pengatur Lalu Lintas Udara Sipil Atas
Kecelakaan Pesawat Terbang Dalam
Perspektif Undang-Undang RI Nomor 1
Tahun 2009 Tentang Penerbangan.
B. Permasalahan Berdasarkan latar belakang masalah yang telah
dikemukakan tersebut, maka dapat
dirumuskan masalah sebagai berikut: 1. Perbuatan-perbuatan apakah yang termasuk
lingkup tindak pidana di bidang
penerbangan dalam perspektif Undang Undang RI Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan? 2. Bagaimana
pertanggungjawaban pidana bagi Pengatur Lalu Lintas Udara Sipil terhadap kecelakaan pesawat
terbang? C. Tujuan dan Manfaat Penulisan Tujuan yang hendak dicapai dalam
melakukan penulisan ini adalah untuk mengetahui
perbuatan yang termasuk dalam tindak pidana di bidang penerbangan dalam perspektif Undang Undang RI Nomor 1
Tahun 2009 tentang Penerbangan dan untuk
mengetahui bagaimana pertanggungjawaban pidana bagi Pengatur Lalu Lintas Udara Sipil terhadap kecelakaan pesawat
terbang.
Hasil penulisan ini
dapat memberikan manfaat teoritis, yaitu: 1. Memberikan sumbangan pengetahuan,
pemikiran atau masukan terhadap
perkembangan ilmu hukum, khususnya hukum pidana terkait dengan pertanggungjawaban pidana terhadap
personel penerbangan sipil yang
menyebabkan terjadinya kecelakaan pesawat terbang di Indonesia; 2. Memberikan sumbangan pengetahuan
terhadap profesi Pengatur Lalu Lintas
Udara atau Air Traffic Controller (ATC) di Indonesia, agar dapat mengetahui dan memahami hal-hal yang
berkaitan dengan kecelakaan pesawat
terbang serta pertanggungjawabannya dalam hukum pidana; 3. Memberikan sumbangan
pengetahuan terhadap masyarakat luas, khususnya
masyarakat penerbangan di Indonesia sehingga dapat memahami dan menjawab polemik seputar regulasi
penerbangan dan aturan hukum pidana yang
berlaku di Indonesia dalam kaitannya dengan
pertanggungjawaban pidana personel penerbangan sipil dalam kecelakaan pesawat terbang; Di samping itu
juga memberikan manfaat praktis yaitu memberikan masukan bagi aparat penegak hukum terkait
penegakan hukum dalam bidang penerbangan
yang dalam dinamika hukum di Indonesia mengalami perkembangan yang sangat signifikan serta dapat menjunjung
tinggi sikap profesionalitas dalam penegakan
aturan hukum di Indonesia.
D. Keaslian
penulisan Skripsi ini merupakan karya tulis yang asli dimana belum ada penulis
yang menulis skripsi tentang hal yang
sama, khususnya di Falkutas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan, keaslian penulisan ini
ditunjukan dengan adanya penegasan dari
pihak administrasi bagian/jurusan hukum pidana.
Download lengkap Versi Word
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi