Selasa, 22 April 2014

Skripsi Hukum: TINJAUAN HUKUM TENTANG PEMBERIAN KREDIT DENGAN JAMINAN DEPOSITO

BAB I.
PENDAHULUAN.
A. Latar Belakang.
Tujuan Nasional sebagaimana ditegaskan dalam pembukaan Undang-Undang  Dasar 1945 yang diwujudkan melalui pelaksanaan penyelenggaraan Negara  dilaksanakan dalam pembangunan nasional dalam segala aspek kehidupan bangsa.  Karakter pembangunan baik arah dan langkah maupun cara  manusia  memanfaatkannya terutama ditentukan oleh bagaimana suatu Negara mengelola  investasi sumber dayanya.

 Walaupun pembangunan dilaksanakan di segala aspek kehidupan, namun pembangunan ekonomi merupakan pendorong yang sangat besar untuk kemajuan dalam bidang-bidang lain dalam keseluruhan hidup bangsa dan negara. Pembangunan ekonomi adalah  usaha mentransformasikan kehidupan jutaan manusia di seluruh dunia yang sedang  berkembang.
Artinya keberhasilan negara dalam melaksanakan  pembangunan terutama tergantung pada keberhasilan mengelola  sumber dayanya  secara optimal dan dapat dirasakan manfaatnya oleh seluruh umat manusia.
 Pembangunan ekonomi berkaitan erat dengan dana, artinya setiap melaksanakan  pembangunan diperlukan dana bagi kelangsungan pembangunan tersebut. Begitu pula  bagi pelaku usaha, baik perseorangan ataupun badan usaha, dalam melaksanakan   Indonesia, Ketetapan Majelis Permusyawatan Rakyat, 1999 - 2004   Warren C. Baum & Staokes M. Tolbert, Investasi Dalam Pembangunan Pelajaran Dari  Pengalaman Bank Dunia, Grafindo Persada, Jakarta, 1988, hal   Ibid, hal 6   pembangunan, atau kegiatan usaha akan memerlukan dana yang tidak sedikit, dalam  arti jumlahnya melebihi dana yang dimilikinya.
Menurut Remy Sjahdeini, dana merupakan ‘darah’ bagi pelaku usaha dalam  melakukan kegiatan usahanya. Ibarat manusia yang tidak mungkin hidup tanpa darah,  pelaku usaha juga akan ‘mati’ tanpa dana.
 Adapun dalam hal ini yang dimaksud dengan pihak yang meminjam dana adalah  debitur dan yang memberikan pinjaman dana disebut kreditor, sedangkan fasilitas  pinjaman uang dengan pembayaran pengembalian secara mengangsur atau pinjaman  sampai batas jumlah tertentu yang diizinkan oleh Bank atau badan lain disebut  kredit.
Dana untuk usaha mula-mula berasal dari  modal (equity) perusahaan/ perseorangan pelaku usaha itu sendiri, dan karena tidak  mencukupi maka perlu dicarikan penambahan dana, antara lain dengan cara  memperoleh pinjaman atau utang (loan).
 Bagi masyarakat, perorangan atau badan usaha yang berusaha meningkatkan  kebutuhan komsumtif atau produktif sangat membutuhkan pendanaan dari Bank  sebagai salah satu sumber dana yang di antaranya dalam bentuk perkreditan, agar  mampu mencukupi dalam mendukung peningkatan usahanya. Mengingat pentingnya  kedudukan dana perkreditan dalam proses pembangunan, sudah semestinya jika  pemberi dan penerima kredit serta pihak lain yang terkait mendapat perlindungan   Sutan Remy Sjahdeini, “Hak Jaminan dan Kepailitan,” dalam Transaksi Berjamin (Secured  Transaction) Hak Tanggungan dan Jaminan Fiducia dikumpulkan oleh Arie S.Hutagalung, UI, Jakarta  2006, hal 6  Hermansyah, “Hukum Perbankan Nasional Indonesia”, Ed.Rev. Cetakan 3, Kencana  Prenada Media, Jakarta, 2007, hal  melalui suatu lembaga hak jaminan yang kuat agar dapat memberikan kepastian  hukum bagi semua  pihak yang berkepentingan sebagai upaya mengantisipasi  timbulnya resiko bagi kreditor pada masa yang akan datang. Untuk usaha tersebut  dapat menggunakan jasa Perbankan.
Jasa perbankan pada umumnya terbagi atas dua tujuan. Pertama, sebagai  penyedia mekanisme dan alat pembayaran yang efesien bagi nasabah. Untuk ini,  bank menyediakan uang tunai, tabungan, dan kartu kredit. Ini adalah peran bank  yang paling penting dalam kehidupan ekonomi. Tanpa adanya penyediaan alat  pembayaran yang efesien ini, maka barang hanya dapat di perdagangkan dengan cara  barter yang memakan waktu. Kedua, dengan menerima tabungan dari nasabahdan  meminjamkannya kepada pihak yang membutuhkan dana, berarti bank meningkatkan  arus dana untuk investasi dan pemanfaatan yang lebih produktif. Bila peran ini  berjalan dengan baik, ekonomi suatu negara akan meningkat. Tanpa adanya arus  dana ini, uang hanya berdiam di saku seseorang, orang tidak dapat memperoleh  pinjaman dan bisnis tidak dapat dibangun karena mereka tidak memiliki dana  pinjaman.
 Peranan lembaga perbankan yang sangat strategis ini terus ditata dan diperbaiki  dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan,  yang kemudian direvisi dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang  Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan (untuk  selanjutnya disebut UU Perbankan). Undang-Undang ini memberikan landasan   Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, 6th Ed, Raja Grafindo Persada, Jakarta,  2002, hal   yuridis yang lebih luas dan jelas mempertegas jangkauan pelayanan Bank terhadap  segala lapisan masyarakat.
Pengertian Bank, menurut Pasal 1 angka (2) UU Perbankan mendefinisikan  bahwa bank merupakan “Badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat  dalam bentuk simpanan dan menyalurkannnya pada masyarakat dalam bentuk  kredit dan atau bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat  banyak”.
 1.  menerima berbagai bentuk simpanan dari masyarakat; Dari pengertian tersebut maka sebagai lembaga kepercayaan  masyarakat, pada umumnya Bank berfungsi, sebagai berikut : 2.  memberikan kredit, baik bersumber dari dana yang diterima dari masyarakat  maupun berdasarkan atas kemampuannya untuk menciptakan tenaga beli baru; 3.  memberikan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang.
 Fungsi Bank sebagaimana disebutkan di atas dapat dikatagorikan manjadi 2  (dua), yaitu sebagai fungsi  perantara  (intermediation role) adalah penyediaan  kemudahan untuk aliran dana dari mereka yang mempunyai dana nganggur atau  kelebihan dana selaku penabung (saver) atau pemberi pinjaman (lender) kepada  mereka yang memerlukan atau kekurangan dana untuk memenuhi berbagai  kepentingan selaku peminjam (borrower), dan sebagai fungsi transmisi (transmission  role) adalah berkaitan dengan peranan Bank dalam lalu lintas pembayaran dan  peredaran uang dengan menciptakan intrumen keuangan, seperti penciptaan uang   Ketut Rindjin, Pengantar Dan Lembaga Keuangan Bukan Bank,Gramedia Pustaka Utama,  Jakarta, 2003, hal   Ibid  kartal oleh Bank Central, uang giral yang dapat diambil atau dipindahtangankan  dengan menggunakan cek atau bilyet giro.
 Prinsip tersebut merupakan salah satu perwujudan dari prinsip kepercayaan dalam  suatu pemberian kredit. Sebelum memberikan pinjaman kepada debitur, pihak  kreditur melakukan beberapa langkah atau disebut juga sebagai prosedur pemberian  kredit yaitu dengan melakukan pengumpulan informasi, penilaian (analisis) kredit,  keputusan kredit, pelaksanaan (pencairan kredit).
Dalam menjalankan kegiatan usahanya di bidang penyaluran kredit, Bank di  hadapkan pada permasalahan resiko yaitu : resiko pengembalian kredit sehubungan  dengan adanya jangka waktu antara pencairan kredit dengan pembayaran kembali. Ini  berarti bahwa semakin lama jangka waktu kredit semakin tinggi pula resiko kredit  tersebut. Oleh karena itu dalam menghadapi resiko tersebut, Pasal 2 UU Perbankan  mengamanatkan suatu prinsip agar pihak perbankan dalam melakukan kegiatan  usahanya harus berazaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip  ekonomi kehati-hatian ( Frudential Banking Principle).
 “Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah,  Bank Umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang  mendalam atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur  untuk melunasi hutangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud  sesuai dengan yang diperjanjikan.” Lebih lanjut dalam Pasal 8 ayat (1) UU Perbankan menyebutkan bahwa :    Ibid, hal 15-16   Muchdarsyah Sinungan, Manajemen Dana Bank,Jakarta, Bumi Aksara, 1992, hal 2  Direktorat Hukum Bank Indonesia, Undang-Undang Perbankan, Jakarta, 1998, hal   Jelas ketentuan Pasal tersebut mengarahkan bahwa Bank perlu unsur pengamanan  dalam pengembalian kredit sebelum kredit diberikan kepada debitur. Adapun unsur  pengaman (safety) adalah salah satu prinsip dasar dalam peminjaman kredit selain  unsur keserasian (suitability) dan keuntungan (profitability).
 Sebelum memberikan kredit Bank juga harus memperoleh keyakinan dan  melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, jaminan,  dan prospek usaha dari calon debitur. Menurut UU Perbankan bahwa dalam  memberikan kredit bank umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis  yang mendalam atas itikad baik dan kemampuan debitur serta kesanggupan nasabah  Pemberian pinjaman (kredit) merupakan salah satu layanan yang sangat banyak  menarik minat masyarakat dan menjadi andalan suatu bank. Karena itu tidak heran  jika ada  yang  mengatakan kredit usaha merupakan jantung bank. Saat ini  masyarakat, baik individu maupun badan/kelompok usaha sudah tidak ragu lagi untuk  meminjam ke bank, untuk memenuhi segala kebutuhan hidup atau memperlancar  usaha. Mereka menganggap bank lebih aman bila dibandingkan harus pergi ke  rentenir misalnya, seperti yang dulu umum terjadi pada masyarakat kita. Melihat  respon yang terjadi bank-bank pun tidak tinggal diam, mereka memberikan dan  menambahkan fasilitas-fasilitas dan janji-janji yang menarik agar banyak mayarakat  meminjam (kredit) ke mereka.
 Muchdarsyah Sinungan, Dasar-dasar dan Teknik Management Kredit, Jakarta, Bina  Aksara, 1989, hal   debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan hutang dimaksud sesuai  dengan yang diperjanjikan.

 Hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan oleh R. Tjiptoadinugroho bahwa “Inti  sari dari kredit sebenarnya adalah kepercayaan, suatu unsur yang harus dipegang  sebagai benang merah melintasi falsafah perkreditan dalam arti sebenarnya,  bagaimanapun bentuk, macam dan ragamnya dan dari manapun asalnya serta kepada  siapapun diberikannya”.
Download lengkap Versi Word

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi