Senin, 21 April 2014

Skripsi Hukum: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERSETUJUAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN HONG KONG SPECIAL ADMINISTRATIVE REGION DI BIDANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA

BAB I.
PENDAHULUAN.
A.  Latar Belakang.
Dalam era globalisasi, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi  yang cukup pesat dan semakin canggih khususnya baik di bidang transportasi, komunikasi, maupun informasi, serta semakin meningkatnya arus globalisasi antara lain telah menyebabkan wilayah negara yang satu dengan wilayah negara yang lain seakan-akan tanpa batas sehingga perpindahan orang atau barang dari satu negara ke negara lain dilakukan dengan mudah dan cepat  a. Pada bidang transportasi, yakni semakin tingginya mobilitas orang, dimana  orang dengan mudah dan cepat dapat bepergian dari satu negara ke negara  lain.
.

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang cukup pesat dan semakin canggih tersebut sangat besar pengaruhnya, antara lain: b. Pada bidang komunikasi dan informasi, telah memberikan berbagai kemudahan  yang didapat oleh masyarakat, misalnya orang dapat melakukan perbuatan  tertentu, tanpa harus berada di negara tempat perbuatan tersebut dilakukan.
Segala sesuatu dapat dilakukan dengan mudah, tanpa dibatasi waktu dan/atau  tempat  Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, di samping mempunyai dampak positif bagi kehidupan manusia juga membawa dampak  negatif .
 Melita Kristin, “Pidana Internasional-Mutual Legal Assistance Criminal Matters”,  melitanotlonely.multiply.com, terakhir kali diakses pada 14 Oktober 2010.
 Ibid.
 yang dapat merugikan orang perorangan, masyarakat, dan/atau negara.
Tidak jarang orang-orang yang tidak bertanggung jawab melihat adanya peluang tersebut untuk memperoleh keuntungan bagi dirinya sendiri dan/atau kelompoknya, walaupun hal itu akan merugikan orang lain, masyarakat,  dan negara. Bahkan hal tersebut mengakibatkan sangat memungkinkan  berkembangnya kejahatan transnasional terorganisir(Organized Transnational  Crimes) yang modus operandinya semakin canggih, seperti tindak pidana korupsi,  tindak pidana terorisme, dan tindak pidana pencucian uang  Mengenai kejahatan transnasional, Romli Atmasasmita mengemukakan:  Karakteristik yang sangat menonjol dari kejahatan ini ialah memiliki mobilitas  tinggi dengan jaringan organisasi yang sangat tertutup didukung manajemen  operasional dan keuangan yang canggih. Modus operandi sedemikian hanya dapat  dilaksanakan dengan baik oleh suatu organisasi kejahatan (organized crime) .
 Dengan semakin luas dan canggihnya jaringan kejahatan yang dibentuk  tentunya berdampak pula pada semakin sukarnya melakukan upaya pencegahan  dan pemberantasan kejahatan ini. Oleh karena itu,  dalam upaya mencegah dan  memberantas kejahatan transnasional terorganisasi, kerja sama di antara negaranegara, baik yang sifatnya bilateral  maupun multilateral merupakan hal yang  sangat penting untuk segera direalisasikan .
 Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi pada akhir-akhir ini banyak dimanfaatkan secara tidak bertanggung jawab oleh para pelaku .
 Ibid.
 Romli Atmasasmita, Prospek Kerjasama Regional/Internasional dalam Pemberantasan  Money Laundering di Indonesia, artikel dalam Jurnal Padjadjaran, No. 1 Tahun 1997, hal. 65.
 Melita Kristin, Loc. Cit.
 tindak pidana yang bersifat transnasional, antara lain dalam upaya meloloskan diri dari tuntutan hukum atas tindak pidana yang telah dilakukan.
Tindakan tersebut jelas dapat mempersulit upaya penyidikan, penuntutan, dan  pemeriksaan di sidang pengadilan atau bahkan untuk pelaksanaan putusan  pengadilan. Tindak pidana yang bersifat transnasional bahkan mengakibatkan  timbulnya permasalahan hukum suatu negara dengan negara lain sehingga upaya  penanggulangan dan pemberantasannya sulit dilakukan tanpa kerja sama dan  harmonisasi kebijakan dengan negara lain  Selain itu dalam Resolusi PBB No. 55/2 tersebut telah menegaskan akan  perlunya memperkuat kaidah hukum internasional untuk mendukung kepentingan  nasional: to strengthen respect for the rule of law in international as in national  affairs and, in particular, to ensure compliance by Member States with the  decisions of the International Court of Justice, in compliance with the Charter of  the United Nations, in cases to which they are parties, dan mengintensifkan upaya  .
Resolusi Majelis Umum Peserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Tahun 2000  (No. 55/2) tentang Deklarasi Milenium PBB telah menegaskan bahwa tanggung  jawab terhadap pembangunan sosial ekonomi harus mengedepankan kerjasama  antar bangsa sebagai berikut: responsibility for managing worldwide economic  and social development, as well as threats to international peace and security,  must be shared among the nations of the world and should be exercised  multilaterally. As the most universal and most representative organization in the  world, the United Nations must play the central role.
 Ibid.
 bersama untuk memerangi kejahatan lintas negara dalam segala aspek dan  dimensinya (…to intensify our efforts to fight transnational crime in all its  dimensions, including trafficking as well as smuggling in human beings and  money laundering)  Kerjasama penegakan hukum dalam hubungan internasional telah terbukti  sangat menentukan keberhasilan penegakan hukum nasional terhadap kejahatan  transnasional .
 . Keberhasilan kerjasama penegakan hukum tersebut pada  umumnya tidak akan menjadi kenyataan jika tidak ada perjanjian bilateral atau  multilateral dalam penyerahan pelaku kejahatan atau dalam kerjasama penyidikan,  penuntutan dan peradilan. Prasyarat perjanjian tersebut tidak bersifat mutlak  karena tanpa ada perjanjian itupun kerjasama penegakan hukum dapat  dilaksanakan berlandaskan asas resiprositas (timbal balik)   “Kerjasama Internasional dalam Masalah Pidana”, stredoall.blogspot.com, terakhir kali  diakses pada 14 Oktober 2010.
 Pengertian istilah “transnational” atau “transnasional” (bahasa  Indonesia), untuk  pertama kali diperkenalkan oleh Phillip C.Jessup, seorang ahli hukum internasional yang sangat terkenal dalam lingkungan para ahli hukum sedunia. Jessup menegaskan bahwa, selain istilah  hukum internasional atau international law, digunakan istilah hukum nasional atau transnational  yang dirumuskan, semua hukum yang mengatur semua tindakan atau kejadian yang melampaui  batas territorial (Dikutip dari Romli Atmasasmita, “Tindak Pidana Narkotika Transnasional dalam  Sistem Hukum Pidana Indonesia (Disertasi, 1996; hal. 38)) . Pengertian istilah tersebut kemudian  digunakan dalam salah satu Keputusan Kongres PBB ke VIII, tentang Pencegahan Kejahatan dan  Perlakuan terhadap para Pelanggar Hukum tahun 1990, dan digunakan dalam Konvensi Wina  tentang Pencegahan dan Pemberantasan Lalu Lintas Ilegal Narkotika dan Psikotropika tahun 1988.
Pengertian istilah tersebut terakhir digunakan dalam Konvensi PBB Anti Kejahatan Transnasional  Terorganisasi tahun 2000 yang diartikan, sebagai  kejahatan yang memiliki karakteristik (1) yang di dua Negara atau lebih; (2)pelakunya atau korban WNA;  (3)sarana melampaui batas territorial  satu atau dua Negara.
.

 Asas resiprositas diatur juga dalam Undang-undang No.  1 tahun 1979 tentang  Ekstradisi, Asas ini melliputi 3(tiga) hal yaitu: (1) ada kepentingan politik yang sama (mutual  interest); (2) ada keuntungan  yang sama(mutual advantages), (3) ada tujuan yang sama(mutual goals), dan penghormatan atas asas “state souvereignty”. Implementasi asas resiprositas tidak  memerlukan suatu perjanjian(treaty) akan tetapi cukup dengan “arrangement” saja yang hanya  berlaku atas dasar “on case by case basis”. Untuk kelancaran pelaksanaan “arrangement” ini  diperlukan ketentuan yang menegaskan bahwa, prosedur “non-treaty based” dibolehkan dan  dicantumkan di dalam undang-undang payung ekstradisi dan bantuan timbal balik dalam masalah  pidana. (Dikutip dari Tiar Ramon, “Kebijakan Hukum Kerjasama di Bidang Ekstradisi dalam Era   Saat ini dikenal beberapa bentuk kerjasama internasional dalam  memberantas tindak pidana yang tertuang di dalam berbagai perjanjian, antara  lain, Perjanjian Pertukaran Informasi (Memorandum of Understanding on  Exchange Information/MoU), Bantuan Timbal Balik dalam Masalah Pidana  (Mutual Legal Assistance/MLA), Ekstradisi, dan Perjanjian Pemindahan  Terpidana (Transfer of Sentenced Person)  Hal yang membedakan satu sama lain adalah bahwa dalam perjanjian  pertukaran informasi (MoU), yang menjadi objek kerjasama atau yang  dipertukarkan adalah informasi dalam rangka penyelidikan atau penyidikan tindak  pidana. Sedangkan dalam MLA, ruang lingkup kerjasamanya meliputi tahap  penyelidikan, penyidikan, pemeriksaan di muka persidangan hingga pelaksanaan  putusan pengadilan. Sementara, perjanjian ekstradisi lebih fokus kepada upaya  menangkap seorang tersangka atau terdakwa yang berada pada yuridiksi negara  lain. Kemudian, perjanjian Transfer of Sentenced Person meliputi pemindahan  orang yang sudah menjalani sebagian hukuman ke negara asalnya untuk menjalani  sisa masa hukuman yang belum dijalaninya di negaranya .
Download lengkap Versi Word

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi