Selasa, 22 April 2014

Skripsi Hukum: TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN PENERBANGAN TERHADAP PENGANGKUTAN ORANG DAN BARANG DALAM PENGANGKUTAN UDARA DITINJAU UNDANG-UNDANG NO.1 TAHUN 2009

BAB I.
PENDAHULUAN.
A. Latar Belakang.
Keadaan geografis Indonesia berupa daratan yang terdiri dari beribu-ribu  pulau besar dan kecil, dan berupa perairan yang terdiri dari sebagian besar laut  dan sungai serta danau memungkinkan pengangkutan dilakukan melalui darat,  perairan, dan udara guna menjangkau seluruh wilayah negara. Kondisi angkutan  tiga jalur tersebut mendorong dan menjadi alasan penggunaan alat pengangkut  modern yang digerakkan secara modern.

Negara Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang, maka  pembangunan di segala bidang sangatlah penting peranannya. Kemajuan dan  kelancaran di bidang pengangkutan akan sangat menunjang pelaksanaan  pembangunan berupa penyebaran kebutuhan pembangunan, pemerataan  pembangunan, dan distribusi hasil pembangunan di berbagai sektor ke seluruh  pelosok tanah air, misalnya sektor industri, perdagangan, pariwisata, pendidikan.
Keberadaan prasarana dan sarana transportasi yang handal telah menjadi  harapan dan kebutuhan mendesak dalam rangka mendukung pengembangan  wilayah Indonesia. Pemanfaatan ruang udara nasional secara konsitusional telah  diatur dalam UUD 1945. Secara tegas dinyatakan di dalam Pasal 33 ayat (3) UUD  1945,bahwa  “bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di  dalamnyadikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.  Pengertian dikuasai negara adalah bahwa  Negara  mempunyai hak penguasaan atas kedudukan, peran dan fungsi ruang udara nasional Indonesia dengan memberikan kewenangan kepada Pemerintah, yang  perwujudannya meliputi pengaturan, pengurusan, pembinaan dan pengawasan.
Pengaturan yang dimaksud tercakup perumusan dan penetapan kebijakan baik  umum, pelaksanaan maupun teknis, antara lain  perizinan, persyaratan, dan  sebagai. Pengendalian dimaksud berupa  pengarahan dan bimbingan terhadap   pelaksana baik pemerintah maupun  masyarakat. Sedangkan pengawasan agar  setiap kegiatan dan/atau usaha  yang dilakukan tetap memenuhi ketentuan.
Semuanya sebagai dasar dalam  pengelolaan ruang udara nasional dan jasa  transportasi udara dalam rangka keselamatan dan keamanan baik terhadap peran  dan fungsi ruang udara dan kegiatannya.
Pada era pembangunan sekarang ini penyelenggaraan pengangkutan dapat  dilakukan melalui darat, laut, dan udara. salah satu sarana pengangkutan yang  perlu diperhatikan dan sangat penting peranannya adalah pengangkutan udara.
Pengangkutan udara adalah suatu kegiatan degan mempergunakan pesawat  terbang sebagai alat angkut barang (cargo) maupun penumpang dalam suatu  pejalanan atau lebih dari suatu bandara ke bandara lain atau babarapa bandara  dalam maupun luar negeri. Pengangkutan udara mempermudah dalam melakukan  transportasi antar pulau maupun daerah dengan waktu yang lebih singkat dan  ekonomis, karena biaya masih dapat dijangkau oleh masyarakat. Seiring  perkembangan teknologi dan jaman, masyarakat juga lebih sering menggunakan  pesawat udara sebagai alat angkutannya baik untuk bepergian dalam sebuah pulau  maupun antar pulau. Hal ini terjadi karena adanya efektivitas dalam waktu.
Pesawat udara memiliki kecepatan yang melebihi alat pengangkutan yang lain,  seperti pengangkutan darat dan laut. Bepergian ke pulau lain atau dalam sebuah  pulau yang memiliki jarak jauh, apabila dilakukan dengan menggunakan pesawat  udara akan menempuh waktu yang jauh lebih singkat dibandingkan dengan  menggunakan transportasi darat maupun laut. Semakin banyak orang yang  menggunakan fasilitas angkutan udara maka semakin lama semakin banyak  bermunculan maskapai penerbangan yang menawarkan fasilitas yang berbedabeda.
Pentingnya transportasi pada saat ini tercermin pada semakin  meningkatnya kebutuhan jasa angkutan bagi mobilitas orang serta barang di  dalam negeri, dari dan keluar negeri, serta berperan sebagai pendorong dan  penggerak bagi pertumbuhan daerah dan pengembangan wilayah. Menyadari   peran transportasi tersebut, penyelenggaraan penerbangan harus ditata dalam  suatu kesatuan sistem transportasi nasional secara terpadu dan mampu  mewujudkan penyediaan jasa transportasi yang seimbang dan dengan tingkat  kebutuhan, selamat, aman, efektif dan efisien.
Tanggung jawab itu akan semakin besar apabila jarak yang  ditempu h  dalam hal mengangkut penumpang semakin jauh. Untuk itu si penangung jawab  biasanya akan berusaha memakai sarana angkutan yang cepat, aman dan biaya  yang tidak terlalu tinggi. Pengangkutan melalui udara menjadi salah satu pilihan  dalam mengangkut  penumpang antar kota maupun antar negara, dengan  kemungkinan pertimbangan yang relatif lebih tinggi dari jasa angkutan lainya .
Sarana angkutan udara yang cukup canggih sekarang ini tidaklah menutup  kemungkinan akan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan selama perjalanan.
Canggihnya sarana angkutan udara tetap merupakan hasil karya manusia yang  tidak selalu sempurna, sehingga tentu saja hal-hal yang tidak diinginkan tersebut  biasa terjadi, misalnya kerusakan pesawat udara maupun kecelakaan pesawat  udara. Disamping itu juga selama dalam perjalan situasi dan kondisi alam juga  sangat mempengaruhi kelancaran pengangkutan udara yang tentu saja hal yang  diluar jangkauan manusia untuk mengantisipasinya .
Disisi lain kemajuan pengangkutan udara sangat pesat teknologinya,  frekuensinya penerbangan, manajemennya dan lain–lain. Oleh karena itu tidak  mengherankan apabila timbul banyak masalah akibat ketidaksesuaian ordonansi  pengangkutan udara dengan kondisi saat ini. Salah satu aspek yang menjadi  perhatian adalah belum terpenuhinya atau kurangnya peraturan dalam rangka  perlindungan hukum bagi pengguna jasa atau pihak lain yang mengalami kerugian  sebagai akibat dari kegiatan pengangkutan udara atas kerugian–kerugian yang  terjadi. Bagaimanapun yang namanya sebuah kegiatan itu tidak luput dari risiko.
Demikian juga halnya dengan pengangkutan udara kemungkinan akan terjadinya  kecelakaan itu selalu ada, baik dalam penerbangan domestik maupun penerbangan  internasional.
 Sedangakan kegiatan utama yang dilakukan oleh pengangkut udara  dewasa ini di Indonesia tertuju pada pengangkutan penumpang, sedangkan  pengangkutan barang adalah masih menempati, tempat kedua. Dalam ordinansi  pengangkutan udara dan Undang-Undang No. 1 tahun 2009 tidak memberikan  pengertian mengenai apa yang  dimaksud dengan penumpang tetapi pada  penerbangan teratur dapat kita katakana bahwa yang dimaksud dengan  penumpang oleh ordonansi tersebut adakah setiap orang yang diangkut oleh  pengangkut berdasarkan suatu perjanjian angkutan, dengan atau tanpa bayaran.
Hal yang menjadi soal adalah apakah seorang pegawai dari pengangkutan  sendiri (bukan awak pesawat) yang mengadakan penerbangan untuk dinas atau  cuti, merupakan penumpang dalam rangka masalah tanggung jawab .
Bersama-sama dengan penumpang biasanya diangkut pula bagasi yaitu  “semua barang kepunyaan atau dibawah kekuasaan seorang penumpang, yang  olehnya atau atas namanya, sebelum ia menumpang pesawat terbang diminta  untuk diangkut melalui udara”.
 Jenis bagasi ini dalam konvensi warsawa disebut  juga “checked baggage” atau “registered baggagage”.
 Secara yuridis jenis bagasi  ini harus dibedakan dari apa yang disebut “handbaggage”, “unchecked baggage”,  unregistered baggage” atau bagasi tangan, yang dalam ordonansi pengangkutan  udara dikecualikan dari pengertian bagasi dan disebut sebagai “benda-benda kecil  untuk penggunaan pribadi, yang ada pada atau dibawah oleh penumpang sendiri”  dan dalam konvensi warsawa disebut “objects of which the passanger takes care  himself”.
  Pasal 6 ayat 2 ordonansi pengangkutan udara, lakimat pertama.
 Pasal 22 ayat (2) konvensi warsawa.
 Pasal 6 kalimat kedua ordonansi pengangkutan udara.
 Pasal 22 ayat (3) konvensi warsawa.
Kecuali itu ada barang-barang yang dalam praktek dikenal sebagai  “unacconpanished baggage”, yaitu barang-barang milik penumpang, yang  diangkut terlebih dahulu atau kemudian dengan pesawat lain.Untuk jenis bagasi  ini tidak diberikan suatu tiket bagasi tetapi suatu surat muatan udara, dan secara  yurudis harus dianggap sebagai barang muatan (“cargo”) biasa.
 Mengingat relatif terbatasnya daya angkut suatu pesawat terbang, (kecuali  jenis-jenis tertentu yang khusus dibuat untuk pengangkutan barang), maka barang  yang diangkut dengan pesawat terbang umumnya merupakan barang yang tidak  mempunyai volume terlalu besar, tetapi dengan harga yang cukup tinggi,  mengingat pula bahwa biaya angkutan juga lebih tinggi dari biaya pengangkutan  dengan alat angkut lainya. Tetapi bagi barang-barang tertentu pesawat terbang  justru merupakan alat angkut yang paling cocok dan menguntungkan, disamping  aman, misalnya untuk barang berharga (emas, uang, batu permata, dan  sebagainya). Selain dari itu hewan hidup tertentu yang diekspor sering diangkut  dengan pesawat udara (misalnya burung, ikan hias).
Suatu jenis muatan yang dari segi tanggung jawab pengangkut memerlikan  perhatian khusus adalah barang-barabg yang cepat busuk (“perishables”), seperti  daging atau ikan segar, bunga, sayuran dan sebagainya.
Demikian pula halnya dengan barang-barang yang ternasuk kategori  “dangerous/restricted articles” suatu jenis “muatan” yang mungkin juga  menimbulkan persoalan tentang tanggung jawab pengangkut adalah “jenazah”,  karena jenis “muatan” ini sukar ditetapkan harganya.
 Peningkatan pesat dalam bisnis penerbangan sayangnya tidak dibarengi  dengan peningkatan pesat di beberapa bidang sumber daya vital, baik secara  kuantitas maupun kualitas. Banyaknya maskapai penerbangan baru yang muncul  memang banyak memberikan banyak pilihan pada masyarakat, namun dengan  adanya hal ini akan menimbulkan kebingungan dan rasa khawatir pada  masyarakat. Tarif yang ditawarkan mungkin saja tidak diimbangi dengan kualitas  layanan kepada penumpang. Mengenai kualitas layanan yang masih buruk masih  bisa dimaklumi, namun apabila tarif murah itu tidak diimbangi dengan kelaikan  pesawat maka akan dapat berakibat fatal. Masih banyak persoalan penerbangan  yang harus ditelaah, agar bisnis penerbangan bisa berjalan lancar tanpa ada pihak - Prof.E.Suherman,SH.2000, Aneka Masakah Hukum Kedirgantaraan(himpinan makalah 1961-1995),jakarta,mandar maju, hal:15.
 pihak yang dirugikan. Tidak selamanya angkutan udara dapat terselenggara  dengan baik, sebab tidak menutup kemungkinan pula terjadinya hal-hal yang akan  menyebabkan kerugian bagi pihak pengguna jasa angkutan udara, misalnya  kecelakaan atau musibah dalam melakukan penerbangan yang menyebabkan  kematian atau luka pada penumpang, hilang atau rusaknya barang bagasi saat  melakukan penerbangan, maupun adanya keterlambatan pesawat.
Sejak tahun 2000 telah terjadi banyak kecelakaan pesawat dari perusahaan  penerbangan Indonesia. Kecelakaan yang terjadi merupakan kecelakaan dari  penerbangan domestik. Data kecelakaan pesawat maskapai penerbangan  Indonesia dari tahun 2000-2007 adalah sebagai berikut : Kecelakaan Pesawat Maskapai Penerbangan Komersil di Indonesia Tahun 2000-20 Tanggal  Maskapai dan lokasi kecelakaan 14 Januari 2002  Lion Air Penerbangan JT-386 jatuh setelah lepas landas di Bandara Sultan Syarif Kasim II, Pekanbaru,  Riau.
Tanggal  Maskapai dan lokasi kecelakaan 16 Januari 2002  Garuda Indonesia Penerbangan 421 mendarat darurat di  Sungai Bengawan Solo.
3 Juli 2004  Lion Air Penerbangan 332 jatuh di Palembang.
30 November 2004  Lion Air Penerbangan 538 tergelincir di Bandara  Adi Sumarmo, Solo.
10 Januari 2005  Lion Air Penerbangan 789 gagal lepas landas di  Kendari,  Sulawesi Tenggara.
15 Februari 2005   Lion Air Penerbangan 1641 terperosok di Bandara  Selaparang, Mataram, NTB.
5 September 2005  Boeing 737-200 Mandala Airlines Penerbangan RI 01  gagal   take off Bandara Polonia Medan lalu terperosok ke pemukiman penduduk.
4 Maret 2006  Lion Air Penerbangan IW 8987 tergelincir di Bandara  Juanda.
5 Mei 2006  Batavia Air Penerbangan 843 tergelincir di Bandara Soekarno Hatta.
Download lengkap Versi Word

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi