Senin, 07 April 2014

Skripsi Hukum: TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAAN ANGKUTAN BARANG TERHADAP BARANG KIRIMAN MENURUT UU NO. 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN



BAB I PENDAHULUAN 
A. Latar Belakang 
Pengangkutan sebagai proses, yaitu serangkaian perbuatan mulai dari  pemuatan ke dalam alat pengangkut, kemudian dibawa menuju ke tempat yang  telah ditentukan, dan pembongkaran atau penurunan di tempat tujuan. Pengangkutan sebagai perjanjian, pada umumnya bersifat lisan (tidak tertulis)  tetapi selalu didukung oleh dokumen angkutan yang membuktikan bahwa  perjanjian suda h terjadi. Pengangkutan sebagai proses merupakan sistem hukum  yang mempunyai unsur-unsur sistem, yaitu :
 1)  subjek (pelaku) hukum pengangkutan, yaitu pihak-pihak dalam perjanjian dan  pihak yang berkepentingan dalam pengangkutan.
2)  status pelaku hukum pengangkutan, khususnya pengangkut selalu berstatus  perusahaan badan hukum atau bukan badan hukum.
3)  objek hukum pengangkutan, yaitu proses penyelenggaraan pengangkutan.
4)  peristiwa hukum pengangkutan, yaitu proses penyelenggaraan pengangkutan.

5)  hubungan hukum pengangkutan, yaitu hubungan kewajiban dan hak antara  pihak-pihak dan mereka yang berkepentingan dengan pengangkutan.
Pengangkutan barang dan penumpang di Indonesia meliputi darat, laut dan  udara. Hal ini dikarenakan geografis Indonesia terdiri atas beribu pulau baik yang  besar, sedang maupun kecil. Jadi untuk urusan angkutan barang di dalam negeri  saja ketiga jalur lalu lintas transportasi tersebut cukup ramai, mengingat jumlah  4 Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Niaga Cetakan Ke III , Penerbit PT.
Citra Aditya Bakti, Bandung, 1998, hal. 12.
1   penduduk bangsa Indonesia yang hampir dua ratus jiwa tersebar di sebagian besar  Kepulauan Nusantara ini. Dengan adanya barang-barang dan penumpang yang  memerlukan angkutan, maka tidak sedikit terdapat pengusaha-pengusaha ataupun  perusahaan-perusahaan jasa angkutan di ketiga jalur transportasi tersebut.
5 Usaha transportasi ini bukan hanya berupa gerakan barang dan orang dari suatu  tempat ke tempat lain dengan cara dan kondisi yang statis, akan tetapi transportasi  itu selalu diusahakan perbaikan dan kemajuannya sesuai dengan perkembangan  peradaban dan teknologi. Dengan demikian transportasi itu selalu diusahakan  perbaikan dan peningkatannya, sehingga akan tercapai efisiensinya yang lebih  baik. Ini berarti bahwa orang akan selalu berusaha mencapai efisiensi transportasi  ini sehingga pengangkutan barang dan orang itu akan memakan waktu yang  secepat mungkin dan dengan pengeluaran biaya yang sekecil mungkin. Pada  dasarnya, pengangkutan atau pemindahan penumpang dan barang dengan  transportasi ini adalah dengan maksud untuk dapat mencapai ke tempat tujuan dan  menciptakan/menaikkan utilitas (kegunaan) dari barang yang diangkut. Utilitas  yang dapat diciptakan oleh transportasi atau pengangkutan tersebut, khususnya  untuk barang yang diangkut, pada dasarnya ada dua macam, yaitu : 6 1)  utilitas tempat (place utility), yaitu kenaikan/tambahan nilai ekonomi atau  nilai kegunaan daripada suatu komoditi yang diciptakan dengan  mengangkutnya dari suatu tempat/daerah dimana barang tersebut mempunyai  kegunaan lebih besar.
2)  utilitas waktu (time utility), yaitu transportasi akan menyebabkan terciptanya  kesanggupan daripada barang untuk memenuhi kebutuhan manusia dengan  menyediakan barang yang bersangkutan yaitu tidak hanya dimana mereka  dibutuhkan, tetapi juga pada waktu bilamana mereka diperlukan.
5 Soegijatna Tjakranegara, Hukum Pengangkutan Barang Dan Penumpang, Penerbit  Rineka Cipta, Jakarta, 1995, hal. v.
6 Rustian Kamaludin, Ekonomi Transportasi, Penerbit Ghalia Indonesia, Padang, 1986,  hal. 11.
 Peranan pengangkutan dalam dunia perdagangan bersifat mutlak. Sebab  tanpa pengangkutan perusahaan tidak mungkin dapat berjalan. Barang-barang  yang dihasilkan produsen oleh produsen atau pabrik-pabrik dapat sampai di  tangan pedagang atau pengusaha hanya dengan jalan pengangkutan, dan  seterusnya dari pedagang atau pengusaha kepada konsumen juga harus  menggunakan jasa pengangkutan. Pengangkutan di sini dapat dilakukan oleh  orang, kendaraan yang ditarik oleh binatang, kendaraan bermotor, kereta api,  kapal laut, kapal sungai, pesawat udara, dan lain-lain.
7 Secara umum dinyatakan  bahwa setiap pengangkutan bertujuan untuk tiba di tempat tujuan dengan selamat  dan meningkatkan nilai guna bagi penumpang ataupun barang yang diangkut.
Tiba di tempat tujuan artinya proses pemindahan dari suatu tempat ke tempat  tujuan berlangsung tanpa hambatan dan kemacetan sesuai dengan waktu yang  direncanakan.
8 Dengan adanya pengangkutan ini secara langsung juga akanberpengaruh  terhadap perlindungan hukum bagi pihak pengirim barang yang menggunakan  sarana angkutan tersebut karena bila penyelenggaraan pengangkutan tidak selamat  akan terjadi dua hal, yaitu barangnya sampai di tempat tujuan tidak ada (musnah)  atau ada, tetapi rusak, sebagian atau seluruhnya. Barang yang tidak ada mungkin  disebabkan karena terbakar, tenggelam, dicuri orang, dibuang di laut, dan lainlain. Barang rusak sebagian atau seluruhnya, meskipun barangnya ada, tetapi tidak  dapat dipergunakan sebagaimana mestinya. Kalau barang muatan tidak ada atau  7 H.M.N Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, 3, Hukum  Pengangkutan, Penerbit Djambatan, Jakarta, 1995, hal. 1.
8 Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Niaga Cetakan Ke IV, Penerbit PT Citra  Aditya Bakti, Bandung, 2008, hal. 16.
 ada, tetapi rusak, menjadi tanggung jawab pengangkut, artinya pengangkut harus  membayar ganti kerugian terhadap barang yang musnah atau rusak tersebut.
9 Dalam perjanjian pengangkutan terkait dua pihak, yaitu pengangkut dan  pengirim barang dan atau penumpang. Jika tercapai kesepakatan diantara para  pihak, maka pada saat itu lahirlah perjanjian pengangkutan. Apabila pengangkut  telah melaksanakan kewajibannya menyelenggarakan pengangkutan barang atau  penumpang, pengangkut telah terikat pada konsekuensi-konsuekensi yang harus  dipikul oleh pengangkut barang atau tanggung jawab terhadap penumpang dan  muatan yang diangkutnya. Dari kewajiban itu timbul tanggung jawab pengangkut,  maka segala sesuatu yang mengganggu keselamatan penumpang atau barang  menjadi tanggung jawab pengangkut. Dengan demikian, berarti pengangkut  berkewajiban menanggung segala kerugian yang diderita oleh penumpang atau  barang yang diangkutnya tersebut.
10 Pengangkutan adalah perjanjian timbal balik antara pengangkut dengan  pengirim, dimana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan  pengangkutan barang dan/atau orang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu  dengan selamat, sedangkan pengirim mengikatkan diri untuk membayar uang  angkutan.
11 9 Ibid., hal. 34.
10 Ridwan Khairandy., Pengantar Hukum Dagang, Penerbit FH UII Press, Yogyakarta,  2006, hal. 184.
11 H.M.N Purwosutjipto, Op. cit., hal. 2.
Pengangkutan merupakan bidang kegiatan yang sangat vital dalam  kehidupan masyarakat. Dikatakan sangat vital karena didasari oleh berbagai  faktor, baik geografis maupun kebutuhan yang tidak dihindari dalam rangka  pelaksanaan pembangunan ekonomi, ilmu pengetahuan, dan teknologi. Secara   geografis Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri atas beribu-ribu  pulau besar dan kecil berupa daratan serta sebagian besar perairan yang terdiri  atas perairan laut, sungai, dan danau. Kenyataan ini mengakibatkan kebutuhan  pengangkutan di Indonesia makin meningkat sesuai dengan lajunya pembangunan  fisik ataupun psikis serta perkembangan penduduk Indonesia yang terbesar di  seluruh pulau yang diselingi laut. Keadaan ini menjadi pendorong dan alasan  pembangunan hukum dan pengangkutan modern dengan menggunakan alat  pengangkut modern yang digerakkan secara mekanik.
Lancarnya pengangkutan berarti mendekatkan jarak antara kota dan desa,  dan ini akan memberi dampak bahwa untuk bekerja di kota tidak harus pindah ke  kota. Arus pengangkutan dan informasi timbal balik yang cukup lancar dan cepat  antara kota dan desa akan memperdekat jarak antara kota dan desa.
12 Dan dalam  dunia perdagangan soal angkutan juga memegang peranan sangat penting tidak  hanya sebagai alat fisik, alat yang harus membawa barang-barang yang  diperdagangkan dari produsen ke  konsumen, tetapi juga sebagai alat penentu  harga dari barang-barang tersebut. Karena itu bagi kepentingan pedagangannya,  tiap-tiap pedagang selalu akan berusaha mendapatkan frekuensi angkutan yang  kontinue dan tinggi dengan biaya angkutan yang rendah. Untuk semua ini  diperlukan peraturan-peraturan lalu lintas baik di darat, di laut maupun di udara.
13 Dalam perjanjian pengangkutan, kedudukan para pihak, yaitu pengirim  dan pengangkut sama tinggi, tidak seperti dalam perjanjian perburuhan, dimana  para pihak tidak sama tinggi, yakni majikan mempunyai kedudukan lebih tinggi  12 Abdulkadir Muhammad, Cetakan Ke IV, Op. cit., hal. 34.
13 Achmad Ihsan, Hukum Dagang, Lembaga Perserikatan, Surat-Surat Berharga, AturanAturan Angkutan, Penerbit Pradnya Paramita, Jakarta, 1986, hal. 404.
 daripada buruh. Dalam melaksanakan perjanjian pengangkutan itu, hubungan  kerja antara pengirim dengan pengangkut tidak terus-menerus, tetapi hanya  kadang kala, kalau pengirim dengan pengangkut tidak terus-menerus, tetapi hanya  kadang kala, kalau pengirim membutuhkan pengangkutan untuk mengirim barang.
Hubungan semacam ini disebut pelayanan berkala, sebab pelayanan itu tidak  bersifat tetap, hanya kadang kala saja, bila pengirim membutuhkan  pengangkutan.
14 Pengangkut dapat mengadakan penawaran yang ditujukan  kepada umum, bahwasanya dia bersedia untuk menyelenggarakan pengangkutan  barang atau orang dengan jarak tertentu dan dengan syarat-syarat tertentu  pula.
Pengangkut tidak mempunyai hak retensi terhadap barang-barang angkutan, yaitu  hak untuk menahan barang-barang angkutan bila penerima menolak untuk  membayar uang angkutan. Pasal 493 ayat (1) KUHD berbunyi: ”Dengan tak  mengurangi ketentuan ayat (2) pasal ini, gunakan menjamin uang angkutan dan  sumbangan avarygrosse, tak berhaklah si pengangkut menahan barang angkutan  yang diangkutnya. Setiap janji yang bertentangan dengan ini adalah batal.” dari  bunyi pasal ini jelas bahwa pengangkut tidak mempunyai hak retensi.
15 Pengusahaan angkutan menghasilkan produk yang berupa jasa, yang  jumlahnya dihitung menurut ton-km atau ton-mil dan penumpang-km atau  penumpang-mil. Sehubungan dengan itu, maka tarif angkutan adalah merupakan  harga yaitu harga (uang) yang harus dibayarkan oleh para pemakai jasa angkutan.
Jasa angkutan dihitung per ton-km dan penumpang-km, namun pembayaran harga  untuk jasa angkutan yang digunakan adalah dihitung sebagai satu keseluruhan jasa  14 H.M.N Purwosutjipto, Op. cit., hal. 7.
15 Ibid., hal. 11.
 angkutan dari tempat asal ke tempat tujuannya. Ditinjau dalam hubungan tarif  angkutan dan sifat pelayanan jasanya, maka perusahaan atau usaha angkutan dan  sifat pelayanan jasanya, maka perusahaan atau usaha angkutan dapat  dikelompokkan dalam dua golongan besar, yaitu: 16 1)  common carrier, adalah perusahaan atau usaha angkutan umum yang  menetukan tarif angkutannya dengan suatu daftar tarif tertentu, beroperasi atau  melayani pemakainya pada waktu-waktu tertentu dan pada trayek-trayek yang  telah ditetapkan.
2)  contract carrier, adalah perusahaan atau usaha angkutan yang memberikan  pelayanan jasanya bila diperlukan, sewanya atau tarifnya ditentukan oleh  kekuatan-kekuatansupply dandemand secara langsung serta beroperasi pada  trayek-trayek yang diperlukan oleh para pemakai dan yang bersedia dilayani  oleh perusahaan angkutan yang bersangkutan.
Judul skripsi ini merupakan judul yang sangat menarik untuk dibahas.
Kelalaian dari pada pengusaha pengangkutan dapat mengakibatkan kerugian pada  pihak lain (pengirim) yang berakibat menjadi terlambatnya sampai ketempat  tujuan. Adapun yang menjadi alasan penulis dalam memilih judul di atas adalah  sebagai berikut : 1. bahwa sepengetahuan penulis  judul skripsi ini belum pernah dibahas  sebelumnya dan penulis menganggap bahwa pembahasan ini sangat penting  bagi para pengirim barang.
2. terhadap keselamatan barang yang diangkut yang menuntut pertanggung  jawaban pihak pengangkut. Persoalan ini tentunya memerlukan penyelesaian  pula berdasarkan Undang-undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Dan  Angkutan Jalan (selanjutnya disebut dengan UULLAJ).
16 Rustian Kamaludin, Op. cit., hal. 84.
 Hal inilah yang mendorong penulis untuk memilih judul yang telah disebutkan  sebelumnya. Penulis merasa tertarik untuk mencoba mencari tahu usaha-usaha  yang dilakukan pengusaha pengangkutan dalam mengurangi tanggung jawab  kerugian yang ditimbulkan akibat pengangkutan barang serta bagaimana  mengatasinya.
B. Perumusan Permasalahan Berdasarkan latar belakang yang  telah diuraikan di atas, maka penulis  merumuskan permasalahan sebagai berikut: 1.  Bagaimana bentuk kerugian dalam pengiriman barang pada CV. Sempurna? 2.  Bagaimana mekanisme pembayaran ganti rugi pada CV. Sempurna? 3.  Apa saja bentuk tanggung jawab yang dikecualikan dari tuntutan ganti rugi  pada CV. Sempurna? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Tujuan penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut: 1.  Untuk mengetahui bentuk-bentik kerugian dalam pengiriman barang pada CV.
Sempurna.
2.  Untuk mengetahui mekanisme pembayaran ganti rugi yang dilakukan CV.
Sempurna.
3.  Untuk mengetahui bentuk tanggung jawab yang dikecualikan dari tuntutan  ganti rugi pada CV. Sempurna.
 2. Manfaat Penelitian Sedangkan manfaat penulisan skripsi ini adalah: 1. Secara teoritis, untuk menambah pengetahuan penulis tentang pelaksanaan dan  penyelenggaraan pengangkutan barang melaui jalan raya dan apa saja yang  menjadi tanggung jawab dalam pelaksanaan pengangkutan barang.
2. Secara praktis, untuk dapat memberikan sumbangan pemikiran juridis terhadap  pertanggungjawaban pengangkutan barang.
D. KeaslianPenelitian Keaslian penelitian skripsi ini benar merupakan hasil dari pemikiran  penulis dengan mengambil panduan dari buku-buku, dan sumber lain yang  berkaitan dengan judul dari skripsi penulis, ditambah sumber riset dari lapangan  di CV. Sempurna. Dalam kesempatan ini penulis akan membahas tentang  ”Tanggung Jawab Perusahaan Pengangkutan Barang Terhadap Barang Kiriman  Menurut Undang-undang No.22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan  Jalan”.
Dalam penulisan ini yang ditekankan yaitu bagaimana proses tanggung  jawab dan penyelesaian kerugian yang diderita oleh pihak pengirim barang yang  disebabkan oleh pihak pengangkut. Penulisan ini disusun berkaitan dengan  Hukum Perdata, Hukum Dagang, Hukum Pengangkutan serta Peraturan  Perundang-undangan yang mengatur mengenai tanggung jawab perusahaan  pengangkutan terhadap barang kiriman serta penyelesaian yang dilakukan pihak  pengangkut terhadap barang kirimannya apabila terjadi kerugian.
 E. TinjauanKepustakaan Adapun arti Hukum Pengangkutan bila ditinjau dari segi keperdataan,  dapat kita tunjuk sebagai keseluruhannya peraturan-peraturan, di dalam dan di  luar kodifikasi (KUH Perdata, KUHD) yang berdasarkan atas dan bertujuan untuk  mengatur hubungan-hubungan hukum yang terbit karena keperluan pemindahan  barang-barang dan/atau orang-orang dari suatu kelain tempat untuk memenuhi  perikatan-perikatan yang lahir dari perjanjian-perjanjian tertentu, termasuk juga  perjanjian-perjanjian untuk memberikan perantaraan mendapatkan.
17 Dalam pelaksanaan pengangkutan terlebih dahulu dilakukan perjanjian  pengangkutan agar lebih mudah mengetahui pihak mana yang bertanggungjawab  apabila terjadi masalah dan resiko yang ditanggung. Perjanjian pengangkutan adalah persetujuan dimana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan  pengangkutan penumpang dan/atau barang dari suatu tempat ke tempat tujuan  tertentu dengan selamat dan penumpang atau pemilik barang mengikatkan diri  untuk membayar biaya pengangkutan.
18 Pengusaha pengangkutan adalah perusahaan yang mengusahakan  pekerjaannya untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dengan kendaraan  umum keseluruhan dari tempat barang itu dimuat atau diterima dari tangan  pengirim (pemilik) barang diangkut sampai tujuan dengan bertanggung jawab  sepenuhnya dengan memperhitungkan biaya pengangkutan.
19 17 Sution Usman Adji, dkk, Hukum Pengangkutan Di Indonesia, Jakarta, 1991, hal. 5.
18 Abdulkadir Muhammad, Cetakan ke IV, Op. cit., hal. 46.
19 Soegijatna Tjakranegara, Op. cit., hal. 74.
Ekspeditur adalah  orang yang pekerjaannya menjadi tukang menyuruhkan kepada orang lain untuk  menyelenggarakan pengangkutan barang-barang dagangan dan lainnya, melalui   daratan ataupun perairan.
20 Adapun persamaan antara ekspeditur dengan  pengusaha angkutan ialah bahwa mereka dua-duanya memberikan perantaraan  dalam hal pengangkutan barang-barang antara pengirim dan penerima, yaitu  meliputi jarak dari tempat keberangkatan hingga sampai tempat tujuan, akan tetapi  dan di sini mulai tampak perbedaan dalam fungsinya masing-masing. Ekspeditur  mencarikan pengangkut bagi pengirim, biasanya dengan bertindak atas nama  sendiri. Jadi biasanya ekspeditur tidak mengadakan perjanjian pengangkutan  antara dia dengan pengirim. Ia mempertemukan pengiriman dengan pengangkut  yang ia pilih dengan atau tidak dengan persetujuan pengirim.
21 Adapun yang  dimaksud dengan perseroan komanditer atau yang lebih populer dengan istilah  ”CV” yang selengkapnya berbunyi ”Commanditaire Vennootschap” adalah  perseroan dengan uang setoran uang dibentuk oleh satu atau lebih anggota aktif  yang bertanggung jawab secara renteng di satu pihak dengan satu atau lebih orang  lain sebagai pelepas uang di lain pihak.
22 Barang angkutan adalah barang-barang yang diangkut oleh pihak  pengangkut yang diberikan oleh pihak pengirim.
23 Barang muatan adalah barang  yang sah dan dilindungi oleh undang-undang. Dalam pengertian barang yang sah  termasuk juga hewan.
24 20 Pasal 86 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.
21 Sution Usman Adji, dkk, Op. cit., hal. 14.
22 Sentosa Sembiring, Hukum Dagang Edisi Revisi Cetakan Ketiga, Bandung, 2008, hal.
44.
23 Mr. E. Suherman, Tanggung Jawab Pengangkutan Dalam Hukum Udara Indonesia,  N.V Eresco I, Bandung, 1962, hal. 12.
24 Abdulkadir Muhammad, Cetakan Ke III, Op. cit., hal. 60.
Pengangkut tidak mempunyai hak retensi terhadap   barang-barang angkutan, yaitu hak untuk menahan barang-barang angkutan bila  penerima menolak untuk membayar uang angkutan.
25 Pengirim adalah pihak yang mengikatkan diri untuk membayar biaya  pengangkutan barang dan atas dasar itu dia berhak memperoleh pelayanan  pengangkutan barang dari pengangkut.
26 Barang tersebut diserahterimakan kepada  penerima yang mana alamatnya tercantum dalam surat angkutan sebagai pihak  ketiga yang turut serta bertanggung jawab atas penerimaan barang samapi tempat  tujuan.
27 Tanggung Jawab adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatu  (kalau ada sesuatu hal, boleh dituntut, diperkarakan, dan sebagainya).
28 Dalam hal  penerima adalah pihak ketiga yang berkepentingan, penerima bukan pihak dalam  perjanjian pengangkutan tetapi tergolong juga sebagai subjek hukum  pengangkutan. Penerima juga adalah pihak yang memperoleh kuasa (hak) untuk  menerima barang yang dikirimkan kepadanya.
29 Surat muatan barang adalah surat pengantar biasa yang ditujukan kepada  pengangkut agar barang-barang yang disertakan dengan surat muatan itu  disampaikan kepada penerima. Bilamana surat muatan itu sudah diterima oleh  pengangkut beserta barang-barangnya dan pengangkut menaruh tanda tangan  beserta barang-barangnya dan pengangkut menaruh tanda tangan beserta cap  25 H.M.N Purwosutjipto, Op. cit., hal. 11.
26 Abdulkadir Muhammad, Cetakan Ke IV, Op. cit., hal. 72.
27 Soegijatna Tjakranegara, Op. cit., hal. 67.
28 Erhans A, Audi C, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Penerbit Indah, Surabaya, 1995,  hal. 237.
29 Abdulkadir Muhammad, Cetakan Ke III, Op. cit., hal. 58.
 jabatannya dalam surat muatan itu, maka surat muatan itu sekarang merupakan  tanda bukti adanya perjanjian pengangkutan.
30 Kendaraan menurut Pasal 1 Undang-undang No. 22 Tahun 2009 adalah  suatu sarana angkut di jalan yang terdiri atas kendaraan bermotor dan kendaraan  tidak bermotor. Truk  adalah sebuah kendaraan bermotor  untuk mengangkut  barang, disebut juga sebagai mobil barang. Dalam bentuk yang kecil mobil barang  disebut sebagai pick-up, sedangkan bentuk lebih besar dengan 3 sumbu, 1 di  depan dan tandem di belakang disebut sebagai truk tronton, sedang yang  digunakan untuk angkutan peti kemas dalam bentuk tempelan disebut sebagai truk  trailer.
31 Pengertian Laik jalan di dalam penjelasan Undang-undang No. 14 Tahun  1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah persyaratan minimum  kondisi suatu kendaraan yang harus dipenuhi agar terjaminnya keselamatan dan  mencegah terjadinya pencemaran udara dan kebisingan lingkungan pada waktu  dioperasikan di jalan.
32 Pengguna jasa adalah setiap orang dan/atau badan hukum yang  menggunakan jasa angkutan, baik angkutan orang maupun barang.
Sedangkan Undang-undang yang baru yaitu Undangundang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan tidak ada  dijelaskan pengertian laik jalan.
33 30 H.M.N Purwosutjipto, Op. cit., hal. 31.
Prasana  angkutan adalah fasilitas yang diperlukan untuk menunjang kelancaran dan  31 http://id.wikipedia.org/wiki/Truk, diakses tanggal 20 Februari 2010, Jam 15.26 wib.
32 Penjelasan Undang-undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan  Jalan.
33 C.S.T Kansil, Cristine S.T Kansil, Disiplin Berlalu Lintas Di Jalan Raya, Penerbit  Rineka Cipta, Jakarta, 1995, hal. 13.
 keselamatan penggunaan sarana angkutan dalam penyelenggaraan angkutan.
34 Menurut Abdulkadir Muhammad, terminal adalah ”prasarana transportasi jalan  untuk keperluan memuat dan menurunkan penumpang dan/atau barang serta  mengatur kedatangan dan keberangkatan kendaraan umum, yang merupakan salah  satu wujud simpul jaringan transportasi”. Sedangkan menurut Undang-undang  No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jala, terminal adalah  ”pangkalan kendaraan bermotor umum yang digunakan untuk mengatur  kedatangan dan keberangkatan, menaikkan dan menurunkan orang dan/atau  barang serta perpindahan moda angkutan”.
35 Terminal di tempat-tempat tertentu  berfungsi pokok sebagai pelayanan umum antara lain berupa : 36 1.  tempat untuk naik dan turun penumpang dan/atau muat bongkar barang; 2.  untuk pengendalian lalu lintas dan angkutan kendaraan umum; 3.  tempat perpindahan intra dan antarmoda transportasi.
F. MetodePenelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif-empiris  yaitu dengan pengumpulan data yang berkaitan dengan permasalahan yang  kemudian mengadakan analisa terhadap masalah yang dihadapi tersebut. Metode  penelitian hukum normatif yang diteliti hanya bahan pustaka atau data skunder,  yang mungkin mencakup bahan hukum primer, skunder dan tertier. Pada  penelitian hukum empiris maka yang diteliti pada awalnya adalah data skunder  34 Abdulkadir Muhammad, Cetakan Ke III, Op. cit., hal. 77.
35 Pasal 1 ayat (13) Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan  Angkutan Jalan.
36 Ibid., hal. 79.
 untuk kemudian dilanjutkan dengan penelitian terhadap data primer di lapangan  atau terhadap masyarakat.
37 a.  Bahan hukum primer, berupa peraturan perundang-undangan yang bersifat  mengikat dan disahkan oleh pihak yang berwenang, yaitu Undang-Undang  No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
1. Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Kantor CV. Sempurna, Jalan Sunggal No 147  Medan.
2. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang penulis gunakan dalam skripsi ini adalah metode  penelitian normatif-empiris, dalam penelitian empiris, dilakukan untuk  memperoleh data primer, yaitu dengan melakukan wawancara dengan pimpinan  CV. Sempurna. Sedangkan penelitian hukum normatif dilakukan melalui kajian  terhadap peraturan perundang-undangan dan bahan-bahan hukum yang  berhubungan dengan skripsi ini.
3. Sumber Data Di dalam melakukan penelitian ini, penulis menggunakan data primer dan  data skunder. Metode pengumpulan data primer adalah dengan melakukan  wawancara dengan pimpinan CV. Sempurna tersebut.
Pengumpulan data skunder dibagi tiga, yaitu: b.  Bahan hukum skunder, bahan hukum yang menunjang bahan hukum primer  seperti pendapat ahli hukum.
37 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Penerbit Universitas Indonesia,  Jakarta, 1986, hal. 52.
 c.  Bahan hukum tertier, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk dan  penjelasan terhadap bahan hukum primer dan skunder seperti kamus besar  bahasa Indonesia.
4.  Teknik Pengumpulan Data a.  Library Research (Studi Kepustakaan) yaitu mempelajari dan menganalisa  secara sistematika buku-buku, peraturan perundang-undangan, catatan kuliah  dan sumber lainnya yang berhubungan dengan materi yang dibahas dalam  skr ipsi ini.
b.  Field Research  (Studi Lapangan) yaitu penelitian yang dilakukan secara  langsung ke lapangan, perolehan data ini dilakukan dengan cara wawancara  langsung dengan pimpinan CV. Sempurna sebagai perusahaan pengangkutan.
5.  Analisis Data Analisis data dalam penulisan ini digunakan data kualitatif, yaitu suatu  analisis data secara jelas serta diuraikan dalam bentuk kalimat sehingga diperoleh  gambaran yang jelas yang berhubungan dengan skripsi ini dalam hal hasil dari  wawancara terhadap pihak CV. Sempurna.
G. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan skripsi ini terbagi ke dalam bab-bab yang  menguraikan permasalahannya secara tersendiri, di dalam suatu konteks yang  saling berkaitan satu dengan yang lainnya. Penulis membuat sistematika dengan  membagi pembahasan keseluruhan ke dalam lima bab terperinci adapun  bagiannya, yaitu :  Pada bab I memuat tentang bab pendahuluan, penulis menguraikan tentang  hal yang bersifat umum serta alasan pemilihan judul, permasalahan, tujuan dan  manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, dan metode  penelitian. Sebagai penutup bab ini diakhiri dengan memberikan sistematika  penulisan dari skr ipsi ini.
Pada bab II memuat tentang tinjauan mengenai hukum pengangkutan  barang, di bab ini terdapat sub bab mengenai sejarah hukum pengangkutan dan  membahas mengenai sejarah angkutan umum serta pihak-pihak yang terkait dalam  pengangkutan dan objek hukum pengangkutan, di bab II ini selanjutnya  membahas sub bab mengenai pengangkutan dalam perekonomian dan yang  terakhir dalam sub bab ini mengenai pelaksanaan pengangkutan barang di CV.
Sempurna.
Pada bab III memuat tentang pengaturan tanggung jawab para pihak dalam  angkutan barang, di dalam bab ini terdapat beberapa sub bab, yaitu sub bab yang membahas tentang dasar hukum angkutan barang, sub bab hak dan kewajiban para  pihak dimana terdapat hak-hak pengirim barang dan hak-hak pengangkut serta  kewajiban pengirim barang dan kewajiban pengangkut, dan sub yang terakhir di  bab ini adalah apa saja tanggung jawab CV. Sempurna selaku pengangkut dalam  angkutan barang.
Pada bab IV memuat mengenai tanggung jawab perusahaan angkutan  barang terhadap barang kiriman menurut Undang-undang No. 22 Tahun 2009  tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan. Dalam bab ini terdapat sub bab yang  membahas tentang bentuk-bentuk kerugian, sub bab mengenai mekanisme  pembayaran ganti rugi dan yang terakhir dalam bab ini sub bab mengenai  pengecualian tanggung jawab atas tuntutan ganti rugi.
Pada bab V ini merupakan bab terakhir dari isi skripsi ini. Pada bagian ini,  penulis mengemukakan kesimpulan dan saran yang didapat sewaktu penulis  mengerjakan skripsi ini mulai dari awal hingga pada akhirnya.
Demikianlah gambaran ringkas dari seluruh isi skripsi ini. Sebagai  pelengkap dari skripsi ini, pada bagian akhir akan penulis sertakan lampiran yang  dianggap perlu dan yang ada hubungannya dengan skripsi penulis.
  

Download lengkap Versi Word

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi