BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Pada awalnya, merek hanyalah sebuah tanda agar konsumen
dapat membedakan produk barang/jasa satu
dengan yang lainnya. Dengan merek konsumen lebih mudah mengingat sesuatu yang dibutuhkan, dan dengan
cepat dapat menentukan apa yang akan dibelinya.
Dalam perkembangan, peran merek berubah. Merek bukan merupakan sebuah tanda, melainkan gaya hidup.
Secara filosofis
merek dapat membangun image baik dan buruk sebagai bagian dari nilai good-will perusahaan. Pentingnya merek
bagi perusahaan dapat kita sitir melalui katakata David A. Aaker, “Nothing is
more emotional than a brand within an organization”.
Dengan kata-kata
profesor marketing pada Haas School of Business University of California Berkeley ini seakan-akan menunjukkan betapa
erat hubungan antara merek dan dunia usaha.
1 Menurut Gautama,
merek selain digunakan sebagai nama atau simbol pada obyek barang/jasa juga digunakan sebagai sarana
promosi. Tanpa merek pengusaha tidak dapat mempromosikan barang/jasanya kepada masyarakat
luas dan maksimal. Dan, masyarakat tidak
dapat membedakan mutu barang/jasa satu dengan lainnya. Selain itu, merek juga
dapat mencegah orang berbuat curang dan
bersaing secara tidak sehat. Meskipun
persaingan dalam dunia usaha adalah hal
biasa, namun merek dapat mencegah terjadinya hal-hal yang dapat merugikan pihak lain. Melalui merek asal usul
barang pun bisa dideteksi. Artinya, dapat diketahui suatu barang berasal dari daerah
mana.
2 1 Winata,
Rizawanto dan Sudargo Gautama, 1993, Hukum Merek Indonesia, PT. Citra Aditya
Bakti, Bandung, hal 14.
2 Sudargo Gautama,
1984, Hukum Merek Indonesia, Alumni, Bandung, hal 12 Sistem yang dianut dalam Undang-Undang No. 15
Tahun 2001 tentang Merek yaitu Sistem
Konstitutif, yaitu bahwa hak atas Merek timbul karena pendaftaran. Hal ini
tercantum dalam Undang-Undang No. 15
Tahun 2001 tentang Merek yang berbunyi sebagai berikut : "Hak atas Merek
adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada pemilik Merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek untuk
jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri Merek tersebut atau memberikan izin
kepada pihak lain untuk menggunakannya".
3 Namun kadang
dalam pelaksanaannya antara praktek dan isi peraturan terjadi perbedaan. Dalam hal ini timbulnya perbedaan
karena adanya berbagai faktor, misalnya : adanya keterlambatan mendapatkan sertifikat
merek, yang seharusnya berdasarkan UndangUndang yang mengatur sudah
menerimanya. Hal ini biasa terjadi disebabkan begitu banyak permintaan pendaftaran merek ataupun alasan
lainnya. Apabila ini banyak terjadi maka perlu adanya peningkatan dalam pelaksanaan peraturan
hukum sehingga ada suatu kepastian hukum
bagi pihak yang berkepentingan. Didalam proses pendaftaran merek ini sering
terjadi banyak hambatan dalam prakteknya
walaupun dalam isi peraturan yang ada sudah jelas mengaturnya. Namun sebaliknya juga terdapat
keuntungan - keuntungan bagi pihak yang telah
mendaftarkan mereknya.
4 3 Undang-Undang
No. 15 tahun 2001 tentang Merek Didalam
praktek sering terjadi peniruan terhadap
merekmerek yang sudah terkenal di masyarakat umum. Hal ini sangat
merugikan berbagai pihak, baik itu
produsen maupun konsumen. Bagi produsen pemalsuan mereknya oleh pihak lain akan mengurangi omset produksinya dan efek
lain adalah pengurangan buruh dan karyawannya.
Bagi konsumen kerugian pada umumnya mendapatkan barang dengan kualitas yang lebih rendah dari aslinya. Untuk itu
pihak pengusaha pada umumnya mempunyai strategi
atau cara tertentu untuk mengantisipasi adanya kecurangan-kecurangan terhadap 4 Sudargo Gautama, 1997, Pembaharuan Hukum
Merek Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, hal 23 mereknya
dan akan melakukan suatu tindakan tertentu apabila terbukti adanya pemalsuan terhadap mereknya.
5 Membicarakan soal
merek tidak dapat dihindari adanya hak atas merek yang menjadi obyek dari kekayaan intelektual. Dengan adanya
sistem pendaftaran merek, sertifikat merek menjadi penting. Hak atas merek akan diberikan
kepada pemilik merek yang mereknya telah didaftar menurut Undang-Undang yang berlaku
dan memperoleh sertifikat.
6 Pemalsuan merek
di Indonesia banyak ragamnya, misalnya mempunyai puluhan merek yang terdaftar atas namanya dalam Daftar
Umum Merek pada Departemen Kehakiman dan
Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, akan tetapi mereka tidak memproduksi
barang dengan merek tersebut, tetapi
hanya mendaftarkan merek tersebut.
7 Salah satu
perkara yang menjadi Landmark Decisions bagi yurisprudensi Indonesia adalah adalah kasus merek Gucci dalam putusan
Mahkamah Agung RI No. 3485 K/Pdt/1992 antara
Guccio Gucci melawan AT. Soetedjo Hadinyoto. Pada saat itu menurut UndangUndang
Merek No. 21 Tahun 1961, siapa yang mendaftarkan pertama
kali suatu merek, dialah pemilik merek
tersebut. Hanya saja pada kasus tersebut proses pendaftaran merek, oleh pihak Direktorat merek tidak terlebih dahulu
meneliti apakah pendaftar merek itu merupakan pemilik sah atas merek bersangkutan.
8 Sistem
pendaftaran semacam ini dikenal sebagai sistem yang pasif, dimana siapa saja dapat melakukan pendaftaran merek, tetapi
tidak secara otomatis menciptakan sesuatu hak atas merek tersebut. Fungsi pendaftaran merek
adalah untuk memudahkan pembuktian tentang
siapa yang merupakan pemakai pertama dari suatu merek. Sebagai pihak yang 5 Maulana, Insan Budi, 1999, Perlindungan
Hukum Terkenal di Indonesia dari masa ke masa, Citra Aditya Bakti, Bandung, hal 19 6 Adi Sumarto, Harsono, 1989, Hak Milik
Intelektual Khususnya Merek dan Paten, Akademik Pressindo, Jakarta, hal 34 7 Djumhana, Muhammad, Djubaidillah, R, Hak
Milik Intelektual, Sejarah Teori Dan Prakteknya Di Indonesia, Bandung, 1997, hal. 160 8 http://renaisans-unibo.blogspot.com/2009/03/aspek-perlindungan-hukum-terhadap-merek.
html, diakseskan tanggal 20 Oktober 2010
pertama kali mendaftarkan merek,
ternyata belum terjamin kelangsungan hak-hak seseorang atas merek yang bersangkutan. Pendaftaran itu
dapat saja menunjukkan bahwa ialah yang terbukti
terlebih dahulu menggunakan merek itu. Sistem pendaftaran semacam ini dikenal dengan sistem pasif-deklaratif-negatif.
9 Pendaftaran merek
merupakan suatu cara pengamanan oleh pemilik merek yang sesungguhnya, sekaligus perlindungan yang
diberikan oleh Negara. Di dalamya memuat substansi yang essensial berkenaan dengan
proses pendaftaran itu, yaitu adanya tenggang waktu antara pelaksanaan pengajuan, penerimaan
dan pengumuman. Ketiga tahap itu dapat mempengaruhi
sikap pihak ketiga atas terdaftarnya suatu merek, sehingga terbuka kemungkinan untuk diadakannya pembatalan
pendaftaran suatu merek. Sejauh mana perlindungan
hukum atas merek dapat tercermin dari cara bagaimana pendaftaran merek itu membawa implikasi terhadap pengakuan dan
pembatalannya.
Wujud perlindungan
lainnya dari negara terhadap pendaftaran adalah merek hanya dapat didaftarkan atas dasar permintaan yang
diajukan pemilik merek yang beritikad baik.
Hal ini ditegaskan
dalam Undang-Undang Merek Pasal 4 bahwa : “Merek tidak dapat didaftar atas permohonan yang diajukan oleh pemohon
yang beritikad tidak baik”.
10 Harapan agar
masalah penegakan hukum yang akan dilaksanakan oleh para aparat yang berwenang serta hakim mampu dilakukan
secara profesional dan adil berdasarkan pada moralitas dan keyakinan yang dianutnya adalah
mutlak adanya. Yang perlu dipikirkan saat ini adalah implementasi dari sistem hukum atas kekayaan
intelektual agar dapat memberikan manfaat
bagi perkembangan ekonomi nasional, khususnya bagi para pengusaha nasional agar
9 Usman Rachmadi, 2003, Hukum Hak Atas
Kekayaan Intelektual: Perlindungan dan Dimensi Hukumnya di Indonesia, PT. Alumni, Bandung,
hal 50 10 Undang-Undang No. 15 tahun
2001 tentang Merek Pasal 4 kesetaraan
dan kemampuan mereka dalam persaingan dunia melalui pemahaman terhadap Hak Kekayaan Intelektual terutama Merek dapat
ditingkatkan.
11 Dengan demikan,
revisi terhadap Undang-Undang Merek
pasti terjadi karena pengaruh
faktor-faktor tersebut diatas. Tentu saja, jika terjadi perubahan, harapan
terhadap perubahan itu haruslah mengarah
pada kesempurnaan sehingga implementasi UndangUndang itu dapat terlaksana
secara efektif dan dihormati oleh para pelaku bisnis dan oleh para penegak hukum. Berdasarkan hal itu, maka
penyempurnaan Undang-Undang terus dilakukan,
hingga sekarang terbentuklah Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 110, Tambahan
Lembaran Negara Tahun 4131 (selanjutnya
disebut UU No. 15 Tahun 2001), yang mulai berlaku sejak tanggal 1 Agustus 2001. Melalui Undang-Undang Merek yang baru
ini diharapkan perlindungan hukum yang diberikan
kepada merek dapat maksimal.
12 Dengan uraian
diatas, maka penulis tertarik untuk membuat karya tulis dalam bentuk skripsi dengan judul “Sistem Pendaftaran Merek
Berdasarkan UU 15 Tahun 2001 Tentang
Merek Sebagai Upaya Menanggulangi Pendaftaran Merek Tanpa Hak.” B. Perumusan
Masalah Adapun yang merupakan permasalahan
yang timbul dalam penulisan ini adalah sebagai berikut : 1. Apakah pengaturan hak atas merek di Indonesia
sudah memadai? 2. Bagaimana perlindungan hukum hak atas merek? 3. Bagaimana upaya menanggulangi pendaftaran
merek tanpa hak? C. Tujuan dan Manfaat
Penulisan 11 Saidin, 1997, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual
Property Rights), PT. Raja Grafindo
Persada, Jakarta 12 Saifur Rachman, 2004, aspek perlindungan hukum terhadap
merek terkenal di Indonesia, Makalah, Semin
ar Patent Drafting FH UNS, Surakarta.
1. Tujuan Penulisan Tujuan penulis
melaksanakan penelitian ini adalah : a.
Untuk mengetahui apakah pengaturan hak atas merek di Indonesia sudah
memadai.
b. Untuk mengetahui perlindungan hukum hak atas
merek.
c. Untuk mengetahui upaya menanggulangi
pendaftaran merek tanpa hak.
2. Manfaat
Penulisan Adapun manfaat penulisan skripsi yang akan penulis lakukan adalah: a.
Secara Teoritis Guna mengembangkan khasanah ilmu pengetahuan hukum perdata,
khususnya mengenai sistem pendaftaran
merek berdasarkan UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek sebagai upaya menanggulangi pendaftaran merek
tanpa hak.
b. Secara Praktis Memberikan
sumbangan pemikiran yuridis tentang sistem pendaftaran merek sebagai upaya menanggulangi pendaftaran merek tanpa
hak kepada Almamater Fakuktas Hukum sebagai bahan masukan bagi rekan-rekan mahasiswa.
D. Keaslian
Penulisan Adapun judul tulisan ini adalah ”Sistem Pendaftaran Merek Berdasarkan
UU No.15 Tahun 2001 Tentang Merek
Sebagai Upaya Menanggulangi Pendaftaran Merek Tanpa Hak”.
Judul skripsi ini
belum pernah ditulis, sehingga tulisan ini asli dalam hal tidak ada judul yang sama. Dengan demikian ini keaslian skripsi ini
dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Penulisan ini disusun berdasarkan
literatur-literatur yang berkaitan dengan sistem pendaftaran merek yang membahas mengenai
merek. Oleh karena itu, penulisan ini adalah asli karya penulis.
E. Tinjauan
Kepustakaan Merek adalah alat untuk membedakan barang dan jasa yang diproduksi
oleh suatu perusahaan.
13 Merek yaitu “dengan mana di pribadikanlah
sebuah barang tertentu untuk menunjukkan
asal barang dan jaminan kualitasnya sehingga bisa dibandingkan dengan barang-barang sejenis yang dibuat dan
diperdagangkan oleh orang-orang atau perusahaan lain”.
14 Dari pengertian
di atas, dapat dilihat bahwa pada mulanya merek hanya di akui untuk barang, pengakuan untuk merek jasa baru di
akui pada Konvensi Paris pada perubahan di Lisabon 1958. Di Inggris, merek jasa baru bisa
didaftarkan dan mempunyai konsekuensi yang sama dengan merek barang setelah adanya
ketentuan yang baru diberlakukan pada Oktober 1986 yaitu Undang-Undang hasil revisi pada
tahun 1984 atas Undang-Undang Trade Marks 1938.
Mengenai merek jasa tersebut di Indonesia baru dicantumkan pada Undang-Undang
Merek No. 19 Tahun 1992.
15 Pencantuman
pengertian merek sekarang ini, pada dasarnya banyak kesamaannya di antara Negara peserta Uni Paris, hal ini di
karenakan mereka mengacu pada ketentuan Konvensi
Paris tersebut. Hal ini terjadi pula pada Negara berkembang, mereka banyak 13 Erma Wahyuni,et.al. 2004. Kebijakan dan
Manajemen Hukum Merek. Yogyakarta: YPAPI, hal 12 14 Imam Syahputra, et.al..
1997. Hukum Merek Baru Indonesia : Seluk Beluk Tanya Jawab. Jakarta: Harvarindo, hal 10 15 Erma Wahyuni,et.al, Ibid, hal 13 mengadopsi pengertian merek dari model hukum
untuk negara-negara berkembang yang di keluarkan
oleh BIRPI tahun 1967.
16 Banyak para
pakar lain yang juga memberikan batasan yuridis pengertian merek, antara lain: 1) H. M. N. Purwo Sutjipto, memberikan rumusan
bahwa “Merek” adalah suatu tanda dengan
mana suatu benda tertentu dipribadikan, sehingga dapat dibedakan dengan benda lain yang sejenis”.
17 2) R.
Soekardono, memberikan rumusan bahwa “Merek” adalah sebuah tanda (Jawa: ciri
atau tenger) dengan mana dipribadikanlah
sebuah barang tertentu, di mana perlu juga dipribadikan asalnya barang atau menjamin
kualitetnya barang dalam perbandingan dengan
barang-barang sejenis yang dibuat ataau diperdagangkan oleh barang-barang perusahaan lain”.
18 3) Tirtamidjaya yang menyadur pendapat Vollmar,
memberikan rumusan bahwa “Suatu merek
pabrik atau merek perniagaan adalah suatu tanda yang dibubuhkan di atas barang atau di atas bungkusannya, guna membedakan
barang itu dengan barang-barang yang sejenis
lainnya”.
19 4) Iur Soeryatin, mengemukakan rumusannya dengan
meninjau merek dari aspek fungsinya, yaitu:
“Suatu merek dipergunakan untuk membedakan barang yang bersangkutan dari barang sejenis lainnya oleh karena itu barang
yang bersangkutan dengan diberi merek tadi mempunyai: tanda asal, nama, jaminan terhadap
mutunya”.
20 16 Imam
Syahputra, et.al, Ibid, hal 11 17 H. M.
N Purwo Sutjipto, 1999, “Perlindungan Merek Terkenal di Indonesia”, Bandung:
Fakultas Hukum Alumni UNPAR, hal 21 18 R. Soekardono, 1998, Selayang Pandang Hak
Cipta, Merek, dan Paten, Yogyakarta: Faklutas Hukum Alumni UII, hal 30.
19 Tirtamidjaya,
2000, “Pembaharuan UU Merek dan Dampaknya bagi Dunia Bisnis”, Bandung: Citra Aditya Bakti, hal 18 20 Iur Soeryatin, 1999, Aspek Perlindungan
Hukum Terhadap Merek Terkenal Di Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti, hal 43 Dari pendapat sarjana tersebut, mengambil
kesimpulan bahwa yang diartikan dengan perkataan
merek adalah suatu tanda (sign) untuk membedakan barang-barang yang sejenis yang di hasilkan atau di perdagangkan
seseorang atau kelompok orang atau badan hukum dengan barang-barang yang sejenis yang
dihasilkan oleh orang lain, yang memiliki daya pembeda maupun sebagai jaminan atas mutunya
dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.
Pengertian merek
secara yuridis adalah pengertian yang diberikan oleh UndangUndang Pasal 1 ayat (1) UUM No. 15
Tahun 2001 menyebutkan sebagai berikut : “Merek adalah suatu tanda yang berupa
gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna atau kombinasi dari unsur-unsur
tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan
dalam kegiatan perdagangan barang ataau jasa”.
Sesuai yang
tercantum dalam Pasal 3 UU No. 15 Tahun 2001, hak atas merek adalah hak eksklusif yang diberikan Negara kepada
pemilik merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek untuk jangka waktu tertentu menggunakan sendiri merek tersebut
atau memberikan izin kepada pihak lain
untuk menggunakannya.
Hak eksklusif
memakai merek ini yang berfungsi seperti suatu monopoli, hanya berlaku untuk barang atau jasa tertentu. Oleh
karena suatu merek memberi hak eksklusif atau hak mutlak pada yang bersangkutan, maka hak
itu dapat di pertahankan terhadap siapapun.
Hak atas merek di
berikan kepada pemilik merek yang beritikad baik. Pemakaiannya dapat meliputi barang maupun jasa.
Pada Sistem
Konstitutif (First to File), pendaftaran merek merupakan kewajiban, jadi ada wajib daftar merek. Merek yang tidak
didaftarkan tidak memperoleh perlindungan hukum. Sedang pada Sistem Deklaratif (First to
Use), pendaftaran merek tidak merupakan keharusan, jadi tidak ada wajib daftar merek.
Pendaftaran merek hanya untuk pembuktian, bahwa pendaftaran merek adalah pemakai pertama
yang bersangkutan.
21 Pendaftaranlah
yang akan memberikan perlindungan terhadap suatu merek. Meskipun demikian bagi merek yang tidak terdaftar
tetapi luas pemakaiannya dalam perdagangan (well known trademark), juga diberikan perlindungan
terhadapnya terutama dari tindakan persaingan
yang tidak jujur (Pasal 50 dan 52 sub a dari Model Law For Developing Countries
on Marks Trade Names, and Acts of Unfair
Cmpetition).
22 Berdasarkan
pendapat Harsono Adi Sumarto dalam Sistem Deklaratif, pendaftaran merek bukan merupakan kewajiban hukum. Siapa
saja yang memiliki merek dengan menggunakannya,
terserah akan mendaftarkan atau tidak mendaftarkan mereknya tidak apaapa, dan
bukan merupakan pelanggaran hukum dan tidak terdapat sanksinya. Titik beratnya dalam Sistem Deklaratif adalah selama pemegang
merek dapat membuktikan bahwa ia adalah pemakai
merek pertama.Sehingga merek yang tidak terdaftar juga mendapat perlindungan hukum selama pemilik merek dapat membuktikan
bahwa ia adalah pemakai merek yang pertama
kalinya.
23 Hak-hak yang
mendapat perlindungan hukum setelah adanya pendaftaran merek, yaitu 24 1.
Hak menggunakan sendiri merek tersebut dan hak memberikan izin kepada
orang lain untuk menggunakan merek
tersebut.
: Hak ini diatur di dalam Pasal 3 Undang-Undang
No. 15 Tahun 2001 tentang Merek, yang berbunyi
sebagai berikut: “Hak Atas Merek adalah
hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada pemilik merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek
untuk jangka waktu dengan 21 Venantia
Sri Hadiarianti. Konsep Dasar Pemberian Hak dan Perlindungan Hukum Hak Kekayaan
Intelektual, Gloria Yuris Vol 8, No. 2,
2008, hlm 6 22 Winata, Rizawanto dan
Sudargo Gautama, Op.Cit, hal 17 23 Sudargo
Gautama, Op.Cit, hal 28 24 Adi Sumarto,
Harsono, Op.Cit, hal 44 menggunakan
sendiri merek tersebut atau memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakannya”.
Dalam hak ini,
pemilik atau pemegang hak merek mempunyai hak khusus yang berfungsi seperti suatu monopoli, hanya berlaku untuk
barang atau jasa tertentu. Oleh karena suatu merek memberi hak khusus atau hak mutlak pada
yang bersangkutan, maka hak itu dapat dipertahankan
terhadap siapapun. Hak atas merek diberikan kepada pemilik merek yang beritikad baik. Pemakaiannya meliputi pula
barang atau jasa.
2. Hak untuk memperpanjang perlindungan hukum
merek.
Hak tersebut diatur
di dalam Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek, yang berbunyi sebagai berikut:
“Pemilik merek terdaftar setiap kali dapat mengajukan permohonan perpanjangan untuk
jangka waktu yang sama”. Jangka waktu perlindungan
ini dapat diperpanjang atas permintaan pemilik merek. Dalam hal perpanjangan ini biasanya tidak lagi dilakukan
lagi penelitian (examination) atas merek tersebut juga tidak dimungkinkan adanya
bantahan.
3. Hak untuk mengalihkan merek pada orang lain.
Hak mengalihkan
merek pada orang lain diatur dalam Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek 4. Hak
untuk memberikan lisensi kepada orang lain Hak ini diatur dalam Pasal 43 ayat
(1) Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek, yang berbunyi sebagai berikut: “Pemilik Merek terdaftar berhak memberikan
Lisensi kepada pihak lain dengan perjanjian
bahwa penerima Lisensi akan menggunakan Merek tersebut untuk sebagian atau seluruh jenis barang atau jasa”.
Dalam hak ini,
pemilik atau pemegang hak atas merek mempunyai hak untuk memberikan Lisensi Merek kepada pihak lain
baik untuk sebagian atau seluruh jenis barang
atau jasa yang termasuk dalam satu kelas. Pemilik merek yang memberikan Lisensi, tetap dapat menggunakan sendiri atau
memberi Lisensi kepada pihak ketiga lainnya
untuk menggunakan merek tersebut, kecuali bila diperjanjikan lain (Pasal 44 UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek). Lisensi
adalah izin yang diberikan oleh pemilik merek
terdaftar kepada pihak lain untuk menggunakan merek tersebut dalam jangka waktu dan syarat tertentu. Lisensi harus
dilakukan dengan perjanjian pemberian hak, bukan pengalihan hak untuk menjamin kepastian
hukum. Lisensi merek bisa atas seluruh atau
sebagian jenis barang dan/atau jasa. Namun, merek kolektif tidak dapat
dilisensikan.
Perjanjian lisensi
harus menegaskan bahwa penerima lisensi akan menggunakan merek tersebut untuk sebagian atau seluruh jenis
barang atau jasa tertentu dan dalam jangka waktu yang tidak melebihi jangka waktu
perlindungan merek terdaftar serta disertai syarat-syarat tertentu. Perjanjian lisensi
dapat pula mengatur pemberian lisensi lebih lanjut dari penerima lisensi kepada pihak
ketiga. Perjanjian lisensi wajib dimohonkan pencatatannya dalam Daftar Umum Merek di
Dirjen HKI yang kemudian diumumkan dalam
Berita Resmi Merek.
25 Pemilik merek
terdaftar berhak memberikan lisensi kepada pihak lain dengan perjanjian bahwa penerima lisensi akan menggunakan merek
tersebut untuk sebagian atau seluruh jenis
barang atau jasa. Perjanjian lisensi wajib dimohonkan pencatatannya pada Ditjen
HaKI dengan dikenai biaya dan akibat
hukum dari pencatatan perjanjian lisensi berlaku terhadap pihak-pihak yang bersangkutan dan
terhadap pihak ketiga.
5. Hak untuk menuntut baik secara perdata maupun
pidana dan hak mendapatkan perlindungan
hukum dari tuntutan pihak lain baik secara perdata maupun pidana.
Mengajukan gugatan
terhadap orang atau badan hukum yang menggunakan mereknya, yang mempunyai persamaan baik pada pokoknya
atau pada keseluruhannya secara tanpa 25
Budi Agus Riswandi dan M. Syamsudin. 2004. Hak Kekayaan Intelektual dan Budaya
Hukum.
Jakarta: Raja
Grafindo Persada, hal 44 hak, berupa
permintaan ganti rugi dengan penghentian pemakaian merek tersebut (Pasal 76 Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang
Merek).
Dengan adanya
hak-hak yang tersebut diatas, maka pemegang hak atas merek akan memperoleh perlindungan hukum hak atas merek,
sehingga pemilik atau pemegang hak atas merek
tidak perlu khawatir dan takut apabila terjadi sengketa dalam hal pelanggaran
hak atas merek, pemilik atau pemegang
hak atas merek dapat menuntut ganti rugi baik perdata maupun pidana.
26 Menurut Pasal 28
Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek, merek terdaftar mendapat perlindungan hukum untuk jangka waktu
10 (sepuluh) tahun sejak tanggal penerimaan
dan jangka waktu perlindungan dapat diperpanjang atas permintaan pemilik merek, jangka waktu perlindungan dapat
diperpanjang setiap kali untuk jangka waktu yang sama.
Perlindungan
terhadap merek terdaftar didasarkan pada pertimbangan bahwa peniruan merek terdaftar milik orang lain pada dasarnya
dilandasi itikad tidak baik, terutama untuk mengambil kesempatan dari ketenaran merek
orang lain sehingga tidak seharusnya mendapat perlindungan hukum, penyempurnaan rumusan
dalam ketentuan pidana yang semula tertulis “setiap orang” diubah menjadi “barang siapa”
dengan maksud untuk menghindari penafsiran yang keliru bahwa pelanggaran oleh badan hukum
tidak termasuk dalam tindakan yang diancam
dengan sanksi pidana tersebut. Selain perlindungan merek barang dan jasa dalam Undang-Undang ini diatur pula perlindungan
terhadap indikasi geografis dan indikasi asal.
27 F. Metode
Penelitian Penelitian ini termasuk dalam penelitian kepustakaan yang bersifat
normatif, yaitu penelitian yang
menggunakan data sekunder. Data sekunder tersebut meliputi: 1. Tipe
Penelitian 26 Usman Rachmadi, Op.Cit, hal 57 27 Ibid, hal 58 Penelitian yang akan dilakukan adalah
penelitian hukum normatif.
28 2. Data dan Sumber Data Langkah pertama dilakukan penelitian normatif yang didasarkan
pada bahan hukum primer dan sekunder yaitu
inventarisasi peraturan-peraturan yang berkaitan dengan Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek. Penelitian bertujuan
menemukan landasan hukum yang jelas
dalam meletakkan persoalan ini dalam perspektif hukum merek.
Bahan atau data
yang dicari berupa data sekunder yang terdiri dari 29 a. Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan
hukum yang isinya mempunyai kekuatan mengikat
kepada masyarakat. Dalam penelitian ini antara lain Undang-Undang No.
15 Tahun 2001
tentang Merek.
: b. Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang
isinya menjelaskan mengenai bahan hukum
primer. Dalam penelitian ini adalah buku-buku, makalah, artikel dari surat kabar dan majalah, dan internet.
3. Teknik Pengumpulan Data Untuk memperoleh
suatu kebenaran ilmiah dalam penulisan skripsi, maka digunakan metode pengumpulan data dengan cara 30 Studi
Kepustakaan, yaitu mempelajari dan menganalisis secara sistematis menggunakan buku-buku, surat kabar, makalah
ilmiah, majalah, internet, peraturan perundang-undangan
dan bahan-bahan lain yang berhubungan dengan materi yang dibahas dalam skripsi ini.
: 4.
Analisis Data Metode yang digunakan untuk menganalisis data adalah
analisis kualitatif, yaitu data yang
diperoleh kemudian disusun secara sistematis dan selanjutnya dianalisis secara kualitatif untuk mencapai kejelasan masalah
yang akan dibahas dan hasilnya tersebut 28
Soejano Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta : UI Press, 1986) hal
9-10.
29 Ibid, hal 51-52 30 Ibid, hal. 24 dituangkan dalam bentuk skripsi. Metode
kualitatif dilakukan guna mendapatkan data yang bersifat deskriptif analistis, yaitu
data-data yang akan diteliti dan dipelajari sesuatu yang utuh.
G. Sistematika
Penulisan Skripsi ini diuraikan dalam 5 bab, dan tiap-tiap bab terbagi atas
beberapa sub bab, untuk mempermudah
dalam memaparkan materi dari skripsi ini yang dapat digambarkan sebagai berikut : BAB I : PENDAHULUAN, bab ini
merupakan gambaran umum yang berisi tentang Latar Belakang Masalah, Perumusan Masalah,
Tujuan Penulisan dan Manfaat Penulisan,
Keaslian Penulisan, Tinjauan Kepustakaan, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan.
BAB II : TINJAUAN
UMUM TENTANG MEREK. Dalam bab ini berisi tentang Sejarah Hak Merek, Jenis dan
Fungsi Merek, Hak Atas Merek, Merek yang Dapat dan Tidak Dapat Didaftar, Jangka Waktu Perlindungan Merek, dan Pengalihan Hak Atas Merek.
BAB III : PERLINDUNGAN HUKUM HAK ATAS MEREK. Bab ini
berisikan Pendaftaran Hak Atas Merek, Konsekuensi Yuridis Pendaftaran Hak Atas Merek, Bentuk-bentuk Pelanggaran Merek, Perlindungan Hukum terhadap Merek Terdaftar dan Ketentuan Khusus
Pendaftaran Merek Tanpa Hak.
BAB IV : UPAYA MENANGGULANGI PENDAFTARAN MEREK TANPA
HAK.
Bab ini berisi
tentang Analisis terhadap Penegakan Hukum, Faktor-faktor yang Menghambat
Pelaksanaan Perlindungan Hukum
Hak Atas Merek, dan Perlindungan
Hukum Bagi Perusahaan Atas Hak
Merek Terdaftar terhadap Penyelesaian
Perselisihan pada Pemakaian Merek yang Sama.
BAB V :
KESIMPULAN DAN SARAN. Merupakan bab penutup dari seluruh rangkaian bab-bab sebelumnya, yang berisikan
kesimpulan yang dibuat berdasarkan
uraian skripsi ini, yang dilengkapi dengan saran-saran.
Download lengkap Versi Word
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi