Sabtu, 05 April 2014

Skripsi Hukum: SISTEM PENDAFTARAN MEREK BERDASARKAN UU 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK SEBAGAI UPAYA MENANGGULANGI PENDAFTARAN MEREK TANPA HAK



BAB I PENDAHULUAN
 A. Latar Belakang Masalah 
Pada awalnya, merek hanyalah sebuah tanda agar konsumen dapat membedakan  produk barang/jasa satu dengan yang lainnya. Dengan merek konsumen lebih mudah  mengingat sesuatu yang dibutuhkan, dan dengan cepat dapat menentukan apa yang akan  dibelinya. Dalam perkembangan, peran merek berubah. Merek bukan merupakan sebuah  tanda, melainkan gaya hidup.

Secara filosofis merek dapat membangun image baik dan buruk sebagai bagian dari  nilai good-will perusahaan. Pentingnya merek bagi perusahaan dapat kita sitir melalui katakata David A. Aaker, “Nothing is more emotional than a brand within an organization”.
Dengan kata-kata profesor marketing pada Haas School of Business University of California  Berkeley ini seakan-akan menunjukkan betapa erat hubungan antara merek dan dunia usaha.
1 Menurut Gautama, merek selain digunakan sebagai nama atau simbol pada obyek  barang/jasa juga digunakan sebagai sarana promosi. Tanpa merek pengusaha tidak dapat  mempromosikan barang/jasanya kepada masyarakat luas dan maksimal. Dan, masyarakat  tidak dapat membedakan mutu barang/jasa satu dengan lainnya. Selain itu, merek juga dapat  mencegah orang berbuat curang dan bersaing secara tidak sehat.  Meskipun persaingan dalam  dunia usaha adalah hal biasa, namun merek dapat mencegah terjadinya hal-hal yang dapat  merugikan pihak lain. Melalui merek asal usul barang pun bisa dideteksi. Artinya, dapat  diketahui suatu barang berasal dari daerah mana.
2 1 Winata, Rizawanto dan Sudargo Gautama, 1993, Hukum Merek Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti,  Bandung, hal 14.
2 Sudargo Gautama, 1984, Hukum Merek Indonesia, Alumni, Bandung, hal 12   Sistem yang dianut dalam Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek yaitu  Sistem Konstitutif, yaitu bahwa hak atas Merek timbul karena pendaftaran. Hal ini tercantum  dalam Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek yang berbunyi sebagai berikut : "Hak atas Merek adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada pemilik Merek  yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan  sendiri Merek tersebut atau memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakannya".
3 Namun kadang dalam pelaksanaannya antara praktek dan isi peraturan terjadi  perbedaan. Dalam hal ini timbulnya perbedaan karena adanya berbagai faktor, misalnya :  adanya keterlambatan mendapatkan sertifikat merek, yang seharusnya berdasarkan UndangUndang yang mengatur sudah menerimanya. Hal ini biasa terjadi disebabkan begitu banyak  permintaan pendaftaran merek ataupun alasan lainnya. Apabila ini banyak terjadi maka perlu  adanya peningkatan dalam pelaksanaan peraturan hukum sehingga ada suatu kepastian  hukum bagi pihak yang berkepentingan. Didalam proses pendaftaran merek ini sering terjadi  banyak hambatan dalam prakteknya walaupun dalam isi peraturan yang ada sudah jelas  mengaturnya. Namun sebaliknya juga terdapat keuntungan - keuntungan bagi pihak yang  telah mendaftarkan mereknya.
4 3 Undang-Undang No. 15 tahun 2001 tentang Merek  Didalam praktek sering terjadi peniruan terhadap  merekmerek yang sudah terkenal di masyarakat umum. Hal ini sangat merugikan berbagai pihak,  baik itu produsen maupun konsumen. Bagi produsen pemalsuan mereknya oleh pihak lain  akan mengurangi omset produksinya dan efek lain adalah pengurangan buruh dan  karyawannya. Bagi konsumen kerugian pada umumnya mendapatkan barang dengan kualitas  yang lebih rendah dari aslinya. Untuk itu pihak pengusaha pada umumnya mempunyai  strategi atau cara tertentu untuk mengantisipasi adanya kecurangan-kecurangan terhadap  4 Sudargo Gautama, 1997, Pembaharuan Hukum Merek Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, hal  23   mereknya dan akan melakukan suatu tindakan tertentu apabila terbukti adanya pemalsuan  terhadap mereknya.
5 Membicarakan soal merek tidak dapat dihindari adanya hak atas merek yang menjadi  obyek dari kekayaan intelektual. Dengan adanya sistem pendaftaran merek, sertifikat merek  menjadi penting. Hak atas merek akan diberikan kepada pemilik merek yang mereknya telah  didaftar menurut Undang-Undang yang berlaku dan memperoleh sertifikat.
6 Pemalsuan merek di Indonesia banyak ragamnya, misalnya mempunyai puluhan  merek yang terdaftar atas namanya dalam Daftar Umum Merek pada Departemen Kehakiman  dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, akan tetapi mereka tidak memproduksi barang  dengan merek tersebut, tetapi hanya mendaftarkan merek tersebut.
7 Salah satu perkara yang menjadi Landmark Decisions bagi yurisprudensi Indonesia  adalah adalah kasus merek Gucci dalam putusan Mahkamah Agung RI No. 3485 K/Pdt/1992  antara Guccio Gucci melawan AT. Soetedjo Hadinyoto. Pada saat itu menurut UndangUndang Merek No.  21  Tahun 1961, siapa yang mendaftarkan pertama kali suatu merek,  dialah pemilik merek tersebut. Hanya saja pada kasus tersebut proses pendaftaran merek, oleh  pihak Direktorat merek tidak terlebih dahulu meneliti apakah pendaftar merek itu merupakan  pemilik sah atas merek bersangkutan.
8 Sistem pendaftaran semacam ini dikenal sebagai sistem yang pasif, dimana siapa saja  dapat melakukan pendaftaran merek, tetapi tidak secara otomatis menciptakan sesuatu hak  atas merek tersebut. Fungsi pendaftaran merek adalah untuk memudahkan pembuktian  tentang siapa yang merupakan pemakai pertama dari suatu merek. Sebagai pihak yang  5 Maulana, Insan Budi, 1999, Perlindungan Hukum Terkenal di Indonesia dari masa ke masa, Citra  Aditya Bakti, Bandung, hal 19  6 Adi Sumarto, Harsono, 1989, Hak Milik Intelektual Khususnya Merek dan Paten, Akademik  Pressindo, Jakarta, hal 34  7 Djumhana, Muhammad, Djubaidillah, R, Hak Milik Intelektual, Sejarah Teori Dan Prakteknya Di  Indonesia, Bandung, 1997, hal. 160  8 http://renaisans-unibo.blogspot.com/2009/03/aspek-perlindungan-hukum-terhadap-merek. html,  diakseskan tanggal 20 Oktober 2010   pertama kali mendaftarkan merek, ternyata belum terjamin kelangsungan hak-hak seseorang  atas merek yang bersangkutan. Pendaftaran itu dapat saja menunjukkan bahwa ialah yang  terbukti terlebih dahulu menggunakan merek itu. Sistem pendaftaran semacam ini dikenal  dengan sistem pasif-deklaratif-negatif.
9 Pendaftaran merek merupakan suatu cara pengamanan oleh pemilik merek yang  sesungguhnya, sekaligus perlindungan yang diberikan oleh Negara. Di dalamya memuat  substansi yang essensial berkenaan dengan proses pendaftaran itu, yaitu adanya tenggang  waktu antara pelaksanaan pengajuan, penerimaan dan pengumuman. Ketiga tahap itu dapat  mempengaruhi sikap pihak ketiga atas terdaftarnya suatu merek, sehingga terbuka  kemungkinan untuk diadakannya pembatalan pendaftaran suatu merek. Sejauh mana  perlindungan hukum atas merek dapat tercermin dari cara bagaimana pendaftaran merek itu  membawa implikasi terhadap pengakuan dan pembatalannya.
Wujud perlindungan lainnya dari negara terhadap pendaftaran adalah merek hanya  dapat didaftarkan atas dasar permintaan yang diajukan pemilik merek yang beritikad baik.
Hal ini ditegaskan dalam Undang-Undang Merek Pasal 4 bahwa : “Merek tidak dapat didaftar  atas permohonan yang diajukan oleh pemohon yang beritikad tidak baik”.
10 Harapan agar masalah penegakan hukum yang akan dilaksanakan oleh para aparat  yang berwenang serta hakim mampu dilakukan secara profesional dan adil berdasarkan pada  moralitas dan keyakinan yang dianutnya adalah mutlak adanya. Yang perlu dipikirkan saat ini  adalah implementasi dari sistem hukum atas kekayaan intelektual agar dapat memberikan  manfaat bagi perkembangan ekonomi nasional, khususnya bagi para pengusaha nasional agar  9 Usman Rachmadi, 2003, Hukum Hak Atas Kekayaan Intelektual: Perlindungan dan Dimensi  Hukumnya di Indonesia, PT. Alumni, Bandung, hal 50  10 Undang-Undang No. 15 tahun 2001 tentang Merek Pasal 4  kesetaraan dan kemampuan mereka dalam persaingan dunia melalui pemahaman terhadap  Hak Kekayaan Intelektual terutama Merek dapat ditingkatkan.
11 Dengan demikan, revisi terhadap Undang-Undang  Merek pasti terjadi karena  pengaruh faktor-faktor tersebut diatas. Tentu saja, jika terjadi perubahan, harapan terhadap  perubahan itu haruslah mengarah pada kesempurnaan sehingga implementasi UndangUndang itu dapat terlaksana secara efektif dan dihormati oleh para pelaku bisnis dan oleh  para penegak hukum. Berdasarkan hal itu, maka penyempurnaan Undang-Undang terus  dilakukan, hingga sekarang terbentuklah Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek  Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 110, Tambahan Lembaran Negara Tahun 4131  (selanjutnya disebut UU No. 15 Tahun 2001), yang mulai berlaku sejak tanggal 1 Agustus  2001. Melalui Undang-Undang Merek yang baru ini diharapkan perlindungan hukum yang  diberikan kepada merek dapat maksimal.
12 Dengan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk membuat karya tulis dalam bentuk  skripsi dengan judul “Sistem Pendaftaran Merek Berdasarkan UU 15 Tahun 2001  Tentang Merek Sebagai Upaya Menanggulangi Pendaftaran Merek Tanpa Hak.” B. Perumusan Masalah Adapun yang merupakan permasalahan  yang timbul dalam penulisan ini adalah  sebagai berikut : 1.  Apakah pengaturan hak atas merek di Indonesia sudah memadai?  2.  Bagaimana perlindungan hukum hak atas merek? 3.  Bagaimana upaya menanggulangi pendaftaran merek tanpa hak?  C. Tujuan dan Manfaat Penulisan 11 Saidin, 1997, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Rights), PT. Raja  Grafindo Persada, Jakarta 12 Saifur Rachman, 2004, aspek perlindungan hukum terhadap merek terkenal di Indonesia, Makalah,  Semin ar Patent Drafting FH UNS, Surakarta.
 1. Tujuan Penulisan Tujuan penulis melaksanakan penelitian ini adalah : a.  Untuk mengetahui apakah pengaturan hak atas merek di Indonesia sudah memadai.
b.  Untuk mengetahui perlindungan hukum hak atas merek.
c.  Untuk mengetahui upaya menanggulangi pendaftaran merek tanpa hak.
2. Manfaat Penulisan Adapun manfaat penulisan skripsi yang akan penulis lakukan adalah: a. Secara Teoritis Guna mengembangkan khasanah ilmu pengetahuan hukum perdata, khususnya  mengenai sistem pendaftaran merek berdasarkan UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek  sebagai upaya menanggulangi pendaftaran merek tanpa hak.
b. Secara Praktis Memberikan sumbangan pemikiran yuridis tentang sistem pendaftaran merek sebagai  upaya menanggulangi pendaftaran merek tanpa hak kepada Almamater Fakuktas  Hukum  sebagai bahan masukan bagi rekan-rekan  mahasiswa.
D. Keaslian Penulisan Adapun judul tulisan ini adalah ”Sistem Pendaftaran Merek Berdasarkan UU No.15  Tahun 2001 Tentang Merek Sebagai Upaya Menanggulangi Pendaftaran Merek Tanpa Hak”.
Judul skripsi ini belum pernah ditulis, sehingga tulisan ini asli dalam hal tidak ada judul yang  sama. Dengan demikian ini keaslian skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
 Penulisan ini disusun berdasarkan literatur-literatur yang berkaitan dengan sistem  pendaftaran merek yang membahas mengenai merek. Oleh karena itu, penulisan ini adalah  asli karya penulis.
E. Tinjauan Kepustakaan Merek adalah alat untuk membedakan barang dan jasa yang diproduksi oleh suatu  perusahaan.
13  Merek yaitu “dengan mana di pribadikanlah sebuah barang tertentu untuk  menunjukkan asal barang dan jaminan kualitasnya sehingga bisa dibandingkan dengan  barang-barang sejenis yang dibuat dan diperdagangkan oleh orang-orang atau perusahaan  lain”.
14 Dari pengertian di atas, dapat dilihat bahwa pada mulanya merek hanya di akui untuk  barang, pengakuan untuk merek jasa baru di akui pada Konvensi Paris pada perubahan di  Lisabon 1958. Di Inggris, merek jasa baru bisa didaftarkan dan mempunyai konsekuensi yang  sama dengan merek barang setelah adanya ketentuan yang baru diberlakukan pada Oktober  1986 yaitu Undang-Undang hasil revisi pada tahun 1984 atas Undang-Undang Trade Marks  1938.  Mengenai merek jasa tersebut di Indonesia baru dicantumkan pada Undang-Undang  Merek No. 19 Tahun 1992.
15 Pencantuman pengertian merek sekarang ini, pada dasarnya banyak kesamaannya di  antara Negara peserta Uni Paris, hal ini di karenakan mereka mengacu pada ketentuan  Konvensi Paris tersebut. Hal ini terjadi pula pada Negara berkembang, mereka banyak  13 Erma Wahyuni,et.al. 2004. Kebijakan dan Manajemen Hukum Merek. Yogyakarta: YPAPI, hal 12 14 Imam Syahputra, et.al.. 1997. Hukum Merek Baru Indonesia : Seluk Beluk Tanya Jawab. Jakarta:  Harvarindo, hal 10  15 Erma Wahyuni,et.al, Ibid, hal 13   mengadopsi pengertian merek dari model hukum untuk negara-negara berkembang yang di  keluarkan oleh BIRPI tahun 1967.
16 Banyak para pakar lain yang juga memberikan batasan yuridis pengertian merek,  antara lain: 1)  H. M. N. Purwo Sutjipto, memberikan rumusan bahwa “Merek” adalah suatu tanda  dengan mana suatu benda tertentu dipribadikan, sehingga dapat dibedakan dengan benda  lain yang sejenis”.
17 2) R. Soekardono, memberikan rumusan bahwa “Merek” adalah sebuah tanda (Jawa: ciri atau  tenger) dengan mana dipribadikanlah sebuah barang tertentu, di mana perlu juga  dipribadikan asalnya barang atau menjamin kualitetnya barang dalam perbandingan  dengan barang-barang sejenis yang dibuat ataau diperdagangkan oleh barang-barang  perusahaan lain”.
18 3)  Tirtamidjaya yang menyadur pendapat Vollmar, memberikan rumusan bahwa “Suatu  merek pabrik atau merek perniagaan adalah suatu tanda yang dibubuhkan di atas barang  atau di atas bungkusannya, guna membedakan barang itu dengan barang-barang yang  sejenis lainnya”.
19 4)  Iur Soeryatin, mengemukakan rumusannya dengan meninjau merek dari aspek fungsinya,  yaitu: “Suatu merek dipergunakan untuk membedakan barang yang bersangkutan dari  barang sejenis lainnya oleh karena itu barang yang bersangkutan dengan diberi merek tadi  mempunyai: tanda asal, nama, jaminan terhadap mutunya”.
20 16 Imam Syahputra, et.al, Ibid, hal 11  17 H. M. N Purwo Sutjipto, 1999, “Perlindungan Merek Terkenal di Indonesia”, Bandung: Fakultas  Hukum Alumni UNPAR, hal 21  18 R. Soekardono, 1998, Selayang Pandang Hak Cipta, Merek, dan Paten, Yogyakarta: Faklutas Hukum  Alumni UII, hal 30.
19 Tirtamidjaya, 2000, “Pembaharuan UU Merek dan Dampaknya bagi Dunia Bisnis”, Bandung: Citra  Aditya Bakti, hal 18  20 Iur Soeryatin, 1999, Aspek Perlindungan Hukum Terhadap Merek Terkenal Di Indonesia, Bandung:  Citra Aditya Bakti, hal 43  Dari pendapat sarjana tersebut, mengambil kesimpulan bahwa yang diartikan dengan  perkataan merek adalah suatu tanda (sign) untuk membedakan barang-barang yang sejenis  yang di hasilkan atau di perdagangkan seseorang atau kelompok orang atau badan hukum  dengan barang-barang yang sejenis yang dihasilkan oleh orang lain, yang memiliki daya  pembeda maupun sebagai jaminan atas mutunya dan digunakan dalam kegiatan perdagangan  barang atau jasa.
Pengertian merek secara yuridis adalah pengertian yang diberikan  oleh UndangUndang Pasal 1 ayat (1) UUM No. 15 Tahun 2001 menyebutkan sebagai berikut : “Merek adalah suatu tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka,  susunan warna atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan  digunakan dalam kegiatan perdagangan barang ataau jasa”.
Sesuai yang tercantum dalam Pasal 3 UU No. 15 Tahun 2001, hak atas merek adalah  hak eksklusif yang diberikan Negara kepada pemilik merek yang terdaftar dalam Daftar  Umum Merek untuk jangka waktu  tertentu menggunakan sendiri merek tersebut atau  memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakannya.
Hak eksklusif memakai merek ini yang berfungsi seperti suatu monopoli, hanya  berlaku untuk barang atau jasa tertentu. Oleh karena suatu merek memberi hak eksklusif atau  hak mutlak pada yang bersangkutan, maka hak itu dapat di pertahankan terhadap siapapun.
Hak atas merek di berikan kepada pemilik merek yang beritikad baik. Pemakaiannya dapat  meliputi barang maupun jasa.
Pada Sistem Konstitutif (First to File), pendaftaran merek merupakan kewajiban, jadi  ada wajib daftar merek. Merek yang tidak didaftarkan tidak memperoleh perlindungan  hukum. Sedang pada Sistem Deklaratif (First to Use), pendaftaran merek tidak merupakan   keharusan, jadi tidak ada wajib daftar merek. Pendaftaran merek hanya untuk pembuktian,  bahwa pendaftaran merek adalah pemakai pertama yang bersangkutan.
21 Pendaftaranlah yang akan memberikan perlindungan terhadap suatu merek. Meskipun  demikian bagi merek yang tidak terdaftar tetapi luas pemakaiannya dalam perdagangan (well  known trademark), juga diberikan perlindungan terhadapnya terutama dari tindakan  persaingan yang tidak jujur (Pasal 50 dan 52 sub a dari Model Law For Developing Countries  on Marks Trade Names, and Acts of Unfair Cmpetition).
22 Berdasarkan pendapat Harsono Adi Sumarto dalam Sistem Deklaratif, pendaftaran  merek bukan merupakan kewajiban hukum. Siapa saja yang memiliki merek dengan  menggunakannya, terserah akan mendaftarkan atau tidak mendaftarkan mereknya tidak apaapa, dan bukan merupakan pelanggaran hukum dan tidak terdapat sanksinya. Titik beratnya  dalam Sistem Deklaratif adalah selama pemegang merek dapat membuktikan bahwa ia adalah  pemakai merek pertama.Sehingga merek yang tidak terdaftar juga mendapat perlindungan  hukum selama pemilik merek dapat membuktikan bahwa ia adalah pemakai merek yang  pertama kalinya.
23 Hak-hak yang mendapat perlindungan hukum setelah adanya pendaftaran merek,  yaitu 24 1.  Hak menggunakan sendiri merek tersebut dan hak memberikan izin kepada orang lain  untuk menggunakan merek tersebut.
:  Hak ini diatur di dalam Pasal 3 Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek, yang  berbunyi sebagai berikut:  “Hak Atas Merek adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada pemilik  merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek untuk jangka waktu dengan  21 Venantia Sri Hadiarianti. Konsep Dasar Pemberian Hak dan Perlindungan Hukum Hak Kekayaan  Intelektual, Gloria Yuris Vol 8, No. 2, 2008, hlm 6  22 Winata, Rizawanto dan Sudargo Gautama, Op.Cit, hal 17  23 Sudargo Gautama, Op.Cit, hal 28  24 Adi Sumarto, Harsono, Op.Cit, hal 44   menggunakan sendiri merek tersebut atau memberikan izin kepada pihak lain untuk  menggunakannya”.
Dalam hak ini, pemilik atau pemegang hak merek mempunyai hak khusus yang berfungsi  seperti suatu monopoli, hanya berlaku untuk barang atau jasa tertentu. Oleh karena suatu  merek memberi hak khusus atau hak mutlak pada yang bersangkutan, maka hak itu dapat  dipertahankan terhadap siapapun. Hak atas merek diberikan kepada pemilik merek yang  beritikad baik. Pemakaiannya meliputi pula barang atau jasa.
2.  Hak untuk memperpanjang perlindungan hukum merek.
Hak tersebut diatur di dalam Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang No. 15 Tahun 2001  tentang Merek, yang berbunyi sebagai berikut: “Pemilik merek terdaftar setiap kali dapat  mengajukan permohonan perpanjangan untuk jangka waktu yang sama”. Jangka waktu  perlindungan ini dapat diperpanjang atas permintaan pemilik merek. Dalam hal  perpanjangan ini biasanya tidak lagi dilakukan lagi penelitian (examination) atas merek  tersebut juga tidak dimungkinkan adanya bantahan.
3.  Hak untuk mengalihkan merek pada orang lain.
Hak mengalihkan merek pada orang lain diatur dalam Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang  No. 15 Tahun 2001 tentang Merek  4.  Hak untuk memberikan lisensi kepada orang lain Hak ini diatur dalam Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang  Merek, yang berbunyi sebagai berikut:  “Pemilik Merek terdaftar berhak memberikan Lisensi kepada pihak lain dengan  perjanjian bahwa penerima Lisensi akan menggunakan Merek tersebut untuk sebagian  atau seluruh jenis barang atau jasa”.
Dalam hak ini, pemilik atau pemegang hak atas merek mempunyai hak untuk  memberikan Lisensi Merek kepada pihak lain baik untuk sebagian atau seluruh jenis   barang atau jasa yang termasuk dalam satu kelas. Pemilik merek yang memberikan  Lisensi, tetap dapat menggunakan sendiri atau memberi Lisensi kepada pihak ketiga  lainnya untuk menggunakan merek tersebut, kecuali bila diperjanjikan lain (Pasal 44 UU  No. 15 Tahun 2001 tentang Merek). Lisensi adalah izin yang diberikan oleh pemilik  merek terdaftar kepada pihak lain untuk menggunakan merek tersebut dalam jangka  waktu dan syarat tertentu. Lisensi harus dilakukan dengan perjanjian pemberian hak,  bukan pengalihan hak untuk menjamin kepastian hukum. Lisensi merek bisa atas seluruh  atau sebagian jenis barang dan/atau jasa. Namun, merek kolektif tidak dapat dilisensikan.
Perjanjian lisensi harus menegaskan bahwa penerima lisensi akan menggunakan merek  tersebut untuk sebagian atau seluruh jenis barang atau jasa tertentu dan dalam jangka  waktu yang tidak melebihi jangka waktu perlindungan merek terdaftar serta disertai  syarat-syarat tertentu. Perjanjian lisensi dapat pula mengatur pemberian lisensi lebih  lanjut dari penerima lisensi kepada pihak ketiga. Perjanjian lisensi wajib dimohonkan  pencatatannya dalam Daftar Umum Merek di Dirjen HKI yang kemudian diumumkan  dalam Berita Resmi Merek.
25 Pemilik merek terdaftar berhak memberikan lisensi kepada pihak lain dengan perjanjian  bahwa penerima lisensi akan menggunakan merek tersebut untuk sebagian atau seluruh  jenis barang atau jasa. Perjanjian lisensi wajib dimohonkan pencatatannya pada Ditjen  HaKI dengan dikenai biaya dan akibat hukum dari pencatatan perjanjian lisensi berlaku  terhadap pihak-pihak yang bersangkutan dan terhadap pihak ketiga.
5.  Hak untuk menuntut baik secara perdata maupun pidana dan hak mendapatkan  perlindungan hukum dari tuntutan pihak lain baik secara perdata maupun pidana.
Mengajukan gugatan terhadap orang atau badan hukum yang menggunakan mereknya,  yang mempunyai persamaan baik pada pokoknya atau pada keseluruhannya secara tanpa  25 Budi Agus Riswandi dan M. Syamsudin. 2004. Hak Kekayaan Intelektual dan Budaya Hukum.
Jakarta: Raja Grafindo Persada, hal 44  hak, berupa permintaan ganti rugi dengan penghentian pemakaian merek tersebut (Pasal  76 Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek).
Dengan adanya hak-hak yang tersebut diatas, maka pemegang hak atas merek akan  memperoleh perlindungan hukum hak atas merek, sehingga pemilik atau pemegang hak atas  merek tidak perlu khawatir dan takut apabila terjadi sengketa dalam hal pelanggaran hak atas  merek, pemilik atau pemegang hak atas merek dapat menuntut ganti rugi baik perdata  maupun pidana.
26 Menurut Pasal 28 Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek, merek terdaftar  mendapat perlindungan hukum untuk jangka waktu 10 (sepuluh) tahun sejak tanggal  penerimaan dan jangka waktu perlindungan dapat diperpanjang atas permintaan pemilik  merek, jangka waktu perlindungan dapat diperpanjang setiap kali untuk jangka waktu yang  sama.
Perlindungan terhadap merek terdaftar didasarkan pada pertimbangan bahwa peniruan  merek terdaftar milik orang lain pada dasarnya dilandasi itikad tidak baik, terutama untuk  mengambil kesempatan dari ketenaran merek orang lain sehingga tidak seharusnya mendapat  perlindungan hukum, penyempurnaan rumusan dalam ketentuan pidana yang semula tertulis  “setiap orang” diubah menjadi “barang siapa” dengan maksud untuk menghindari penafsiran  yang keliru bahwa pelanggaran oleh badan hukum tidak termasuk dalam tindakan yang  diancam dengan sanksi pidana tersebut. Selain perlindungan merek barang dan jasa dalam  Undang-Undang ini diatur pula perlindungan terhadap indikasi geografis dan indikasi asal.
27 F. Metode Penelitian Penelitian ini termasuk dalam penelitian kepustakaan yang bersifat normatif, yaitu  penelitian yang menggunakan data sekunder. Data sekunder tersebut meliputi:  1.  Tipe Penelitian 26 Usman Rachmadi, Op.Cit, hal 57  27 Ibid, hal 58   Penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian hukum normatif.
28 2.  Data dan Sumber Data Langkah pertama  dilakukan penelitian normatif yang didasarkan pada bahan hukum primer dan sekunder  yaitu inventarisasi peraturan-peraturan yang berkaitan dengan Undang-Undang No. 15  Tahun 2001 tentang Merek. Penelitian bertujuan menemukan landasan hukum yang  jelas dalam meletakkan persoalan ini dalam perspektif hukum merek.
Bahan atau data yang dicari berupa data sekunder yang terdiri dari  29 a. Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang isinya mempunyai kekuatan  mengikat kepada masyarakat. Dalam penelitian ini antara lain Undang-Undang No.
15 Tahun 2001 tentang Merek.
:  b. Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang isinya menjelaskan mengenai  bahan hukum primer. Dalam penelitian ini adalah buku-buku, makalah, artikel dari  surat kabar dan majalah, dan internet.
3.  Teknik Pengumpulan Data Untuk memperoleh suatu kebenaran ilmiah dalam penulisan skripsi, maka digunakan  metode pengumpulan data dengan cara 30 Studi Kepustakaan, yaitu mempelajari dan menganalisis secara sistematis  menggunakan buku-buku, surat kabar, makalah ilmiah, majalah, internet, peraturan  perundang-undangan dan bahan-bahan lain yang berhubungan dengan materi yang  dibahas dalam skripsi ini.
:  4.  Analisis Data Metode yang digunakan untuk menganalisis data adalah analisis kualitatif, yaitu data  yang diperoleh kemudian disusun secara sistematis dan selanjutnya dianalisis secara  kualitatif untuk mencapai kejelasan masalah yang akan dibahas dan hasilnya tersebut  28 Soejano Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta : UI Press, 1986) hal 9-10.
29 Ibid, hal 51-52  30 Ibid, hal. 24   dituangkan dalam bentuk skripsi. Metode kualitatif dilakukan guna mendapatkan data  yang bersifat deskriptif analistis, yaitu data-data yang akan diteliti dan dipelajari  sesuatu yang utuh.
G. Sistematika Penulisan Skripsi ini diuraikan dalam 5 bab, dan tiap-tiap bab terbagi atas beberapa sub bab,  untuk mempermudah dalam memaparkan materi dari skripsi ini yang dapat digambarkan  sebagai berikut : BAB I : PENDAHULUAN, bab ini merupakan gambaran umum yang berisi tentang  Latar Belakang Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan Penulisan dan Manfaat  Penulisan, Keaslian Penulisan, Tinjauan Kepustakaan, Metode Penelitian, dan  Sistematika Penulisan.
BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG MEREK. Dalam bab ini berisi tentang Sejarah Hak Merek, Jenis dan Fungsi Merek, Hak Atas Merek, Merek yang  Dapat dan Tidak  Dapat Didaftar, Jangka Waktu  Perlindungan Merek, dan  Pengalihan Hak Atas Merek.
BAB III :  PERLINDUNGAN HUKUM HAK ATAS MEREK. Bab ini berisikan Pendaftaran Hak Atas Merek, Konsekuensi Yuridis Pendaftaran Hak Atas  Merek, Bentuk-bentuk  Pelanggaran Merek,  Perlindungan Hukum terhadap  Merek Terdaftar dan Ketentuan Khusus Pendaftaran Merek Tanpa Hak.
BAB IV :  UPAYA MENANGGULANGI PENDAFTARAN MEREK TANPA HAK.
Bab ini berisi tentang Analisis terhadap Penegakan Hukum, Faktor-faktor yang  Menghambat  Pelaksanaan  Perlindungan  Hukum  Hak  Atas  Merek, dan  Perlindungan  Hukum  Bagi Perusahaan Atas Hak Merek Terdaftar terhadap  Penyelesaian Perselisihan pada Pemakaian Merek yang Sama.
 BAB V :  KESIMPULAN DAN SARAN. Merupakan bab penutup dari seluruh  rangkaian bab-bab sebelumnya, yang berisikan kesimpulan yang dibuat  berdasarkan uraian skripsi ini, yang dilengkapi dengan saran-saran.
  

Download lengkap Versi Word

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi