BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal,
didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan
kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham, dan memenuhi persyaratan yang
ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya (UU No.40 Tahun 2007).
Perseroan Terbatas
adalah subjek hukum yang berhak menjadi pemegang hak dan kewajiban, termasuk menjadi pemilik
dari suatu benda atau harta kekayaan
tertentu. Hanya subjek hukum yang merupakan individu orang perorangan yang dinilai memiliki kecakapan
melakukan perbuatan hukum serta mempertahankan
haknya di dalam hukum, juga badan hukum yang merupakan artificial person, yaitu sesuatu yang
diciptakan oleh hukum untuk memenuhi perkembangan
kebutuhan kehidupan masyarakat 1 Oleh karena Perseroan memiliki kekayaan yang
terpisah dengan kekayaan pengurusnya,
dalam melakukan kegiatan jangan dilihat perbuatan pengurusnya atau pejabatnya, tetapi yang harus dilihat
adalah Perseroannya, karena yang bertanggung
jawab adalah Perseroan. Dalam hal ini tanggung jawab Perseroan Terbatas.
.
1 Frans Satrio
Wicaksono, Tanggung Jawab Pemegang Saham, Direksi, dan Komisaris Perseroan
Terbatas,(Malang: Visimedia, 2009), hal 2
Perseroan mempunyai 3 (tiga) macam organ. Selain yang disebutkan diatas, Perseroan juga memiliki organ lainnya
yaitu RUPS yang merupakan organ yang
memegang kekuasaan tertinggi dalam Perseroan
dan memegang segala wewenang yang
tidak diserahkan kepada organ lainnya.
Organ yang paling
bertanggung jawab terhadap pengelolaan perusahaan adalah Direksi. Dalam Pasal 1 ayat (5)
dinyatakan bahwa Direksi adalah organ yang
berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengelolaan Perseroan untuk kepentingan Perseroan sesuai maksud dan tujuan
Perseroan serta mewakili Perseroan, baik
di dalam maupun di luar persidangan.
Sebagai organ
Perseroan Terbatas, Direksi mempunyai kedudukan, kewenangan atau memiliki kapasitas dan
kewajiban seperti: 2 1. Direksi
berfungsi menjalankan pengelolaan Perseroan, meliputi; a. Pelaksanaan pengelolaan sehari-hari; dan b. Kewenangan Direksi menjalankan pengelolaan.
2. Direksi memiliki kapasitas mewakili Perseroan
terdiri dari; a. Kualitas kewenangan
Direksi mewakili Perseroan tidak terbatas dan tidak bersyarat; b. Setiap Direksi berwenang mewakili Perseroan;
dan c. Dalam hal tertentu Direksi tidak
berwenang mewakili Perseroan.
Direksi dalam
melaksanakan tugas dan wewenangnya, harus memperhatikan tatakelola perusahaan yang baik
atau dalam bahasa lain sering 2 M Yahya
Harahap, Hukum Perseroan Terbatas, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hal 345 disebut Good Corporate Governance.
Prinsip-prinsip ini, sangat berhubungan erat dengan unsur itikad baik Direksi. Dengan
adanya unsur itikad baik Direksi dalam mengelola
perusahaan, mencerminkan eksistensi perusahaan dapat hidup secara berkelanjutan dan memberikan manfaat bagi para
stakeholders perusahaan.
3 3 Prinsip-prinsip
GCG ini telah dijadikan acuan oleh Negara-negara di dunia termasuk Indonesia. Prinsip-prinsip dimaksud adalah
prinsip-prinsip tatakelola perusahaan yang baik di antaranya adalah sebagai berikut: Direksi
dalam melakukan pengelolaan Perseroan tersebut, wajib melaksanakan dengan itikad baik (good faith)
bukan berdasarkan itikad buruk (bad
faith). Itikad baik yang dimaksud dapat meliputi: a. Akuntabilitas (accountability). Prinsip ini
memuat kewenangan-kewenangan yang harus
dimiliki oleh Direksi beserta kewajiban-kewajibannya kepada pemegang saham dan stakeholders lainnya. Direksi bertanggung
jawab atas keberhasilan pengelolaan perusahaan
dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh pemegang saham. Komisaris bertanggung jawab atas
keberhasilan pengawasan dan wajib memberikan
nasihat kepada Direksi atas pengelolaan perusahaan sehingga tujuan perusahaan dapat tercapai. Pemegang saham
bertanggung jawab atas keberhasilan pembinaan
dalam rangka pengelolaan peusahaan.
b. Pertanggungan-jawab (responsibility). Prinsip
ini menuntut perusahaan maupun pimpinan
dan manajer perusahaan melakukan kegiatannya secara bertanggung jawab.
Sebagai pengelola
perusahaan hendaknya dihindari segala biaya transaksi yang berpotensi merugikan pihak ketiga maupun pihak
lain di luar ketentuan yang telah disepakati,
seperti tersirat pada undang-undang, regulasi, kontrak maupun pedoman oprasional bisnis perusahaan.
c. Keterbukaan (transparancy). Dalam prinsip
ini, informasi harus diungkapkan secara tepat
waktu dan akurat. Informasi yang diungkapkan antara lain keadaan keuangan, kinerja keuangan, kepemilikan dan pengelolaan
perusahaan. Audit yang dilakukan atas informasi
dilakukan secara independen. Keterbukaan dilakukan agar pemegang saham dan orang lain mengetahui keadaan perusahaan
sehingga nilai pemegang saham dapat ditingkatkan.
d. Kewajaran (fairness). Seluruh pemangku
kepentingan harus memiliki kesempatan untuk
mendapatkan perlakuan yang adil dari perusahaan. Pemberlakuan prinsip ini di perusahaan akan melarang praktek-praktek
tercela yang dilakukan oleh orang dalam yang
merugikan pihak lain. Setiap Direksi harus melakukan keterbukaan jika menemukan transaksi-transaksi yang mengandung
benturan kepentingan.
e. Kemandirian (independency). Prinsip ini
menuntut para pengelola perusahaan agar dapat
bertindak secara mandiri sesuai peran dan fungsi yang dimilikinya tanpa ada tekanan-tekanan dari pihak manapun yang tidak
sesuai dengan system operasional perusahaan
yang berlaku. Tersirat dengan prinsip ini bahwa pengelola perusahaan harus tetap memberikan pengakuan terhadap
hak-hak stakeholders yang ditentukan dalam
undang-undang maupun peraturan perusahaan.
1.
Wajib dipercaya; 2. Wajib
melaksanakan pengelolaan untuk tujuan yang wajar (duty to act for a profer purpose); 3. Wajib patuh manaati peraturan
perundang-undangan (statutory duty); 4.
Wajib loyal terhadap Perseroan (loyalty duty); dan 5. Wajib menghindari benturan kepentingan (avoid
conflict of interest).
4 Pasal 1 angka (5)
sebagaimana telah disebutkan di atas, mengamanahkan tanggung jawab penuh kepada Direksi dalam
mengelola Perseroan. Hal ini mengisyaratkan
kekuasaan besar dalam Perseroan itu, ada di tangan Direksi.
Berdasarkan hal
itu, seolah-olah Direksi bisa bertindak di luar ketentuan UUPT atau dalam hal mengeluarkan kebijakan yang
tidak tepat membawa kerugian pada Perseroan.
Sehubungan dengan
itu, amanah itikad baik dalam melaksanakan tanggung jawab penuh bagi Direksi dimaksudkan
karena Direksi dalam melaksanakan
pengelolaan Perseroan dapat berkemungkinan Direksi melakukan kelalaian dan kesalahan, maka dalam Pasal 97
ayat (2) UUPT menetapkan bahwa setiap
Direksi wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab. Dengan demikian, Direksi dalam menjalankan tugas
untuk kepentingan dan usaha Perseroan
dibenarkan dalam undang-undang untuk mengurus Perseroan dengan itikad baik. Pelanggaran terhadap hal ini
dapat menyebabkan Direksi bertanggung
jawab penuh secara pribadi apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya tersebut.
4 Ibid, hal 374-377 Direksi sebagai trustee, posisi ini
mengharuskan seorang Direksi untuk tidak
bertindak ceroboh dalam melakukan tugasnya atau kewajiban berhati-hati (duty care).
5 5 Ibid, hal 379 Direksi
Perseroan bertanggung jawab dalam
melaksanakan pengurusan Perseroan.
Direksi merupakan organ yang terdiri atas para direktur yang tiada lain adalah subjek hukum berupa orang atau natural
person / natuurlijke person.
Direksi melakukan
tugas dan kewajiban atau tindakan berdasarkan itikad baik untuk semata-mata
demi kepentingan dan tanggung jawab Perseroan(duty of loyalty) yang diperlukan untuk mewujudkan
kepentingan dan tujuan Perseroan.
Direksi
berkewajiban untuk mengurus Perseroan dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab dalam mengurus Perseroan.
Dengan berlandaskan itikad baik agar setiap anggota Direksi
dapat menghindari perbuatan yang menguntungkan
kepentingan pribadi dengan merugikan kepentingan Perseroan.
Hal inilah yang
menjadi latar belakang penulis untuk meninjau duty of loyalty bagi Direksi dalam menjalankan
tanggung jawabnya dalam menjalankan Perseroan.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, selanjutnya di rumuskan permasalahan sebagai berikut: 1.
Bagaimana peranan Direksi dan Dewan Komisaris dalam menjalankan Perseroan? 2.
Bagaimana penerapan prinsip
fiduciary duty oleh Direksi dan Dewan Komisaris dalam menjalankan Perseroan? 3.
Bagaimanapelanggaran duty of loyalty di dalam Perseroan dan bagaimana pembelaannya? C. Tujuan dan manfaat Penulisan Tujuan
Penulisan Adapun yang menjadi tujuan Penulis membahas “Tinjauan Duty of Loyalty
Dalam Hukum Perusahaan di Indonesia” adalah: 1.
Untuk mengetahui peranan Direksi
dan Dewan Komisaris di dalam menjalankan Perseroan.
2. Untuk mengetahui penerapan prinsip fiduciary duty oleh
Direksi dan Dewan Komisaris di
dalam menjalankan Perseroan.
3. Untuk mengetahui pelanggaran prinsipduty of
loyalty dilakukan dan cara pembelaannya.
Manfaat Penulisan Penulisan
skripsi ini diharapkan dapat diperoleh manfaat sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis Tulisan ini dapat bermanfaat sebagai bahan
untuk memperkaya ilmu pengetahuan dalam
ruang lingkup Hukum Ekonomi, secara khusus ilmu Hukum Organisasi Perusahaan.
2. Manfaat Praktis Mengetahui tanggung jawab
Direksi dan Dewan Komisaris di dalam menjalankan Perseroan sesuai dengan prinsip
fiduciary duty agar para Direksi dan Dewan Komisaris di setiap perusahaan di Indonesia dapat
menerapkan prinsip ini dan terciptalah
suatu perusahaan yang maju.
D. Keaslian
Penulisan Berdasarkan penelusuran pada perpustakaan , khususnya Fakultas Hukum, didapati bahwa
“Tinjauan Duty of Loyalty Dalam Hukum
Perusahaan di Indonesia”, belum pernah ada yang menjadikannya sebagai objek penulisan skripsi sebelumnya.
Walaupun ada mahasiswi yang juga membahas
masalah Direksi dengan judul “Tinjauan Hukum Terhadap Tanggung Jawab Direksi pada Perseroan Terbatas
berdasarkan prinsip Good Corporate Governance”
yang ditulis oleh Dina Ramadani. Sedangkan penulis membahas dari segi Duty of Loyalty, sehingga dapat
ditarik kesimpulan bahwa penelitian skripsi ini asli.
E. Tinjauan
Kepustakaan Tugas kesetiaan atau dengan
istilah asingnya disebut dengan duty of loyalty yang diharapkan dari Direksi adalah
duty of loyalty sebagaimana dimaksud dalam hukum agar tindakan
Direksiuntuk beritikad baik semata-mata demi
kepentingan dan tanggung jawab Perseroan. Duty of loyalty adalah prinsip itikad baik untuk semata-mata demi kepentingan
dan tanggung jawab Perseroan.
tidak boleh
mengambil keuntungan untuk dirinya sendiri.
6 Pasal 97 ayat (1)
dari UUPT menyebutkan bahwa Direksi
bertanggung jawab atas pengurusan
Perseroan untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan. Pasal
98 ayat (1) dari UUPT bahwa Direksi mewakili Perseroan baik di dalam
maupun di luar pengadilan. Ketentuan dalam Duty of Loyalty merupakan suatu hal yang penting di dalam
hukum Perseroan. Dalam hal ini maksudnya
adalah tugas yang terbit dari suatu hubungan kepercayaan antara Direksi dengan perusahaan
yang dipimpinnya. Oleh karna itu Direksi
haruslah mempunyai kepedulian dan kemampuan, itikad baik, loyalitas dan kejujuran terhadap perusahaannya.
Dalam
“Undang-undang No. 40 Tahun 2007” selanjutnya disingkat “UUPT” Prinsip-prinsip manajemen
Perseroan yang baik telah diakomodasi dalam UU ini. Namun masih harus dijabarkan
secara detil dan dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab.
6 Frans Satrio
Wicaksono, Op.Cit, hal 119 Pasal
tersebut menegaskan bahwa pada prinsipnya Direksi mempunyai 2 (dua) fungsi utama, yaitu sebagai berikut: 7 a. Fungsi manajemen, dalam arti Direksi
melakukan tugas memimpin perusahaan, dan
b. Fungsi representasi, dalam arti
Direksi mewakili perusahaan di dalam dan di luar pengadilan. Prinsip mewakili
perusahaan di luar pengadilan
menyebabkan Perseroan sebagai badan
hukum akan terikat dengan transaksi atau
kontrak-kontrak yang dibuat oleh Direksi
atas nama dan untuk kepentingan Perseroan.
Pasal 97 ayat (2)
yang menyatakan bahwa pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud
dan tujuan Perseroan wajib dilaksanakan
setiap anggota Direksi dengan
itikad baik dan penuh tanggung jawab, menjadi akomodasi pemberlakuan prinsip
duty of loyalty ini.
Pembahasan lebih
lanjut mengenai pemahaman duty of loyalty di dalam hukum perusahaan di Indonesia akan dituangkan
dalam bab-bab pembahasan selanjutnya.
F. Metode Penulisan
1. Jenis dan Sifat Penelitian Penulisan
skripsi ini menggunakan metode penelitian hukum normatif.
Penelitian hukum
normatif dilakukan melalui kajian terhadap peraturan 7 M Yahya Harahap, Op.Cit, hal 68 perundang–undangan dan bahan–bahan hukum yang
berhubungan dengan skripsi ini.
Penelitian ini bersifat deskriptif. Tujuan penelitian deskriptif adalah menggambarkan secara tepat, sifat
individu,suatu gejala, keadaan atau kelompok tertentu, asas–asas atau suatu
peraturan–peraturan hukum dalam konteks teori– teori hukum dan pelaksanaannya,
serta menganalisis fakta secara cermat tentang penggunaan peraturan perundang–undangan yang
mengatur mengenai duty of loyalty
Direksi dan Dewan Komisaris Perseroan Terbatas.
2. Data Data yang dikumpulkan oleh penulis dalam
penyusunan skripsi ini dilakukan melalui
pengumpulan data primer dan data sekunder. Data sekunder terbagi atas 3 bagian, yaitu : a. Bahan hukum primer yaitu norma atau kaidah
dasar seperti : Undang-Undang RI No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
b. Bahan hukum sekunder adalah bahan–bahan yang
memberikan penjelasan tentang bahan
hukum primer.
c. Bahan hukum tertier adalah kamus, bahan dari internet
dan lain–lain bahan hukum yang
memberikan penjelasan tentang bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.
3. Teknik Pengumpulan Data Dalam penulisan skripsi ini, penulis
menggunakan teknik pengumpulan data
melalui Penelitian Kepustakaan ( Library Research ), yaitu penelitian dengan mengumpulkan data dan meneliti melalui sumber
bacaan yang berhubungan dengan judul
skripsi ini, yang bersifat teoritis ilmiah yang dapat dipergunakan sebagai dasar dalam penelitian dan menganalisa
masalah–masalah yang dihadapi.
Teknik ini
dipergunakan untuk mengumpulkan data sekunder. Penelitian yang dilakukan dengan membaca serta menganalisa
peraturan Perundang–undangan maupun
dokumentasi lainnya seperti karya ilmiah para sarjana, majalah, surat kabar, internet, maupun sumber teoritis
lainnya yang berkaitan dengan materi skripsi
yang penulis ajukan.
4. Analisis Data Analisis data yang dilakukan
secara kualitatif yakni pemilihan teori-teori, asas-asas, norma-norma, doktrin dan Pasal-Pasal
di dalam Undang-Undang terpenting yang
relevan dengan permasalahan. Membuat sistematika dari datadata tersebut
sehingga akan menghasilkan klasifikasi tertentu sesuai dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian
ini. Data yang dianalisis secara kualitatif
akan dikemukakan dalam bentuk uraian secara sistematis pula, selanjutnya semua data diseleksi, diolah
kemudian dinyatakan secara deskriptif sehingga
dapat memberikan solusi terhadap permasalahan yang dimaksud.
G. Sistematika
Penulisan Guna membimbing tulisan ini pada masalah yang dihadapi, maka penulis mengarahkan tulisan ini kepada sasaran yang
dituju. Gambaran ringkas keseluruhan
isi skripsi ini diuraikan secara sistematis dalam tahapan-tahapan tertentu yang disebut “Bab”, dimana dalam
tiap-tiap bab dibahas masalah secara tersendiri.
Antara bab yang satu dengan bab yang lainnya tidak saling terpisah, namun memiliki keterkaitan.
Adapun keseluruhan
isi skripsi ini disajikan dalam suatu sistematika sebagai berikut: Bab I : Pendahuluan untuk mengarahkan kita
memahami pembahasanpembahasan selanjutnya terdiri dari latar belakang,
permasalahan pokok, tujuan dan manfaat
tulisan ini, metode penulisan yang digunakan, serta sistematika penulisan.
Bab II : bab ini
membahas mengenai peranan Direksi dan Dewan Komisaris menurut UUPT. Di dalam
bab ini akan dibahas mengenai Perseroan Terbatas sebagai badan hukum,
pengaturan tentang Direksi dan Dewan Komisaris di dalam UUPT, fungsi dan tanggung jawab, juga mengenai
hak dan kewajiban Direksidan Dewan
Komisaris menurut UUPT.
Bab III : Pada bab
ini, akan dibahas mengenai prinsip fiduciary duty. Pengertian tentang prinsip fiduciary duty, dan kaitan
antara prinsip tersebut dengan prinsip duty
of loyalty dan kaitan antara duty of loyalty dengan duty of care.
Bab IV : Pada bab
ini akan dibahas mengenai pelanggaran duty of loyalty yang dilakukan Direksi dan Dewan Komisaris dalam
hukum perusahaan. Di bab ini akan
dibahas mengenai standar pelanggaran,
dan apa yang dapat dilakukan sebagai
pembelaan oleh Direksi dan Dewan
Komisaris apabila melakukan pelanggaran prinsip fiduciary duty.
Bab V : Setelah
dilakukan pembahasan pada bab I, II, III dan IV, maka dapat ditarik kesimpulan dari tulisan ini yang
kemudian dapatlah lahir saran-saran yang diharapkan dapat lebih membangun.
Download lengkap Versi Word
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi