Senin, 07 April 2014

Skripsi Hukum: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA TRAFIKING DI INDONESIA DIKAITKAN DENGAN KONTEKS HUKUM INTERNASIONAL



BAB I PENDAHULUAN 
A.   Latar Belakang
 Masalah Trafiking in person atau perdagangan manusia mungkin bagi banyak kalangan  merupakan hal yang sudah sering atau biasa untuk di dengar oleh karena tingkat  terjadinya kasus trafiking yang tidak dipungkiri sering terjadi di Indonesia sendiri. Fenomena ini memang adalah hal yang sering menjadi pusat perhatian berbagai kalangan.

Sebagaimana yang kita ketahui bahwa Trafiking terhadap manusia adalah suatu bentuk  praktek kejahatan kejam yang melanggar martabat manusia, serta merupakan pelanggaran  terhadap hak asasi manusia paling konkrit yang sering memangsa mereka yang lemah  secara ekonomi, sosial, politik, kultural dan biologis. Banyak kalangan menyebut  trafiking terhadap manusia, yang saat ini digunakan secara resmi di dalam Undangundang No. 21 tahun 2007 dengan sebutan Perdagangan Orang sebagai “ the form of  modern day slavery”.
49 49 Disebutkan dalam bahan/paper Pelatihan Bersama Bagi Penegak Hukum Untuk  Penanganan Kejahatan Lintas Negara, dilaksanakan oleh Kejaksaan Agung RI di Pusdiklat  Kejaksaan Agung RI, Jakarta Selatan, 2009, hal.1 Sebutan tersebut sangat tepat karena sesungguhnya ia adalah  bentuk dari perbudakan manusia di zaman modern ini. Ia juga merupakan salah satu  bentuk perlakuan kejam terburuk yang melanggar harkat dan martabat manusia.
Praktik trafiking yang seringkali terjadi selama ini adalah perdagangan wanita  dan anak-anak yang diperniagakan secara paksa, diculik, disekap, dijerat dengan utang,  ditipu, dibujuk atau diiming-imingi dan seterusnya, untuk dijadikan pekerja seks  komersial atau dieksploitasi. Hal ini diketahui dari banyak pengalaman yang terungkap  dari korban maupun para pelaku tindak pidana trafiking yang terungkap.   Kita mengetahui secara pasti bahwa diri kita adalah bebas dan tidak dapat  diperlakukan layaknya barang atau benda yang berada di bawah penguasaan manusia lain  yang juga mempunyai harkat dan martabat yang sama dengan kita. Pada dasarnya  trafiking dapat terjadi oleh berbagai faktor yang antara lain kemiskinan.
50 Tidak hanya itu, ada pula faktor yang sering menjadi penyebabnya yaitu faktor  sosial budaya, orang tua menganggap bahwa anak merupakan hak milik yang harus  melakukan kehendak orang tua.
Tingkat  kemiskinan yang tinggi di Indonesia, banyaknya pengangguran dan sedikitnya lapangan  kerja yang tersedia di Indonesia mengakibatkan banyak rakyat Indonesia yang tertarik  dengan iming-iming untuk bekerja di luar negeri dengan gaji yang besar. Padahal banyak  lembaga pengiriman tenaga kerja ke luar negeri yang ada belum jelas asal usulnya. Tetapi  karena desakan ekonomi yang sangat tinggi maka terkadang mereka tidak terlalu peduli  akan kejelasan dari lembaga ataupun perusahaan penyalur tenaga kerja tersebut. Padahal  banyak perusahaan penyalur tenaga kerja ke luar negeri yang mengirimkan tenaga kerja  dari Indonesia bukan untuk bekerja sebagaimana pekerjaan yang layak, tetapi banyak  yang ternyata para pekerja yang dikirimkan dijadikan pekerja seks komersial dan bahkan  ada yang dieksploitasikan untuk menjadi budak.
51 50 Chairul Bariah Mozasa, Aturan-aturan Hukum Trafiking,,USU press, Medan 2005, hal  12.
Setiap anak harus dan tidak boleh menentang kemauan  dari orang tua, padahal belum tentu semua pemikiran orang tua itu benar. Sebagai contoh  di Indonesia telah kita ketahui belakangan ini mengalami bencana alam yang  memperburuk keadaan ekonomi suatu keluarga yang di daerah bencana tersebut orang tua  yang putus asa banyak menjual anak-anaknya guna memulihkan perekonomiannya.
51 http://www.stoptrafiking.or.id Sebab terjadinya trafiking manusia. Diakses tanggal 3  Maret 2010.
Masalah lain yang sering timbul dari perdagangan orang khususnya bayi adalah  akibat dari pergaulan bebas antar remaja yang semakin marak di Indonesia 52 Apabila dibayangkan, trafiking merupakan bisnis yang sangat menguntungkan,  pedagangnya hanya menggunakan modal yang tidak banyak yang barang dagangannya  tersebut seolah-olah hanya di ambil begitu saja layaknya air disungai atau udara yang  bebas dihirup yang memang diciptakan Yang Maha Esa untuk dipergunakan. Hanya saja  manusia adalah milik dari dirinya masing-masing yang apabila memperdagangkan  manusia adalah hal yang tidak berkeprimanusiaan. Dari hal ini dapat diketahui pula  bahwa trafiking adalah merupakan industri yang sangat menguntungkan. Dari industri  seks saja menghasilkan US $ 1,2 – 3,3 Milyar per tahun untuk di Indonesia saja.
. Banyak  pemuda pemudi yang melakukan hubungan suami istri di luar nikah yang mengakibatkan  terjadinya kehamilan diluar nikah. Terhadap bayi yang lahir tersebut biasanya karena  kedua orang tuanya tidak memliki status perkawinan yang jelas dan untuk menghindari  aib di masyarakat maka banyak dari orang tua yang memiliki bayi diluar pernikahan  menjual bayi tersebut kepada orang lain yang bersedia membeli bayi tersebut. Padahal  belum tentu sang pembeli bayi tersebut berniat menjadikan bayi tersebut sebagai anak  angkatnya.
Trafiking khususnya terhadap wanita dan anak, telah meluas dalam bentuk  jaringan kejahatan, baik terorganisir maupun tidak terorganisir. Kejahatan keji ini bahkan  melibatkan tidak hanya orang perorangan tapi juga penyelenggara Negara yang  menyalahgunakan wewenang dan/atau kekuasaannya. Jaringan pelaku trafiking ini juga  memiliki jangkauan operasi tidak hanya terbatas antarwilayah dalam negeri, namun juga  meluas sampai antarnegara.
52 http://www.gugustugastrafficking.org, “Banyak Bayi Dibuang Akibat Pergaulan Bebas “Diakses tanggal 3 Maret 2010.
Di dalam KUHP, sesungguhnya telah terdapat banyak pasal yang biasa  didayagunakan untuk menindak pelaku trafiking ini, seperti Pasal 263 tentang  Memalsukan surat-surat, Pasal 277 tentang Mengaburkan asal usul seseorang, Pasal 285,  Pasal 286, Pasal 287, Pasal 288, Pasal 289, Pasal 290, dan masih banyak lagi yang akan  dibahas lebih lagi nantinya. Disamping itu, trafiking terhadap manusia juga sesungguhnya  dilarang dalam berbagai Peraturan Perundang-undangan Republik Indonesia di luar  KUHP yang memuat ancaman pidana kepada pelaku tindak pidana terkait trafiking,  seperti: Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, Undang-Undang Nomor  23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004  tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, Undang-Undang Nomor 7  Tahun 1984 Tentang Penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan,  Undang-undang 36 Tahun 2009 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23  Tahun 1992 Tentang Kesehatan, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang  Perlindungan saksi dan korban, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang  Ketenagakerjaan, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 Tentang Penempatan dan  perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di luar negeri, Undang-Undang Nomor 9 Tahun  1992 Tentang Keimigrasian, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 Tentang Perubahan  atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang,  Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor  31 Tahun 1991 Tentang penghapusan Korupsi dan lain sebagainya. Pasal 83 UndangUndang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak misalnya juga menetapkan  larangan memperdagangkan, menjual atau menculik anak untuk diri sendiri atau untuk  dijual.
Namun demikian ketentuan KUHP dan UU Perlindungan Anak serta Peraturan  Perundang-undangan RI lainnya tersebut tidak merumuskan pengertian perdagangan  orang yang tegas atau lengkap secara hukum. Disamping itu, Pasal 297 dan Pasal 324  KUHP memberikan sanksi yang terlalu ringan dan dirasakan tidak sepadan dengan  dampak yang diderita korban akibat kejahatan trafiking tersebut. Oleh karena itu  dipandang perlu untuk membentuk undang-undang khusus yang mampu menyediakan  landasan hukum materil dan formil sekaligus dengan rumusan dan unsur-unsurnya secara  komprehensif serta ancaman hukuman yang berat guna memberantas tuntas kejahatan  keji terhadap kemanusiaan ini. Untuk maksud dan tujuan tersebut, maka lahirlah UndangUndang Nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan  Orang.
Pada konteks nasional, persoalan trafiking manusia di Indonesia sudah sampai  pada taraf sangat memprihatinkan. Fenomena trafiking manusia dapat diasumsikan  bagaikan “fenomena gunung es di samudera yang luas” 53 , yaitu jumlah korban yang  terdeteksi atau terungkap dan tertangani baru merupakan puncak gunung es yang tampak  di permukaan samudera luas. Artinya, sesungguhnya masih jauh lebih banyak korban  trafiking manusia yang belum terungkap, seperti bagian es yang berada di permukaan  samudera 54 Trafiking manusia juga dikenal diseluruh dunia sebagai satu-satunya tindakan  atau perbuatan pidana yang telah secara signifikan menjerumuskan jutaan korban ke  . Hal itu juga menandakan, bahwa upaya pengendalian dan penanggulangan  kejahatan trafiking melalui sarana penegakan hukum masih sangat jauh dari memadai,  sehingga dibutuhkan berbagai upaya yang lebih efektif untuk mengendalikan dan  memberantasnya, terutama dalam hal penegakan hukum.
5 Bahan/paper Pelatihan Bersama Bagi Penegak Hukum Untuk Penanganan Kejahatan  Lintas Negara, opcit, hal. 39.
6 http://www.crcs.ugm.ac.id, "Potret Perdagangan Manusia (Trafficking) di  Indonesia"tanggal posting 19 Mei 2010.
dalam perbudakan dan memungkinkan jaringan kejahatan terorganisir untuk mengalihkan dana yang besar ke berbagai upaya mengoperasikan kejahatan terkait lainnya, seperti  perdagangan narkotika, pencucian uang dan lain sebagainya yang dapat berpotensi  melumpuhkan sendi-sendi perekonomian Negara dan sistem penegak hukum. Hal ini juga  yang menyebabkan tindak pidana perdagangan orang ini masuk kedalam kejahatan lintas  Negara.
Trafiking merupakan kejahatan yang terorganisir yang dilakukan dengan  berbagai prosedur oleh beberapa orang yang mempunyai tugas masing-masing seperti  perekrutan, penyekapan, pengiriman serta penerimaan seperti yang dikatakan oleh  Donald Cressey.
55 Semua prosedur ini banyak terjadi melewati batas nasional Negara  yang menyangkut kepentingan banyak Negara yang menjadi pusat perhatian. Oleh karena  itu pula maka banyak pula dilakukan konvensi-konvensi internasional guna membahas  bagaimana cara pencegahan dan penanggulan terjadinya kasus trafiking ini karena juga  disadari trafiking sebagai tindak pidana sumber dana kejahatan lainnya yang juga  berimbas pada kepentingan Negara-negara pula.
Dari uraian ringkas diatas dapat diketahui bahwa trafiking merupakan suatu  fenomena dunia yang merupakan tindak pidana yang dapat merugikan kepentingan  banyak Negara yang pengaturannya harus bisa mencakupnya sebagai bagian dari  kejahatan lintas Negara. Dan oleh karena itu maka penulis merasa tertarik untuk  mengangkat skripsi dengan judul “Tinjauan Yuridis Terhadap Trafiking Di Indonesia  Dikaitkan Dengan Konteks Hukum Internasional”.
55 Bahan/paper Pelatihan Bersama Bagi Penegak Hukum Untuk Penanganan Kejahatan  Lintas Negara, opcit, hal 11.
B.   Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka  permasalahan yang akan dibahas adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana Perkembangan Masalah Tindak Pidana Trafiking secara Nasional  dan Internasional? 2.Bagaimana Tinjauan Yuridis terhadap Tindak Pidana Trafiking secara Nasional? 3.Bagaimana Tinjauan Yuridis Trafiking Menurut Hukum Internasional? C.  Tujuan dan Manfaat  Tujuan dari penulisan skripsi ini antara lain : 1.  Untuk mempelajari dan mengetahui bagaimana perkembangan tindak pidana  Trafiking secara Nasional dan Internasional.
2.  Untuk mempelajari bagaimana pengaturan mengenai tindak pidana trafiking  secara Nasional.
3.  Untuk mempelajari bagaimana pengaturan mengenai tindak pidana trafiking  secara Internasional.
Dan manfaat dari skripsi ini antara lain : 1.   Secara teoritis, penulisan ini dapat dijadikan bahan kajian terhadap kajian  perkembangan tindak pidana trafiking secara Nasional dan Internasional.
2.  Secara praktis, penulisan ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan  masukan bagi pemerintah dan masyarakat dalam menentukan kebijakan dan  langkah-langkah dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah trafiking ini  yang sudah merupakan kejahatan lintas Negara.
D.  Keaslian Penulisan Berdasarkan penelusuran penulis terhadap judul-judul skripsi di perpustakaan  belum ada tulisan yang mengangkat mengenai “Tinjauan Yuridis Terhadap Trafiking Di  Indonesia Dikaitkan Dengan Konteks Hukum International”. Dengan adanya  perkembangan ekonomi pada masa ini belum barang tentu disertai pula dengan  peningkatan kesejahteraan ekonomi dari masing-masing penduduk yang ada di suatu  Negara. Oleh karena hal tersebut maka budaya merantau yang ada di masyarakat kita  dianggap menjadi solusi bagi masyarakat kita itu. Hal ini sebenarnya bukanlah hal yang  salah dan sewajarnya dapat diacungi jempol karena merupakan wujud dari niat kerja yang  tinggi. Hanya saja oleh karena keadaan ekonomi pribadi yang rendah mengakibatkan  modal ilmu yang kurang pula dari masyarakat kita. Oleh sebagian pihak, hal ini  dimanfaatkan guna mendapat keuntungan yang besar dengan cara mengeksploitasi pihak  lain yang dalam hal ini masyarakat kita yang disebut sebelumnya yang dapat dikatakan  sebagai pihak yang lemah.
Mereka yang mempunyai niat jahat ini dapat terdiri dari perorangan ataupun  kelompok yang melaksanakan tugasnya dengan membujuk, merayu, menjebak dan  sebagainya sehingga korban dapat dibawa dan dijual untuk dieksploitasi. Tindak pidana  ini terjadi tidak hanya dalam satu lingkup wilayah Negara saja tetapi juga melintasi batasbatas Negara sehingga hal ini menyangkut dengan kepentingan banyak Negara yang  akhirnya disadari merupakan masalah bersama banyak Negara.
E.   Tinjauan Kepustakaan Dalam suatu pembahasan skripsi sangatlah diperlukan beberapa pengertian dan  pemahaman atas kata-kata atau istilah dan hal lainnya yang dianggap penting untuk  diketahui sebagai pemahaman awal sebelum membahas suatu topik dan oleh karena itu  maka diperlukanlah suatu tinjauan kepustakaan.
1.  Definisi Trafiking Trafiking berasal dari bahasa Inggris yang mempunyai arti “illegal trade” atau  perdagangan illegal.
56 “Trafficking is the illicit and clandestine movement of persons across national and  international borders, largely from developing countries and some countries with  Kita memang sudah sering mendengar kata Trafiking yang dimana  masyarakat secara luas mengetahui yang dimaksud disini ialah perdagangan manusia.
Namun apabila hanya melihat dari kata ini saja kita tidak dapat menggambarkan  bagaimana atau apa sebenarnya perdagangan manusia tersebut. Dan oleh karena itu maka  perlulah diketahui lebih lagi apa yang dimaksud dengan perdagangan manusia atau  trafiking tersebut.
Dalam kamus Webster’s College Dictionary dikatakan sebagai berikut yaitu:  Trafficking, to carry on traffic, especially illegal (in a commodity).
Jadi, mengangkut dalam suatu lalu lintas dengan kata lain memindahkan sesuatu  dengan cara illegal. Oleh karena itu, beberapa penulis menyebut trafiking sebagai  perdagangan illegal manusia. Tapi, istilah ini ditolak oleh peserta seminar hasil penelitian  Convention Watch yang dilaksanakan di UI Jakarta tanggal 30 Juni 2006 oleh karena  menurut mereka perdagangan manusia tidak ada yang legal karena itu tetaplah sebuah  kejahatan.
Berdasarkan Resolusi Majelis Umum PBB Nomor 49/166 mendefinisikan  trafiking dengan: 56 L.M. Gandhi Lapian dan Hetty A. Geru, Trafiking Perempuan dan Anak, Jakarta,  Yayasan Obor Indonesia, 2010, hal. 47  economies in transition, with the goal of forcing women and girl children into sexually or  economically oppressive and exploitative situations for the profit of recruiters,  traffickers, and crime syndicates, as well as other illegal activities related to trafficking,  such as forced domestic labour, false marriages, clandestine employment and false  adoption”.
Yang bila diterjemahkan dalam bahasa Indonesia ialah: “Perdagangan ialah suatu perkumpulan gelap oleh beberapa orang di lintas nasional  dan perbatasan internasional, sebagian besar berasal dari Negara-negara yang  berkembang dengan perubahan ekonominya, dengan tujuan akhir memaksa wanita dan  anak-anak perempuan bekerja di bidang seksual dan penindasan ekonomis dan dalam  keadaan eksploitasi untuk kepentingan agen, penyalur, dan sindikat kejahatan,  sebagaimana kegiatan illegal lainnya yang berhubungan dengan perdagangan seperti  pembantu rumah tangga, perkawinan palsu, pekerja gelap, dan adopsi”.
Sedang berdasar pasal 3 Protokol Palermo (Protokol untuk mencegah, menekan dan menindak trafiking manusia, khususnya kaum perempuan dan anak-anak) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan trafiking ialah: “ perekrutan, pengiriman ke suatau tempat, pemindahan, penampungan atau penerimaan  melalui ancaman, atau pemaksaan dengan kekerasan atau dengan cara-cara kekerasan  lain, penculikan, penipuan, pengaiayaan, penjualan, atau tindakan penyewaan untuk  mendapatkan keuntungan atau pembayaran tertentu untuk tujuan eksploitasi. Eksploitasi  setidaknya, mencakup eksploitasi melalui pelacuran,  melalui bentuk lain eksploitasi  seksual, melalui kerja paksa atau memeberikan layanan paksa, melalui perbudakan,  melalui praktik-praktik serupaperbudakan, melalui penghambaan atau melalui  pemindahan organ tubuhnya.
Dalam konteks hukum nasional, terdapat Undang-undang Nomor 21 tahun 2007  tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang yang pada pasal 1 angka 1  memberikan pengertian dari Trafiking tersebut yaitu: “Perdagangan orang ialah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan,  pengiriman, pemindahan atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan,  penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan dan  penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan uang atau memberikan  bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang  kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam Negara maupun antar  Negara untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi.
Sedang pengertian trafiking anak sesuai dengan dokumen yang  dikeluarkan oleh UNICEF (badan PBB untuk anak-anak) untuk pedoman  penanganan kasus trafiking anak di kawasan Asia Tenggara adalah rekrutmen,  pengangkutan, pemindahan, menampung (menyembunyikan) atau menerima  seorang anak untuk tujuan eksploitasi, di dalam atau di luar sebuah negara, yang  mencakup tidak hanya terbatas pada pelacuran anak, pornografi anak dan bentukbentuk eksploitasi seksual lainnya, perburuhan anak, perburuhan atau pelayanan  secara paksa, perbudakan atau praktek-praktek yang mirip dengan perbudakan,  penghambaan, pemindahan atau penjualan organ tubuh, penggunaan atau kegiatan  ilegal serta partisipasi dalam konflik bersenjata.
57 57 Apakah Kejahatan Perdagangan (Trafiking) Anak Itu? http//www.jemiesimatupang.wordpress.com, Diakses tanggal 19 Desember 2008 Berdasar Undang-undang  Nomor 21 tahun 2007, yang dimaksud dengan anak ialah seseorang yang belum  berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.
Asean Guidelines juga menyebutkan bahwa rekrutmen, pengangkutan,  pemindahan, dan melabuhkan atau menerima atau menampung seorang anak  dengan cara-cara adopsi atau pernikahan untuk tujuan eksploitasi dianggap  sebagai trafiking anak.
Indonesia adalah salah satu negara yang rawan kejahatan trafiking anak.
58 Menurut perkiraan UNICEF, dari 1,2 juta korban trafiking di dunia sekitar 100 ribu anak  berasal dari Indonesia. Artinya tiap minggu ada sekitar 273 anak menjadi korban trafiking  di Indonesia.
59 Trafficking adalah salah satu kejahatan terbesar kedua dari perederan Narkoba  yang mempengaruhi dan berdampak pada kerusakan tatanan sosial bangsa Indonesia.
60 Trafficking sendiri sebenarnya dipahami secara Islam bahwa ia merupakan suatu  nilai-nilai budaya dan latar belakang sosial yang sudah menyimpang dari segi  kemanusiaan.
Ada banyak tipe kasus trafficking yang terjadi di wilayah pedesaan maupun perkotaan  yang mempunyai jaringan Internasional.
61 Menurut Ida Made Kartana, yang dapat dikatakan sebagai trafiking ialah suatu  tindakan perdagangan orang yang bertentangan dengan harkat dan martabat kemanusiaan  dan melanggar hak asasi manusia dan harus diberantas yang mana trafiking tidak dapat  disamakan dengan penyelundupan manusia.
Dan oleh karena itu kemudian beberapa tokoh agama, tokoh intelektual,  akademisi dan aktifvis mengatakan bahwa trafiking harus segera diberantas dengan  alasan yang sudah sangat jelas bahwa kejahatan seperti itu merusak sisi kemanusiaan baik  bagi perempuan maupun anak.
62 58 http//www.unicef.org 59 Ibid, http//www.unicef.org 60 httwwwyahoocom.files.wordpress.com , Syarif Hidayat, Dakwah Perlindungan Korban  Trafficking, Diakses tanggal 19 Desember 2008 61 L.M. Gandhi Lapian dan Hetty A. Geru, Opcit, hal. 92 62 Trafiking Bisa Terjadi Pada Siapa Saja, Ida Made Kartana, Buletin Bini Parigan Edisi  ke 26, Maret-Juni 2009.
Menurutnya, trafiking harus memiliki 3  unsur yaitu Proses (Movement),  Cara (Mean)  dan bertujuan untuk eksploitasi dan  mengakibatkan orang tereksploitasi. Jadi yang dapat dikatakan sebagai trafiking ialah  yang dapat memenuhi 3 unsur tadi yaitu unsur yang sesuai dengan Undang-undang  Nomor 21 tahun 2007 yaitu trafiking yang terjadi didalam maupun luar wilayah Negara  yang berbeda dengan penyelundupan orang yang harus terjadi antar batas Negara yang  dimana yang dirugikan hanyalah Negara.
Macam-macam kasus trafficking sendiri tidak hanya terjadi di dalam negeri, akan  tetapi mereka para pekerja buruh migran di Saudi Arabia, Malaysia, Taiwan, Bruney  Darussalam, dan Negara-negara lain yang memasok tenaga kerja Indonesia. Kasus yang  terjadi misalnya, ketika mereka di eksploitasi secara seksual, ditipu dengan iming  pekerjaan yang menghasilkan uang yang banyak, dipindahkan keberadaan kerja yang  tidak jelas, disiksa majikan, diperkosa, kekerasan dan sebagainya.
63 2.   Bentuk-bentuk Trafiking Trafiking sendiri  mempunyai banyak arti, tidak hanya perdagangan manusia. Trafficking terjadi ketika  proses eksploitasi, penipuan, pemindah tempatan, disiksa secara psikis, diperkosa, dan  kekerasan lain yang sifatnya adanya tindakan seperti diatas dan ada yang menjadi korban.
Pada dahulu kala, diskriminasi dari suatu suku bangsa yang sudah maju atau  memiliki pengetahuan dan peradaban yang tinggi terhadap suatu suku bangsa yang masih  miskin peradabannya sangatlah sering terjadi. Hal ini dimulai dengan adanya Negaranegara yang telah beradab dimana Negara-negara tersebut berekspedisi ke daerah lain  guna mencari rempah dan bertujuan untuk berekspansi guna memperluas daerah  kekuasaannya. Apabila Negara tersebut berhasil menguasai suatu daerah suku bangsa,  maka secara otomatis maka akan menguasai para penduduk dari daerah tersebut.
63 Wahid, Abdul dan Irfan, Muhammad. 2001. Perlindungan Terhadap Korban  Kekerasan Seksual. Bandung:PT. Refika Aditama, hal 7.
Tidak perlu berputar jauh, sebagai contoh Indonesia yang merupakan jajahan atau  bekas daerah koloni dari Belanda yang pada saat itu suku bangsa kita di perlakukan tidak  baik dengan menekan kehidupan masyarakat kita. Kerja rodi merupakan salah satu  bentuk perbudakan dari pemerintah kolonial Belanda terhadap masyarakat Indonesia  yang masih belum berpendidikan. Sebagai budak, mereka diperjualbelikan layaknya  barang yang merupakan salah satu contoh awal mula perdagangan orang.
Pada masa kini trafiking sama halnya dengan perbudakan.
64 Perdagangan pada  masa kini hanya saja lebih identik pada perdagangan wanita dan anak yang memiliki  posisi yang rentan dan lemah dan hal inilah yang dimanfaatkan oleh para pelaku  trafficker sehingga lebih sering terjadinya perdagangan yaitu pada kaum lemah ini. Pada  umumnya perdagangan manusia terjadi dalam bentuk-bentuk yang antara lain ialah: 65 a.  Pekerja seks secara paksa atau Eksploitasi seks Para wanita yang direkrut untuk dijadikan sebagai pekerja seks biasanya  dijanjikan bekerja sebagai pembantu rumah tangga, pelayan restoran dan atau sebagai  cleaning service perkantoran atau hotel-hotel.
66 64 Ibid  Setelah sampai di kota atau bahkan  kebanyakan luar negeri, para wanita korban trafiking yang belum menyadari bahwa  dirinya merupakan korban ditahan di suatu tempat dan dipaksa bekerja sebagai pekerja  seks bahkan dieksploitasi. Pada awalnya para wanita ini telah menyerahkan uang guna  dicarikan pekerjaan kepada pelaku. Namun banyak pula yang tidak mempunyai gambaran  atau tidak mau namun dipaksa, diancam dengan utang yang diada-ada sehingga mau  dibawa dan dipekerjakan sebagai pekerja seks.
65 Bentuk-Bentuk Trafiking Manusia, http://www.stoptrafiking.or.id/index, Diakses  tanggal 3 Maret 2010.
66 Abdul Wahid dan Muhammad Irfan , Perlindungan terhadap korban kekerasan  seksual, PT. Refika Aditama, Bandung. 2001, hal 7  Mengenai masalah pekerja seks, yang menjadi incaran tidaklah hanya wanita atau  anak remaja wanita tetapi juga anak-anak sebagai pekerja seks (pedofilia).
b.  Pembantu Rumah Tangga Dalam dunia tenaga kerja untuk sektor rumah tangga diluar negeri, permintaan  terbesar jatuh pada pilihan buruh migran perempuan Indoneisa untuk menjadi pekerja  rumah tangga, karena tidak memerlukan banyak keterampilan.
67 Sebagian dari kekerasan yang biasanya diderita oleh pekerja rumah tangga adalah  jam kerja yang panjang, tidak tersedia waktu istirahat, penyekapan illegal secara  sewenang-wenang, gaji tidak dibayar atau kurang dari yang seharusnya dibayarkan,  kekerasan fisik dan psikologi, kekerasan seksual, tidak disediakan kamar tidur atau  Profesi pekerja rumah  tangga seringkali tidak diatur oleh pemerintah dan berada diluar jangkauan undangundang ketenagakerjaaan nasional setempat karena dianggap masuk dalam sektor  informal, sehingga mengandung bahaya dan berpotensi besar terjadinya berbagai praktek  trafiking.
Pekerja rumah tangga kerap menghadapi bahaya besar karena sifat pekerjaan  mereka yang bertempat dirumah pribadi, dan karena itu, tertutup dari sorotan masyarakat  umum atau akses untuk memperoleh bantuan. Dalam beberapa kasus kekerasan seksual  yang dialami para pekerja rumah tangga sering terdengar laporan tentang kekerasan  seksual yang dilakukan oleh majikan terhadap mereka. Disamping itu, ruang gerak  pekerja rumah tangga biasanya dibatasi. Mereka dibatasi dalam hal berpergian, dan  biasanya dikurung dirumah ketika majikan sedang berpergian.
67http://www.antara.co.id, 85 Persen TKI Asal Pekalongan Berprofesi PRT, Diakses  tanggal 5 Maret 2010.
akomodasi yang baik, tidak diberi makan dalam jumlah yang cukup bahkan tidak diberi  makan sama sekali, tidak diberi kesempatan untuk beribadah atau dituntut untuk  melanggar aturan-aturan dalam agama dan sebagainya.
68 c.  Buruh migran Berbagai praktek migrasi yang berjalan selama ini memperlihatkan bahwa  banyak sekali orang temasuk anak dibawah umur, berimigrasi melalui jalur legal maupun  yang tidak legal, sehingga meningkat pula jumlah buruh migran secara signifikan.
69 Para perempuan dan anak ini direkrut melalui jalur resmi maupun ilegal, dan  seringkali mereka sendiri tidak menyadari perbedaannya, karena baik agen resmi maupun  ilegal menggunakan metode perekrutan dan pengiriman yang sama. Dokumen pribadi  ataupun dokumen perjalanan buruh seringkali dipalsukanuntuk mempercepat proses dan  menguba h informasi penting tentang korban terutama anak, bahkan ketika mereka  bermigrasi melalui agen yang terdaftar secara resmi sekalipun.
Para  perempuan dan anak cenderung berimigrasi untuk bekerja dalam pekerjaan-pekerjaan di  sektor rumah tangga, pelayan restoran, buruh pabrik dan perkebunan, pelayan industri  hiburan/pekerja seks, serta kemungkinan menjadi anggota milisi. Buruh migran seringkali  dieksploitasi sepanjang proses migrasi, mulai dari perekrutan hingga proses prakeberangkatan, selama bekerja dan setelah kembali ke tempat asal.
70 68 Hal ini membuat para  http://ardaninggar.wordpress.com, Derita Tenaga Kerja Wanita (TKW) Indonesia  Dalam Lingkaran kemiskinan Struktural, Diakses tanggal 10 Maret 2010.
69http://www.solopos.com, Banyak TKI gunakan jalur gelap, Diakses tanggal 10  Maret 2010.
70 http://www.satuportal.net, Negara Tidak Maksimal Melindungi Buruh Migran  Perempuan, Diakses tanggal 10 Maret 2010.
migran menghadapi resiko dikenai tuduhan berbagai pelanggaran imigrasi di Negara  tujuan.
Para migran ini juga seringkali berutang dalam jumlah besar kepada agen dengan  beban bunga yang tinggi, yang biasanya ditetapkan sepihak oleh agen secara ilegal.
Untuk melunasi hutang-hutang ini, gaji mereka dipotong atau bahkan tidak diberi dengan  alasan pelunasan hutang. Dalam kasus luar biasa atau ekstrem tertentu , buruh menyadari  bahwa dirinya terjebak dalam penjeratan utang dan tidak akan pernah dapat melarikan  diri. Kondisi kerja seringkali melanggar peraturan perundang-undangan perburuhan yang  ada, dimana para buruh migran mempunyai jam kerja yang panjang, tidak diberikan cuti,  dan diberi tempat tinggal dan makan dalam kondisi yang bersanitasi buruk.
71 d.  Pengantin Pesanan Hal ini  melanggar hak buruh migran tersebut.
Pengantin pesanan merupakan cara modern dari perjodohan yang sering  dilakukan di zaman dahulu. Praktek ini bisa berubah menjadi kasus trafiking, ketika  seorang gadis menikah atas tekanan keluarganya (terutama bila masih berumur di bawah  18 tahun) dan berakhir dalam kondisi perbudakan atau eksploitasi.
Hal ini masih berhubungan pula dengan sejarah sosial budaya yang dimana pada  masa dulu orang tua menjodohkan anaknya tanpa memperhatikan pilihan dan keinginan  dari anaknya sendiri. Hal ini memang tidaklah menjadi budaya yang dianggap masih  perlu dilakukan lagi bagi orang tua masa kini. Hanya saja, tidak tertutup pula hal ini  71 Pasal 8 Undang-undang Nomor 39 tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan  Tenaga Kerja Indonesia di luar negeri.
masih terjadi dan hal ini adalah melaggar hak seseorang untuk menikah dengan bebas dan  atas persetujuan penuh dari dirinya sendiri.
72 e.   Pekerja Anak Setelah adanya pernikahan, bukanlah kebahagiaan dan kehidupan layaknya  keluarga yang justru didapat. Beberapa perempuan dan anak perempuan yang bermigrasi  sebagai istri dari orang berkebangsaan asing, telah ditipu dengan perkawinan. Dalam  kasus semacam itu, para suami mereka memaksa istri-istri baru ini untuk bekerja untuk  keluarga mereka dengan kondisi mirip perbudakan atau menjual mereka ke industri seks  atau rumah bordil.
Kendati tidak semua kasus pengantin pesanan ini berakhir menyedihkan atau  melibatkan perdagangan, banyak kasus melibatkan perempuan di bawah umur, dan  pemalsuan dokumen. Kebanyakan pernikahan difasilitasi oleh calo setempat.
Pekerja anak ini sudah banyak terjadi di banyak Negara yang dimana Indonesia  merupakan Negara yang ikut termasuk di dalamnya pula. Banyak anak yang dijual orang  tuanya sendiri atau bahkan diculik dari keluarga atau diambil paksa guna dipekerjakan  sebagai buruh, pengemis, pengedar narkoba dan lainnya.
f.  Penjualan Organ Tubuh Masalah ini merupakan bentuk baru dari perdagangan orang yang dimana dalam  protokol Palermo disebutkan bahwa pemindahan organ tubuh adalah merupakan  trafiking. Hal ini mungkin dianggap hal yang baru karena pada awalnya banyak terjadi  pendonoran organ tubuh dengan pemberian imbalan kepada si pendonor. Namun pada  masa ini, banyak terjadi hal dimana organ di perdagangkan secara ilegal yang mana  72 Pasal 16, Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia  diambil dari sipendonor yang tidak sadar atau bahkan diambil dari korban pembunuhan.
73 Secara internasional penjualan organ tubuh ini sering terjadi dalam berbagai  modus. Seperti di China sendiri diketahui bahwa organ yang diperjual-belikan ialah  merupakan organ tubuh dari mara pidana yang di hukum mati. Baru-baru ini saja, dilansir  bahwa Bos Mafia penjualan organ tubuh manusia ini telah tertangkap.
Tidak jarang pula yang terjadi ialah para TKI yang menjadi korban kekejaman  majikannya dan meninggal namun setelah menjadi mayatpun tetap dicuri organ-organ  tubuhnya kemudian dipulangkan ke keluarganya.
74 3.   Unsur-unsur penting trafiking  Kejahatan  internasional yang diselidiki oleh Interpol ini memperdagangkan organ tubuh anak-anak.
Dari definisi yang tertuang di dalam Protokol Palermo, tindakan yang disebut  sebagai trafiking manusia dapat dibagi menjadi tiga unsur yang saling tergantung antara  yang satu dengan yang lainnya dan secara kumulatif harus ada untuk pelanggaran  terhadap pasal Protokol tersebut, yakni unsur kegiatan/aksi, dan unsur maksud  dilakukannya kegiatan atau aksi.
Unsur Kegiatan/aksi meliputi: perekrutan, pengangkutan, pemindahan, penampungan  atau penerimaan orang(manusia).
Unsur Sarana menjamin kegiatan/aksi  meliputi:ancaman, atau paksaan dengan  kekerasan atau dengan cara-cara kekerasan lain, penculikan penipuan,  penyiksaan/penganiayaan, pemberian atau penerimaan bayaran, atau tindakan penyewaan  73 Kapanlagi.com, Penjualan Organ Tubuh TKI Jadi Tren Baru Trafficking, Diakses  tanggal 1 Mei 2010 74 http://detikmasisir.blogspot.com, Bos Mafia Yahudi Penjual Organ Tubuh Manusia Di  Tangkap, Diakses tanggal 1 Mei 2010.
untuk mendapatkan keuntungan atau pembayaran tertentu untuk persetujuan atau  mengendalikan orang lain.
Unsur Maksud kegiatan/aksi meliputi: eksploitasi pada orang dengan cara-cara yang  disebutkan dalam pasal 3 Protokol Palermo.
Agar dapat dimasukkan sebagai tindak pidana  trafiking atau perdagangan  manusia, maka masing-masing unsur diatas harus ada. Kegiatan harus dicapai dengan  sebuah sarana, dan keduanya harus bertujuan untuk mencapai maksud eksploitatif. Jika  salah satu dari ketiga unsur ini tidak ada, maka syarat-syarat yang diperlukan untuk  sebuah tindak pidana trafiking manusia sebagaimana ditentukan oleh pasal 3 Protokol  Palermo belum terpenuhi.
Table 1. Unsur-unsur pokok Trafiking manusia PROSES    +    CARA    +    TUJUAN Perekrutan atau Pengangkutan atau Penampungan atau Pengiriman atau Pemindahan atau Penerimaan  dan Ancaman  kekerasan atau penggunaan  kekerasan atau  penculikan  atau penyekapan atau pemalsuan atau dan Eksploitasi atau mengakibatkan  orang tereksploitasi  di bidang prostitusi atau  pornografi atau kekerasan/eksploitasi  seksual atau kerja paksa atau  penipuan  atau penyalahgunaan  kekuasaan atau penyalahgunaan  posisi rentan atau penjeratan utang atau  memberi  bayaran atau  manfaat  sehingga  memperoleh  persetujuan dari  orang yang  memegang  kendali atas  orang lain  tersebut perbuidakkan/praktik  serupa perbudakan Sumber : http://www. Stoptrafiking.or.id, Definisi Trafiking, Diakses tanggal 3 Maret 2010.
Dalam table ini dapat dilihat bahwa yang dimaksudkan ialah apabila salah satu  saja unsur dari tiap-tiap kolom terpenuhi maka hasilnya ialah trafiking atau perdagangan  manusia. Adanya persetujuan dari korban tidaklah relevan untuk diperhitungkan atau  dipertimbangkan sebagai salah satu unsur yang harus ada atau dipenuhi.
F.  Metodologi Penelitian  Penulis dalam penulisan skripsi ini yang berjudul “Tinjauan Yuridis Terhadap  Trafiking di Indonesia Dikaitkan dengan Konteks Hukum Internasional” menggu nakan  metode penelitian yang mana antara lain dengan langkah yaitu:  1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan penulis dalam hal ini adalah penelitian hukum  normatif. Penelitian hukum Normatif sering pula disebut sebagai penelitian hukum  doktrinal yaitu penelitian terhadap apa yang dikonsepkan sebagai apa yang tertulis di  dalam peraturan perundang-undangan atau norma dan kaidah khususnya dalam hal ini  bagaimana pengaturan terhadap perdagangan manusia secara nasional dan  internasional.
75 2. Sumber Data Dalam penelitian hukum normatif data yang digunakan adalah data sekunder.
Data sekunder ialah data yang diperoleh oleh orang lain atau organisasi yang telah  atau sudah pernah mengelola sebelumnya. Dalam hal ini data sekunder terdiri dari: a. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat yang antara  lain seperti :  1. Pancasila 2. UUD 1945 3. Ketetapan MPR 4. Bahan hukum yang tidak dikodifikasi 5. Yurisprudensi 6. Traktat Dalam hal ini, salah satu bahan hukum primer dalam penelitian ini ialah KUHP,  Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana  75 Muslan Abdurrahman, Sosiologi dan Metode Penelitian Hukum, UMM Press, 2009,  hal. 127  Perdagangan Orang, Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi  Manusia, Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 dan Peraturan Perundang-undangan  lainnya.
b.  Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan bahan yang erat hubungannya dengan  bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisis dan memahami bahan  hukum primer seperti hasil karya ilmiah dan hasil penelitian.
c. Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan informasi  tentang bahan hukum primer dan sekunder seperti table, kamus dan sebagainya.
3. Metode Pengumpulan Data Materi dalam penulisan skripsi ini diambil dari data sekunder. Data sekunder ini  diperoleh dari berbagai literatur atau Penelitian Kepustakaan yang berkaitan dengan  perdagangan manusia ini.
4. Analisis Data Dalam penulisan skripsi ini, analisis data dilakukan dengan menggunakan  intepretasi otentik yaitu dengan cara mendeskripsikan, mensistematisasi,  dan  mengevaluasi tentang keadaan dan pengaturan trafiking dalam peraturan-peraturan yang  mengatur masalah perdagangan manusia khususnya wanita dan anak.
G.  Sistematika Penulisan  Untuk memudahkan dalam mengikuti sajian pembahasan materi skripsi ini, penulis  akan menguraikan secara singkat bab demi bab yang terkait guna memberikan gambaran  yang lebih jelas terhadap arah pembahasan seperti dibawah ini :  1.  BAB I PENDAHULUAN Dalam bab akan dibahas mengenai latar belakang, rumusan masalah,  manfaat dan tujuan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan yang terdiri dari  definisi dari trafiking atau perdagangan orang berdasar Undang-undang PTPPO  dan Protokol Palermo, bentuk-bentuk tarfiking dan unsure dari tindak pidana  trafiking ini. Serta metodelogi penelitian dan rumusan masalah.
2.  BAB II PERKEMBANGAN MASALAH TINDAK PIDANA TRAFIKING  SECARA NASIONAL DAN INTERNASIONAL Dalam bab ini akan dibahas mengenai bagaimana mengenai bagaimana  keadaan peristiwa atau tindak pidana trafiking ini secara umum yang terjadi di  Indonesia dan juga dunia dan bagaimana perkembangan yang terjadi baik dari  modus operandi, tujuan trafiking hingga bagaimana kemajuan usaha pemerintah  guna mencegah dan mengatasi masalah ini.
3.  BAB III PENGATURAN HUKUM TINDAK PIDANA TRAFIKING  MENURUT HUKUM NASIONAL Dalam bab ini akan dibahas bagaimana pula pengaturan hukum tindak  pidana trafiking di Indonesia menurut KUHP dan peraturan perundangan lain  sebelum lahirnya Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007.
4.  BAB IV PENGATURAN HUKUM TINDAK PIDANA TRAFIKING DALAM  PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL  Dalam bab ini akan dibahas bagaimana pengaturan tindak pidana  trafiking dalam konvensi-konvensi internasional dan konvensi internasional yang  terkait sebagai suatu tindak pidana transnational crimes.
5.  BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Dalam bab ini berisikan mengenai kesimpulan yang penulis yang penulis  tuangkan sesuai dengan apa yang sudah penulis teliti mengenai masalah-masalah  yang ada pada bab-bab sebelumnya dan juga berisikan mengenai saran-saran  yang coba diberikan oleh penulis dalam mengatasi dan mencegah masalah yang  ada di dalam tindak pidana perdagangan orang.


Download lengkap Versi Word

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi