Senin, 07 April 2014

Skripsi Hukum: TINDAK PIDANA MENGEDARKAN SEDIAAN FARMASI TANPA IZIN EDAR MENURUT UNDANG-UNDANG NO.36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN (STUDI PUTUSAN NO.1902 / PID B / 2004 / PN MEDAN)



BAB I PENDAHULUAN 
A. Latar Belakang
 Seiring dengan tuntutan perkembangan zaman, membawa masyarakat pada  suatu tatanan hidup yang serba cepat dan praktis. Kemajuan ilmu pengetahuan  merupakan penentu bagi suatu peradaban yang modren. Keberhasilan yang dicapai dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi  tentu saja membawa suatu negara pada kesejahteraan dan kemakmuran bagi  rakyatnya. Namun tidak dapat dipungkiri kemajuan di bidang teknologi dan ilmu  pengetahuan diringi dengan meningkatnya penyimpangan dan kejahatan dibidang  ekonomi dan sosial. Ini dapat dilihat di negara maju ataupun dinegara yang sedang  berkembang, jenis penyimpangan dan kejahatan semakin banyak ragamnya.

Semakin tinggi pradaban suatu bangsa maka semakin maju pula ilmu  pengetahuan yang berkembang dalam bangsa tersebut. Apabila kemajuan ilmu  pengetahuan tidak diimbangi dengan semangat kemanusiaan, maka berpengaruh  pada akses yang negatif. Munculnya tindak pidana baru pada bidang ilmu  pengetahuan yang berkembang tersebut. Yang menimbulkan gangguan  ketenteraman,  ketenangan dan sering kali menimbulkan kerugian materil maupun  immateril bagi masyarakat.
Tindak pidana merupakan suatu bentuk perilaku  menyimpangan yang  hidup dalam masyarakat. Yang artinya tindak pidana akan selalu ada selama  manusia masih ada di muka bumi ini. Hukum sebagai sarana bagi penyelesaian  problematika ini diharapkan dapat memberikan solusi yang tepat. Oleh karena itu  perkembangan hukum khususnya hukum pidana perlu ditingkatkan dan   diupayakan secara terpadu. Kodifikasi, unifikasi bidang-bidang hukum tertentu  serta penyusunan Undang-undang baru sangat dibutuhkan untuk menjawab semua  tantangan dari semakin meningkatnya perkembangan tindak pidana.
Ilmu kesehatan adalah salah satu bidang ilmu yang mengalami  perkembangan paling cepat saat ini. Begitu pula dengan perkembangan tindak  pidana dibidang ilmu kesehatan. Adapun tindak pidana yang terjadi di bidang  ilmu kesehatan antara lain : malpraktek, pemalsuan obat, mengedarkan obat tanpa  izin dan transplantasi organ manusia.
Masalah kesehatan merupakan keprihatinan serius di setiap negara, baik  negara maju maupun sedang berkembang. karena kesehatan merupakan salah satu  faktor yang menentukan kemajuan suatu negara dan merupakan hak asasi  manusia. Negara memiliki kewajiban kepada rakyatnya untuk menyediakan  layanan kesehatan dan menetapkan aturan-aturan hukum yang terkait dengan  kepentingan perlindungan kesehatan.
Secara awam   kesehatan dapat diartikan ketiadaan penyakit. Menurut  WHO kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang  memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis 1 Hukum kedokteran dan hukum kesehatan mulai di perkenalkan di  Indonesia dengan terbentuknya kelompok study untuk Hukum Kedokteran di  . Dapat  disimpulkan kesehatan itu sangat penting dalam kelangsungan hidup masyarakat.
Jadi apabila terjadi tindak pidana di bidang kesehatan akan menyerang langsung  masyarakat baik secara materil maupun immateril. Sehingga masyarakat tidak  dapat melangsungkan kehidupanya dengan baik.
1 Titon Slamet Kurnia, Hak Atas Drajat Kesehatan Optimal Sebagai HAM di Indonesia,Bandung,  2007 hal 13  Universitas Indonesia pada tanggal 1 November 1982 di Rumah Sakit Cipto  Mangunkusumo oleh beberapa dokter dan sarjana hukum 2 Salah satu kejahatan dalam hukum kesehatan yang marak terjadi pada saat  ini adalah kejahatan dibidang farmasi. Farmasi adalah suatu profesi yang  berhubungan dengan seni dan ilmu dalam penyediaan bahan sumber alam dan  bahan sintetis yang cocok dan menyenagkan untuk didistribusikan dan digunakan  dalam pengobatan dan pencegahan suatu penyakit . Hukum kesehatan ini  sebenarnya sudah  lama diperkenalkan, namun dalam perkembanganya hukum  kesehatan ini masih kurang mendapat perhatian oleh para sarjana hukum di  indonesia. Ini dapat dilihat dari masih jarangnya ditemukan buku-buku yang  membahas tentang hukum kesehatan.
3 2 Amri Amir, Bunga Ranpai Hukum Kesehatan, Jakarta 1997 hal 2 3 Moh. Anief, Farmasetika, Yogyakarta 1993 hal 11 .  Masih segar di ingatan,  hebohnya kasus formalin dalam makanan, ditariknya produk pengusir nyamuk  HIT karena dikhawatirkan mengandung bahan yang berbahaya bagi keamanan  dan keselamatan konsumen. Juga kasus minuman isotonik yang mengandung zat  pengawet berbahaya yang disinyalir oleh Lembaga Komite Masyarakat Anti  Bahan Pengawet (KOMBET). Adapun zat berbahaya yang terkandung dalam  minuman isitonik tersebut adalah natrium benzoat dan kalium sorbet yang dapat  menyebabkan penyakit yang dalam ilmu kedokteran disebut Sytemic Lupus  Erythematosus, yaitu penyakit yang mematikan yang dapat menyerang seluruh  tubuh dan sistem internal manusia itu sendiri. Sekarang heboh jamu berbahaya,  kosmetik berbahaya, makanan-minuman mengandung susu produk RRC yang  berbahaya, beras mengandung bahan pengawet berbahaya dan seterusnya.
 Konsumen di Indonesia masih cenderung pasif meskipun sudah ada  Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang  mengatur tentang hak-hak konsumen, kewajiban pelaku usaha serta memberikan  bentuk-bentuk perlindungan  hukum yang diberikan kepada konsumen.
Konsumen masih belum sepenuhnya menyadari hak-hak mereka, sedangkan  pelaku usaha juga belum sepenuhnya memenuhi kewajibannya. Kondisi tersebut  cenderung untuk mendorong lahirnya berbagai bentuk pelanggaran pelaku usaha  terhadap hak konsumen namun pelaku usaha yang bersangkutan tidak  memperoleh sanksi hukum yang mengikat. Oleh karena itu pemerintah selaku  pihak yang berwenang untuk menegakkan hukum perlindungan konsumen harus  bersifat proaktif dalam melindungi hak-hak konsumen di Indonesia. Terkait  dengan sediaan farmasi yang akan dibahas oleh penulis, upaya pemerintah untuk  melindungi konsumen adalah melalui pembentukkan lembaga yang bertugas  untuk mengawasi pada suatu produk serta memberikan perlindungan kepada  konsumen Di Indonesia telah dibentuk suatu badan yang bertugas untuk mengawasi  peredaran obat dan makanan, yakni Badan Pengawas Obat dan Makanan  (BPOM). BPOM dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 166  Tahun 2000 jo Keppres Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas,  Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah  Non Departemen (LPND) yang mengatur  mengenai pembentukan lembagalembaga pemerintah nondepartemen. LPND adalah lembaga pemerintah pusat  yang dibentuk untuk menjalankan tugas pemerintahan tertentu dari presiden serta  bertanggung jawab langsung pada presiden. BPOM merupakan salah satu LPND   yang mempunyai tugas yang terkait dengan pengawasan obat dan makanan.
4 4 www.tesishukum.com, Tanggung Jawab Badan Pengawas Makana Dan Obat, terakhir kali di  akses 12 februari 2010 Tetapi lembaga yang bertugas mengawasi belum optomal dalam melakukan  tugasnya, ini terbukti dengan masih banyaknya ditemui obat dan makanan yang  tidak sesuai dengan standar kesehatan masih beredar di masyarakat.
Untuk mencapai kesembuhan jasmani dan rohani dari suatu penyakit, tidak  bisa lepas dari suatu pengobatan optimal dan benar. Namun apabila obat yang  diedarkan oleh pihak yang di tunjuk oleh Undang-Undang berhak mengedarkan  obat, mengedarkan obat dengan melakukan penyimpangan sudah tentu obat  tersebut tidak dapat digunakan dalam proses penyembuhan. Karena mungkin saja  obat tersebut tidak memenuhi standar racikan obat, kadaluarsa dan aturan pakai.
Obat seperti ini apabila digunakan dapat menimbulkan penyakit baru bagi  penggunanya bahkan dapat menimbulkan kematian.
Suatu perbuatan yang dapat menimbulkan sakit pada orang lain atau  bahkan menimbulkan kematian merupakan kejahatan dalam Undang-undang.
Perbuatan jahat merupakan suatu perbuatan yang harus dipidana. Dalam hal ini  yang bertanggung jawab adalah pihak yang ditunjuk Undang-undang berhak  mengedarkan obat dan memberikan pelayanan kesehatan pada masyarakat.
Kebutuhan masyarakat atas perlindungan kesehatan merupakan hal yang  tidak bisa ditawar lagi, Karena langsung menyerang kebutuhan masyarakat yang  primer. Sudah menjadi kewajiban pemerintah untuk menegakan aturan perundang  -undangan yang ada untuk menanggulangi permasalahan yang semakin kompleks  dalam hukum kesehatan ini.
 Oleh sebab itu penulis mencoba mengkaji mengenai tindak pidana  mengedarkan sediaan farmasi tanpa izin edar untuk mengetahui bagaimana  sebenarnya tindak pidana ini. Dalam hal ini penulis mencoba mengkaji pengaturan  tindak pidana mengedarkan sediaan farmasi tanpa izin edar dalam hukum positif  Indonesia, faktor-faktor yang melatarbelakangi perbuatan ini serta upaya  penanggulanganya.
 B. Perumusan Masalah Dari uraian diatas adapun permasalahan yang akan dibahas penulis yaitu : 1. Bagaimana pengaturan tindak pidana mengedarkan sedian farmasi tanpa izin  edar dalam hukum positif indonesia 2. Bagaimana penerapan Undang-Undang No.23 tahun 1992 tentang Kesehatan  dan Undang-Undang No.36 tentang Kesehatan terhadap penegakan tindak  pidana mengedarkan sediaan farmasi tanpa izin edar (Studi Putusan No  1902/Pid B/2004/PN Medan) 3. Upaya penanggulangan  tindak pidana mengedarkan sediaan farmasi tanpa izin  edar C. Tujuan Dan Manfaat Penulisan Secara umum yang menjadi tujuan penulis membahas skripsi ini adalah  guna melengkapi dan memenuhi persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana  Hukum pada Fakultas Hukum ,  disamping untuk  membiasakan penulis dalam menyusun suatu karya ilmiah.
Adapun tujuan yang khusus dari penulisan skripsi ini adalah untuk  mengetahui : 1. Untuk mengetahui pengaturan tindak pidana mengedarkan sediaan farmasi  tanpa izin edar dalam hukum positif Indonesia.
2. Untuk mengetahui bagaimana penerapan UU No.36 Tahun 12009 Tentang  Kesehatan terhadap tindak pidana mengedarkan sediaan farmasi tanpa izin edar  ( Studi Putusan No.1902/Pid B/2004/PN Medan )  3. Untuk mengetahui upaya yang dilakukan dalam penanggulangan tindak pidana  mengedarkan sediaan farmasi tanpa izin edar.
Selain tujuan-tujuan tersebut diatas, penulisan skripsi ini diharapkan  bermanfaat untuk berbagai hal diantaranya: a.  Secara teoritis Hasil penelitiaan ini diharapkan dapat menambah khazanah ilmu hukum,  Khususnya hukum  pidana yang terkait dengan  tindak   pidana kesehatan di  bidang farmasi.
b. Secara praktis Penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk: 1. Bagi aparat penegak hukum, sebagai sumbanagan pemikiran untuk penanganan  tindak pidana mengedarkan sediaan farmasi tanpa izin edar.
2. Akademisi dan praktisi hukum untuk memberi masukan dan gambaran  mengenai tindak pidana mengedarkan sediaan farmasi tanpa izin edar  khususnya di kota medan.
D. Keaslian Penulisan  Skripsi ini berjudul “ Tindak Pidana Mengedar Sediaan Farmasi Tanpa  Izin Edar Menurut Undang-Undang No.36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan (Studi  Putusan No. 1902 /PID B/ 2004 / PN Medan) “ .
Penulisan ini dilakukan penulis dimulai dengan mengumpulkan bahanbahan yang berkaitan dengan tindak pidana mengedarkan sediaan farmasi tanpa  izin edar, baik itu melalui literatur yang diperoleh dari buku-buku yang ada di   perpustakaan maupun media cetak dan elektronik, disamping itu juga diadakan  analisis kasus.
Dan sehubungan dengan penulisan skripsi ini, pada saat penulis menulis  skripsi ini belum ada judul yang sama. Walaupun ada yang membicarakan tindak  pidana mengedarkan sediaan farmasi tanpa izin edar, namun objek yang dibahas  tidak sama. Bila dikemudian hari ternyata terdapat judul yang sama atau telah di  tulis oleh orang lain dalam bentuk skripsi maka hal itu akan menjadi tanggung  jawab penulis sepenuhnya.
E. Tinjauan kepustakaan 1. UU NO.23 TAHUN 1992 TENTANG KESEHATAN Pelayanan kesehatan adalah hak semua orang. kekurangan dalam  pelayanan kesehatan masyarakat bisa disebabkan oleh sistem pelayanan kesehatan  yang buruk. Oleh karena itu diperlukan peraturan perundangan yang menjamin  terlaksananya sistem pelayanan kesehatan yang sempur na bagi masyarakat.
Dalam rangka memberikan perlindungan dan kepastiaan hukum untuk  meningkatkan, mengarahkan dan memberi dasar bagi pembangunan kesehatan  diperlukan perangkat hukum kesehatan yang dinamis bagi pemberi jasa pelayanan  kesehatan, makanan, minuman hasil produksi rumah tangga yang masih dalam,  pembinaan pemerintah, pelaksanaan hukum diberlakukan secara bertahap.
Perangkat hukum tersebut hendaknya dapat menjangkau perkembangan yang  masih kompleks yang terjadi dimasa akan datang.
Undang-Undang No.23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan dimaksud sebagai  landasan bagi berbagai peraturan mengenai sistem pelayanan kesehatan bagi   seluruh masyarakat. Undang-Undang ini mencakup pengaturan berbagai hal  pokok tentang kesehatan, antara lain: 1.  Asas dan tujuan yang menjadi landasan dan memberi arah pembangunan  kesehatan yang dilaksanankan melalui upaya kesehatan untuk meningkatkan  kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi orang sehingga  terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal tanpa membedakan status  sosial; 2. Hak dan kewajiban setiap orang untuk memperoleh derajat kesehatan yang  optimal serta wajib untuk ikut serta didalam memelihara dan meningkatkan  derajat kesehatan; 3. Tugas dan tanggung jawab pemerintah pada dasarnya adalah mengatur,  membina, dan mengawasi penyelenggaraan upaya kesehatan serta mengerakan  peran serta masyarakat; 4. Upaya kesehatan dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu, dan  berkesinambungan melalui pendekatan peningkatan kesehatan, pencegahan  penyakit, penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan; 5. Sumber daya kesehatan sebagai pendukung upaya kesehatan, harus tetap  melaksanakan fungsi dan tanggung jawab sosialnya, dengan pengertian bahwa  sarana kesehatan harus tetap memperhatikan golongan masyarakat yang kurang  mampu dan tidak semata-mata mencari keuntungan; 6. Ketentuan pidana untuk melindungi pemberi dan penerima jasa pelayanan  kesehatan bila terjadi pelanggaran terhadap Undang-Undang ini.
 2. Undang-Undang No.36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan  Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 tercantum jelas cita-cita  bangsa Indonesia yang sekaligus merupakan tujuan nasional bangsa Indonesia.
Tujuan nasional tersebut adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh  tumpah darah Indonesia dan  memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan  kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan  kemerdekaan perdamaian abadi serta keadilan sosial.
Untuk mencapai tujuan nasional tersebut diselenggarakanlah upaya  pembangunan yang berkesinambungan yang merupakan suatu rangkaian  pembangunan yang menyeluruh terarah dan terpadu, termasuk di antaranya  pembangunan kesehatan.
Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur  kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia  sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar  Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Oleh karena itu, setiap kegiatan dan upaya untuk meningkatkan derajat  kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dilaksanakan berdasarkan prinsip  nondiskriminatif, partisipatif, perlindungan, dan berkelanjutan yang sangat  penting artinya bagi pembentukan sumber daya manusia Indonesia, peningkatan  ketahanan dan daya saing bangsa, serta pembangunan nasional.
Upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya pada  mulanya berupa upaya penyembuhan penyakit, kemudian secara berangsur-angsur  berkembang ke arah keterpaduan upaya kesehatan untuk seluruh masyarakat  dengan mengikutsertakan   masyarakat secara luas yang mencakup upaya   promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang bersifat menyeluruh terpadu dan  berkesinambungan  Selain itu, perkembangan teknologi kesehatan yang berjalan seiring  dengan munculnya fenomena globalisasi telah menyebabkan banyaknya  perubahan yang  sifat dan eksistensinya sangat berbeda jauh dari teks yang  tercantum dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.
Pesatnya kemajuan teknologi kesehatan dan teknologi informasi dalam era global  ini ternyata belum terakomodatif secara baik oleh Undang-Undang Nomor 23  Tahun 1992 tentang Kesehatan.
Perencanaan dan pembiayaan pembangunan kesehatan yang tidak sejiwa  dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992, yaitu menitikberatkan pada  pengobatan (kuratif), menyebabkan pola pikir yang berkembang di masyarakat  adalah bagaimana cara mengobati bila terkena penyakit. Hal itu tentu akan  membutuhkan dana yang lebih besar bila dibandingkan dengan upaya  pencegahan. Konsekuensinya, masyarakat akan selalu memandang persoalan  pembiayaan kesehatan sebagai sesuatu yang bersifat konsumtif/pemborosan.
Selain itu, sudut pandang para pengambil kebijakan juga masih belum  menganggap kesehatan sebagai suatu kebutuhan utama dan investasi berharga di  dalam menjalankan pembangunan sehingga alokasi dana kesehatan hingga kini  masih tergolong rendah bila dibandingkan dengan negara lain.
Untuk itu, sudah saatnya kita melihat persoalan kesehatan sebagai suatu  faktor utama dan investasi berharga yang pelaksanaannya didasarkan pada sebuah  paradigma baru yang biasa dikenal dengan paradigma sehat, yakni paradigma   kesehatan yang mengutamakan upaya promotif dan preventif tanpa mengabaikan  kuratif dan rehabilitatif.
Dalam rangka implementasi paradigma sehat tersebut, dibutuhkan sebuah  undang-undang yang berwawasan sehat, bukan undang-undang yang berwawasan  sakit.
Oleh karena itu, perlu dibentuk kebijakan umum kesehatan yang dapat  dilaksanakan oleh semua pihak dan sekaligus dapat menjawab tantangan era  globalisasi dan dengan semakin kompleksnya permasalahan kesehatan dalam  suatu Undang-Undang Kesehatan yang baru untuk menggantikan Undang-Undang  Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.
3. Pengertian Tindak Pidana Berbicara tentang hukum pidana tidak akan terlepas dari masalah pokok  yang menjadi titik perhatianya. Masalah pokok dalam hukum pidana tersebut  meliputi masalah tindak pidana (perbuatan jahat), kesalahan dan pidana serta  korban.
5 Istilah tindak pidana adalah berasal dari istilah yang dikenal dalam  hukum pidana Belanda yaitu “strafbaar feit”. Istilah ini terdapat dalam WvS  Belanda dan demikian juga dalam Wvs Hindia Belanda (KUHP), tetapi tidak ada  penjelasan resmi tentang apa yang dimaksud dengan strafbaar feit itu.
6 Strafbaar feit, terdiri dari 3 kata, yakni straf, baar dan feit. Berbagai istilah  yang digunakan sebagai terjemahan dari  strafbaar feit  itu, ternyata  straf  diterjemahkan sebagai pidana dan hukum. Perkataan baar diterjemahkan dengan  5 Fuat Usfa & Tongat, Pengantar Hukum Pidana, UMM Press, , Malang ,2004 ,hal 31 6 Adami Chazawi, Pengantar Hukum Pidana Bag 1, Grafindo, Jakarta ,2002, hal 67  dapat dan boleh, sedangkan untuk kata feit  diterjemahkan dengan tindak,  peristiwa, pelanggaran dan perbuatan 7 Tindak pidana merupakan suatu peristiwa dasar dalam hukum pidana.
Tindak pidana merupakan suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah  ”perbuatan jahat” atau “kejahatan” (crime) yang bisa diartikan secara yuridis atau  kriminologis. Isi dari pengertian tindak pidana tersebut dalam kenyataanya tidak  ada kesatuan pendapat diantara para sarjana.
.
8 Menurut Pompe, sebagaimana yang dikemukakan oleh Bambang  Poernomo 9 Sejalan dengan definisi atau pengertian menurut teori dan hukum positif di  atas, J.E Jonkers juga telah memberikan defenisi strafbaar feit menjadi dua  pengertiaan, sebagaimana yang dikemukakan Bambang Pornomo  , pengertian strafbaar feit dibedakan menjadi : a. Defenisi menurut teori memberikan pengertian “strafbaar feit” adalah suatu  pelanggaran terhadap norma, yang dilakukan karena kesalahan si pelanggar  dan diancam dengan pidana untuk mempertahankan tata hukum dan  menyelamatkan kesejahteraan umum ; b. Definisi menurut hukum positif, merumuskan pengertian “strafbaar feit”  adalah suatu kejadiaan (feit)  yang oleh peraturan perundang-undangan  dirumuskan sebagai perbuatan yang dapat dihukum.
10 7 Adawi Chazawi. Op. Cit, hal 69 8 Sudarto, Hukum Pidana I, Yayasan Sudarto, Semarang ,1990, hal. 40 9 Bambang Poernomo, Asas-asas Hukum Pidana, Ghalia Indonesia, Jakarta, hal 91 10 Ibid , yaitu : a. Definisi pendek memberikan pengertian “strafbaar feit” adalah suatu kejadian  (feit) yang dapat diancam pidana oleh Undang-Undang.
 b. Definis panjang atau lebih dalam memberikan pengertian “strafbaar feit”  adalah suatu kelakuan yang melawan hukum berhubung dilakukan dengan  sengaja atau alfa oleh orang yang dapt dipertanggungjawabkan.
Menurut definisi pendek pada hakekatnya menyatakan bahwa pastilah  untuk setiap delik yang dapat dipidana harus berdasarkan Undang-Undang yang  dibuat oleh pembentuk Undang-Undang, dan pendapat umum tidak dapat  menentukan lain daripada apa yang telah ditetapkan dalam Undang-undang.
Definisi yang panjang lebih menitikberatkan kepada sifat melawan hukum dan  pertanggung jawaban yang merupakan unsur-unsur yang telah dirumuskan secara  tegas didalam setiap delik, atau unsur yang tersembunyi secara diam-diam  dianggap ada.
11 Pendapat Moeljanto sebagaimana yang dikemukakan oleh E.Y Kanter dan  S.R Sianturi 12 Pengertian perbuatan hukum pidana tidaklah diikuti oleh hukum pidana  kita. Menurut sistem hukum adat tidaklah diadakan pemisahan antara pelanggaran  , memilih “perbuatan pidana” sebagai terjemahan dari “strafbaar  feit”.  Beliau memberikan perumusan atau pembatas sebagai perbuatan yang  dilarang dan diancam dengan pidana, barangsiapa melanggar larangan tersebut  dan perbuatan itu harus pula betul-betul dirasakan oleh masyarakat sebagai  perbuatan yang tidak boleh menghambat akan tercapainya tata pergaulan  masyarakat yangdicita-citakan. Makna perbuatan pidana, secara mutlak harus  termasuk dalam unsur formil, yaitu mencocoki rumusan Undang-Undang, dan  Unsur materil, yaitu sifat bertentangan dengan cita-cita mengenai pergaulan  masyarakat atau sifat melawan hukum (rechtswiradigkeit).
11 Ibid.
12 EY. Kanter & Sianturi, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapanya, Storia Grafika,  Jakarta 2002, hal 208   hukum yang memungkinkan reaksi dalam lapangan hukum pidana dan  pelanggaran hukum yang hanya dapat digugat di lapangan hukum perdata.
Berdasarkan hal tersebut, apabila terjadi suatu pelanggaran hukum maka petugas  hukum mengambil tindakan konkrit (inilah reaksi adat) guna membetulkan hukum  yang dilanggar.
13 Satochid Kartanegara 14 Secara literlijk kata “straf” artinya pidana, “baar” artinya dapat atau boleh  dan “feit” adalah perbuatan. Kaitannya dengan istilah strafbaar feit secara utuh  ternyata diterjemahkan juga dengan kata hukum, padahal sudah lazim hukum itu  adalah berupa terjemahan dari kata recht seolah-olah arti straf sama dengan recht,  yang sebenarnya tidak demikian halnya.
menganjurkan pemakaian istilah “tindak pidana”  hal ini karena istilah tindak (tindakan) , mencakup pengertian melakukan atau  perbuatan dan/atau pengertian tidak melakukan, tidak berbuat (passive handeling).
Istilah perbuatan berarti melakukan, berbuat tidak mencakup pengertian  mengakibatkan. Istilah peristiwa tidak menunjukkan kepada hanya tindakan  manusia, sedangkan terjemahan pidana untuk straffbaar adalah sudah tepat.
15 Kata “baar” mempunyai 2 istilah yang digunakan yakni boleh dan dapat.
Secara literlijk bisa kita terima. Kata feit biasa digunakan 4 istilah yakni tindak,  peristiwa, pelanggaran dan perbuatan. Secara literlijk  feit memang lebih pas  untuk diterjemahkan sebagai perbuatan. Kata perbuatan lebih lazim digunakan  dalam perbendaharaan hukum kita untuk mengartikan dari istilah overtreding  13 Roeslan Saleh. Perbuatan Pidana Dan Pertanggungjawaban Pidana, Aksara baru, Jakarta, hal.
15  14 Satochid Kartenegara, Hukum Pidana Bag I, Balai lektur Mahasiswa, hal. 74 15 Adawi Chazawi. Op. Cit. Hal.69   sebagai lawan dari istilah misdrijven (kejahatan) terhadap kelompok tindak pidana  masing-masing dalam buku III dan buku II KUHP.
16 Kata “peristiwa”, menggambarkan pengertian yang lebih luas dari  pengertian perbuatan. Hal ini karena peristiwa tidak saja menunjuk kepada  perbuatan manusia melainkan mencakup pada seluruh kejadian yang tidak saja  disebabkan oleh adanya perbuatan manusia semata tetapi juga oleh alam seperti  matinya orang karena disambar petir atau tertimbun tanah longsoryang tidak  masuk dalam hukum pidana. Peristiwa baru menjadi penting dalam hukum pidana  apabila kematian orang itu diakibatkan oleh perbuatan manusia (pasif maupun  aktif).
17 Istilah “tindak” memang telah lazim digunakan dalam peraturan  perundang-undangan walaupun masih dapat diperdebatkan juga ketepatanya.
Tidak menunjuk pada hal kelakuan manusia dalam arti positif (handelen) semata,  dan tidak termasuk kelakuan manusia yang pasif atau negatif (nalaten). Pengertian  sebenarnya dalam istilah feit itu adalah termasuk baik perbuatan aktif maupun  perbuatan pasif tersebut. Perbuatan aktif artinya suatu bentuk perbuatan yang  untuk mewujudkanya diperlukan /disyaratkan adanya suatu gerakan dari tubuh  atau bagian tubuh manusia, misalnya mengambil pasal 362 KUHP “Barang siapa  mengambil suatu barang yang sama sekali atau sebagian termasuk kepunyaan  orang lain, dengan maksud untuk memiliki barang itu dengan melawan hak,  dihukum, karena pencurian” atau merusak pasal 406 KUHP “Barang siapa  dengan sengaja dan dengan melawan hakmembinasakan, merusak, membuat  sehinga tidak bisa dipakai lagi atau menghilangkan suatu barang yang sama sekali  16 Ibid.
17 Ibid  atau sebagianya kepunyaan orang lain, dihukum penjara delapan bulan atau  denda”. Perbuatan pasif adalah suatu perbuatan tanpa melakukan suatu perbuatan  fisik apapun oleh karenanya, dengan demikian seorang tersebut telah  mengabaikan kewajiban hukumnya, misalnya perbuatan tidak menolong pasal 351  KUHP “Barang siapa menyaksikan sendiri ada orang didalam keadaan maut, lalai  memberikan atau mengadakan pertolongan kepadanya sedang pertolongan itu  dapat diberikannyaatau diadakanyadengan tidak atau menguatirkanya, bahwa iya  sendiri atau orang lain akan kena bahaya dihukum kurungan” atau perbuatan  membiarkan pasal 304 KUHP “Barang siapa dengan sengaja menyebabkan atau  membiarkan orang dalam kesengsaraan, sedang dia wajib memberikan kehidupan  perawatan atau pemeliharaan pada orang itu karena hukum yang berlaku atasnya  atau karena perjanjian, dihukum penjara”.
18 18 Ibid 4. PENGERTIAN SEDIAN FARMASI Adapun yang dimaksud dengan sediaan farmasi dalam Undang-Undang  No.36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan dan Peraturan pemerintah No.72 Tahun  1998 Tentang pengamanan sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat  tradisional dan kosmetik.
Obat dapat didefinisikan sebagai  bahan yang menyebabkan perubahan  dalam fungsi biologis melalui proses kimia. Sedangkan definisi yang lengkap,  obat adalah bahan atau campuran bahan yang digunakan untuk : 1. Pengobatan, peredaan, pencegahan atau diagnosa suatu penyakit, kelainan fisik  atau gejala-gejalanya pada manusia atau hewan; atau  2. Dalam pemulihan, perbaikan atau pengubahan fungsi organik pada manusia  atau hewan.
Obat dapat merupakan bahan yang disintesis di dalam tubuh (misalnya :  hormon, vitamin D) atau merupakan merupakan bahan-bahan kimia yang tidak  disintesis di dalam tubuh.
Penggolongan sederhana dapat diketahui dari definisi yang lengkap di atas  yaitu obat untuk manusia dan obat untuk hewan. Selain itu ada beberapa  penggolongan obat yang lain, dimana penggolongan obat itu dimaksudkan untuk  peningkatan keamanan dan ketepatan penggunaan serta pengamanan distribusi.
Berdasarkan undang-undang obat digolongkan dalam : 1. Obat Bebas 2. Obat Keras 3. Obat Psikotropika dan Narkoba Berikut penjabaran masing-masing golongan tsb :  1. OBAT BEBAS Obat bebas adalah obat yang boleh digunakan  tanpa  resep dokter (disebut  obat OTC= Over The Counter), terdiri atas obat bebas dan obat bebas terbatas.
1.1. Obat bebas Ini merupakan tanda obat yang paling “aman” .  Obat bebas, yaitu obat  yang bisa dibeli bebas di apotek, bahkan di warung, tanpa resep dokter, ditandai  dengan lingkaran hijau bergaris tepi hitam. Obat bebas ini digunakan untuk  mengobati gejala penyakit yang ringan. Misalnya : vitamin/multi vitamin (Livron  B Plex, ) 1.2. Obat bebas terbatas  Obat bebas terbatas (dulu disebut daftar W). yakni obat-obatan yang dalam  jumlah tertentu masih bisa dibeli di apotek, tanpa resep dokter, memakai tanda  lingkaran biru bergaris tepi hitam. Contohnya, obat anti mabuk (Antimo), anti flu  (Noza). Pada kemasan obat seperti ini biasanya tertera peringatan yang bertanda  kotak kecil berdasar warna gelap atau kotak putih bergaris tepi hitam, dengan  tulisan sebagai berikut : P.No. 1: Awas! Obat keras. Bacalah aturan pemakaiannya.
P.No. 2: Awas! Obat keras. Hanya untuk bagian luar dari badan.
P.No. 3: Awas! Obat keras. Tidak boleh ditelan.
P.No. 4: Awas! Obat keras. Hanya untuk dibakar.
P.No. 5: Awas! Obat keras. Obat wasir, jangan ditelan 19 Apabila menggunakan obat-obatan yang dengan mudah diperoleh tanpa  menggunakan resep dokter atau yang dikenal dengan Golongan Obat Bebas dan  Golongan Obat Bebas Terbatas, selain meyakini bahwa obat tersebut telah  memiliki izin beredar dengan pencantuman nomor registrasi dari Badan Pengawas  Obat dan Makanan atau Departemen Kesehatan, terdapat hal- hal yang perlu  Memang, dalam keadaaan dan batas-batas tertentu; sakit yang ringan  masih dibenarkan untuk melakukan pengobatan sendiri, yang tentunya juga obat  yang dipergunakan adalah golongan obat bebas dan bebas terbatas yang dengan  mudah diperoleh masyarakat. Namun apabila kondisi penyakit semakin serius  sebaiknya memeriksakan ke dokter. Dianjurkan untuk tidak sekali-kalipun  melakukan uji coba obat sendiri terhadap obat – obat yang seharusnya diperoleh  dengan mempergunakan resep dokter.
19 www. Phapros.com, Mengenal Penggolongan Obat, terakhir kali di akses 10 februari 2010  diperhatikan, diantaranya: Kondisi obat apakah masih baik atau sudak rusak,  Perhatikan tanggal kadaluarsa (masa berlaku) obat, membaca dan mengikuti  keterangan atau informasi yang tercantum pada kemasan obat atau pada brosur /  selebaran yang menyertai obat yang berisi tentang Indikasi merupakan petunjuk  kegunaan obat dalam pengobatan  Kontra-indikasi (yaitu petunjuk penggunaan obat yang tidak  diperbolehkan), efek samping (yaitu efek yang timbul, yang bukan efek yang  diinginkan), dosis obat (takaran pemakaian obat), cara penyimpanan obat, dan  informasi tentang interaksi obat dengan obat lain yang digunakan dan dengan  makanan yang dimakan.
2. OBAT KERAS Obat keras (dulu disebut obat daftar G = gevaarlijk = berbahaya) yaitu  obat berkhasiat keras yang untuk memperolehnya harus dengan resep dokter,  memakai tanda lingkaran merah bergaris tepi hitam dengan tulisan huruf K di  dalamnya. Obat-obatan yang termasuk dalam golongan ini adalah antibiotik  (tetrasiklin, penisilin, dan sebagainya),  serta obat-obatan yang mengandung  hormon (obat kencing manis, obat penenang, dan lain-lain) Obat-obat ini berkhasiat keras dan bila dipakai sembarangan bisa  berbahaya bahkan meracuni tubuh, memperparah penyakit atau menyebabkan  mematikan.
3. PSIKOTROPIKA DAN NARKOTIKA Obat-obat ini sama dengan narkoba yang kita kenal dapat menimbulkan  ketagihan dengan segala konsekuensi yang sudah kita tahu.
 Karena itu, obat-obat ini mulai dari pembuatannya sampai pemakaiannya  diawasi dengan ketat oleh Pemerintah dan hanya boleh diserahakan oleh apotek  atas resep dokter. Tiap bulan apotek wajib melaporkan pembelian dan  pemakaiannya pada pemerintah.
3.1.PSIKOTROPIKA Psikotropika adalah Zat/obat yang dapat menurunkan aktivitas otak atau  merangsang susunan syaraf pusat dan menimbulkan kelainan perilaku, disertai  dengan timbulnya halusinasi (mengkhayal), ilusi, gangguan cara berpikir,  perubahan alam perasaan dan dapat menyebabkan ketergantungan serta  mempunyai efek stimulasi (merangsang) bagi para pemakainya.
Menurut Undang-Undang   No.5/1997 psikotropika dibedakan dalam 4  golongan sebagai berikut: •  Psikotropika golongan I : Psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk  tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai  potensi amat kuat mengakibatkan sindrom ketergantungan, contoh: MDMA,  ekstasi, LSD, ST •  Psikotropika golongan II : Psikotropika yang berkhasiat untuk pengobatan dan  dapat digunakan dalam terapi dan atau tujuan ilmu pengetahuan serta  mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindrom ketergantungan, contoh:  Amfetamin, fesiklidin, sekobarbital, metakualon,metilfenidat (Ritalin) •  Psikotropika golongan III : Psikotropika yang berkhasiat untuk pengobatan dan  banyak digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta   mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindrom ketergantungan, contoh :  Fenobarbital, flunitrazepam •  Psikotropika golongan III : Psikotropika yang berkhasiat untuk pengobatan dan  sangat luas digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan ilmu pengetahuan  serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindrom ketergantungan,  contoh: Diazepam, klobazam, bromazepam, klonazepam, khlordiazepoxide,  nitrazepam (BK, DUM, MG).
20 Bentuk psiotropika a. Ekstasi  Ekstasi adalah salah satu obat bius yang di buat secara ilegal di sebuah  laboratorium dalam bentuk tablet atau kapsul.Ekstasi dapat membuat tubuh si  pemakai memiliki energi yang lebih dan juga bisa mengalami dehidrasi yang  tinggi. Sehingga akibatnya dapat membuat tubuh kita untuk terus bergerak.
b.Amfetamin Nama aslinya methamphetamine. Berbentuk kristal seperti gula atau bumbu  penyedap masakan. Jenisnya antara lain yaitu gold river, coconut dan kristal.
Sekarang ada yang berbentuk tablet.Obat ini dapat di temukan dalam bentuk  kristal dan obat ini tidak mempunyai warna maupaun bau, maka ia di sebut  dengan kata lain yaitu Ice. Obat ini juga mempunyai pengaruh yang kuat terhadap  syaraf.
c.Diazepam Sedatif (obat penenang) dan hipnotikum (obat tidur). Nama jalanan BDZ antara  20 penjelasan Undang-Undang No.5 tahun 1997 tentang Psiotropika  lain BK, Lexo, MG, Rohip, Dum. Cara pemakaian BDZ dapat diminum, disuntik  intravena, dan melalui dubur.
21 3.2 NARKOTIKA Adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik  sintetis maupun semi sintetis yang dapat menimbulkan pengaruh-pengaruh  tertentu bagi mereka yang menggunakan dengan memasukkannya ke dalam tubuh  manusia.
Pengaruh tersebut berupa pembiusan, hilangnya rasa sakit, rangsangan  semangat , halusinasi atau timbulnya khayalan-khayalan yang menyebabkan efek  ketergantungan bagi pemakainya.
Menurut Undang-Undang No 35 tahun 2009, Narkotika dibagi menjadi 3  golonggan, yaitu : •  Narkotika Golongan I  adalah Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan  pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta  mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan.
Merupakan kelompok narkotika yang terdiri atas : tanaman papaver  somniferum, opium mentah, opium masak, erythroxylon cocae (koka),  cannabis satira (ganja), tetra hydro cannabinol •  Narkotika Golongan II adalah Narkotika berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan  terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan  pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi  21 http/www.henrydunan.blogspot.com, Rekaman Medis, terakhir kali di akses 18 februari 2010  mengakibatkan ketergantungan. Merupakan kelompok narkotika yang  terdiri atas : alpha-cethyl-metadol, alpha-medprodina, alpha-prodine,  phentanyl, pethidine, methadone •  Narkotika Golongan III adalah Narkotika berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam  terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu  pengetahuan serta  mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan. Merupakan  kelompok narkotika yang terdiri atas : asetildihidrokodeina, kodeina, etil  morfina.
22 Obat tradisional dilarang menggunakan bahan kimia hasil isolasi atau  sintetik berkhasiat obat, narkotika atau psikotropika,  hewan atau tumbuhan yang  dilindungi, dan bahan kimia obat di dalam obat tradisional. Ini sesuai dengan  Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia  Nomor 246/Menkes/Per/V/1990  (Permenkes 246/1990) tentang Izin Usaha Industri Obat Tradisional dan  Pendaftaran Obat Tradisional.
BahanObat adalah sesuatu yang dapat dipergunakan atau dipakai untuk  tujuan membuat obat. Baik itu bahan kimia, tumbuhan, bahan mineral atau  campuran dari bahan tersebut.
Obat tradisional adalah bahan atau ramuan yang berupa bahan tumbuhan,  bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut yang  secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman.
23 Kosmetik adalah bahan atau sediaan yang dimaksud untuk digunakan pada  bagian luar tubuh manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir dan organ genital  22 penjelasan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika 23 www.tesishukum.com, op cit  bagian luar) atau gigi dan mukosa mulut terutama untuk membersihkan,  mewangikan, untuk mengubah penampilan dan atau memperbaiki bau badan  atau memelihara tubuh pada kondisi baik.
 Menurut  Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia Nomor Hk.00.05.4.1745 Tentang Kosmetik. Kosmetik dibagi  2 (dua) golongan Berdasarkan bahan dan penggunaannya  1. Kosmetik golongan I adalah : a. Kosmetik yang digunakan untuk bayi; b. Kosmetik yang digunakan disekitar mata, rongga mulut dan mukosa lainnya; c. Kosmetik yang mengandung bahan dengan persyaratan kadar dan penandaan; d. Kosmetik yang mengandung bahan dan fungsinya belum lazim serta belum diketahui keamanan dan kemanfaatannya.
2. Kosmetik golongan II adalah kosmetik yang tidak termasuk golongan I 5. Putusan No. 1902/ PID B/ 2004/ PN Medan Putusan ini merupakan putusan perkara tindak pidana mengedarkan  sediaan farmasi tanpa izin edar. Terdakwa dalam kasus ini telah terbukti  mengedarkan sediaan farmasi atau alat kesehatan tanpa izin edar, yang hanya  dapat diedarkan setelah mendapat izin edar.
Bahwa dalam pemeriksaan yang dilakukan oleh petugas Balai Besar  Pengawas Obat dan Makanan Medan berdasarkan surat perintah Tugas Kepala  Balai Besar Pengaawas Obat dan Makanan di Medan No : PO.02.02.82.824.2550.
Menemukan sejumlah obat yang tidak terdaftar atau tanpa izin edar di dalam toko  obat berijin milik terdakwa.
 F. Metode penulisan 1. Pendekatan Masalah Penelitian yang digunakan untuk menjawab persoalan dalam skripsi ini  adalah dengan menggunakan metode Yuridis Normatif dan Yuridis Empiris.
Penelitian yuridis normatif dinamakan juga dengan penelitian hukum normatif  atau penelitian hukum doktrinal Menurut Soerjono Soekamto sebagaimana dikemukakan oleh burhan  ashofa, bentuk penelitian normatif (doktrinal) ini dapat berupa: 24 1. Inventaris hukum positif 2. Penemuan azas hukum 3. Penemuan hukum in concreto 4. Perbandingan hukum 5. Sejarah hukum Soetandyo Wignosoebroto sebagaimana dikemukakan oleh Bambang  Sunggono, membagi penelitian hukum doktrinal sebagai berikut: 25 1. Penelitian yang berupa usaha inventarisasi hukum positif 2. Penelitian yang berupa penemuaan azas-azas dan dasar- dasar falsafah ( dogma  atau doktrinal ) hukum positif 3. Penelitian yang berupa usaha penemuan hukum in concreto yang layak  diterapkan untuk menyelesaikan suatu perkara tertentu.
Penelitian yuridis empiris merupakan penelitian yang dilakukan dengan  melakukan study langsung dilapangan atau pada instansi-instansi terkait guna  memperoleh data-data yang berkaitan penulisan skripsi.
24 Burhan Ashofa, Metode Penelitian Hukum, Rieneke Cipta, Jakarta ,1996 ,hal 14 25 Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, 1998, hal 43  2. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di kota Medan, alasan dipilihnya kota Medan  dikarenakan terdapat kasus mengenai tindak pidana mengedarkan sediaan farmasi  tanpa izin edar yang  penyelesaiannya belum   memuaskan, dalam hal ini  penelitian lapangan penulis melakukannya di Pengadilan Negeri Medan, untuk  mendapat gambaran atau bahan akurat dengan penulisan skripsi ini.
3. Sumber Dan Pengumpulan Data Jenis data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah: i.  Data primer yaitu data yang dilakukan melalui studi lapangan.
26 ii.  Data skunder, diperoleh melalui studi pustaka yaitu dengan melakukan  penelitian terhadap berbagai sumber pustaka buku-buku, dokumen-dokumen  resmi hasil penelitian yang berwujud laporan, peraturan perundang-undangan  yang terkait dengan tindak pidana mengedarkan sedian farmasi tanpa izin  edar.
 Dilakukan  dengan menggali dan memahami secara mendalam persepsi mengenai Tindak  Pidana “Mengedarkan Sediaan Farmasi Tanpa Izin Edar studi Putusan  No.1902/ Pid B/ 2004/ Pengadilan Negeri Medan” sehingga dapat dijadikan  untuk menjawab permasalahan dalam skripsi ini. Studi lapangan ini dilakukan  melalui pembahasan mengenai kasus No.1902/ Pid B/ 2004/ PengadilanNegeri  Medan. Jadi lapangan pokok bahasan dalam skripsi ini yaitu : Pengadilan  Negeri Medan.
27 26 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI-Press, Jakarta, 1984 hal 12 27 Loc.cit  4. Metode Dan Analisis Data Data yang diperoleh melalui pustaka dikumpulkan dan diurutkan lalu di  organisasikan dalam satu pola, kategori dan satuan uraian dasar.
28 G. Sistematika Penulisan Analisis data  yang dilakukan dalam penulisan skripsi ini adalah dengan cara kualitatif, yaitu  menganalisis melalui data lalu mengorganisasikan dalam pendapat atau tanggapan  dari responden dan data-data yang diperoleh dari lapangan, kemudian dianalisis  secara kualitatif sehingga memperoleh data yang dapat menjawab permasalahan  dalam skripsi ini.
Sisitematika penulisan skripsi ini dibagi dalam beberapa bab, dimana  masing-masing bab diuraikan permasalahanya secara tersendiri, namun dalam  konteks yang saling terkait antara satu dengan yang lainnya. Secara sistematika  penulis penulis menempatkan materi pembahasan keseluruhanya dalam beberapa  bab berikut ini: Bab I   Pendahuluan: Dalam bab ini akan dibahas mengenai latar belakang permasalahan,  permasalahan, tujuan dan manfaat penulisan, tinjauan kepustakaan,  metode penulisan dan sistematika penulisan.
Bab II   Pengaturan Tindak Pidana Mengedarkan Sediaan Farmasi Tanpa  Izin Edar Dalam Hukum Positif Indonesia Dalam bab ini akan dibahas mengenai pengaturan hukum terhadap  tindak pidana mengedarkan sediaan farmasi tanpa izin edar.
28 Lexy Moelong, Metode penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya Cetakan ke-10, Bandung,  1999, halaman 103  Bab III  Studi Kasus Putusan No. 1902 / Pid B / 2004 / PN Medan Dalam hal ini akan dibahas mengenai penerapan Undang-Undang No.
23 Tahun 1992 tentang Kesehatan dan Undang-Undang No.36 tahun  2009 tentang Kesehatan. STUDI PUTUSAN NO. 1902 /PID B/ 2004 /  PN MEDAN,  apa saja yg menjadi unsur-unsur tindak pidana mengedarkan sediaan farmasi dan pertanggung jawaban pidananya.
Bab IV Upaya   Penaggulangan Tindak Pidana Mengedarkan Sediaan  Farmasi Tanpa Izin Edar Dan Upaya  Dalam bab ini dibahas mengenai upaya penangulangan tindak pidana  mengedarkan sediaan farmasi tanpa izin edar melalui kenijakan penal  dan non penal.
Bab V   Penutup Dalam bab ini akan diambil kesimpulan yang disertai dengan saran dari  penulis melalui penelitian yang dilakukan oleh penulis.
  

Download lengkap Versi Word

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi