BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengangkutan sebagai proses, yaitu serangkaian perbuatan
mulai dari pemuatan ke dalam alat
pengangkut, kemudian dibawa menuju ke tempat yang telah ditentukan, dan pembongkaran atau
penurunan di tempat tujuan.
Pengangkutan sebagai perjanjian, pada umumnya bersifat
lisan (tidak tertulis) tetapi selalu
didukung oleh dokumen angkutan yang membuktikan bahwa perjanjian suda h terjadi. Pengangkutan
sebagai proses merupakan sistem hukum
yang mempunyai unsur-unsur sistem, yaitu :
1)
subjek (pelaku) hukum pengangkutan, yaitu pihak-pihak dalam perjanjian
dan pihak yang berkepentingan dalam
pengangkutan.
2) status pelaku hukum pengangkutan, khususnya
pengangkut selalu berstatus perusahaan
badan hukum atau bukan badan hukum.
3) objek hukum pengangkutan, yaitu proses
penyelenggaraan pengangkutan.
4) peristiwa hukum pengangkutan, yaitu proses
penyelenggaraan pengangkutan.
5) hubungan hukum pengangkutan, yaitu hubungan
kewajiban dan hak antara pihak-pihak dan
mereka yang berkepentingan dengan pengangkutan.
Pengangkutan barang
dan penumpang di Indonesia meliputi darat, laut dan udara. Hal ini dikarenakan geografis
Indonesia terdiri atas beribu pulau baik yang
besar, sedang maupun kecil. Jadi untuk urusan angkutan barang di dalam
negeri saja ketiga jalur lalu lintas
transportasi tersebut cukup ramai, mengingat jumlah 4 Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan
Niaga Cetakan Ke III , Penerbit PT.
Citra Aditya Bakti,
Bandung, 1998, hal. 12.
1 penduduk bangsa Indonesia yang hampir dua
ratus jiwa tersebar di sebagian besar
Kepulauan Nusantara ini. Dengan adanya barang-barang dan penumpang
yang memerlukan angkutan, maka tidak
sedikit terdapat pengusaha-pengusaha ataupun
perusahaan-perusahaan jasa angkutan di ketiga jalur transportasi
tersebut.
5 Usaha
transportasi ini bukan hanya berupa gerakan barang dan orang dari suatu tempat ke tempat lain dengan cara dan kondisi
yang statis, akan tetapi transportasi
itu selalu diusahakan perbaikan dan kemajuannya sesuai dengan
perkembangan peradaban dan teknologi.
Dengan demikian transportasi itu selalu diusahakan perbaikan dan peningkatannya, sehingga akan
tercapai efisiensinya yang lebih baik.
Ini berarti bahwa orang akan selalu berusaha mencapai efisiensi
transportasi ini sehingga pengangkutan
barang dan orang itu akan memakan waktu yang
secepat mungkin dan dengan pengeluaran biaya yang sekecil mungkin.
Pada dasarnya, pengangkutan atau
pemindahan penumpang dan barang dengan
transportasi ini adalah dengan maksud untuk dapat mencapai ke tempat
tujuan dan menciptakan/menaikkan
utilitas (kegunaan) dari barang yang diangkut. Utilitas yang dapat diciptakan oleh transportasi atau
pengangkutan tersebut, khususnya untuk
barang yang diangkut, pada dasarnya ada dua macam, yaitu : 6 1) utilitas tempat (place utility), yaitu
kenaikan/tambahan nilai ekonomi atau
nilai kegunaan daripada suatu komoditi yang diciptakan dengan mengangkutnya dari suatu tempat/daerah dimana
barang tersebut mempunyai kegunaan lebih
besar.
2) utilitas waktu (time utility), yaitu
transportasi akan menyebabkan terciptanya
kesanggupan daripada barang untuk memenuhi kebutuhan manusia dengan menyediakan barang yang bersangkutan yaitu
tidak hanya dimana mereka dibutuhkan,
tetapi juga pada waktu bilamana mereka diperlukan.
5 Soegijatna
Tjakranegara, Hukum Pengangkutan Barang Dan Penumpang, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta, 1995, hal. v.
6 Rustian
Kamaludin, Ekonomi Transportasi, Penerbit Ghalia Indonesia, Padang, 1986, hal. 11.
Peranan pengangkutan dalam dunia perdagangan
bersifat mutlak. Sebab tanpa
pengangkutan perusahaan tidak mungkin dapat berjalan. Barang-barang yang dihasilkan produsen oleh produsen atau
pabrik-pabrik dapat sampai di tangan
pedagang atau pengusaha hanya dengan jalan pengangkutan, dan seterusnya dari pedagang atau pengusaha
kepada konsumen juga harus menggunakan
jasa pengangkutan. Pengangkutan di sini dapat dilakukan oleh orang, kendaraan yang ditarik oleh binatang, kendaraan
bermotor, kereta api, kapal laut, kapal
sungai, pesawat udara, dan lain-lain.
7 Secara umum
dinyatakan bahwa setiap pengangkutan
bertujuan untuk tiba di tempat tujuan dengan selamat dan meningkatkan nilai guna bagi penumpang
ataupun barang yang diangkut.
Tiba di tempat
tujuan artinya proses pemindahan dari suatu tempat ke tempat tujuan berlangsung tanpa hambatan dan
kemacetan sesuai dengan waktu yang
direncanakan.
8 Dengan adanya
pengangkutan ini secara langsung juga akanberpengaruh terhadap perlindungan hukum bagi pihak
pengirim barang yang menggunakan sarana
angkutan tersebut karena bila penyelenggaraan pengangkutan tidak selamat akan terjadi dua hal, yaitu barangnya sampai
di tempat tujuan tidak ada (musnah) atau
ada, tetapi rusak, sebagian atau seluruhnya. Barang yang tidak ada mungkin disebabkan karena terbakar, tenggelam, dicuri
orang, dibuang di laut, dan lainlain. Barang rusak sebagian atau seluruhnya,
meskipun barangnya ada, tetapi tidak
dapat dipergunakan sebagaimana mestinya. Kalau barang muatan tidak ada
atau 7 H.M.N Purwosutjipto, Pengertian
Pokok Hukum Dagang Indonesia, 3, Hukum
Pengangkutan, Penerbit Djambatan, Jakarta, 1995, hal. 1.
8 Abdulkadir
Muhammad, Hukum Pengangkutan Niaga Cetakan Ke IV, Penerbit PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2008, hal. 16.
ada, tetapi rusak, menjadi tanggung jawab
pengangkut, artinya pengangkut harus
membayar ganti kerugian terhadap barang yang musnah atau rusak tersebut.
9 Dalam perjanjian
pengangkutan terkait dua pihak, yaitu pengangkut dan pengirim barang dan atau penumpang. Jika
tercapai kesepakatan diantara para pihak,
maka pada saat itu lahirlah perjanjian pengangkutan. Apabila pengangkut telah melaksanakan kewajibannya
menyelenggarakan pengangkutan barang atau
penumpang, pengangkut telah terikat pada konsekuensi-konsuekensi yang
harus dipikul oleh pengangkut barang
atau tanggung jawab terhadap penumpang dan
muatan yang diangkutnya. Dari kewajiban itu timbul tanggung jawab
pengangkut, maka segala sesuatu yang
mengganggu keselamatan penumpang atau barang
menjadi tanggung jawab pengangkut. Dengan demikian, berarti
pengangkut berkewajiban menanggung
segala kerugian yang diderita oleh penumpang atau barang yang diangkutnya tersebut.
10 Pengangkutan
adalah perjanjian timbal balik antara pengangkut dengan pengirim, dimana pengangkut mengikatkan diri
untuk menyelenggarakan pengangkutan
barang dan/atau orang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan pengirim
mengikatkan diri untuk membayar uang
angkutan.
11 9 Ibid., hal.
34.
10 Ridwan
Khairandy., Pengantar Hukum Dagang, Penerbit FH UII Press, Yogyakarta, 2006, hal. 184.
11 H.M.N
Purwosutjipto, Op. cit., hal. 2.
Pengangkutan
merupakan bidang kegiatan yang sangat vital dalam kehidupan masyarakat. Dikatakan sangat vital
karena didasari oleh berbagai faktor,
baik geografis maupun kebutuhan yang tidak dihindari dalam rangka pelaksanaan pembangunan ekonomi, ilmu
pengetahuan, dan teknologi. Secara
geografis Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri atas
beribu-ribu pulau besar dan kecil berupa
daratan serta sebagian besar perairan yang terdiri atas perairan laut, sungai, dan danau.
Kenyataan ini mengakibatkan kebutuhan
pengangkutan di Indonesia makin meningkat sesuai dengan lajunya
pembangunan fisik ataupun psikis serta
perkembangan penduduk Indonesia yang terbesar di seluruh pulau yang diselingi laut. Keadaan
ini menjadi pendorong dan alasan
pembangunan hukum dan pengangkutan modern dengan menggunakan alat pengangkut modern yang digerakkan secara mekanik.
Lancarnya
pengangkutan berarti mendekatkan jarak antara kota dan desa, dan ini akan memberi dampak bahwa untuk
bekerja di kota tidak harus pindah ke
kota. Arus pengangkutan dan informasi timbal balik yang cukup lancar dan
cepat antara kota dan desa akan
memperdekat jarak antara kota dan desa.
12 Dan dalam dunia perdagangan soal angkutan juga memegang
peranan sangat penting tidak hanya
sebagai alat fisik, alat yang harus membawa barang-barang yang diperdagangkan dari produsen ke konsumen, tetapi juga sebagai alat
penentu harga dari barang-barang
tersebut. Karena itu bagi kepentingan pedagangannya, tiap-tiap pedagang selalu akan berusaha
mendapatkan frekuensi angkutan yang
kontinue dan tinggi dengan biaya angkutan yang rendah. Untuk semua ini diperlukan peraturan-peraturan lalu lintas
baik di darat, di laut maupun di udara.
13 Dalam perjanjian
pengangkutan, kedudukan para pihak, yaitu pengirim dan pengangkut sama tinggi, tidak seperti
dalam perjanjian perburuhan, dimana para
pihak tidak sama tinggi, yakni majikan mempunyai kedudukan lebih tinggi 12 Abdulkadir Muhammad, Cetakan Ke IV, Op.
cit., hal. 34.
13 Achmad Ihsan,
Hukum Dagang, Lembaga Perserikatan, Surat-Surat Berharga, AturanAturan
Angkutan, Penerbit Pradnya Paramita, Jakarta, 1986, hal. 404.
daripada buruh. Dalam melaksanakan perjanjian
pengangkutan itu, hubungan kerja antara
pengirim dengan pengangkut tidak terus-menerus, tetapi hanya kadang kala, kalau pengirim dengan pengangkut
tidak terus-menerus, tetapi hanya kadang
kala, kalau pengirim membutuhkan pengangkutan untuk mengirim barang.
Hubungan semacam
ini disebut pelayanan berkala, sebab pelayanan itu tidak bersifat tetap, hanya kadang kala saja, bila
pengirim membutuhkan pengangkutan.
14 Pengangkut dapat
mengadakan penawaran yang ditujukan
kepada umum, bahwasanya dia bersedia untuk menyelenggarakan
pengangkutan barang atau orang dengan
jarak tertentu dan dengan syarat-syarat tertentu pula.
Pengangkut tidak
mempunyai hak retensi terhadap barang-barang angkutan, yaitu hak untuk menahan barang-barang angkutan bila
penerima menolak untuk membayar uang
angkutan. Pasal 493 ayat (1) KUHD berbunyi: ”Dengan tak mengurangi ketentuan ayat (2) pasal ini,
gunakan menjamin uang angkutan dan
sumbangan avarygrosse, tak berhaklah si pengangkut menahan barang
angkutan yang diangkutnya. Setiap janji
yang bertentangan dengan ini adalah batal.” dari bunyi pasal ini jelas bahwa pengangkut tidak
mempunyai hak retensi.
15 Pengusahaan
angkutan menghasilkan produk yang berupa jasa, yang jumlahnya dihitung menurut ton-km atau
ton-mil dan penumpang-km atau
penumpang-mil. Sehubungan dengan itu, maka tarif angkutan adalah
merupakan harga yaitu harga (uang) yang
harus dibayarkan oleh para pemakai jasa angkutan.
Jasa angkutan
dihitung per ton-km dan penumpang-km, namun pembayaran harga untuk jasa angkutan yang digunakan adalah
dihitung sebagai satu keseluruhan jasa
14 H.M.N Purwosutjipto, Op. cit., hal. 7.
15 Ibid., hal. 11.
angkutan dari tempat asal ke tempat tujuannya.
Ditinjau dalam hubungan tarif angkutan
dan sifat pelayanan jasanya, maka perusahaan atau usaha angkutan dan sifat pelayanan jasanya, maka perusahaan atau
usaha angkutan dapat dikelompokkan dalam
dua golongan besar, yaitu: 16 1) common
carrier, adalah perusahaan atau usaha angkutan umum yang menetukan tarif angkutannya dengan suatu
daftar tarif tertentu, beroperasi atau
melayani pemakainya pada waktu-waktu tertentu dan pada trayek-trayek
yang telah ditetapkan.
2) contract carrier, adalah perusahaan atau
usaha angkutan yang memberikan pelayanan
jasanya bila diperlukan, sewanya atau tarifnya ditentukan oleh kekuatan-kekuatansupply dandemand secara
langsung serta beroperasi pada
trayek-trayek yang diperlukan oleh para pemakai dan yang bersedia
dilayani oleh perusahaan angkutan yang
bersangkutan.
Judul skripsi ini
merupakan judul yang sangat menarik untuk dibahas.
Kelalaian dari pada
pengusaha pengangkutan dapat mengakibatkan kerugian pada pihak lain (pengirim) yang berakibat menjadi
terlambatnya sampai ketempat tujuan.
Adapun yang menjadi alasan penulis dalam memilih judul di atas adalah sebagai berikut : 1. bahwa sepengetahuan
penulis judul skripsi ini belum pernah
dibahas sebelumnya dan penulis
menganggap bahwa pembahasan ini sangat penting
bagi para pengirim barang.
2. terhadap
keselamatan barang yang diangkut yang menuntut pertanggung jawaban pihak pengangkut. Persoalan ini
tentunya memerlukan penyelesaian pula
berdasarkan Undang-undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan (selanjutnya disebut dengan
UULLAJ).
16 Rustian
Kamaludin, Op. cit., hal. 84.
Hal inilah yang mendorong penulis untuk
memilih judul yang telah disebutkan
sebelumnya. Penulis merasa tertarik untuk mencoba mencari tahu
usaha-usaha yang dilakukan pengusaha
pengangkutan dalam mengurangi tanggung jawab
kerugian yang ditimbulkan akibat pengangkutan barang serta
bagaimana mengatasinya.
B. Perumusan
Permasalahan Berdasarkan latar belakang yang
telah diuraikan di atas, maka penulis
merumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana bentuk kerugian dalam pengiriman
barang pada CV. Sempurna? 2. Bagaimana
mekanisme pembayaran ganti rugi pada CV. Sempurna? 3. Apa saja bentuk tanggung jawab yang
dikecualikan dari tuntutan ganti rugi
pada CV. Sempurna? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian
Tujuan penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui bentuk-bentik kerugian dalam
pengiriman barang pada CV.
Sempurna.
2. Untuk mengetahui mekanisme pembayaran ganti
rugi yang dilakukan CV.
Sempurna.
3. Untuk mengetahui bentuk tanggung jawab yang
dikecualikan dari tuntutan ganti rugi
pada CV. Sempurna.
2. Manfaat Penelitian Sedangkan manfaat
penulisan skripsi ini adalah: 1. Secara teoritis, untuk menambah pengetahuan
penulis tentang pelaksanaan dan
penyelenggaraan pengangkutan barang melaui jalan raya dan apa saja
yang menjadi tanggung jawab dalam
pelaksanaan pengangkutan barang.
2. Secara praktis,
untuk dapat memberikan sumbangan pemikiran juridis terhadap pertanggungjawaban pengangkutan barang.
D.
KeaslianPenelitian Keaslian penelitian skripsi ini benar merupakan hasil dari
pemikiran penulis dengan mengambil
panduan dari buku-buku, dan sumber lain yang
berkaitan dengan judul dari skripsi penulis, ditambah sumber riset dari
lapangan di CV. Sempurna. Dalam
kesempatan ini penulis akan membahas tentang
”Tanggung Jawab Perusahaan Pengangkutan Barang Terhadap Barang
Kiriman Menurut Undang-undang No.22
Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan”.
Dalam penulisan ini
yang ditekankan yaitu bagaimana proses tanggung
jawab dan penyelesaian kerugian yang diderita oleh pihak pengirim barang
yang disebabkan oleh pihak pengangkut.
Penulisan ini disusun berkaitan dengan
Hukum Perdata, Hukum Dagang, Hukum Pengangkutan serta Peraturan Perundang-undangan yang mengatur mengenai
tanggung jawab perusahaan pengangkutan
terhadap barang kiriman serta penyelesaian yang dilakukan pihak pengangkut terhadap barang kirimannya apabila
terjadi kerugian.
E. TinjauanKepustakaan Adapun arti Hukum
Pengangkutan bila ditinjau dari segi keperdataan, dapat kita tunjuk sebagai keseluruhannya
peraturan-peraturan, di dalam dan di
luar kodifikasi (KUH Perdata, KUHD) yang berdasarkan atas dan bertujuan
untuk mengatur hubungan-hubungan hukum
yang terbit karena keperluan pemindahan
barang-barang dan/atau orang-orang dari suatu kelain tempat untuk
memenuhi perikatan-perikatan yang lahir
dari perjanjian-perjanjian tertentu, termasuk juga perjanjian-perjanjian untuk memberikan
perantaraan mendapatkan.
17 Dalam
pelaksanaan pengangkutan terlebih dahulu dilakukan perjanjian pengangkutan agar lebih mudah mengetahui
pihak mana yang bertanggungjawab apabila
terjadi masalah dan resiko yang ditanggung. Perjanjian pengangkutan adalah
persetujuan dimana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan penumpang dan/atau barang dari
suatu tempat ke tempat tujuan tertentu
dengan selamat dan penumpang atau pemilik barang mengikatkan diri untuk membayar biaya pengangkutan.
18 Pengusaha
pengangkutan adalah perusahaan yang mengusahakan pekerjaannya untuk menyelenggarakan
pengangkutan barang dengan kendaraan
umum keseluruhan dari tempat barang itu dimuat atau diterima dari
tangan pengirim (pemilik) barang
diangkut sampai tujuan dengan bertanggung jawab
sepenuhnya dengan memperhitungkan biaya pengangkutan.
19 17 Sution Usman
Adji, dkk, Hukum Pengangkutan Di Indonesia, Jakarta, 1991, hal. 5.
18 Abdulkadir
Muhammad, Cetakan ke IV, Op. cit., hal. 46.
19 Soegijatna
Tjakranegara, Op. cit., hal. 74.
Ekspeditur
adalah orang yang pekerjaannya menjadi
tukang menyuruhkan kepada orang lain untuk
menyelenggarakan pengangkutan barang-barang dagangan dan lainnya,
melalui daratan ataupun perairan.
20 Adapun persamaan
antara ekspeditur dengan pengusaha
angkutan ialah bahwa mereka dua-duanya memberikan perantaraan dalam hal pengangkutan barang-barang antara
pengirim dan penerima, yaitu meliputi
jarak dari tempat keberangkatan hingga sampai tempat tujuan, akan tetapi dan di sini mulai tampak perbedaan dalam
fungsinya masing-masing. Ekspeditur
mencarikan pengangkut bagi pengirim, biasanya dengan bertindak atas
nama sendiri. Jadi biasanya ekspeditur
tidak mengadakan perjanjian pengangkutan
antara dia dengan pengirim. Ia mempertemukan pengiriman dengan
pengangkut yang ia pilih dengan atau tidak
dengan persetujuan pengirim.
21 Adapun yang dimaksud dengan perseroan komanditer atau
yang lebih populer dengan istilah ”CV”
yang selengkapnya berbunyi ”Commanditaire Vennootschap” adalah perseroan dengan uang setoran uang dibentuk
oleh satu atau lebih anggota aktif yang
bertanggung jawab secara renteng di satu pihak dengan satu atau lebih
orang lain sebagai pelepas uang di lain
pihak.
22 Barang angkutan
adalah barang-barang yang diangkut oleh pihak
pengangkut yang diberikan oleh pihak pengirim.
23 Barang muatan
adalah barang yang sah dan dilindungi
oleh undang-undang. Dalam pengertian barang yang sah termasuk juga hewan.
24 20 Pasal 86
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.
21 Sution Usman
Adji, dkk, Op. cit., hal. 14.
22 Sentosa
Sembiring, Hukum Dagang Edisi Revisi Cetakan Ketiga, Bandung, 2008, hal.
44.
23 Mr. E. Suherman,
Tanggung Jawab Pengangkutan Dalam Hukum Udara Indonesia, N.V Eresco I, Bandung, 1962, hal. 12.
24 Abdulkadir
Muhammad, Cetakan Ke III, Op. cit., hal. 60.
Pengangkut tidak
mempunyai hak retensi terhadap
barang-barang angkutan, yaitu hak untuk menahan barang-barang angkutan
bila penerima menolak untuk membayar
uang angkutan.
25 Pengirim adalah
pihak yang mengikatkan diri untuk membayar biaya pengangkutan barang dan atas dasar itu dia
berhak memperoleh pelayanan pengangkutan
barang dari pengangkut.
26 Barang tersebut
diserahterimakan kepada penerima yang
mana alamatnya tercantum dalam surat angkutan sebagai pihak ketiga yang turut serta bertanggung jawab
atas penerimaan barang samapi tempat
tujuan.
27 Tanggung Jawab
adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatu
(kalau ada sesuatu hal, boleh dituntut, diperkarakan, dan sebagainya).
28 Dalam hal penerima adalah pihak ketiga yang
berkepentingan, penerima bukan pihak dalam
perjanjian pengangkutan tetapi tergolong juga sebagai subjek hukum pengangkutan. Penerima juga adalah pihak yang
memperoleh kuasa (hak) untuk menerima
barang yang dikirimkan kepadanya.
29 Surat muatan
barang adalah surat pengantar biasa yang ditujukan kepada pengangkut agar barang-barang yang disertakan
dengan surat muatan itu disampaikan
kepada penerima. Bilamana surat muatan itu sudah diterima oleh pengangkut beserta barang-barangnya dan
pengangkut menaruh tanda tangan beserta
barang-barangnya dan pengangkut menaruh tanda tangan beserta cap 25 H.M.N Purwosutjipto, Op. cit., hal. 11.
26 Abdulkadir
Muhammad, Cetakan Ke IV, Op. cit., hal. 72.
27 Soegijatna
Tjakranegara, Op. cit., hal. 67.
28 Erhans A, Audi
C, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Penerbit Indah, Surabaya, 1995, hal. 237.
29 Abdulkadir
Muhammad, Cetakan Ke III, Op. cit., hal. 58.
jabatannya dalam surat muatan itu, maka surat
muatan itu sekarang merupakan tanda
bukti adanya perjanjian pengangkutan.
30 Kendaraan
menurut Pasal 1 Undang-undang No. 22 Tahun 2009 adalah suatu sarana angkut di jalan yang terdiri
atas kendaraan bermotor dan kendaraan
tidak bermotor. Truk adalah
sebuah kendaraan bermotor untuk
mengangkut barang, disebut juga sebagai
mobil barang. Dalam bentuk yang kecil mobil barang disebut sebagai pick-up, sedangkan bentuk
lebih besar dengan 3 sumbu, 1 di depan
dan tandem di belakang disebut sebagai truk tronton, sedang yang digunakan untuk angkutan peti kemas dalam
bentuk tempelan disebut sebagai truk
trailer.
31 Pengertian Laik
jalan di dalam penjelasan Undang-undang No. 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
adalah persyaratan minimum kondisi suatu
kendaraan yang harus dipenuhi agar terjaminnya keselamatan dan mencegah terjadinya pencemaran udara dan
kebisingan lingkungan pada waktu
dioperasikan di jalan.
32 Pengguna jasa
adalah setiap orang dan/atau badan hukum yang
menggunakan jasa angkutan, baik angkutan orang maupun barang.
Sedangkan
Undang-undang yang baru yaitu Undangundang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan tidak ada
dijelaskan pengertian laik jalan.
33 30 H.M.N
Purwosutjipto, Op. cit., hal. 31.
Prasana angkutan adalah fasilitas yang diperlukan
untuk menunjang kelancaran dan 31
http://id.wikipedia.org/wiki/Truk, diakses tanggal 20 Februari 2010, Jam 15.26
wib.
32 Penjelasan
Undang-undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
33 C.S.T Kansil,
Cristine S.T Kansil, Disiplin Berlalu Lintas Di Jalan Raya, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta, 1995, hal. 13.
keselamatan penggunaan sarana angkutan dalam
penyelenggaraan angkutan.
34 Menurut Abdulkadir
Muhammad, terminal adalah ”prasarana transportasi jalan untuk keperluan memuat dan menurunkan
penumpang dan/atau barang serta mengatur
kedatangan dan keberangkatan kendaraan umum, yang merupakan salah satu wujud simpul jaringan transportasi”. Sedangkan
menurut Undang-undang No. 22 Tahun 2009
tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jala, terminal adalah ”pangkalan kendaraan bermotor umum yang
digunakan untuk mengatur kedatangan dan
keberangkatan, menaikkan dan menurunkan orang dan/atau barang serta perpindahan moda angkutan”.
35 Terminal di
tempat-tempat tertentu berfungsi pokok
sebagai pelayanan umum antara lain berupa : 36 1. tempat untuk naik dan turun penumpang
dan/atau muat bongkar barang; 2. untuk
pengendalian lalu lintas dan angkutan kendaraan umum; 3. tempat perpindahan intra dan antarmoda
transportasi.
F. MetodePenelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif-empiris yaitu dengan pengumpulan data yang berkaitan
dengan permasalahan yang kemudian
mengadakan analisa terhadap masalah yang dihadapi tersebut. Metode penelitian hukum normatif yang diteliti hanya
bahan pustaka atau data skunder, yang
mungkin mencakup bahan hukum primer, skunder dan tertier. Pada penelitian hukum empiris maka yang diteliti
pada awalnya adalah data skunder 34
Abdulkadir Muhammad, Cetakan Ke III, Op. cit., hal. 77.
35 Pasal 1 ayat
(13) Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
36 Ibid., hal. 79.
untuk kemudian dilanjutkan dengan penelitian
terhadap data primer di lapangan atau
terhadap masyarakat.
37 a. Bahan hukum primer, berupa peraturan
perundang-undangan yang bersifat
mengikat dan disahkan oleh pihak yang berwenang, yaitu
Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
1. Lokasi
Penelitian Penelitian dilakukan di Kantor CV. Sempurna, Jalan Sunggal No
147 Medan.
2. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang penulis gunakan dalam skripsi ini adalah metode penelitian normatif-empiris, dalam penelitian
empiris, dilakukan untuk memperoleh data
primer, yaitu dengan melakukan wawancara dengan pimpinan CV. Sempurna. Sedangkan penelitian hukum
normatif dilakukan melalui kajian
terhadap peraturan perundang-undangan dan bahan-bahan hukum yang berhubungan dengan skripsi ini.
3. Sumber Data Di
dalam melakukan penelitian ini, penulis menggunakan data primer dan data skunder. Metode pengumpulan data primer
adalah dengan melakukan wawancara dengan
pimpinan CV. Sempurna tersebut.
Pengumpulan data
skunder dibagi tiga, yaitu: b. Bahan
hukum skunder, bahan hukum yang menunjang bahan hukum primer seperti pendapat ahli hukum.
37 Soerjono
Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta, 1986, hal. 52.
c.
Bahan hukum tertier, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan
skunder seperti kamus besar bahasa
Indonesia.
4. Teknik Pengumpulan Data a. Library Research (Studi Kepustakaan) yaitu
mempelajari dan menganalisa secara
sistematika buku-buku, peraturan perundang-undangan, catatan kuliah dan sumber lainnya yang berhubungan dengan
materi yang dibahas dalam skr ipsi ini.
b. Field Research (Studi Lapangan) yaitu penelitian yang
dilakukan secara langsung ke lapangan,
perolehan data ini dilakukan dengan cara wawancara langsung dengan pimpinan CV. Sempurna sebagai
perusahaan pengangkutan.
5. Analisis Data Analisis data dalam penulisan
ini digunakan data kualitatif, yaitu suatu
analisis data secara jelas serta diuraikan dalam bentuk kalimat sehingga
diperoleh gambaran yang jelas yang
berhubungan dengan skripsi ini dalam hal hasil dari wawancara terhadap pihak CV. Sempurna.
G. Sistematika
Penulisan Sistematika penulisan skripsi ini terbagi ke dalam bab-bab yang menguraikan permasalahannya secara
tersendiri, di dalam suatu konteks yang
saling berkaitan satu dengan yang lainnya. Penulis membuat sistematika
dengan membagi pembahasan keseluruhan ke
dalam lima bab terperinci adapun
bagiannya, yaitu : Pada bab I
memuat tentang bab pendahuluan, penulis menguraikan tentang hal yang bersifat umum serta alasan pemilihan
judul, permasalahan, tujuan dan manfaat
penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, dan metode penelitian. Sebagai penutup bab ini diakhiri
dengan memberikan sistematika penulisan
dari skr ipsi ini.
Pada bab II memuat
tentang tinjauan mengenai hukum pengangkutan
barang, di bab ini terdapat sub bab mengenai sejarah hukum pengangkutan
dan membahas mengenai sejarah angkutan umum
serta pihak-pihak yang terkait dalam
pengangkutan dan objek hukum pengangkutan, di bab II ini
selanjutnya membahas sub bab mengenai
pengangkutan dalam perekonomian dan yang
terakhir dalam sub bab ini mengenai pelaksanaan pengangkutan barang di
CV.
Sempurna.
Pada bab III memuat
tentang pengaturan tanggung jawab para pihak dalam angkutan barang, di dalam bab ini terdapat
beberapa sub bab, yaitu sub bab yang membahas tentang dasar hukum angkutan
barang, sub bab hak dan kewajiban para
pihak dimana terdapat hak-hak pengirim barang dan hak-hak pengangkut
serta kewajiban pengirim barang dan
kewajiban pengangkut, dan sub yang terakhir di
bab ini adalah apa saja tanggung jawab CV. Sempurna selaku pengangkut
dalam angkutan barang.
Pada bab IV memuat
mengenai tanggung jawab perusahaan angkutan
barang terhadap barang kiriman menurut Undang-undang No. 22 Tahun
2009 tentang Lalu Lintas Dan Angkutan
Jalan. Dalam bab ini terdapat sub bab yang
membahas tentang bentuk-bentuk kerugian, sub bab mengenai mekanisme pembayaran ganti rugi dan yang terakhir dalam
bab ini sub bab mengenai pengecualian
tanggung jawab atas tuntutan ganti rugi.
Pada bab V ini
merupakan bab terakhir dari isi skripsi ini. Pada bagian ini, penulis mengemukakan kesimpulan dan saran
yang didapat sewaktu penulis mengerjakan
skripsi ini mulai dari awal hingga pada akhirnya.
Demikianlah
gambaran ringkas dari seluruh isi skripsi ini. Sebagai pelengkap dari skripsi ini, pada bagian akhir
akan penulis sertakan lampiran yang
dianggap perlu dan yang ada hubungannya dengan skripsi penulis.
Download lengkap Versi Word
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi