BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Lembaga kepailitan merupakan salah satu kebutuhan pokok di dalam
aktivitas bisnis karena adanya status
pailit merupakan salah satu sebab pelaku bisnis keluar dari pasar. Apabila pelaku
bisnis sudah tidak mampu lagi untuk bermain
di arena pasar, maka keluar dari pasar atau terpaksa bahkan mungkin di paksa keluar dari pasar.
Kepailitan adalah merupakan suatu lembaga
hukum perdata sebagai realisasi dua asas
pokok yang terdapat dalam Pasal 1131 dan 1132 KUHPerdata. Pasal 1131 menentukan
bahwa semua benda bergerak dan tidak bergerak dari seorang debitor, baik yang sekarang ada,
maupun yang akan diperolehnya (yang masih
akan ada) menjadi tanggungan atas perikatan-perikatan pribadinya. Pasal 1132
KUHPerdata menentukan bahwa benda-benda itu dimaksudkan sebagai jaminan bagi para kreditornya bersama-sama dan
hasil penjualan atas bendabenda itu dibagi diantara mereka secara seimbang,
menurut imbangan/perbandingan tagihan
mereka, kecuali bilamana diantara mereka atau Melalui hukum kepailitan akan diadakan suatu
penyitaan umum (eksekusi massal)
terhadap seluruh harta kekayaan debitor, yang selanjutnya diberikan kepada kreditor secara seimbang dan adil
dibawah pengawasan petugas yang
berwenang. Instrumen hukum kepailitan sangat penting di dalam hukum kita, karena apabila instrumen
ini tidak ada, kesemrawutan akan terjadi
dalam pelaksanaan hak-hak ganti rugi.
Rahayu Hartini, Hukum Kepailitan, (Malang: UPT Penerbitan Universitas Muhammadiyah, 2008). hlm. 3.
Universitas
Sumatera Utara para kreditor terdapat alasan pendahuluan yang sah. Dari
ketentuan tersebut debitor dipaksa untuk
memenuhi prestasinya kepada kreditor. Apabila debitor lalai yang berarti telah terjadi wanprestasi,
maka seluruh harta kekayaannya akan menjadi
jaminan seluruh hutangnya. Hasil penjualan harta kekayaan debitor akan dibagi secara seimbang kepada kreditor.
Akibat krisis moneter tahun 1997 perekonomian
dalam negeri tidak stabil sehingga
menyulitkan para pengusaha untuk melakukan pengembangan dan pada saat itu pengusaha cendrung rugi sehingga
dalam menyelesaikan utang-piutang Revisi
atas undang-undang kepailitan yang hendak dilakukan oleh pemerintah sebenarnya timbul sebagai akibat
dari adanya tekanan dari dana moneter
internasional/internasional monetery fund (IMF) yang mendesak agar Indonesia segera menyempurnakan sarana hukum
yang mengatur permasalahan pemenuhan kewajiban oleh debitor kepada kreditor.
Akhirnya dana moneter internasional/internasional
monetery fund (IMF) berpendapat untuk
untuk mengatasi krisis dan menyelesaikan
utang-piutang di Indonesia dilakukan dengan cara memberikan bantuan dana, adanya keharusan
penyelesaian utang-utang luar negeri di
kalangan dunia usaha dan upaya penyelesaian kredit macet perbankan Indonesia dengan mensyaratkan agar pemerintah
republik Indonesia agar segera mengganti
atau mengubah peraturan tentang kepailitan yang berlaku di Indonesia, karena peraturan-peraturan tentang kepailitan
yang ada dianggap tidak efektif lagi sebagai
sarana penyelesaian utang-piutang pengusaha Indonesia kepada para kreditornya.
Sunarmi, Hukum Kepailitan, Edisi 2, (Jakarta:
PT Sofmedia, 2010). hlm.19.
Universitas
Sumatera Utara para pengusaha menempuh berbagai alternatif penyelesaian. Mereka
dapat merundingkan permintaan
penghapusan utang, baik untuk sebagian atau seluruhnya, dapat pula menjual sebagian aset
atau bahkan usahanya. Mereka dapat pula
menjadikan pinjaman tersebut menjadi penyertaan saham. Para kreditor dapat menggugat berdasarkan perundang-undangan hukum
perdata yaitu mengenai wanprestasi atau
ingkar janji bila debitor mempunyai keuangan atau harta yang cukup untuk membayar utang-utangnya. Selain
kemungkinan di atas, bila debitor tidak
mempunyai keuangan, harta atau aset yang cukup sebagai jalan terakhir, barulah para kreditor menempuh pemecahan
melalui peraturan kepailitan yaitu melalui
Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang No. 37 Tahun 2004 atau yang sering
disebut dengan UUKPKPU dengan cara
mengajukan permohonan pailit kepada Pengadilan Niaga di daerah wilayah hukumnya.
Pada umumnya perusahaan yang akan pailit
dikenal dua macam biaya yang akan
terjadi pada perusahaan tersebut, yaitu direct cost dan indirect cost.
Direct cost
merupakan biaya langsung yang dikeluarkan oleh perusahaan tersebut untuk membayar pengacara, akuntan dan tenaga
profesional lain untuk merestrukrisasi
keuangannya yang kemudian akan dilaporkan kepada para kreditor. Selain itu, bunga yang dibayar
perusahaan untuk pinjaman selanjutnya yang
biasanya jauh lebih mahal juga merupakan
direct cost dari kepailitan.
Sedangkan indirect
costmerupakan potensial loss yang dihadapi perusahaan yang Sutan Remy Sjahdeini, Hukum Kepailitan
MemahamiFailisssements Veroerdening, (Jakarta:
Pustaka Utama Grafiti, 2002). hlm.
Universitas
Sumatera Utara sedang mengalami kesulitan keuangan tersebut, seperti kehilangan
pelanggan dan supplier.
Lahirnya UUKPKPU ini telah menimbulkan
resonasi yang kuat dalam dunia bisnis di
Indonesia. Kepailitan yang sebelumnya merupakan suatu proses yang cenderung tertutup, tidak menjadi fokus
publik, serta tidak menarik untuk di konsumsi
media menjadi proses yang gemerlap.
Berkaitan dengan pemberian guarantee yang biasanya diminta oleh perbankan dalam pemberian kredit bank, dengan
undang-undang ini seorang penjamin atau
penanggung yang memberikan personal guarantee atau corporate guarantee
Selama ini sering tidak disadari oleh personal guarantee dimana mempunyai konsekwensi hukum yang jauh apabila
personal guarantee tidak melaksanakan kewajibannya. Konsekwensinya
adalah dapat dinyatakan pailit.
Dalam
perkembangannya sekarang ini dalam mengatasi kepailitan sebuah perusahaan memberikan suatu garansi atau
jaminan kepada pihak kreditor dalam pelunasan
hutangnya. Jaminan ini dapat berupa jaminan kebendaan dan jaminan perseorangan yang memberikan garansi atau yang
disebut guarantee kepada perusahaan yang akan pailit sebagai penanggung
jaminan hutangnya.
Pada
dasarnya penjaminan pribadi merupakan bagian dari skema perjanjian penanggungan yang diatur pada
KUHPerdata Bab XVII . Inti dari perjanjian
penanggungan adalah adanya pihak ketiga yang setuju untuk kepentingan debitor mengikatkan diri untuk
memenuhi perikatan debitor, apabila Sunarmi
Op.Cit, hlm. 25.
Aria Suyudi, Eryanto Nugroho, dan Herni Sri
Nurbayanti, Kepailitan Di Negeri Pailit, Cetakan II,
(Jakarta: Penerbit Pusat Studi Hukum Dan Kebijakan Indonesia, 2004).
hlm. 21.
Sutan Remy Sjahdeni, Op.Cit. hlm. 84.
Universitas
Sumatera Utara pada waktunya debitor sendiri tidak berhasil memenuhi
kewajibannya. Berbeda dengan skema
jaminan lainnya, yaitu jaminan kebendaan yang memberikan hak penuh kepada kreditor atas suatu hak kebendaan
spesifik apabila terjadi kegagalan pemenuhan
prestasi, misalnya gadai, fidusia. Perjanjian penanggungan hanya memberikan kreditor hak umum untuk menagih
kepada pihak-pihak yang telah mengikatkan
diri sebagai penanggung dalam hal kegagalan pembayaran, sehingga kedudukan kreditor yang dijamin oleh
penanggung masih berada di bawah kreditor
yang dijamin oleh hak jaminan kebendaan.
Perjanjian
penanggungan sendiri dibagi menjadi dua bagian, yaitu penanggungan yang dilakukan oleh pribadi dan
penanggungan yang dilakukan oleh badan
hukum (personal guarantee dan corporate guarantee). Pada dasarnya keduanya memiliki prinsip yang sama, karena
baik hak dan kewajiban yang dimiliki
penanggung pada kedua jenis penanggungan tersebut identik, hanya saja subyek pelakunya berbeda. Pengajuan permohonan
pailit terhadap penanggung merupakan hal
yang cukup lumrah, khususnya apabila penanggung adalah penanggung perusahaan. Pengadilan niaga pernah
menerima dan memutus pailit berbagai
permohonan pailit yang ditujukan kepada penanggung perusahaan.
Namun tidak
demikian halnya dengan permohonan pailit yang diajukan terhadap penjamin pribadi. Dalam kenyataannya hanya
sedikit sekali permohonan pailit yang
diajukan terhadap penjamin pribadi, begitu juga kasus dipailitkannya penjamin pribadi oleh majelis hakim niaga.
Tidak ada penjelasan mengenai hal itu,
tapi secara umum ada kecenderungan bahwa kreditor enggan berurusan Universitas Sumatera Utara dengan debitor
pribadi untuk alasan praktis.
1. Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN)
terhadap PT. Ilmu Inti Swadaya (debitor
utama), Linda Januarita Tani (penjamin pribadi), dan PT.
Optimal Teknindo
Internasional (penjamin perusahaan) (Putusan No.
79/PAILIT/2000/PN.NIAGA.JKT.PST.)
Sebagai contoh personal guarantee yang pernah dinyatakan pailit oleh Pengadilan
Niaga adalah: 2. Bank Credit Lyonnais
Indonesia terhadap PT. Sandjaja Graha Sarana (penjamin perusahaan), Tjokro Sandjaja
(penjamin pribadi), dan Patricia Sandjaja
(penjamin pribadi) (Putusan No.29/PAILIT/1999/PN.NIAGA/ JKT.PST.) 3. Hasim Sutiono dan PT. Muji Inti
Utama terhadap PT. Kutai Kartanegara Prima Coal (penjamin perusahaan) dan Ny. Iswati
Sugianto (penjamin pribadi) (Putusan No.
18/PAILIT/1998/ PN.NIAGA/JKT.PST.
B. Perumusan
Masalah.
Berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, maka penulis akan mengemukakan beberapa pokok permasalahan
yaitu sebagai berikut: 1. Bagaimanakah
akibat hukum putusan pernyataan pailit terhadap Perseroan Terbatas (PT)? 2. Bagaimanakah kedudukan hukum
seorang penjamin dalam hal kepailitan? 3. Bagaimanakah tanggung jawab direksi yang bertindak sebagai personal garansidalam kepailitan Perseroan Terbatas
(PT)? http:// www.hukum online. Com/
klinik_detail. asp?=id.537, diakses tanggal 4Agustus 2011.
Universitas
Sumatera Utara C. Tujuan dan Manfaat Penulisan 1. Tujuan Penulisan Dilatarbelakangi
dari keinginan penulis, mengemukakan masalah secara juga berkaitan dengan tujuan dan manfaat
penulisan. Adapun yang menjadi tujuan dapat
di uaraikan sebagai berikut: a. Untuk mengetahui akibat hukum putusan
pernyataan pailit terhadap perseroan b. Untuk mengetahui kedudukan hukum
penjamin dalam hal kepailitan c. Untuk mengetahui tanggung jawab direksi
sebagai personal garansi dalam kepailitan
Perseroan Terbatas (PT).
2. Manfaat
Pembahasan Selain dari tujuan diatas, penulisan skripsi ini juga memberikan
manfaat antara lain: a. Secara Teoritis Secara teoritis, pembahasan terhadap masalah
ini akan memberikan pemahaman dan
pandangan yang baru mengenai kasus-kasus kepailitan yang sering terjadi serta mengetahui
sejauhmana tanggung jawab direksi ketika bertindak sebagai personal garansi dalam
kepailitan. Karena banyak kita ketahui untuk
sekarang ini masalah-masalah kepailitan yang menimpa beberapa perusahaan terutama di kota-kota besar
sehingga memerlukan penyelesaian yang segera
agar tidak menimbulkan persoalan yang lebih besar dan memberikan hasil yang optimal dan menguntungkan kedua belah
pihak.
Universitas
Sumatera Utara b. Secara praktis Secara
Praktis, pembahasan ini diharapkan dapat menjadi masukan para pembaca terutama bagi pihak yang terlibat
dalam kepailitan (kreditor dan debitor) dan
dapat memberikan gambaran yang jelas tentang kedudukan direksi yang bertindak sebagai personal garansi dalam
kepailitan Perseroan Terbatas (PT).
D. Keaslian
Penulisan Tanggung jawab direksi yang bertindak sebagai personal garansi dalam kepailitan Perseroan Terbatas yang diangkat
penulis sebagai judul skripsi ini telah diperiksa
dan diteliti melalui penelusuran Kepustakaan Fakultas Hukum USU.
Tema diatas adalah
hasil pemikiran sendiri dibantu dengan referensi, buku-buku, dan pihak-pihak lain dan judul tersebut belum
pernah ditulis di Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara sebelumnya.
Data yang dipakai
guna melengkapi penulisan skripsi ini memanfaatkan informasi dari berbagai media, baik cetak
maupun pengumpulan informasi melalui
internet, sehingga data-data yang dipakai secara garis besar adalah data yang factual
dan up to date. Dengan demikian keaslian skripsi ini dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah.
E. Tinjauan
Kepustakaan Dalam tinjauan kepustakaan
ini perlu diperhatikan beberapa ketentuanketentuan atau batasan yang menjadi
sorotan dalam mengadakan studi kepustakaan.
Ketentuan batasan tersebut berguna membantu untuk melihat ruang Universitas Sumatera Utara lingkup skripsi ini
agar sesuai dengan topik yang telah ditentukan sebelumnya serta membantu para pembaca untuk mengerti
cakupan skripsi ini. Adapun ketentuan-ketentuan
atau batasan-batasan yang akan ditemukan antara lain sebagai berikut: Dalam Undang-Undang No. 4 Tahun 1998 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Tentang Kepailitan Menjadi
Undang-Undang, pengertian pailit
sebagaimana diatur dalam Pasal1 ayat (1) adalah: debitor yang mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak membayar
sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu
tempo dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
baik atas permohonan sendiri, maupun
atas permintaan seorang atau lebih kreditornya.
Dalam Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang atau yang
disebut dengan UUKPKPU menyebutkan
kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitor pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan
oleh kurator dibawah pengawasan hakim
pengawas.
Dalam kepustakaan, Algra mendefenisikan
kepailitan adalah suatu sitaan umum
terhadap semua harta kekayaan dari seorang debitor untuk melunasi hutang-hutangnya kepada kreditor 1 Undang-undang no. 4 tahun 1998 tentang
kepailitan Pasal UUK PKPU. Pasal 1.
1 Algra, Inleiding
tot het Nederlands privaatrech tjeenk willink. Groningen hal, dikutip dari buku Hadi Shuban hlm. 425.
. Dalam Black’s Law
Dictionary pailit adalah seorang
pedagang yang bersembunyi atau melakukan tindakan tertentu yang Universitas Sumatera Utara cendrung untuk
mengelabui krediturnya. Kepailitan menurut
Memori Van Toelichting
(penjelasaan umum) adalah suatu pensitaan berdasarkan hukum atas seluruh kekayaan si berutang guna kepentingan bersama para yang mengutangkan.
1 Menurut kamus
besar bahasa Indonesia bahwa kepailitan adalah keadaan atau kondisi badan hukum yang tidak
mampu lagi membayar kewajibannya (dalam
hal utang-utangnya) kepada kreditor.
1 Dalam hal ini
dapat diartikan bahwa kepailitan sebenarnya adalah pertanggungjawaban debitor kepada kreditornya.
Dengan kata lain, kepailitan merupakan
resiko dari debitor oleh karenanya undang-undang memandang perlu mengadakan penyitaan menyeluruh atas segala
harta guna kepentingan seluruh kreditornya,
dengan pengawasan pemerintah disini adalah balai harta peninggalan (BHP).
1 Selanjutnya
pengertian kepailitan oleh ISDA (Internasional Swaps and Derivatives Association) adalah terjadinya
salah satu kejadian berikut ini: 1 1.
Perusahaan yang mengeluarkan surat hutang berhenti beroperasi 2. Perusahaan tidak solven atau tidak mampu
membayar hutang 3. Timbulnya tuntutan
kepailitan 4. Proses kepailitan sedang
terjadi 5. Telah ditunjuknya
receivership 6. Dititipkannya seluruh
aset kepada pihak ketiga 1 Henry Black Campbell, Black’s Law Dictionary, (St. Paul. Minnesota,
USA. West Publishing. Co). hlm. 186.
dikutip dari buku Munir Fuady.
1 Departemen
Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia KBBI, (Jakarta : balai Pustaka, 2005). hlm. 812.
1 Imran Nating,
Tanggungjawab Kurator Dalam Pengurusan Dan Pemberesan Harta Pailit.(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2004 ). hlm. 33.
1 Sunarmi, Op.Cit.
hlm. 37.
Universitas
Sumatera Utara Sedangkan direksi menurut Pasal 1 butir (4) Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 atau yang disebut dengan UUPT
menyatakan bahwa direksi adalah organ
perseroan yang bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta
mewakili perseroan baik di dalam maupun diluar
pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.
1 Di sini dapat
kita lihat bahwa istilah direksi ini dalam beberapa bahasa adalah sebagai berikut: 1 1. Dalam bahasa Inggris “ Director” 2.
Dalam bahasa Belanda “ Directie”, Directeur, atau Raad Van Bestuur” 3. Dalam
bahasa Prancis “ Directoire atau Directeur” 4.
Dalam bahasa Jerman “ Direktor atau Autsichtsraf” 5.
Dalam bahasa Spanyol “ Director”.
Terhadap Perseroan
Terbatas ini dalam beberapa bahasa disebut sebagai berikut: 1 1.
Dalam bahasa Inggris disebut dengan Limited (Ltd) company atau Limited liability company, ataupun Limited corporation.
2. Dalam bahasa Belanda disebut dengan Naamlooze
vennootschap atau yang sering disingkat
dengan NVsaja.
3. Dalam bahasa Jerman terhadap Perseroan
Terbatas ini disebut dengan Gesellschaftmit beschrankte haftung.
4. Dalam bahasa Spanyol disebut dengan De
reponsabilidad limitada.
1 UUPT Pasal 1
butir4 1 Munir Faudy, Perseroan
terbatas paradigma baru.(Bandung: PT Citra aditya bakti, 2003), hlm. 49.
1 Ahmad
Yani&Gunawan Wijaja, Seri Hukum
Bisnis Perseroan Terbatas, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2000), hlm. 1.
Universitas
Sumatera Utara Namun demikian yang dimaksud dengan Perseroan Terbatas adalah
suatu perusahaan dalam bentuk badan
hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian daripada pendirinya, untuk melakukan kegiatan
usaha dengan modal dasar, dimana modal
dasar tersebut dibagi kedalam saham-saham dengan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam
undang-undang yang terkait dan peraturanperaturan lainnya.
1 Pada dasarnya
hukum jaminan adalah hukum yang mengatur tentang hak jaminan kebendaan yang mencakup hak jaminan
benda tak bergerak dan hak jaminan benda
bergerak. Lembaga jaminan benda tak bergerak dikenal dengan hak tanggungan, sedangkan hak jaminan benda
bergerak adalah gadai dan fidusia.
Dan secara umum
jaminan dapat dibedakan menjadi jaminan perorangan (persoonlijke zekerheid) dan jaminan kebendaan
(zakerlijke zekerheid).
Selanjutnya jaminan
adalah merupakan suatu istilah berasal dari kata jamin yang berarti tanggung sehingga jaminan
dapat diartikan sebagai tanggungan.
Menurut Pasal 2 ayat 1 Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No.
23/69/kep/dir
tanggal 28 februari 1991 tentang Jaminan Pemberian Kredit dikemukakan bahwa jaminan adalah suatu
keyakinan bank atas kesanggupan debitor
untuk melunasi kredit sesuai dengan perjanjian.
1 Untuk melengkapi
penulisan skripsi ini agar tujuannya lebih terarah dan dapat dipertanggungjawabkan maka digunakan
berbagai metode. Dapat diartikan F.
Metode Penulisan 1 Ibid, hlm. 7.
1 Abdul R.
Saliman,Hermansyah,Ahmad Jalis, Hukum Bisnis Untuk Perusahaan Teori & Contoh Kasus, (Jakarta: Kencana, 2005),
hlm. 19-21.
Universitas
Sumatera Utara sebagai suatu jalan yang harus ditempuh, kemudian menjadi
penyelidikan atau penelitian berlangsung
menurut cara tertentu. Adapun metode penelitian hukum yang digunakan penulis untuk menyelesaikan
skripsi ini adalah sebagai berikut : 1. Tipe Penelitian.
Tipe penelitian
bahan hukum yang digunakan adalah metode penelitian hukum normatif. Dalam hal penelitian hukum
normatif, penulis melakukan penelitian
terhadap peraturan perundang-undangan. Pengumpulan bahan dilakukan melalui study kepustakaan (library research) yakni dengan mempelajari sumber-sumber atau bahan tertulis
yang dapat dijadikan bahan dalam penulisan
skripsi ini. Metode penelitian hukum normatif ini dipilih adalah untuk mengetahui bagaimana penerapan peraturan
perundang-undangan mengenai penjaminan
dalam kepailitan di Indonesia.
2. Pendekatan
masalah Sehubungan dengan tipe penelitian yang digunakan yakini metode penelitian hukum normatif, maka pendekatan
yang dilakukan adalah pendekatan perundang-undangan
dan pendekatan konsep. Pendekatan perundang-undangan dilakukan untuk meneliti aturan-aturan yang
berkaitan dengan judul skripsi ini.
Pendekatan konsep
digunakan untuk memahami konsep-konsep dalam pengambilan putusan dalam permohonan
pernyataan pailit sehingga hakim yang memutuskan
permohonan pernyataan pailit dapat dilakukan dengan benar.
3. Bahan hukum Bahan
hukum primer yaitu bahan-bahan yang terdiri dari aturan hukum mulai dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,
Kitab Undang-Undang Hukum Universitas
Sumatera Utara Dagang, Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan
Terbatas yang telah dicabut dan diganti
dengan Undang-Undang No. 40 Tahun 2007, UndangUndang No. 4 Tahun 1998 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1998 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Tentang
Kepailitan Menjadi Undang-Undang yang
telah dicabut dan diganti dengan,
Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, peraturan pemerintah,
dan aturan lain dibawah undang-undang
serta aturan-aturan lain yang berkaitan dengan penjaminan dalam kepailitan.
Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang
memberikan penjelasan mengenai bahan
hukum primer seperti buku-buku, pendapat para sarjana, kasuskasus hukum yang
terkait dengan pembahasan penjaminan dalam kepailitan.
Bahan hukum tersier (bahan hukum penunjang)
adalah bahan hukum yang memberi petunjuk
atau penjelasan bermakna terhadap bahan hukum primer dan sekunder seperti kamus hukum, ensiklopedia,
dan lain-lain.
4. Prosedur
pengumpulan bahan hukum Pengumpulan bahan, baik bahan hukum primer maupun bahan
hukum sekunder dikumpulkan berdasarkan
topik permasalahan yang telah dirumuskan menurut sumber dan hierarkinya untuk diuji.
G. Sistematika
Penulisan Untuk menghasilkan karya ilmiah yang baik, maka pembahasannya diuraikan secara sistematis dan diperlukan
suatu sistematika penulisan yang Universitas
Sumatera Utara teratur. Di mana penulis membagi menjadi bab per bab dan
masing-masing bab ini saling berkaitan
antara satu dengan yang lain. Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut : BAB
I PENDAHULUAN Bab ini merupakan bab
pendahuluan, dimana pada bab ini dipaparkan hal-hal yang umum sebagai langkah awal dari penulisan
skripsi. Bab ini berisikan latar
belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan,
keaslian penulisan, metode penulisan, serta sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN
UMUM TENTANG AKIBAT HUKUM DALAM KEPAILITAN
PERSEROAN TERBATAS Pada bab ini dipaparkan
tentang pengertian organ-organ Perseroan Terbatas, bagaimana prosedur permohonan
pailit, dan akibat hukum dalam
kepailitan Perseroan Terbatas BAB III
TINJAUAN UMUM TENTANG KEDUDUKAN PENJAMIN DALAM KEPAILITAN Pada bab ini dipaparkan tentang pengertian
jaminan dan penjamin, siapa saja yang
terkait dalam jaminan, dan bagaimana kedudukan penjamin dalam kepailitan .
Universitas
Sumatera Utara BAB IV TANGGUNG
JAWAB DIREKSI YANG BERTINDAK SEBAGAI PERSONAL GARANSI DALAM KEPAILITAN PERSEROAN TERBATAS (PT) Pada bab ini dipaparkan
bagaimana doktrin dan tanggung jawab dalam direksi dalam Perseroan Terbatas,
tanggung jawab direksi dalam kepailitan Perseroan Terbatas serta tanggung jawab direksi sebagai personal garansi dalam kepailitan Perseroan
Terbatas. Perlindungan hukum bagi pemegang saham terhadap anggota
direksi yang melakukan kesalahan atau
kelalaian dalam pengurusan perseroan.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini merupakan bab
penutup yang menguraikan mengenai kesimpulan
yang merupakan jawaban dari permasalahan yang dikemukakan serta-saran-saran atas
permasalahan tersebut.
Universitas
Sumatera Utara
Download lengkap Versi Word
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi