Bab I.
Pendahuluan.
A. Latar Belakang.
Pengadaan barang
dan jasa pemerintah memilki tujuan antara lain adalah memperoleh barang dan/ atau jasa dengan harga yang dapat
dipertanggung jawabkan dengan jumlah dan mutu sesuai, serta pada waktunya. Pada prinsipnya pengadaan barang dan jasa
dilakukan secara efisien, efektif,
terbuka dan bersaing, transparan, adil/ tidak diskriminatif, dan akuntabel. Mengenai tata cara pengadaan barang
dan jasa pemerintah di Indonesia diatur oleh Keputusan Presiden No. 80 Tahun 2003 Tentang
Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/ Jasa
Pemerintah. KEPPRES No. 80 Tahun 2003 ini dibentuk dengan tujuan agar pengadaan
barang/ jasa pemerintah yang dibiayai
oleh APBN/ APBD dapat dilaksanakan dengan efektif dan efisien dengan prinsip persaingan sehat,
transparan, terbuka, dan perlakuan yang adil bagi semua pihak, sehingga hasilnya dapat
dipertanggungjawabkan baik dari segi fisik, keuangan, maupun manfaatnya bagi kelancaran tugas
pemerintah dan pelayanan masyarakat.
Namun, pada prakteknya pengaturan mengenai
tata cara atau pedoman dasar melakukan pengadaan
barang dan/ jasa pemerintah sering kali tidak dilakukan sesuai prosedur oleh
para penyedia barang dan jasa dan juga
pengguna barang dan jasa, yang akibatnya banyak terjadi penyimpangan-penyimpangan dalam pelaksanaan
pengadaan barang dan jasa pemerintah.
Bahkan dalam era
otonomi daerah sekarang ini, penyimpangan tersebut justru semakin luas.
Terlihat dari
banyaknya pihak terkait pengadaan barang/ jasa itu berurusan dengan aparat penegak hukum, bahkan tidak hanya di tingkat
elite, penyimpangan yang bersifat koruptif itu kini sudah mulai menjalar kepada para
pengelola sekolah, baik kepala sekolah maupun komite.
Ikak G. Patriastomo. Pengadaan Barang/ Jasa
Pemerintah Keppres No. 80 Tahun 2003. Pusat Pengembangan Kebijakan Pengadaan Barang/ Jasa
Publik.
KEPPRES No. 80 Tahun 2003 Tentang Pedoman
Pelaksanaan Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah.
http://www.ombudsman.go.id/Website/detailArchieve/40/id.
Juli 20 Bentuk-bentuk penyimpangan yang
terjadi dalam proses pengadaan barang/ jasa pemerintah antara lain adalah persekongkolan
yang tidak sehat dalam pengadaan barang dan jasa. Persekongkolan dalam pengadaan barang
dan jasa adalah suatu konspirasi usaha, yakni suatu bentuk kerjasama diantara pelaku usaha
dengan maksud untuk menguasai pasar yang bersangkut bagi kepentingan pelaku usaha yang
bersekongkol tersebut.
Untuk memberantas dan mencegah hal ini semakin
berkembang, sebenarnya pengaturan mengenai
larangan praktek persekongkolan yang tidak sehat dalam pengadaan barang dan
jasa sudah diatur oleh Undang-undang No.
5 tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak sehat. UU No. 5 Tahun
1999 merupakan Hukum antimonopoli yang merupakan
salah satu regulasi yang mengatur tata cara persaingan usaha di Indonesia.
Pasal 3 UU No. 5 Tahun 1999 menyatakan
bahwa; “pelaku usaha di Indonesia dalam menjalankan kegiatan usahanya berasakan demokrasi Ekonomi
dengan memperhatikan keseimbangan antara
kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum. “ Persekongkolan yang terjadi dalam pengadaan barang dan jasa
pemerintah biasa dilakukan oleh pelaku usaha atau penyedia barang dan jasa dengan oknum pegawai
negeri sipil atau pengguna barang dan jasa.
Persekongkolan ini
dilakukan biasanya untuk memenangkan salah satu peserta lelang pengadaan barang dan jasa pemerintah untuk
mendapatkan kontrak pengerjaan tender proyek tersebut. Persekongkolan yang biasa dilakukan
dalam proses pengadaan barang dan jasa ini menimbulkan praktek korupsi, kolusi, dan
nepotisme.
Undang-undang No 5 Tahun 1999 terbentuk
karena begitu banyaknya
pelanggaranpelanggaran bentuk kegiatan usaha pada masa orde baru yang berakhir
pada tahun 19 Munir Fuady. 2000. Hukum
Antimonopoli, Bandung: PT. Citra Aditnya Bakti. Hal.
Normin S, Pokok-pokok Pikiran Tentang Hukum
Persaingan Usaha, Elips, Jakarta, 2001, hal. 23.
Munir Fuady, Hukum Antimonopoli, Bandung : PT.
Citra Aditnya Bakti, 2000, hal. 3 .
Monopoli dan gerak
konglongmerasi yang cepat terjadi kesalahan dalam mendistribusikan PER (power of Economic Regulation) sehingga
manfaat hanya bergulir pada lingkaran kelompok
tertentu yang dekat dengan kekuasaan dan
pusat pengambil keputusan saja.
Persekongkolan yang tidak sehat dalam
pengadaan barang dan jasa pemerintah di dalam UU No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat diatur pada Bagian Keempat Tentang
Persekongkolan yang terdiri dari Pasal: Meskipun
pengaturan mengenai persekongkolan dalam pengadaan barang dan jasa ini sudah diatur dengan baik dan jelas oleh UU No.
5 tahun 1999, namun pada kenyataannya praktek
persekongkolan dalam pengadaan barang dan jasa masih marak terjadi. Contoh
kasus persekongkolan yang tidak sehat
dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah di Indonesia antara lain tindak pidana korupsi pada
pengadaan alat-alat kesehatan di Nusa Tenggara Barat pada tahun 2004 yang merugikan keuangan Negara
sebesar Rp. 7, 5 miliar, tindak pidana korupsi
pembelian dan pengoprasian dua unit pesawat Fokker 27 seri 600 oleh Bupati Jayawijaya Papua, perkara tindak pidana
korupsi kasus proyek pemeliharaan jalan dan jembatan Kabupaten kota baru, dugaan korupsi
Bupati Muna dalam lelang kayu jati di Kabupaten
Muna Sulawesi Tenggara, kasus dugaan penyalahgunaan wewenang atau jabatan, manipulasi pengadaan barang dan jasa,
pelaksanaan pekerjaan fiktif dan gratifikasi di BUMN PTPN II Unit Kebun Limau Mungkur, Deli Serdang
Sumatera Utara yang dilakukan oleh Pasal
22 : “Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain unuk mengatur dan
atau menentukan pemenang tender sehingga
dapat mengakibatkan terjadinya persaingan
usaha tidak sehat.” Pasal 23 :”Pelaku usaha
dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mendapatkan informasi kegiatan usaha pesaingnya yang
diklasifikasikan sebagai rahasia perusahaan
sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.” Pasal 24 : “Pelaku usaha dilarang bersekongkol
dengan pihak lain untuk menghambat produksi
dan atau pemasaran barang dan atau jasa pelaku usaha pesaingnya dengan maksud agar barang dan atau jasa yang
ditawarkan atau dipasok di pasar
bersangkutan menjadi berkurang baik dari jumlah, kualitasmaupun ketepatan waktu yang dipersyaratkan.” Abdul Hakim, Analisa dan Perbandingan
Undang-Undang Antimonopoli: undang-undang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak
sehat di Indonesia, Elex Computindo,Jakarta, 1999, hal. 3.
Undang-undang No. 5 Tahun 1999 Tentang
Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Direksi PTPN II yang terjadi di tahun 20 , dan masih banyak lagi. Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) mencatat bahwa dalam
sepuluh tahun KPPU didirikan semenjak bulan
Juni tahun 2000, KPPU telah menerima
laporan dari masyarakat sebanyak 3.043 laporan. Dan berdasarkan laporan tersebut dan
beberapa kasus yang KPPU tindak tercatat didalamnya hampir 78% (tujuh puluh delapan
persen) yaitu dugaan pelanggaran persekongkolan
pengadaan barang dan jasa.
Implementasi UU No. 5 Tahun 1999 oleh KPPU
telah dijalankan selama beberapa tahun, sepanjang
periode tersebut KPPU telah menerima kurang lebih 450 laporan dari masyarakat mengenai dugaan pelanggaran persaingan usaha,
dan hampir 60 % dari kasus yang ditangani KPPU adalah kasus dugaan persekongkolan yang
tidak sehat dalam pengadaan barang dan jasa.
Fakta tersebut menunjukkan bahwa kondisi terkini pengadaan barang dan jasa
masih banyak diwarnai perilaku usaha
yang tidak sehat, dimana pelaku usaha cenderung memupuk insentif untuk mendapatkan keuntungan
sebesar-besarnya dengan melakukan tindakantindakan anti persaingan, seperti
melakukan pembatasan pasar, praktek persekongkolan, serta melakukan kolusi dengan panitia pengadaan
untuk menentukan hasil akhir lelang.
Dari data KPPU
diatas terlihat jelas bahwa persekongkolan
yang terjadi didalam pengadaan barang dan jasa sangat marak terjadi di Indonesia.
Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) di
Indonesia, nilai anggaran yang dikeluarkan
oleh Pemerintah untuk bidang pengadaan barang dan jasa merupakan jumlah yang paling tinggi. Sebagai gambaran bahwa di
APBN tahun 2002 untuk pengadaan barang dan
jasa mencapai Rp.159 Triliun. Angka tersebut belum termasuk dana yang dikelola
oleh BUMN, Kontraktor kemitraan, dan
belum termasuk anggaran Pemerintah daerah. Hal itulah http://infokorupsi.com/id/korupsi.php?ac=5932&l=diduga-korupsi-direksi-ptpn-ii-deli-serdang-sumutdiminta-dicopot.
2 Juni 20 http://www.majalahteras.com/2010/06/kontribusi-kppu-selama-satu-dasawarsa/.
7 Juni 20 Syarip Hidayat, Persaingan
dalam tender yang mengakibatkan persaingan tidak sehat, legalitas.org, 12 Agustus 20
yang menyebabkan pengadaan barang dan jasa oleh Pemerintah merupakan
“lahan yang subur” bagi para pelaku
tindak pidana korupsi. Dan taukah anda bahwa dari seluruh kasus korupsi yang ditangani Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) lebih dari separuhnya merupakan
masalah korupsi di pengadaan barang dan jasa.
Kondisi-kondisi
tersebut diduga menjadi penyebab tingginya tingkat korupsi dan kolusi di Indonesia, khususnya dalam pengadaan barang
dan jasa pemerintah. Keadaan yang demikian menyebabkan hilangnya persaingan dan
mengakibatkan penggunaan sumber daya yang tidak efisien serta menimbulkan pengaruh yang
merugikan bagi kinerja industri dan perkembangan ekonomi. Korupsi merupakan tindakan yang
sangat merugikan negara, tidak hanya mengancam
perekonomian dan keuangan negara serta ketatanegaraan kita tetapi korupsi dapat
menghambat pembangunan di Indonesia dan
menurunkan tingkat kesejahteraan rakyat Indonesia.
Korupsi secara pasti telah menjadikan atau menciptakan Pemerintahan yang irasional, Pemerintahan yang penuh dengan
keserakahan, dan bukan Pemerintahan yang memang bertekad untuk mensejahterakan
masyarakat. Padahal proses pengadaan barang dan jasa yang dilaksanakan secara kompetitif dan
memperhatikan prinsip persaingan usaha yang sehat akan mampu meningkatkan kesejahteraan
rakyat (public welfare) karena sebagian besar pr oyek-proyek pemerintah memang merupakan
kegiatan pemerintah atau government spending
yang ditujukan untuk memacu kegiatan dan pertumbuhan ekonomi.
Download lengkap Versi Word
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi