BAB I .
PENDAHULUAN .
A. Latar Belakang .
Gelombang penegakan
hukum terus bergerak. Semangat menempatkan hukum sebagai instrumen untuk mencegah terjadinya
kekacauan di masyarakat merupakan usaha yang
patut didukung. Terlebih lagi, ada prinsip dasar yang nyaris hilang dalam
kehidupan negara, yakni ambruknya hukum
akan memberikan ancaman serius terhadap hilangnya peradaban manusia. Tidak terkecuali bagi lembaga perbankan yang
kegiatannya berkaitan dengan kepentingan
orang banyak. Pertumbuhan transaksi dan banyaknya produk yang ditawarkan oleh dunia perbankan telah
memperbesar risiko terhadap bank itu sendiri.
Oleh karena itu,
lembaga perbankan membutuhkan pengaturan teknis secara rinci dan sistematis untuk menekan potensi risiko yang
akan timbul. Kesadaran akan perlunya suatu sistem pengaturan ini menjadi perhatian Committee on Banking Regulations and Supervisory
Practices (Basel Committee) yang keanggotaannya
terdiri dari para gubernur bank sentral.
Basel committee merekomendasikan
agar negara pesertanya mengadopsi dan menerapkan prinsip prudential regulation dan pengawasan
perbankan. Rekomendasi itu dituangkan dalam Basel Accord I dan disempurnakan dalam Basel
Accord II. Bank Indonesia menuangkan prinsip
prudential dan pengawasan berdasarkan rekomendasi Basel Committee tersebut dalam berbagai peraturan. Ketentuan itu
antaralain tentang kewajiban penyediaan Pradjoto “Penegakan Hukum Perbankan”, column,
Senin 27 Februari 2006, www.investorindonesia.comdiakses
tanggal 20 Oktober 2008 modal minimum,
batas maksimum pemberian kredit,
kualitas aktiva produktif, kewajiban
penyisihan penghapusan aktiva produktif, restrukturisasi kredit, dan laporan keuangan tahunan. Bank Indonesia juga
mengadopsi Basel Acccord dalam peraturan mengenai posisi devisa neto, pengawasan
likuiditas, prinsip kehati-hatian dalam penyertaan
modal, prinsip kehati-hatiandalam transaksi efek beragun aset maupun ketentuan yang bersifat self-regulatory
banking yang mewajibkan bank menyusun ketentuan
internal mengenai pedoman manajemen risiko.
Berkaitan dengan penerapan prinsip
kehati-hatian pada bank atau yang dikenal dengan prudential banking dalam rangka
mengatur lalu lintas kegiatan perbankan, salah satu upaya agar prinsip tersebut dapat
diterapkan adalah penerapan Prinsip Mengenal Nasabah. Prinsip Mengenal Nasabah yang lebih
dikenal dengan Know Your Customer Principles
(KYCP) adalah prinsip yang diterapkan bank untuk mengetahui identitas nasabah, memantau kegiatan transaksi nasabah
termasuk pelaporan transaksi yang mencurigakan
dan sudah menjadi kewajiban bank untuk menerapkannya.
Penerapan Prinsip
Mengenal Nasabah dalam transaksi perbankan merupakan faktor yang penting dalam melindungi tingkat
kesehatan bank. Hal ini dikarenakan dengan
adanya prinsip ini berarti bank telah menerapkan prudential banking, dengan demikian bank akan terhindar dari berbagai
risiko yang dapat mengganggu tingkat kesehatan
bank itu sendiri.
Tingkat kesehatan
suatu bank merupakan kepentingan semua pihak yang terkait, baik pemilik dan pengelola bank, masyarakat
pengguna jasa bank maupun Bank Indonesia
sebagai pembina dan pengawas bank. Sesuai dengan tanggung jawabnya, masing-masing pihak tersebut perlu
mengikatkandiri dan secara bersama-sama berupaya Ibid mewujudkan
bank yang sehat. Oleh karenaitu, adanya ketentuan mengenai tingkat kesehatan bank adalah dimaksudkan sebagai : 1. tolak ukur bagi manajemen bank untuk
menilai apakah pengelolaan bank telah dilakukan
sejalan dengan asas-asas perbankan yang sehat dan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku; 2. tolak ukur untuk menetapkan arah pembinaan
dan pengembangan bank, baik secara
individual maupun perbankan secara keseluruhan.
Pelaksanaan Prinsip Mengenal Nasabah (know
your customer principles) merupakan hal
yang relatif baru untuk industri jasa keuangan di Indonesia. Sebagai konsekuensinya tentu di dalam
pelaksanaannyaakan terdapat berbagai tanggapan baik yang bersifat pro maupun yang kontra. Ada
kekhawatiran penerapan Prinsip Mengenal Nasabah
ini akan berdampak kepada nasabah dan volume bisnis pada industri jasa keuangan yang bersangkutan.
Kalau dilihat dari
undang-undang yang ada, khususnya Undang-Undang No 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan, Prinsip Mengenal
Nasabah sebenarnya bertentangan dengan
prinsip kerahasiaan bank yang terdapat dalam Pasal 40 yang berbunyi: (1) “Bank wajib merahasiakan keterangan
mengenai Nasabah Penyimpan dan simpanannya,
kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41 A, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, dan Pasal 44
A”.
(2) “Ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku pula bagi Pihak Terafiliasi”.
Cakupan rahasia
bank sesuai denganUU No 10 Tahun 1998 terbatas pada nasabah yang mempunyai simpanan dalam bentuk
giro, deposito, atau tabungan, yakni sisi
pasiva bank. Sesuai dengan penjelasan Pasal 40, yang wajib dirahasiakan oleh
bank Rachmadi Usman, 2001, Aspek-aspek
Hukum Perbankan Di Indonesia, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hal. 29.
hanya kedudukan nasabah sebagai penyimpan
dana. Rahasia bank adalah salah satu unsur yang harus dimiliki oleh setiap bank sebagai
lembaga kepercayaan masyarakat yang mengelola
dana masyarakat, tetapi tidak seluruh aspek harus dirahasiakan. Hal tersebut berbeda dari definisi rahasia bank menurutUU
No 7/1992 yang menyebutkan segala sesuatu
yang berhubungan dengan keuangan dan lain-lain dari nasabah yang menurut kelaziman dunia perbankan wajib dirahasiakan.
Dalam Pasal 40 Ayat (1) UU No 7/1992 dijelaskan,
menurut kelaziman yang wajib dirahasiakan oleh bank adalah seluruh data dan informasi mengenai segala sesuatu yang
berhubungan dengan keuangan dan hal-hal lain
dari orang dan badan yang diketahui oleh bank karena kegiatan usahanya. Dengan demikian, definisi rahasia bank menurutUU No
7/1992 lebih luas karena mencakup seluruh
data mengenai keuangan nasabah.
Kerahasiaan
merupakan jiwa dunia perbankan yang sudah ada sejak dulu, Namun dalam praktek, kerahasiaan bank sering
menimbulkan benturan antaraprivasi seseorang dengan kepentingan umum. Jika hal ini terjadi,
yang harus dikesampingkan adalah kepentingan
privasi. Masalahnya, sejauh mana makna kepentingan umum itu ditafsirkan.
Disamping itu,
adanya ketentuan penerapan prinsip mengenal nasabah berarti akan memperlonggar ketentuan asas kerahasiaan bank
(bank secrecy). Dengan demikian kepercayaan masyarakat terhadap lembaga
perbankan akan berkurang, dimana masyarakat
tidak mau lagi menanamkan dananya pada bank dan memindahkan dananya ke luar negeri. Hal ini tentu saja membuat
lembaga perbankan ibarat memakan buah simalakama.
Mengingat penerapan
Prinsip Mengenal Nasabah adalahhal yang relatif baru untuk industri jasa keuangan yaitu perbankan,
maka tinjauan hukum dan penelitian terhadap
efektivitas kebijakan yang sudah ada dan akan dikeluarkan pemerintah sedikit banyak akan memperkaya khasanah pengetahuan
yang dapat berguna bagi masyarakat umum.
B. Perumusan
Masalah Berlatar belakang uraian di atas, penulis merumuskan permasalahan
sebagai berikut : 1.
Upaya-upaya apakah yang dilakukan oleh Bank Mandiri dalam melaksanakan
Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your
Customer Principles) pada transaksi perbankan ? 2.
Hambatan-hambatan apakah yang dihadapi oleh Bank Mandiri dalam
melaksanakan Prinsip Mengenal Nasabah
(Know Your Customer Principles) pada
transaksi perbankan? C. Tujuan dan Manfaat Penulisan Yang menjadi
tujuan penelitian ini adalah: 1. Tujuan
Subyektif Yaitu untuk memperoleh data dan informasi yang berkaitan dengan
penyelesaian penulisan hukum sebagai
syarat untuk menyelesaikan studi di Fakultas Hukum dan
memperoleh gelar kesarjanaan.
2. Tujuan Obyeklif a.
Untuk mengetahui upaya-upaya apa yang dilakukan oleh Bank Mandiri dalam melaksanakan prinsip mengenal nasabah pada
transaksi perbankan.
b.
Untuk mengetahui faktor-faktor apakah yang menghambat penerapan Prinsip Mengenal Nasabah dalam transaksi perbankan
berkaitan dengan masalah kerahasiaan
bank (bank secrecy) yang diatur dalam Pasal 40 UU No 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan.
Penelitian ini
diharapkan bermanfaat bagi.
1. Manfaat Teoritis
Menambahkan pengetahuan dan wawasan bagi penulis mengenai dunia perbankan dalam tinjauan yuridis khususnya, tentang
Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Prinsip Mengenal
Nasabah (Know Your Customer Principles) Dalam Transaksi Perbankan. Serta melatih keterampilan dalam melakukan
penelitian dan penulisan karya ilmiah sebagai perwujudan Tri Dharma Perguruan Tinggi yaitu
dharma penelitian sekaligus sebagai sumbangan
bagi pengembangan ilmu pengetahuan hukum.
2. Manfaat Praktis Membantu
memperkuat sektor perbankan Indonesia sehingga menjadi bank yang sehat, kokoh dan tangguh, khususnya dalam
penanganan tindak pidana pencucian uang.
D. Tinjauan Pustaka
Dampak krisis moneter terhadap perbankan Indonesia yaitu memperburuk kinerja perbankan nasional. Hal demikian semakin
menjadi-jadi karena kondisi perbankan nasional
yang dijalankan dengan tidakmemegang prinsip kehati-hatian.
Muhammad Djumhana, 2000, Hukum Perbankan Di
Indonesia, PT Citra Aditya Bandung, hal.117
Prinsip kehati-hatian atau lebih
dikenal dengan prudential principle merupakan salah satu dari kebijakan Bank Indonesia yang
terdapat dalam paket kebijakan Januari tahun
2005. Paket kebijakan Bank Indonesia terdiri dari delapan kebijakan, mengenai berbagai transaksi perbankan, perbaikan dan
peningkatan prinsip kehati-hatian, governance,
dan penerapan praktek perbankan yang sehat.
Prinsip kehati-hatian (prudential principle)
sangat penting dalam menjaga tingkat kesehatan
bank. Prinsip ini harus diterapkan pada setiap kegiatan usaha bank, baik itu berupa penghimpun dana maupun dalam masalah
perkreditan.
Download lengkap Versi Word
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi