Selasa, 22 April 2014

Skripsi Hukum: PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM PROGRAM KREDIT USAHA RAKYAT

BAB I.
PENDAHULUAN.
A. Latar Belakang.
Selama 21 tahun pertama Indonesia merdeka, perekonomian bangsa  menghadapi tantangan dan ujian berat, termasuk adanya rongrongan dari dalam  dan luar negeri, yang nyaris membuat sendi – sendi perekonomian nasional mati. Pada 1959, trend paham kapitalisme liberalisme secara konstitusional ditolak,  sehingga sistem ekonomi nasional lebih condong ke sistem ekonomi etatistik  (segalanya negara) yang otomatis mematikan segala daya kreasi masyarakat.

Ekonomi Komando yang berlangsung selama tujuh tahun dari tahun 1959 sampai  dengan tahun 1966 dan mencapai titik paling kritis dengan hiperinflasi 650% pada  1966, hampir melumpuhkan seluruh sistem produksi dan distribusi nasional.
 Ekonomi Orde Baru yang dimulai sejak tahun 1966 secara radikal  membalikkan arah sistem ekonomi Indonesia. Pembangunan diarahkan pada  demokrasi ekonomi, dan politik ekonomi diarahkan pada upaya untuk  menggerakkan kembali roda ekonomi nasional dan meningkatkan kesejahteraan  rakyat. Kegiatan pencetakan uang yang telah berlangsung hampir tanpa kendali  dihentikan, anggaran belanja pemerintah dibuat berimbang, dan produksi dalam  negeri khususnya bidang pangan ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan  konsumsi penduduk yang terus bertambah. Sistem ekonomi pasar bebas mulai  berjalan normal, pembangunan ekonomi dibangun berdasarkan Rencana   Widjanarto, Hukum & Ketentuan Perbankan di Indonesia, (Jakarta: Grafiti, 2002), hal  13.
 Pembangunan Lima Tahun (REPELITA). Rencana Pembangunan Lima Tahun ini  diarahkan dari tahun 1969 sampai dengan tahun 1994.
 Ditandai dengan adanya krisis ekonomi yang terjadi di kawasan Asia  Tenggara, dimulai dari negara yang sudah siap menghadapi krisis ekonomi  tersebut seperti Thailand, Malaysia, Singapura, dan Brunei sampai pada negara –  negara berkembang seperti Indonesia, salah satu negara yang mengalami tahun –  tahun ledakan kemajuan yang dirasakan kawasan Asia Tenggara sampai pada  Filipina, negara yang tidak mengalami tahun – tahun ledakan, tetapi mengalami  perubahan drastis Produk Nasional Bruto Riil dari tahun 1980 sampai tahun  2000.
 Indonesia sendiri mengalami krisis hebat yang mengakibatkan terjadinya  tingkat pertumbuhan ekonomi minus 14 persen pada 1998.
 Krisis ekonomi itu sudah mulai berlalu, tetapi kita baru menyadari bahwa  pembangunan di bidang ekonomi lebih diutamakan namun dengan mengabaikan  pembangunan hukumnya. Akibatnya, dalam pembangunan bidang ekonomi  tersebut munculah berbagai isu dan persoalan hukum berskala nasional.. Oleh  karena itu, sewajarnya pemerintah berbenah diri dalam menghadapi pertumbuhan  dan perkembangan pembangunan ekonomi yang sedemikian pesatnya. Salah satu  caranya adalah dengan mengadakan penyesuaian dan perubahan seperlunya  terhadap berbagai perangkat hukum dan perundang - undangan nasional yang   Asyakuri ibn Chamim, Pendidikan Kewarganegaraan,  (Yogyakarta: Diktilitbang  Pimpinan Pusat Muhammadiyah, 2004), hal 143.
 Vedi R Hadiz, Politik Gerakan Buruh di Asia Tenggara, hal 16.
 Ibid, hal 8.
 mengatur bidang ekonomi.
 Untuk memberdayakan perekonomian rakyat, kedaulatan harus  dikembalikan pada rakyat, karena hanya dengan kedaulatan rakyat itulah ekonomi  kerakyatan dapat terwujud. Pemberdayaan ekonomi rakyat juga merupakan bagian  integral dalam mewujudkan ketahanan nasional dalam bidang ekonomi. Arus  Banyak sekali produk undang-undang yang membahas masalah di atas,  tetapi dalam penelitian ini penulis lebih cenderung menggunakan UU no 20 tahun  2008 karena, UU ini baru dan sangat relevan pada masa sekarang. Juga didalam  TAP MPR NO. XVI/1998 ditegaskan tentang perlunya penerapan sistem ekonomi  kerakyatan yang berpihak pada upaya-upaya pemberdayaan ekonomi rakyat.
Pemberdayaan ekonomi rakyat ini dianggap penting karena ketertinggalan sektor  ekonomi rakyat dari sektor ekonomi menengah dan besar, sehingga menimbulkan  kecemburuan dan kesenjangan sosial. Hal ini menjadi masalah yang serius bagi  bangsa Indonesia di masa sekarang. Sistem ekonomi Indonesia adalah sistem  ekonomi kerakyatan yang mampu mewujudkan demokrasi dalam tatanan ekonomi  nasional. Sistem ideologi suatu bangsa akan menentukan sistem ekonomi seperti  apa yang tercantum dalam Pancasila sila ke-4. Penggunaan istilah ’’kerakyatan’’  dipastikan mengandung unsur demokrasi yang kental. Bila istilah ’’kerakyatan’’  dalam ungkapan ’’ekonomi kerakyatan’’ itu dicari maknanya sesuai kedudukanya  sebagai kata sifat, kata lain dari ’’ekonomi kerakyatan’’ sesungguhnya adalah  ’’ekonomi yang demokratis’’ atau ’’demokrasi ekonomi’’. Artinya, kemakmuran  masyarakat yang diutamakan, bukan kemakmuran perorangan.
 Rachmadi Usman, Aspek-aspek Hukum Perbankan di Indonesia, (Jakarta: P.T Gramedia  Pustaka Utama, 2003), hal 2.
 ekonomi global harus diimbangi dengan penguatan pondasi ekonomi dalam  negeri. Oleh karenanya, sistem ekonomi kerakyatan harus didukung dengan  keberpihakan pemerintah dalam pemberdayaan ekonomi rakyat. Karena dengan  ekonomi rakyat yang tangguh, ketahanan nasional di bidang ekonomi dapat  terwujud.
Para pengamat acapkali melakukan kritik terhadap pelaksanaan  pembangunan ekonomi Indonesia yang terlalu berorientasi pada pertumbuhan,  karena dengan otomatis perekonomian rakyat akan cenderung terabaikan.
Padahal, GBHN sendiri sudah lama menempatkan aspek pemerataan pada urutan  pertama dalam Trilogi Pembangunan Indonesia.
 Upaya untuk memberdayakan ekonomi rakyat, khususnya koperasi dan  Usaha Kecil dan Menengah (UKM), dimaksudkan agar mampu berkembang  menjadi usaha yang mandiri dan kokoh dalam struktur perekonomian nasional.
Melalui paradigma baru, diharapkan tidak lagi terjadi pemusatan aset ekonomi  produktif pada segelintir orang atau golongan. Sebaliknya paradigma baru ini  dimaksudkan untuk memperluas aset ekonomi produktif di tangan rakyat,  meningkatkan partisipasi dan advokasi rakyat dalam proses pembangunan,  berkembangnya basis ekonomi wilayah di tingkat kabupaten dan pedesaan,  Dengan ditempatkannya  pemerataan sebagai logi pertama, dalam rencana masa depan perekonomian  Indonesia, seharusnya perhatian lebih diarahkan pada prospek perekonomian  rakyat, bukan pada pertumbuhan ekonomi besar.
 Lihat GBHN Trilogi Pembangunan.
 meluasnya kesempatan usaha bagi koperasi dan UKM, dan pemerataan serta  keadilan bagi rakyat dalam menikmati hasil-hasil pembangunan.
Dalam ekonomi kerakyatan yang diharapkan mampu mewujudkan  keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia serta harus ada upaya keras untuk  memberdayakan ekonomi rakyat. Pola pemberdayaan yang dilakukan yaitu  menciptakan kemandirian bagi ekonomi rakyat, melalui koperasi dan UKM agar  memiliki nilai tambah.
Upaya tersebut memerlukan peran aktif dari pemerintah yang tidak hanya  memberikan bantuan dengan belas kasihan, tetapi sekaligus mengupayakan  fasilitas dan program – program yang menjadikan ekonomi rakyat lebih produktif.
Hal ini sejalan dengan apa yang telah disampaikan Kementerian Negara Koperasi  dan UKM, Suryadharma Ali dan tiga wakil bank peserta penyalur, bank BRI,  bank BNI, dan bank Mandiri dalam Raker dengan Komisi VI DPR pada tanggal  22 Agustus 2008 lalu, yang menghasilkan kesepakatan bahwa komisi VI  menyetujui penambahan dana sebesar Rp.1 triliun untuk program Kredit Usaha  Rakyat (KUR). Dengan asumsi gearing ratio 10 kali, dan tambahan KUR untuk  periode tahun ini akan meningkat menjadi Rp.10 milyar. Ditambah dengan dana  sebelumnya sebesar Rp.14,5 triliun, total dana KUR yang disalurkan menjadi Rp.
24,5 triliun. Kementerian Negara Koperasi dan UKM mengajukan penambahan  dana KUR kepada Departemen Keungan setelah serapan dari Usaha Mikro, Kecil  dan Menengah (UMKM) hingga awal Agustus hampir mencapai Rp 9 triliun.
  Rapat Kerja Bersama antara Komisi VI DPR dengan Kenenterian Negara Koperasi dan  UKM beserta tiga wakil bank peserta penyalur, 22 Agustus 2008.
 Pelaksanaan program kredit usaha rakyat ini tidak terlepas dari lembaga  perbankan selaku instrumen penyalur yang telah baku.  Dalam pelaksanaan  pembiayaan kredit usaha rakyat ini, harus diupayakan agar pembiayaan yang  diberikan tepat sasaran sehingga peningkatan ekonomi kerakyaan yang menjadi  tujuan program kredit usaha rakyat ini dapat dicapai. Oleh karena hal tersebut,  sebagaimana pembiayaan perbankan pada umumnya, pada kredit usaha rakyat,  eksistensi prinsip kehati-hatian  (Prudent Banking Principle) dalam penyaluran  kredit juga mutlak diperlukan oleh perbankan agar penyaluran kredit dapat  berjalan efektif dan berkesinambungan serta tepat sasaran.

Oleh karena hal tersebut di atas, maka skripsi ini diberi judul: Prinsip  Kehati-hatian dalam Program Kredit Usaha Rakyat.
Download lengkap Versi Word

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi