BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Bumi, air dan ruang angkasa demikian pula yang
terkandung di dalamnya adalah merupakan
karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada seluruh rakyat Indonesia. Oleh karena itu pemanfaatan bumi,
air, ruang angkasa dan kekayaan yang
terkandung di dalamnya adalah ditujukan untuk mencapai sebesar-besarnya kemakmuran rakyat Indonesia. Dari pernyataan
tersebut semakin jelas bahwa kepentingan
bersama itu lebih menonjol sehingga kalau kita tinjau kembali kepada pasal 6 UUPA yang menyatakan : “Hak
milik tanah mempunyai fungsi sosial”.
1 Medan merupakan
salah satu kota terbesar ketiga di Indonesia, merupakan ibu kota Sumatera Utara. Pertumbuhan penduduk
dan urbanisasi di wilayah Kota Medan
bergerak sangat cepat sehingga membutuhkan infrastruktur transportasi Salah satu kekayaan alam atau sumber daya alam
yang diciptakan Tuhan Yang Maha Esa yang
sangat dibutuhkan bagi kehidupan manusia adalah tanah.
Manusia hidup di
atas tanah dan memperoleh bahan pangan dengan mendayagunakan tanah. Kehidupan manusia tidak
dapat dipisahkan dari tanah.
Tanah merupakan
modal bagi bangsa Indonesia dan suatu unsur utama dalam pembangunan menuju terbentuknya masyarakat
yang adil dan makmur berdasarkan
Pancasila dan Undang-undang Dasar tahun 1945.
1 A.P Parlindungan,
Hukum Agraria Serta Landreform, Ctk.Pertama, Bandung : CV.
Mandar Maju, 1997,
hal.87.
perkotaan untuk
mendukung aktivitas sosial dan ekonomi masyarakatnya.
Sehubungan dengan
pembangunan infrastruktur jalan kota tersebut dan ketiadaan tanah milik Pemerintah Kota Medan, maka
diperlukan pengadaan tanah (land aquisition)
dari masyarakat. Acuan dalam melaksanakan pengadaan tanah tersebut adalah Keppres No. 71 tahun 2012 tentang
penyelenggaraan pengadann tanah bagi pembangunan
untuk kepentingan umum. Namun, dalam perjalanannya proses pengadaan tanah tersebut sering tidak berjalan
lancar. Salah satu hal yang sering muncul
adalah isu tanah, yaitu ketidaksepakatan tentang nilai ganti rugi dan asset yang diganti rugi antara masyarakat terkena
proyek dengan pemerintah kota, yang selanjutnya
dapat mempengaruhi desain dan jadwal proyek, serta meningkatnya biaya proyek secara keseluruhan.
Begitu juga yang
terjadi pada pembangunan jalan lingkar luar (outer ring road) Kota Medan, dalam hal ini kasus
pembangunan jalan Ngumban Surbakti sepanjang
3.468 meter, dimana proses pembebasan tanah banyak mengalami kendala serta keterlambatan, khususnya pada
isu nilai ganti rugi tanah (harga tanah).
Pada prinsipnya masyarakat setuju melepas hak atas tanahnya untuk peningkatan jalan tersebut, hanya saja titik
temu ganti rugi tanah belum terselesaikan.
Lahan milik warga Jalan Ngumban Surbakti Medan yang hingga kini belum menerima ganti rugi dari Pemerintah
Kota (Pemkot) Medan di antaranya
berlokasi di titik koordinat TR-15 A segmen tengah dengan total luas 14.664 meter persegi. Jumlah pemilik lahan di
sekitar Jalan Ngumban Surbakti yang
belum menerima ganti rugi hingga kini diperkirakan 20 kepala keluarga (KK) lebih.
Dari hasil
penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa munculnya permasalahan pembebasan tanah pada proyek
jalan Ngumban Surbakti adalah akibat
ketidaksepakatan harga ganti rugi tanah. Pada proyek pembangunan jalan tersebut, penetapan nilai ganti rugi dibedakan
berdasarkan status kepemilikan tanah
(hak milik, hak guna bangunan dan tanah negara), lokasi tanah (yang menghadap jalan Setia Budi, yang menghadap
jalan Djamin Ginting dan yang menghadap
jalan Ngumban Surbakti) dan kategori tanah (tanah habis dan tidak habis). Salah satu alasan utama penolakan
warga atas nilai ganti rugi pembebasan tanah
adalah perbedaan nilai ganti rugi berdasarkan lokasi tanah. Dimana lokasi yang menghadap jalan Djamin Ginting nilai
ganti ruginya lebih besar dari 75% dibandingkan
dengan lokasi tanah yang menghadap jalan Setia Budi dan 180% dibandingkan tanah yang menghadap jalan
Ngumban Surbakti.
Kehidupan
masyarakat Indonesia baik itu secara kualitas maupun kuantitas selalu mengalami peningkatan. Dari realitas
tersebut luas tanah yang bersifat tetap sementara
jumlah penduduk atau masyarakat yang membutuhkan tanah untuk memenuhi kebutuhannya selalu bertambah terus.
Selain bertambah banyaknya manusia yang
membutuhkan tanah untuk tempat tinggal, juga perkembangan ekonomi, sosial, budaya dan teknologi. Jumlah
tanah yang dirasakan menjadi sempit dan
sedikit, sedangkan permintaan bertambah, maka tidak heran kalau kebutuhan akan tanah menjadi meningkat. Tidak
seimbangnya akan tanah dengan kebutuhan
tanah itu, telah meninggalkan berbagai persoalan yang banyak seginya.
2 Dalam pergaulan
di tengah masyarakat, banyak terjadi hubungan hukum yang muncul sebagai akibat adanya
tindakan-tindakan hukum dari subyak hukum.
Agar hubungan hukum
itu berjalan secara harmonis, seimbang dan adil dalam arti setiap subyek mendapatkan apa yang menjadi
hak-nya dan menjalankan kewajiban yang
diberikan kepadanya, maka hukum tampil sebagai aturan main dalam mengatur hubungan-hubungan hukum
tersebut.
3 Tindakan hukum
pemerintah adalah tindakan-tindakan yang berdasarkan sifatnya menimbulkan akibat hukum.
Karakteristik paling penting dari tindakan hukum yang dilakukan pemerintah adalah
keputusan-keputusan dan ketetapanketetapan pemerintah yang bersifat sepihak.
Dikatakan bersifat sepihak karena dilakukan
tidaknya suatu tindakan hukum pemerintah itu tergantung pada kehendak sepihak pemerintah.Ketetapan
merupakan insterumen yang digunakan oleh
organ pemerintah dalam bidang publik dan digunakan untuk menimbulkan akibat-akibat hukum tertentu (akibat hukum
yang dimaksud yang lahir dari keputusan
adalah munculnya hak, kewajiban, kewenangan, atau status tertentu).
4 2 R.Soehadi,
Penyelesaian Sengketa Tanah, Ctk.Pertama, Surabaya : Karya Anda, 1995, hal.15.
3 Ridwan. HR, Hukum
Administrasi Negara, Ctk.Pertama, Yogyakarta, 2002 : UII Press Yogyakarta, , hal.209.
4 Ibid. hal. 119 Sengketa
tanah tergolong masalah yang bersifat klasik dan akan selalu ditemukan di muka bumi. Oleh karena itu
masalah atau sengketa yang berhubungan
dengan tanah senantiasa berlangsung secara terus-menerus, sebab itu sudah menjadi kebutuhan setiap orang. Bukan
hanya di dalam kehidupannya, untuk
matipun manusia masih tetap membutuhkan tanah.
Pada awalnya di
saat masyarakat belum berkembang
sengketa masih dalam komunitas
tertentu. Sengketa tanah yang ada masih bisa diselesaikan oleh anggota (warga) bersama tokoh yang disegani
dalam komunitas masyarakat yang bersangkutan.
Namun disaat masyarakat sudah banyak mengalami perkembangan seperti sekarang ini, apabila sengketa
tersebut belum menemukan titik terang penyelesaian
masalahnya, maka konflik tersebut akan berkembang meluas menjadi permasalahan yang bersifat krusial.
Dalam mengatasi
masalah di bidang pertanahan tersebut, maka pemerintah mengeluarkan peraturan perundang-undangan di
bidang pertanahan yaitu Undangundang No.5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-pokok Agraria yang disebut dengan
UUPA. UUPA merupakan pedoman pokok untuk mengatur masalah pertanahan dan meletakkan dasar-dasar
untuk memberikan kepastian hukum
mengenai hak-hak atas tanah bagi seluruh rakyat Indonesia, UU No.5 tahun 1960 (UUPA) mempunyai beberapa tujuan : 1. Meletakkan dasar-dasar bagi penyusunan Hukum
Agraria Nasional yang merupakan alat
untuk membawa kemakmuran, kebahagiaan dan keadilan bagi negara dan rakyat terutama rakyat tani,
dalam rangka menciptakan masyarakat adil
dan makmur.
2. Meletakkan dasar-dasar untuk mengadakan
kesatuan dan kesederhanaan dalam hukum
pertanahan.
3. Meletakkan dasar-dasar untuk memberikan
kepastian hukum mengenai hakhak atas
tanah bagi rakyat sepenuhnya.
UUPA dengan
seperangkat peraturan pelaksanaannya, bertujuan untuk terwujudnya jaminan kepastian hukum rehadap
hak-hak atas tanah diseluruh wilayah
Republik Indonesia.
5 Munculnya
sengketa hukum adalah berawal dari keberatan dari tuntunan suatu hak atas tanah baik terhadap status
tanah, prioritas maupun kepemilikannya dengan
suatu harapan mendapatkan penyelesaian administrasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
6 5 Bachtiar
Effendi, Pendaftaran Tanah di Indonesia
dan Peraturan-peraturan Pelaksanaannya,
Bandung : Alumni, 1983, hal.5.
6 Rusmandi Murad,
Penyelesaian Sengketa hukum Atas Tanah, Alumni, Bandung, 1991, hal.22.
Terhadap sengketa
batas, berawal dari perolehan hak yaitu pemberian hak secara derivatif, yaitu yang memperoleh haknya
karena peralihan hak. Misalnya dengan
jual-beli, tukar-menukar, hibah dan lainnya. Sebagaimana telah diketahui dalam ilmu hukum, yang dimaksud dengan hak
pada hakekatnya adalah sesuatu kekuasaan
yang diberikan oleh hukum kepada seseorang terhadap suatu benda maupun orang.
Menurut sistem
pendaftaran tanah yang diatur dalam UUPA (UndangUndang No.5 tahun 1960) dan
Peraturan Pemerintah No.24 tahun 1997, maka stelsel yang digunakan dalam administrasi
pendaftaran tanah kita adalah stelsel negatif
(mengarah pada positif). Dimana dalam stelsel ini terkandung pengertian bahwa tanda bukti hak (sertifikat) yang
dipegang seseorang belum menunjukkan orang
tersebut sebagai pemegang hak yang sebenarnya.
Sertifikat setiap
waktu dapat dibatalkan apabila ternyata ada pihak lain yang dapat membuktikan secara hukum bahwa ia
adalah pemilik yang sebenarnya.
Berbeda di dalam
sistem hukum positif, yaitu tanda bukti hak seseorang atas tanah adalah mutlak
dan tidak dapat diganggu gugat. Apabila ternyata terdapat bukti yang cacat, menunjukkan cacat hukum dalam
perolehan hak tersebut, maka ia tidak
dapat menuntut pembatalan, kecuali tuntutannya pembayaran ganti kerugian.
Kesalahan di dalam
penetapan batas atas suatu tanah yang berkaitan langsung dengan hak penguasaan tanah, maka apabila ada
pihak yang dirugikan dan menyatakan rasa
tidak puas atas penetapan batas tersebut dapat mengajukan keberatannya ke kantor Pertanahan setempat
yang berwenang.
Sesuai dengan tata
aturan pihak tersebut dapat mengajukan keberatannya atas penetapan batas tersebut kepada Badan
Pertanahan Nasional yang berwenang untuk
itu. Sehinggga proses penerbitan sertifikat suatu hak atas tanah dapat ditunda terlebih dahulu untuk dapat dilakukan
penyelesaiannya, agar tidak ada yang
merasa dirugikan.
Permasalahan
mengenai sengketa tanah yang telah penulis paparkan, maka keberadaaan Badan Pertanahan Nasional sangat
penting sebagai instansi pemerintah non
departemen yang berkedudukan di bawah Presiden dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden
dapat menyelesaikan sengketa pertanahan
sesuai dengan ketentuan Pasal 1 ayat (1) huruf (c) Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan
Nasional No.1 Tahun 1999, yaitu yang berbunyi
: “Pendaftaran hak atas tanah termasuk peralihannya dan penerbitan tanda bukti haknya, antara pihak-pihak yang
berkepentingan maupun antara pihak-pihak
yang berkepentingan dengan instansi di lingkungan Badan Pertanahan Nasional”.
Di saat proses
penerbitan sertifikat dalam tahap pengukuran harus melewati persetujuan para pihak yang
bersangkutan atau yang berbatasan sebagaimana
yang telah disebutkan dalam pasal 17 ayat (3) Peraturan Pemerintah No.24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah
serta sebagai perwujudan dari asas ontradictoire
Delimitatie, dengan tujuan apabila suatu
ketika ada pihak yang mengajukan
gugatan atas tanah tersebut berdasarkan sesuai kepentingannya berfungsi untuk : 1. Memberikan kepatian hukum dan perlindungan
hukum kepada pemegang hak atas suatu
bidang tanah.
2. Menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang
berkepentingan.
3. Terselenggaranya tertib administrasi
pertanahan.
Dalam
penyelesaiannya sengketa pertanahan di Kota Medan sering mengalami berbagai hambatan, namun diusahakan
semaksimal mungkin oleh pihak Kantor
Pertanahan Kota Medan dapat memberikan kepastian hukum dan memberikan perlindungan hukum bagi warga
negara berupa keputusan atau ketetapan
setelah melakukan mediasi dengan pihak-pihak yang terkait.
Selain itu secara
sosiologis, kondisi masyarakat Kota Medan rata-rata adalah pendatang khususnya nelayan yang tingkat pendidikannya rendah, sehingga tingkat kesadaran hukumnya sangat
kurang yang pada akhirnya mempengaruhi
pola pikir mereka yang “asal” dalam mendirikan bangunan untuk rumah tinggal tanpa memikirkan status tanah
yang ditempati bangunan tersebut. Hal tersebut sangat berpontensi menimbulkan
sengketa pertanahan dengan pihak lain,
khususnya pemilik tanah yang sah secara hukum. Terkait dengan penyelesaian permasalahan tanah, Kantor
Pertanahan Kota Medan mengedepankan
upaya mediasi, yaitu: 1. Perkembangan
masyarakat dan bisnis menghendaki efisiensi dan kerahasiaan lestarinya hubungan kerja sama dan
tidak formalistis serta menghendaki
penyelesaian yang lebih menekankan keadilan; 2.
Lembaga litigasi tidak dapat merespons karena dalam operasionalnya dinilai lamban, mahal, memboroskan energi,
waktu dan uang; 3. litigasi tidak dapat
memberikan win-win solution.
Masyarakat yang
berkepentingan akan menyelesaikan sengketa yang sederhana dan efisien, baik dari segi waktu
maupun biaya. Pemantapan dan pengetahuan
akan pentingnya mediasi menganjurkan bagi para pencari keadilan untuk dapat bertindak dalam memperoleh
kebenaran sejati tanpa mengalami kerugian
baik materiil maupun non materiil.
Bertitik tolak dari
uraian tersebut di atas, maka penulis ingin meneliti lebih lanjut mengenai permasalahan dan menyusunnya
dalam skripsi yang berjudul: Tinjaun
Hukum Tentang Penyelesaian Sengketa Tanah Secara Mediasi oleh Kantor Pertanahan Kota Medan.
B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas,
maka masalah yang dapat dirumuskan adalah : 1.
Bagaimana peran Kantor Pertanahan Dalam Rangka Menyelesaikan Sengketa tanah secara mediasi di Kantor Badan
Pertanahan Kota Medan ? 2. Bagaimana pelaksanaan mediasi dalam sengketa
pertanahan berdasarkan kepada putusan
yang berlaku ? 3. Apa kendala dalam
pelaksanaan Mediasi di Kota Medan? C. Tujuan dan Manfaat Penulisan 1. Tujuan Penulisan a. Untuk peran Kantor Pertanahan Dalam Rangka
Menyelesaikan Sengketa tanah secara
mediasi di Kantor Badan Pertanahan Kota Medan.
b. Untuk mengetahui pelaksanaan mediasi
dalam sengketa pertanahan berdasarkan kepada putusan yang berlaku.
c. Untuk mengetahui apa kendala dalam
pelaksanaan mediasi di Kota Medan.
2. Manfaat Penulisan a.
Kegunaan Teoritis Hasil Penelitian ini diharapkan dapat digunakan
sebagai bahan masukan pengembangan ilmu
pengetahuan di bidang Hukum Perdata khususnya
Hukum Agraria mengenai peran kantor pertanahan dalam rangka penyelesaian sengketa tanah secara
mediasi di Kantor Pertanahan Medan.
b. Kegunaan Praktis Dengan penelitian ini
diharapkan dapat memberikan masukan yang sangat berharga bagi pihak Kantor Pertanahan
dalam rangka penyelesaian sengketa tanah
dan kendala dalam pelaksanaan secara mediasi.
D. Keaslian
Penulisan Skripsi ini merupakan karya
tulis yang asli. Belum ada penulis yang menulis
skripsi tentang hal yang sama, yaitu
tentang tinjauan hukum tentang penyelesaian
sengketa tanah oleh Kantor Badan Pertanahan Kota Medan, Khususnya untuk yang terdapat di Fakultas
Hukum Medan, keaslian penulisan ini ditunjukan
dengan adanya penegasan dari pihak administrasi
bagian/jurusan hukum agraria. Bila ternyata terdapat skripsi yang sama dengan skripsi ini sebelum dibuat penulis
bertanggungjawab sepenuhnya E. Metode
Penulisan Penulisan ilmiah atau skripsi
agar mempunyai nilai ilmiah, maka perlu diperhatikan
syarat-syarat metode ilmiah. Secara epistimologis, ilmiah atau tidak suatu skripsi adalah dipengaruhi oleh
pemilihan dan penggunaaan metode penulisan,
bahan atau data kajian serta metode penelitian. Penelitian merupakan suatu sarana pokok dalam pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang bertujuan
untuk mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodologis dan konsisten melalui proses penelitian tersebut
perlu diadakan analisa dan konstruksi terhadap
data yang telah dikumpulkan dan diolah.
7 1. Metode Pendekatan Dalam penulisan skripsi
penulis menggunakan metodelogi penulisan sebagai berikut : Berdasarkan perumusan
masalah dan tujuan penelitian, maka metode yang digunakan adalah pendekatan yuridis
empiris. Yuridis empiris, yaitu suatu penelitian disamping melihat aspek hukum positif
juga melihat pada penerapannya atau
praktek di lapangan, 8 Dalam melakukan pendekatan yuridis empiris ini, metode
yang digunakan adalah metode kualitatif.
Metode ini digunakan karena beberapa pertimbangkan yaitu : pertama, menyesuaikan metode ini lebih
mudah apabila berhadapan dengan kenyataan
ganda; kedua, metode ini menyajikan secara langsung hakekat hubungan antara peneliti dengan responden;
ketiga metode ini lebih peka dan lebih
dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama terhadap pola-pola nilai yang dihadapi.
dalam hal ini
pendekatan tersebut digunakan untuk
menganalisis secara kualitatif tentang penyelesaian sengketa tanah secara secara mediasi di Kantor
Pertanahan Medan.
9 7 Soerjono
Soekanto dan Sri Mamuji, Penelitian Hukum Normatif-Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta: Rajawali Press, 1985, hal. 1
8 Ibid 9 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung : PT.
Remaja Rosda Karya,2000, hal. 5.
2. Spesifikasi Penelitian Spesifikasi penelitian
dalam penulisan tesis ini berupa penelitian deskriptif analitis. Deskriptif dalam arti bahwa dalam
penelitian ini penulis bermaksud untuk menggambarkan
dan melaporkan secara rinci, sistematis dan menyeluruh mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan
peran Kantor Pertanahan dalam rangka
penyelesaian sengketa tanah secara mediasi di Kantor Pertanahan Kota Medan, sedangkan analitis berarti
mengelompokkan, menghubungkan dan memberi
tanda pada peran Kantor Pertanahan dalam rangka penyelesaian sengketa tanah secara mediasi di Kantor
Pertanahan Kota Medan.
3. Sumber dan Jenis Data Secara umum jenis data
yang diperlukan dalam suatu penelitian hukum terarah pada penelitian data sekunder dan data
primer. Penelitian ini menggunakan jenis
sumber data primer yang didukung dengan data sekunder, yaitu : data yang mendukung keterangan atau menunjang
kelengkapan Data Primer yang diperoleh dari
perpustakaan dan koleksi pustaka pribadi penulis yang dilakukan dengan cara studi pustaka atau studi literature. Berkaitan
dengan hal tersebut, maka dalam penelitian
ini penulis menggunakan sumber dan jenis data sebagai berikut : a. Data Primer, adalah data yang diperoleh
secara langsung dari masyarakat yang
dilakukan melalui wawancara, observasi dan alat lainnya.
10 b. Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh dari
atau berasal dari bahan kepustakaan.
11 10 P. Joko
Subagyo, Metode penelitian Dalam Teori dan Praktek¸ Cetakan Kelima, Jakarta : Rineka Cipta, 2006.hal. 87 4. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data
merupakan hal yang sangat erat hubungannya dengan sumber data, karena melalui pengumpulan data
ini akan diperoleh data yang diperlukan
untuk selanjutnya dianalisa sesuai dengan yang diharapkan. Berkaitan dengan hal tersebut, maka dalam penelitian ini
penulis menggunakan metode pengumpulan
data sebagai berikut : a. Data Primer Data
Primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari masyarakat melalui : 1)
Wawancara, yaitu cara memperoleh informasi dengan bertanya langsung pada pihak-pihak yang diwawancarai terutama
orang-orang yang berwenang, mengetahui
dan terkait dengan peran Kantor Pertanahan dalam rangka penyelesaian sengketa tanah secara mediasi
di Kantor Pertanahan Kota Medan. Sistem
wawancara yang dipergunakan adalah wawancara bebas terpimpin, artinya terlebih dahulu
dipersiapkan daftar pertanyaan sebagai
pedoman tetapi masih dimungkinkan adanya variasi pertanyaan yang disesuaikan dengan situasi pada saat
wawancara dilakukan.
12 2) Daftar pertanyaan, yaitu daftar pertanyaan
yang diajukan kepada orangorang yang terkait dengan peran Kantor Pertanahan
dalam rangka penyelesaian sengketa tanah
secara mediasi di Kantor Pertanahan Kota Medan, untuk memperoleh jawaban secara
tertulis. Dalam hal ini, daftar pertanyaan
diberikan kepada pihak Kantor Pertanahan Kota Medan 11 Ibid 12 P. Joko Subagyo,
Metode penelitian Dalam Teori dan Praktek¸ Cetakan Kelima, Jakarta : Rineka Cipta, 2006.hal. 87 b. Data
sekunder Data sekunder adalah data yang mendukung keterangan atau menunjang kelengkapan data primer yang diperoleh dari
perpustakaan dan koleksi pustaka pribadi
penulis, yang dilakukan dengan cara studi pustaka atau literatur. Data sekunder terdiri dari: 1) Bahan-bahan hukum primer, meliputi : a) Peraturan perundang-undangan, yaitu : (1)
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria; (2) Undang-Undang Nomor 20
Tahun 1961 tentang Pencabutan Hakhak Atas Tanah dan Benda-Benda yang Ada
Diatasnya; (3) Undang-Undang Nomor 30
Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa; b) Peraturan
Pemerintah, meliputi : (1) Peraturan Pemerintah Nomor 224 Tahun 1961 tentang
Pelaksanaan Pembagian Tanah dan
Pemberian Ganti- Kerugian; c) Peraturan
Presiden Nomor 10 Tahun 2006 tentang Badan Pertanahan Nasional; d)
Peraturan Menteri : (1) Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pelimpahan Kewenangan dan Pembatalan Keputusan
Pemberian Hak Atas Tanah Negara; (2)
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas
Tanah Negara dan Hak Pengelolaan.
e) Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional
Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2006
tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional dan Kantor
Pertanahan; f) Keputusan Kepala Badan
Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor
37 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis
Penanganan dan Penyelesaian Permasalahan
Pertanahan; 2) Bahan-bahan hukum
sekunder, yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer dan dapat membantu
menganalisa dan memahami bahan hukum
primer, meliputi : a) Buku-buku mengenai
Pendaftaran Tanah, Hukum Agraria Indonesia Sejarah dan Perkembangannya, buku tentang
Penyelesaian sengketa Pertanahan, buku
tentang Metodologi Penelitian dan Penulisan Karya Ilmiah. Selain itu, dalam penulisan skripsi
ini juga digunakan Kamus Besar Bahasa
Indonesia.
b) Makalah dan Artikel, meliputi makalah tentang
arbitrase dan alternatif penyelesaian
sengketa dan makalah tentang pokok-pokok pikiran mengenai penyelesaian konflik agraria yang
hasil dari Lokakarya Persiapan
Pembentukan Komite Nasional untuk Penyelesaian Konflik Agraria. Dalam penelitian hukum, data sekunder
mencakup bahan primer yaitu bahan-bahan
hukum yang mengikat; bahan sekunder yaitu bahan hukum sekunder yaitu yang memberikan
penjelasan mengenai bahan hukum primer;
dan bahan hukum tertier yakni bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap
bahan hukum primer dan sekunder.
13 5. Teknik Analisis Data Data yang diperoleh baik
dari studi lapangan maupun studi dokumen pada dasarnya merupakan data tataran yang
dianalisis secara deskriptif kualitatif, yaitu setelah data terkumpul kemudian dituangkan
dalam bentuk uraian logis dan sistematis,
selanjutnya dianalisis untuk memperoleh kejelasan penyelesaian masalah, kemudian ditarik kesimpulan secara
deduktif, yaitu dari hal yang bersifat umum
menuju hal yang bersifat khusus.
14 F. Sistematika Penulisan Dalam penarikan
kesimpulan, penulis menggunakan metode
deduktif. Metode deduktif adalah suatu metode yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti
dari peraturan-peraturan atau prinsi-pprinsip
umum menuju penulisan yang bersifat khusus.
Untuk menyusun
skripsi ini peneliti membahas menguraikan masalah yang dibagi dalam lima bab. Adapun maksud dari
pembagian skripsi ini ke dalam babbab dan sub bab-bab adalah agar untuk
menjelaskan dan menguraikan setiap masalah
dengan baik.
13 Ibid. hal 52 14 Ibid
BAB I
PENDAHALUAN Pada bab ini akan membahas tentang latar belakang
penelitian, perumusan masalah, tujuan
dan manfaat penulisan, metode penulisan,
dan sistematika penulisan.
BAB II PERAN KANTOR PERTANAHAN DALAM RANGKA PENYELESAIAN SENGKETA TANAH SECARA MEDIASI DI KANTOR PERTANAHAN KOTA MEDAN Membahas tentang Peran Kantor Badan Pertanahan
dalam melaksanakan mediasi dan peran
masyarakat dalam merespon penyelesaian
sengketa tanah melalui mediasi serta Pengaturan kewenangan Kantor Badan Pertanahan Nasional
Kota Medan menyelesaikan sengketa
pertanahan BAB III PELAKSANAAN MEDIASI
DALAM SENGKETA PERTANAHAN Dalam bab ini
akan membahas mengenai Pengertian Mediasi, Jenis Mediasi, Perilaku Mediasi, Tahapan Mediasi,
pandangan Hukum Mediasi di Kota Medan
serta peranan masyarakat dalam merespon menyelesaikan
sengketa tanah melalui mediasi BAB
IV KENDALA DALAM PELAKSANAAN SENGKETA
TANAH Dalam bab ini akan membahas mengenai penyelesaian sengketa tanah secara mediasi di Kantor Pertanahan Kota
Medan dan kendala-kendala mediasi
terhadap sengketa tanah.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Pada bagian ini akan membahas kesimpulan dan
saran dari hasil penelitian yang telah
dilakukan.
Download lengkap Versi Word
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi