Selasa, 22 April 2014

Skripsi Hukum: PRAKTEK PERSENGKONGKOLAN TIDAK SEHAT DALAM PENGADAAN BARANG DAN JASA PEMERINTAH DIKAITKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NO. 21 TAHUN 2000 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI

Bab I.
Pendahuluan.
A. Latar Belakang.
Pengadaan barang dan jasa pemerintah memilki tujuan antara lain adalah memperoleh  barang dan/ atau jasa dengan harga yang dapat dipertanggung jawabkan dengan jumlah dan  mutu sesuai, serta pada waktunya.  Pada prinsipnya pengadaan barang dan jasa dilakukan  secara efisien, efektif, terbuka dan bersaing, transparan, adil/ tidak diskriminatif, dan  akuntabel. Mengenai tata cara pengadaan barang dan jasa pemerintah di Indonesia diatur oleh  Keputusan Presiden No. 80 Tahun 2003 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/  Jasa Pemerintah. KEPPRES No. 80 Tahun 2003 ini dibentuk dengan tujuan agar pengadaan  barang/ jasa pemerintah yang dibiayai oleh APBN/ APBD dapat dilaksanakan dengan efektif  dan efisien dengan prinsip persaingan sehat, transparan, terbuka, dan perlakuan yang adil bagi  semua pihak, sehingga hasilnya dapat dipertanggungjawabkan baik dari segi fisik, keuangan,  maupun manfaatnya bagi kelancaran tugas pemerintah dan pelayanan masyarakat.

 Namun, pada prakteknya pengaturan mengenai tata cara atau pedoman dasar melakukan  pengadaan barang dan/ jasa pemerintah sering kali tidak dilakukan sesuai prosedur oleh para  penyedia barang dan jasa dan juga pengguna barang dan jasa, yang akibatnya banyak terjadi  penyimpangan-penyimpangan dalam pelaksanaan pengadaan barang dan jasa pemerintah.
Bahkan dalam era otonomi daerah sekarang ini, penyimpangan tersebut justru semakin luas.
Terlihat dari banyaknya pihak terkait pengadaan barang/ jasa itu berurusan dengan aparat  penegak hukum, bahkan tidak hanya di tingkat elite, penyimpangan yang bersifat koruptif itu  kini sudah mulai menjalar kepada para pengelola sekolah, baik kepala sekolah maupun  komite.
  Ikak G. Patriastomo. Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah Keppres No. 80 Tahun 2003. Pusat  Pengembangan Kebijakan Pengadaan Barang/ Jasa Publik.
 KEPPRES No. 80 Tahun 2003 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah.
 http://www.ombudsman.go.id/Website/detailArchieve/40/id. Juli 20  Bentuk-bentuk penyimpangan yang terjadi dalam proses pengadaan barang/ jasa  pemerintah antara lain adalah persekongkolan yang tidak sehat dalam pengadaan barang dan  jasa. Persekongkolan dalam pengadaan barang dan jasa adalah suatu konspirasi usaha, yakni  suatu bentuk kerjasama diantara pelaku usaha dengan maksud untuk menguasai pasar yang  bersangkut bagi kepentingan pelaku usaha yang bersekongkol tersebut.
 Untuk memberantas dan mencegah hal ini semakin berkembang, sebenarnya pengaturan  mengenai larangan praktek persekongkolan yang tidak sehat dalam pengadaan barang dan jasa  sudah diatur oleh Undang-undang No. 5 tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan  Persaingan Usaha Tidak sehat. UU No. 5 Tahun 1999 merupakan Hukum antimonopoli yang  merupakan salah satu regulasi yang mengatur tata cara persaingan usaha di Indonesia. Pasal 3  UU No. 5 Tahun 1999 menyatakan bahwa; “pelaku usaha di Indonesia dalam menjalankan  kegiatan usahanya berasakan demokrasi Ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan  antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum. “ Persekongkolan yang  terjadi dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah biasa dilakukan oleh pelaku usaha atau  penyedia barang dan jasa dengan oknum pegawai negeri sipil atau pengguna barang dan jasa.
Persekongkolan ini dilakukan biasanya untuk memenangkan salah satu peserta lelang  pengadaan barang dan jasa pemerintah untuk mendapatkan kontrak pengerjaan tender proyek  tersebut. Persekongkolan yang biasa dilakukan dalam proses pengadaan barang dan jasa ini  menimbulkan praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme.
 Undang-undang No 5 Tahun 1999 terbentuk karena  begitu banyaknya pelanggaranpelanggaran bentuk kegiatan usaha pada masa orde baru yang berakhir pada tahun 19   Munir Fuady. 2000. Hukum Antimonopoli, Bandung: PT. Citra Aditnya Bakti. Hal.
 Normin S, Pokok-pokok Pikiran Tentang Hukum Persaingan Usaha, Elips, Jakarta, 2001, hal. 23.
 Munir Fuady, Hukum Antimonopoli, Bandung : PT. Citra Aditnya Bakti, 2000, hal. 3  .
Monopoli dan gerak konglongmerasi yang cepat terjadi kesalahan dalam mendistribusikan  PER (power of Economic Regulation) sehingga manfaat hanya bergulir pada lingkaran   kelompok tertentu yang dekat  dengan kekuasaan dan pusat pengambil keputusan saja.
 Persekongkolan yang tidak sehat dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah di dalam UU  No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat  diatur pada Bagian Keempat Tentang Persekongkolan yang terdiri dari Pasal:  Meskipun pengaturan mengenai persekongkolan dalam pengadaan barang dan jasa ini  sudah diatur dengan baik dan jelas oleh UU No. 5 tahun 1999, namun pada kenyataannya  praktek persekongkolan dalam pengadaan barang dan jasa masih marak terjadi. Contoh kasus  persekongkolan yang tidak sehat dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah di Indonesia  antara lain tindak pidana korupsi pada pengadaan alat-alat kesehatan di Nusa Tenggara Barat  pada tahun 2004 yang merugikan keuangan Negara sebesar Rp. 7, 5 miliar, tindak pidana  korupsi pembelian dan pengoprasian dua unit pesawat Fokker 27 seri 600 oleh Bupati  Jayawijaya Papua, perkara tindak pidana korupsi kasus proyek pemeliharaan jalan dan  jembatan Kabupaten kota baru, dugaan korupsi Bupati Muna dalam lelang kayu jati di  Kabupaten Muna Sulawesi Tenggara, kasus dugaan penyalahgunaan wewenang atau jabatan,  manipulasi pengadaan barang dan jasa, pelaksanaan pekerjaan fiktif dan gratifikasi di BUMN  PTPN II Unit Kebun Limau Mungkur, Deli Serdang Sumatera Utara yang dilakukan oleh  Pasal 22 : “Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain unuk mengatur dan atau  menentukan pemenang tender sehingga dapat mengakibatkan terjadinya  persaingan usaha tidak sehat.” Pasal 23 :”Pelaku usaha  dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mendapatkan  informasi kegiatan usaha pesaingnya yang diklasifikasikan sebagai rahasia  perusahaan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak  sehat.”  Pasal 24 : “Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk menghambat  produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa pelaku usaha pesaingnya  dengan maksud agar barang dan atau jasa yang ditawarkan atau dipasok di  pasar bersangkutan menjadi berkurang baik dari jumlah, kualitasmaupun  ketepatan waktu yang dipersyaratkan.”   Abdul Hakim, Analisa dan Perbandingan Undang-Undang Antimonopoli: undang-undang larangan  praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat di Indonesia, Elex Computindo,Jakarta, 1999, hal. 3.
 Undang-undang No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak  Sehat.
 Direksi PTPN II yang terjadi di tahun 20  , dan masih banyak lagi. Komisi Pengawasan  Persaingan Usaha (KPPU) mencatat bahwa dalam sepuluh tahun KPPU didirikan semenjak  bulan Juni tahun 2000, KPPU telah menerima  laporan dari masyarakat sebanyak 3.043  laporan. Dan berdasarkan laporan tersebut dan beberapa kasus yang KPPU tindak tercatat  didalamnya hampir 78% (tujuh puluh delapan persen) yaitu dugaan pelanggaran  persekongkolan pengadaan barang dan jasa.
 Implementasi UU No. 5 Tahun 1999 oleh KPPU telah dijalankan selama beberapa tahun,  sepanjang periode tersebut KPPU telah menerima kurang lebih 450 laporan dari masyarakat  mengenai dugaan pelanggaran persaingan usaha, dan hampir 60 % dari kasus yang ditangani  KPPU adalah kasus dugaan persekongkolan yang tidak sehat dalam pengadaan barang dan  jasa. Fakta tersebut menunjukkan bahwa kondisi terkini pengadaan barang dan jasa masih  banyak diwarnai perilaku usaha yang tidak sehat, dimana pelaku usaha cenderung memupuk  insentif untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya dengan melakukan tindakantindakan anti persaingan, seperti melakukan pembatasan pasar, praktek persekongkolan, serta  melakukan kolusi dengan panitia pengadaan untuk menentukan hasil akhir lelang.
Dari data KPPU diatas terlihat jelas bahwa  persekongkolan yang terjadi didalam pengadaan barang dan jasa sangat marak terjadi di  Indonesia.
 Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) di Indonesia, nilai anggaran yang  dikeluarkan oleh Pemerintah untuk bidang pengadaan barang dan jasa merupakan jumlah  yang paling tinggi. Sebagai gambaran bahwa di APBN tahun 2002 untuk pengadaan barang  dan jasa mencapai Rp.159 Triliun. Angka tersebut belum termasuk dana yang dikelola oleh  BUMN, Kontraktor kemitraan, dan belum termasuk anggaran Pemerintah daerah. Hal itulah   http://infokorupsi.com/id/korupsi.php?ac=5932&l=diduga-korupsi-direksi-ptpn-ii-deli-serdang-sumutdiminta-dicopot. 2 Juni 20  http://www.majalahteras.com/2010/06/kontribusi-kppu-selama-satu-dasawarsa/. 7 Juni 20  Syarip Hidayat, Persaingan dalam tender yang mengakibatkan persaingan tidak sehat, legalitas.org,  12 Agustus 20  yang menyebabkan pengadaan barang dan jasa oleh Pemerintah merupakan “lahan yang  subur” bagi para pelaku tindak pidana korupsi. Dan taukah anda bahwa dari seluruh kasus  korupsi yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lebih dari separuhnya  merupakan masalah korupsi di pengadaan barang dan jasa.

Kondisi-kondisi tersebut diduga menjadi penyebab tingginya tingkat korupsi dan kolusi di  Indonesia, khususnya dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah. Keadaan yang demikian  menyebabkan hilangnya persaingan dan mengakibatkan penggunaan sumber daya yang tidak  efisien serta menimbulkan pengaruh yang merugikan bagi kinerja industri dan perkembangan  ekonomi. Korupsi merupakan tindakan yang sangat merugikan negara, tidak hanya  mengancam perekonomian dan keuangan negara serta ketatanegaraan kita tetapi korupsi dapat  menghambat pembangunan di Indonesia dan menurunkan tingkat kesejahteraan rakyat  Indonesia. Korupsi secara pasti telah menjadikan atau menciptakan Pemerintahan yang  irasional, Pemerintahan yang penuh dengan keserakahan, dan bukan Pemerintahan yang  memang bertekad untuk mensejahterakan masyarakat. Padahal proses pengadaan barang dan  jasa yang dilaksanakan secara kompetitif dan memperhatikan prinsip persaingan usaha yang  sehat akan mampu meningkatkan kesejahteraan rakyat (public welfare) karena sebagian besar  pr oyek-proyek pemerintah memang merupakan kegiatan pemerintah atau government  spending yang ditujukan untuk memacu kegiatan dan pertumbuhan ekonomi.
Download lengkap Versi Word

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi