BAB I.
PENDAHULUAN.
A. Latar Belakang
Masalah.
Dalam kehidupan
sehari-hari manusia tak lepas dari kebutuhan yang bermacam-macam. Untuk memenuhi kebutuhan
tersebut manusia harus berusaha dengan
cara bekerja. Bekerja dapat dilakukan sendiri tanpa harus bekerja pada orang lain, misalnya dengan berwiraswasta.
Untuk berwiraswasta dibutuhkan modal kerja.
Untuk mendapatkan modal kerja tersebut ada berbagai cara yang dapat ditempuh, di antaranya adalah dengan meminjam
kepada pihak lain.
Adanya hubungan
pinjam-meminjam tersebut diawali dengan pembuatan kesepakatan antara peminjam (debitur) dan yang
meminjamkan (kreditur) yang dituangkan
dalam bentuk perjanjian. Perjanjian tersebut dapat berupa perjanjian lisan dapat pula dalam bentuk perjanjian
tertulis. Perjanjian utang-piutang dalam perjanjian tertulis ada yang dibuat dengan
akta di bawah tangan, ada pula yang dibuat
dengan akta notaris.
Perjanjian utang
piutang antara debitur dan kreditur dituangkan dalam perjanjian kredit. Perjanjian kredit memuat
hak dan kewajiban dari debitur dan kreditur.
Perjanjian kredit diharapkan akan membuat para pihak yang terikat dalam perjanjian memenuhi segala kewajibannya dengan
baik. Namun di dalam perjanjian pinjam-meminjam
tersebut ada kalanya salah satu pihak tidak memenuhi perjanjian sesuai dengan yang telah disepakati bersama.
Perjanjian kredit
hendaknya dibuat secara tertulis karena dengan bentuknya yang tertulis akan lebih mudah untuk dipergunakan
sebagai bukti apabila dikemudian hari
ada hal-hal yang tidak diinginkan. Di dalam hukum perdata, bukti tertulis merupakan bukti utama. Dengan
dituangkannya perjanjian ke dalam bentuk tertulis, maka masing-masing pihak akan
mendapat kepastian hukum terhadap perjanjian
yang dibuatnya.
Apabila di dalam
hubungan perutangan debitur tidak memenuhi prestasi secara suka rela, kreditur mempunyai hak untuk
menuntut pemenuhan piutangnya bila
hutang tersebut sudah dapat ditagih, yaitu terhadap harta kekayaan debitur yang
dipakai sebagai jaminan. Hak pemenuhan
dari kreditur itu dilakukan dengan cara menjual
benda-benda jaminan dari debitur, yang kemudian hasil dari penjualan tersebut digunakan untuk memenuhi hutang
debitur.
Untuk dapat
melaksanakan pemenuhan haknya terhadap benda-benda tertentu dari debitur yang dijaminkan tersebut
yaitu dengan cara melalui eksekusi benda
jaminan maka kreditur harus mempunyai alas hak untuk melakukan eksekusi melalui penyitaan eksekutorial.
Syarat adanya titel
eksekutorial ini diadakan demi perlindungan bagi kreditur terhadap perbuatan yang melampaui batas dari
debitur. Titel eksekutorial dapat timbul
berdasarkan putusan hakim yang dibuat dalam bentuk eksekutorial yang memutuskan bahwa debitur harus membayar
sejumlah pembayaran tertentu atau prestasi
tertentu, atau dapat juga berdasarkan akta notaris yang sengaja dibuat dalam bentuk eksekutorial, dalam bentuk grosse akta.
Menurut ketentuan undang-undang grosse
dari akta notaris mempunyai kekuatan eksekutorial. Di mana di dalam akta itu dimuat pernyataan pengakuan hutang
sejumlah uang tertentu dari debitur kepada kreditur.
Semakin lajunya pertumbuhan kehidupan dunia
bisnis dan industri menuntut segala
sesuatu yang cepat dan praktis tetapi mempunyai kekuatan hukum yang kuat, termasuk dalam segi hutang-piutang. Oleh
karena itu kesepakatan mengenai hutangpiutang tidak hanya cukup dituangkan di
dalam perjanjian tertulis tetapi perlu dituangkan
dalam sebuah grosse akta pengakuan hutang.
Maksud
dituangkannya di dalam grosse akta pengakuan hutang adalah supaya apabila debitur wanprestasi, maka kreditur
hanya tinggal mengajukan permohonan pelaksanaan
grosse akta pengakuan hutang tersebut kepada Pengadilan Negeri dan bukan mengajukan gugatan, untuk mendapatkan
pemenuhan atas piutangnya tersebut.
Biasanya ketika meminjamkan uangnya, kreditur menginginkan adanya jaminan untuk mendapatkan kembali pemenuhan
piutangnya. Oleh karena itu, dalam
praktek sering diadakan grosse akta pengakuan hutang yang dibuat di depan dan oleh Notaris yang mempunyai kekuatan hukum
yang pasti dan dapat dipergunakan pihak
kreditur untuk menagih piutangnya manakala pihak debitur lalai membayar hutangnya. Grosse akta tersebut
tidak perlu dibuktikan, sehingga harus
dianggap benar apa yang tercantum di dalamnya, kecuali jika ada bukti lawan.
B. Perumusan Masalah Dengan uraian di atas, maka
penulis tertarik untuk membuat karya tulis dalam bentuk skripsi dengan judul “Tinjauan
Yuridis terhadap pengakuan hutang dalam
perjanjian kredit bank.” Permasalahan
adalah merupakan kenyataan yang dihadapi oleh pelaksanaan peneliti. Dengan adanya rumusan masalah maka
akan dapat ditelaah secara maksimal
ruang lingkup penelitian sehingga tidak mengarah pada permasalahan hal yang diluar permasalahan.
Adapun permasalahan
yang diajukan dalam penelitian ini adalah : 1.
Bagaimana pelaksanaan pemberian kredit bank? 2. Bagaimana penyelesaian pengakuan hutang dalam
perjanjian kredit bank bermasalah? Bambang Sunggono, Pengantar Hukum Perbankan,
Mandar Maju, Bandung, 1995, hlm. 1 3. Bagaimana sistem/pola penanganan hutang dalam
perjanjian kredit bermasalah? C. Tujuan dan Manfaat Penulisan 1. Tujuan
Penulisan Tujuan penulis melaksanakan penelitian ini adalah : a.
Untuk mengetahui pelaksanaan pemberian kredit bank.
b. Untuk mengetahui penyelesaian dan penanganan
pengakuan hutang dalam perjanjian kredit
bank bermasalah.
c. Untuk mengetahui sistem penanganan hutang
dalam perjanjian kredit bermasalah.
2. Manfaat
Penulisan Adapun manfaat Penulisan
skripsi yang akan penulis lakukan adalah : a. Secara Teoritis Guna
mengembangkan khasanah ilmu pengetahuan hukum perdata, khususnya mengenai tinjauan yuridis terhadap pengakuan
hutang dalam perjanjian kredit bank.
b. Secara Praktis 1) Agar masyarakat mengetahui perjanjian utang
piutang antara debitur dan kreditur.
2) Dengan adanya penelitian ini dapat memberikan
tambahan tentang aspek hukum perdata
dalam perjanjian kredit bank.
D. Keaslian
Penulisan Adapun judul tulisan ini
adalah Tinjauan Yuridis terhadap pengakuan hutang dalam perjanjian kredit bank. Judul kripsi ini
belum pernah ditulis, sehingga tulisan ini
asli, atau dengan kata lain tidak ada judul yang sama dengan mahasiswa Fakultas
Hukum USU. Dengan demikian ini keaslian
skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan
secara ilmiah.
E. Tinjauan
Kepustakaan Kata kredit bukan lagi kata yang asing bagi anggota masyarakat.
Oleh karena itu selain pengertian kredit
menurut peraturan perundang-undangan, setiap orang mempunyai pendapat sendiri mengenai pengertian
kredit sesuai dengan tingkat pemikirannya
masing-masing.
Terdapat perbedaan pengertian kredit antara
kalangan masyarakat awam dengan kalangan
pelaku bisnis. Kata kredit di kalangan masyarakat awam secara sederhana diartikan sebagai pembelian sesuatu
barang/benda tertentu dengan membayar
secara dicicil. Sementara itu dikalangan pelaku bisnis, atau kaum industriawan, kata kredit lebih dikenal
sebagai pemberian sejumlah uang tertentu oleh suatu bank kepada pihak lain yang
memerlukannya untuk keperluan usahanya, dimana
pihak lain akan melunasinya dalam pihak tertentu dengan membayar sejumlah bunga yang telah ditentukan.
Perkataan kredit
berasal dari bahasa latin “credere” yang berarti kepercayaan. Berpijak dari sini, maka dapat
diketahui bahwa dasar pemberian kredit adalah
kepercayaan. Oleh karena itu seseorang yang memperoleh kredit berarti ia telah mendapat kepercayaan dari bank. Memang
kepercayaan merupakan dasar bagi pemberian
kredit kepada nasabah.
Hasibuan, S.P. Malayu, Kredit Perbankan di
Indonesia, Andi Yogyakarta, 2001, hlm Menurut
Muchdarsyah Sinungan, pengertian kredit adalah : Suatu pemberian prestasi oleh suatu pihak lain
dan prestasi itu akan dikembalikan lagi
pada suatu masa tertentu pada waktu yang akan datang dengan kontra prestasi berupa bunga.
Peristiwa menyerahkan secara suka rela
sejumlah uang dipergunakan secara bebas
oleh si penerima kredit, penerima kredit berhak mempergunakan pinjaman itu di belakang hari.
Dilain pihak, Levy
merumuskan kredit sebagai : a. Adanya penyimpangan dari ketentuan dan
syarat-syarat perjanjian kredit/perjanjian
pinjaman biasa dilakukan oleh kreditur atau debitur.
Gejala kredit
bermasalah adalah : b. Adanya penurunan
kondisi keuangan debitur yang kelihatan dari keterlambatan pembayarannya.
c. Adanya perbuatan dari debitur yang mulai
kurang kooperatif dengan mulai menunggak
dan membayar tidak tepat waktu.
d. Adanya penyampaian data atau informasi dan
laporan yang tidak benar atau sama
sekali tidak ada laporannya.
e. Adanya penurunan nilai dan kualitas serta
kuantitas asset dan agunan yang telah
ditentukan dalam perjanjian.
f. Adanya pergantian pengurusan tanpa
persetujuan kreditur baik jabatan, pemegang
sahammaupun posisi-posisi yang penting.
g. Adanya penjualan pribadi atau keluarga yang
dibawa kedalam perusahaan atau
permasalahan diantara pengurus.
h. Adanya gugatan dari dalam perusahaan sendiri
atau dari luar perusahaan.
Download lengkap Versi Word
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi