Jumat, 04 April 2014

Skripsi Hukum: TINJAUAN HUKUM TENTANG PENYELESAIAN SENGKETA TANAH SECARA MEDIASI OLEH KANTOR PERTANAHAN KOTA



BAB I PENDAHULUAN 
A. Latar Belakang Masalah 
Bumi, air dan ruang angkasa demikian pula yang terkandung di dalamnya  adalah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada seluruh rakyat  Indonesia. Oleh karena itu pemanfaatan bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan  yang terkandung di dalamnya adalah ditujukan untuk mencapai sebesar-besarnya  kemakmuran rakyat Indonesia. Dari pernyataan tersebut semakin jelas bahwa  kepentingan bersama itu lebih menonjol sehingga kalau kita tinjau kembali  kepada pasal 6 UUPA yang menyatakan : “Hak milik tanah mempunyai fungsi  sosial”.

1 Medan merupakan salah satu kota terbesar ketiga di Indonesia, merupakan  ibu kota Sumatera Utara. Pertumbuhan penduduk dan urbanisasi di wilayah Kota  Medan bergerak sangat cepat sehingga membutuhkan infrastruktur transportasi  Salah satu kekayaan alam atau sumber daya alam yang diciptakan Tuhan  Yang Maha Esa yang sangat dibutuhkan bagi kehidupan manusia adalah tanah.
Manusia hidup di atas tanah dan memperoleh bahan pangan dengan  mendayagunakan tanah. Kehidupan manusia tidak dapat dipisahkan dari tanah.
Tanah merupakan modal bagi bangsa Indonesia dan suatu unsur utama dalam  pembangunan menuju terbentuknya masyarakat yang adil dan makmur  berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar tahun 1945.
1 A.P Parlindungan, Hukum Agraria Serta Landreform, Ctk.Pertama, Bandung : CV.
Mandar Maju, 1997, hal.87.
perkotaan untuk mendukung aktivitas sosial dan ekonomi masyarakatnya.
Sehubungan dengan pembangunan infrastruktur jalan kota tersebut dan ketiadaan  tanah milik Pemerintah Kota Medan, maka diperlukan pengadaan tanah (land  aquisition) dari masyarakat. Acuan dalam melaksanakan pengadaan tanah tersebut  adalah Keppres No. 71 tahun 2012 tentang penyelenggaraan pengadann tanah bagi  pembangunan untuk kepentingan umum. Namun, dalam perjalanannya proses  pengadaan tanah tersebut sering tidak berjalan lancar. Salah satu hal yang sering  muncul adalah isu tanah, yaitu ketidaksepakatan tentang nilai ganti rugi dan asset  yang diganti rugi antara masyarakat terkena proyek dengan pemerintah kota, yang  selanjutnya dapat mempengaruhi desain dan jadwal proyek, serta meningkatnya  biaya proyek secara keseluruhan.
Begitu juga yang terjadi pada pembangunan jalan lingkar luar (outer ring  road) Kota Medan, dalam hal ini kasus pembangunan jalan Ngumban Surbakti  sepanjang 3.468 meter, dimana proses pembebasan tanah banyak mengalami  kendala serta keterlambatan, khususnya pada isu nilai ganti rugi tanah (harga  tanah). Pada prinsipnya masyarakat setuju melepas hak atas tanahnya untuk  peningkatan jalan tersebut, hanya saja titik temu ganti rugi tanah belum  terselesaikan. Lahan milik warga Jalan Ngumban Surbakti Medan yang hingga  kini belum menerima ganti rugi dari Pemerintah Kota (Pemkot) Medan di  antaranya berlokasi di titik koordinat TR-15 A segmen tengah dengan total luas  14.664 meter persegi. Jumlah pemilik lahan di sekitar Jalan Ngumban Surbakti  yang belum menerima ganti rugi hingga kini diperkirakan 20 kepala keluarga  (KK) lebih.
Dari hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa munculnya  permasalahan pembebasan tanah pada proyek jalan Ngumban Surbakti adalah  akibat ketidaksepakatan harga ganti rugi tanah. Pada proyek pembangunan jalan  tersebut, penetapan nilai ganti rugi dibedakan berdasarkan status kepemilikan  tanah (hak milik, hak guna bangunan dan tanah negara), lokasi tanah (yang  menghadap jalan Setia Budi, yang menghadap jalan Djamin Ginting dan yang  menghadap jalan Ngumban Surbakti) dan kategori tanah (tanah habis dan tidak  habis). Salah satu alasan utama penolakan warga atas nilai ganti rugi pembebasan  tanah adalah perbedaan nilai ganti rugi berdasarkan lokasi tanah. Dimana lokasi  yang menghadap jalan Djamin Ginting nilai ganti ruginya lebih besar dari 75%  dibandingkan dengan lokasi tanah yang menghadap jalan Setia Budi dan 180%  dibandingkan tanah yang menghadap jalan Ngumban Surbakti.
Kehidupan masyarakat Indonesia baik itu secara kualitas maupun kuantitas  selalu mengalami peningkatan. Dari realitas tersebut luas tanah yang bersifat tetap  sementara jumlah penduduk atau masyarakat yang membutuhkan tanah untuk  memenuhi kebutuhannya selalu bertambah terus. Selain bertambah banyaknya  manusia yang membutuhkan tanah untuk tempat tinggal, juga perkembangan  ekonomi, sosial, budaya dan teknologi. Jumlah tanah yang dirasakan menjadi  sempit dan sedikit, sedangkan permintaan bertambah, maka tidak heran kalau  kebutuhan akan tanah menjadi meningkat. Tidak seimbangnya akan tanah dengan  kebutuhan tanah itu, telah meninggalkan berbagai persoalan yang banyak  seginya.
2 Dalam pergaulan di tengah masyarakat, banyak terjadi hubungan hukum  yang muncul sebagai akibat adanya tindakan-tindakan hukum dari subyak hukum.
Agar hubungan hukum itu berjalan secara harmonis, seimbang dan adil dalam arti  setiap subyek mendapatkan apa yang menjadi hak-nya dan menjalankan  kewajiban yang diberikan kepadanya, maka hukum tampil sebagai aturan main  dalam mengatur hubungan-hubungan hukum tersebut.
3 Tindakan hukum pemerintah adalah tindakan-tindakan yang berdasarkan  sifatnya menimbulkan akibat hukum. Karakteristik paling penting dari tindakan  hukum yang dilakukan pemerintah adalah keputusan-keputusan dan ketetapanketetapan pemerintah yang bersifat sepihak. Dikatakan bersifat sepihak karena  dilakukan tidaknya suatu tindakan hukum pemerintah itu tergantung pada  kehendak sepihak pemerintah.Ketetapan merupakan insterumen yang digunakan  oleh organ pemerintah dalam bidang publik dan digunakan untuk menimbulkan  akibat-akibat hukum tertentu (akibat hukum yang dimaksud yang lahir dari  keputusan adalah munculnya hak, kewajiban, kewenangan, atau status tertentu).
4 2 R.Soehadi, Penyelesaian Sengketa Tanah, Ctk.Pertama, Surabaya : Karya Anda, 1995,  hal.15.
3 Ridwan. HR, Hukum Administrasi Negara, Ctk.Pertama, Yogyakarta, 2002 : UII Press  Yogyakarta, , hal.209.
4 Ibid. hal. 119 Sengketa tanah tergolong masalah yang bersifat klasik dan akan selalu  ditemukan di muka bumi. Oleh karena itu masalah atau sengketa yang  berhubungan dengan tanah senantiasa berlangsung secara terus-menerus, sebab itu  sudah menjadi kebutuhan setiap orang. Bukan hanya di dalam kehidupannya,  untuk matipun manusia masih tetap membutuhkan tanah.
Pada awalnya di saat masyarakat belum berkembang  sengketa masih  dalam komunitas tertentu. Sengketa tanah yang ada masih bisa diselesaikan oleh  anggota (warga) bersama tokoh yang disegani dalam komunitas masyarakat yang  bersangkutan. Namun disaat masyarakat sudah banyak mengalami perkembangan  seperti sekarang ini, apabila sengketa tersebut belum menemukan titik terang  penyelesaian masalahnya, maka konflik tersebut akan berkembang meluas  menjadi permasalahan yang bersifat krusial.
Dalam mengatasi masalah di bidang pertanahan tersebut, maka pemerintah  mengeluarkan peraturan perundang-undangan di bidang pertanahan yaitu Undangundang No.5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria yang  disebut dengan UUPA. UUPA merupakan pedoman pokok untuk mengatur  masalah pertanahan dan meletakkan dasar-dasar untuk memberikan kepastian  hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi seluruh rakyat Indonesia, UU No.5  tahun 1960 (UUPA) mempunyai beberapa tujuan : 1.  Meletakkan dasar-dasar bagi penyusunan Hukum Agraria Nasional yang  merupakan alat untuk membawa kemakmuran, kebahagiaan dan keadilan  bagi negara dan rakyat terutama rakyat tani, dalam rangka menciptakan  masyarakat adil dan makmur.
2.  Meletakkan dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan dan kesederhanaan  dalam hukum pertanahan.
3.  Meletakkan dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai  hakhak atas tanah bagi rakyat sepenuhnya.
UUPA dengan seperangkat peraturan pelaksanaannya, bertujuan untuk  terwujudnya jaminan kepastian hukum rehadap hak-hak atas tanah diseluruh  wilayah Republik Indonesia.
5 Munculnya sengketa hukum adalah berawal dari keberatan dari tuntunan  suatu hak atas tanah baik terhadap status tanah, prioritas maupun kepemilikannya  dengan suatu harapan mendapatkan penyelesaian administrasi sesuai dengan  ketentuan yang berlaku.
6 5 Bachtiar Effendi,  Pendaftaran Tanah di Indonesia dan Peraturan-peraturan  Pelaksanaannya, Bandung : Alumni, 1983, hal.5.
6 Rusmandi Murad, Penyelesaian Sengketa hukum Atas Tanah, Alumni, Bandung, 1991,  hal.22.
Terhadap sengketa batas, berawal dari perolehan hak yaitu pemberian hak  secara derivatif, yaitu yang memperoleh haknya karena peralihan hak. Misalnya  dengan jual-beli, tukar-menukar, hibah dan lainnya. Sebagaimana telah diketahui  dalam ilmu hukum, yang dimaksud dengan hak pada hakekatnya adalah sesuatu  kekuasaan yang diberikan oleh hukum kepada seseorang terhadap suatu benda  maupun orang.
Menurut sistem pendaftaran tanah yang diatur dalam UUPA (UndangUndang No.5 tahun 1960) dan Peraturan Pemerintah No.24 tahun 1997, maka  stelsel yang digunakan dalam administrasi pendaftaran tanah kita adalah stelsel  negatif (mengarah pada positif). Dimana dalam stelsel ini terkandung pengertian  bahwa tanda bukti hak (sertifikat) yang dipegang seseorang belum menunjukkan  orang tersebut sebagai pemegang hak yang sebenarnya.
Sertifikat setiap waktu dapat dibatalkan apabila ternyata ada pihak lain  yang dapat membuktikan secara hukum bahwa ia adalah pemilik yang sebenarnya.
Berbeda di dalam sistem hukum positif, yaitu tanda bukti hak seseorang atas tanah adalah mutlak dan tidak dapat diganggu gugat. Apabila ternyata terdapat bukti  yang cacat, menunjukkan cacat hukum dalam perolehan hak tersebut, maka ia  tidak dapat menuntut pembatalan, kecuali tuntutannya pembayaran ganti kerugian.
Kesalahan di dalam penetapan batas atas suatu tanah yang berkaitan langsung  dengan hak penguasaan tanah, maka apabila ada pihak yang dirugikan dan  menyatakan rasa tidak puas atas penetapan batas tersebut dapat mengajukan  keberatannya ke kantor Pertanahan setempat yang berwenang.
Sesuai dengan tata aturan pihak tersebut dapat mengajukan keberatannya  atas penetapan batas tersebut kepada Badan Pertanahan Nasional yang berwenang  untuk itu. Sehinggga proses penerbitan sertifikat suatu hak atas tanah dapat  ditunda terlebih dahulu untuk dapat dilakukan penyelesaiannya, agar tidak ada  yang merasa dirugikan.
Permasalahan mengenai sengketa tanah yang telah penulis paparkan, maka  keberadaaan Badan Pertanahan Nasional sangat penting sebagai instansi  pemerintah non departemen yang berkedudukan di bawah Presiden dan  bertanggung jawab langsung kepada Presiden dapat menyelesaikan sengketa  pertanahan sesuai dengan ketentuan Pasal 1 ayat (1) huruf (c) Peraturan Menteri  Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No.1 Tahun 1999, yaitu yang  berbunyi : “Pendaftaran hak atas tanah termasuk peralihannya dan penerbitan  tanda bukti haknya, antara pihak-pihak yang berkepentingan maupun antara  pihak-pihak yang berkepentingan dengan instansi di lingkungan Badan  Pertanahan Nasional”.
Di saat proses penerbitan sertifikat dalam tahap pengukuran harus  melewati persetujuan para pihak yang bersangkutan atau yang berbatasan  sebagaimana yang telah disebutkan dalam pasal 17 ayat (3) Peraturan Pemerintah  No.24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah serta sebagai perwujudan dari asas  ontradictoire Delimitatie, dengan tujuan apabila suatu  ketika ada pihak yang  mengajukan gugatan atas tanah tersebut berdasarkan sesuai kepentingannya  berfungsi untuk : 1.  Memberikan kepatian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang  hak atas suatu bidang tanah.
2.  Menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan.
3.  Terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.
Dalam penyelesaiannya sengketa pertanahan di Kota Medan sering  mengalami berbagai hambatan, namun diusahakan semaksimal mungkin oleh  pihak Kantor Pertanahan Kota Medan dapat memberikan kepastian hukum dan  memberikan perlindungan hukum bagi warga negara berupa keputusan atau  ketetapan setelah melakukan mediasi dengan pihak-pihak yang terkait.
Selain itu secara sosiologis, kondisi masyarakat Kota Medan rata-rata  adalah pendatang khususnya nelayan  yang tingkat pendidikannya rendah,  sehingga tingkat kesadaran hukumnya sangat kurang yang pada akhirnya  mempengaruhi pola pikir mereka yang “asal” dalam mendirikan bangunan untuk  rumah tinggal tanpa memikirkan status tanah yang ditempati bangunan tersebut.   Hal tersebut sangat berpontensi menimbulkan sengketa pertanahan dengan  pihak lain, khususnya pemilik tanah yang sah secara hukum. Terkait dengan  penyelesaian permasalahan tanah, Kantor Pertanahan Kota Medan  mengedepankan upaya mediasi, yaitu: 1.  Perkembangan masyarakat dan bisnis menghendaki efisiensi dan  kerahasiaan lestarinya hubungan kerja sama dan tidak formalistis serta  menghendaki penyelesaian yang lebih menekankan keadilan; 2.  Lembaga litigasi tidak dapat merespons karena dalam operasionalnya  dinilai lamban, mahal, memboroskan energi, waktu dan uang; 3.  litigasi tidak dapat memberikan win-win solution.
Masyarakat yang berkepentingan akan menyelesaikan sengketa yang  sederhana dan efisien, baik dari segi waktu maupun biaya. Pemantapan dan  pengetahuan akan pentingnya mediasi menganjurkan bagi para pencari keadilan  untuk dapat bertindak dalam memperoleh kebenaran sejati tanpa mengalami  kerugian baik materiil maupun non materiil.
Bertitik tolak dari uraian tersebut di atas, maka penulis ingin meneliti lebih  lanjut mengenai permasalahan dan menyusunnya dalam skripsi yang berjudul:  Tinjaun Hukum Tentang Penyelesaian Sengketa Tanah Secara Mediasi oleh  Kantor Pertanahan Kota Medan.
B.  Perumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, maka masalah yang dapat dirumuskan adalah : 1.  Bagaimana peran Kantor Pertanahan Dalam Rangka Menyelesaikan Sengketa  tanah secara mediasi di Kantor Badan Pertanahan Kota Medan ?  2.  Bagaimana pelaksanaan mediasi dalam sengketa pertanahan berdasarkan  kepada putusan yang berlaku ? 3.  Apa kendala dalam pelaksanaan Mediasi di Kota Medan? C. Tujuan dan Manfaat Penulisan 1.  Tujuan Penulisan a.  Untuk peran Kantor Pertanahan Dalam Rangka Menyelesaikan  Sengketa tanah secara mediasi di Kantor Badan Pertanahan Kota  Medan.
b.  Untuk mengetahui pelaksanaan mediasi dalam  sengketa pertanahan  berdasarkan kepada putusan yang berlaku.
c.  Untuk mengetahui apa kendala dalam pelaksanaan mediasi di Kota  Medan.
2.  Manfaat Penulisan  a.  Kegunaan Teoritis Hasil Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan  masukan pengembangan ilmu pengetahuan di bidang Hukum Perdata  khususnya Hukum Agraria mengenai peran kantor pertanahan dalam  rangka penyelesaian sengketa tanah secara mediasi di Kantor  Pertanahan Medan.
b.  Kegunaan Praktis Dengan penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang  sangat berharga bagi pihak Kantor Pertanahan dalam rangka  penyelesaian sengketa tanah dan kendala dalam pelaksanaan secara  mediasi.
D. Keaslian Penulisan  Skripsi ini merupakan karya tulis yang asli. Belum ada penulis yang  menulis skripsi tentang hal  yang sama, yaitu tentang tinjauan hukum tentang  penyelesaian sengketa tanah oleh Kantor Badan Pertanahan Kota Medan,  Khususnya untuk yang terdapat di Fakultas Hukum   Medan, keaslian penulisan ini ditunjukan dengan adanya penegasan dari pihak  administrasi bagian/jurusan hukum agraria. Bila ternyata terdapat skripsi yang  sama dengan skripsi ini sebelum dibuat penulis bertanggungjawab sepenuhnya E.  Metode Penulisan  Penulisan ilmiah atau skripsi agar mempunyai nilai ilmiah, maka perlu  diperhatikan syarat-syarat metode ilmiah. Secara epistimologis, ilmiah atau tidak  suatu skripsi adalah dipengaruhi oleh pemilihan dan penggunaaan metode  penulisan, bahan atau data kajian serta metode penelitian. Penelitian merupakan  suatu sarana pokok dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang  bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodologis dan  konsisten melalui proses penelitian tersebut perlu diadakan analisa dan konstruksi  terhadap data yang telah dikumpulkan dan diolah.
7 1.  Metode Pendekatan Dalam penulisan skripsi penulis menggunakan metodelogi penulisan  sebagai berikut : Berdasarkan perumusan masalah dan tujuan penelitian, maka metode yang  digunakan adalah pendekatan yuridis empiris.  Yuridis empiris, yaitu suatu  penelitian disamping melihat aspek hukum positif juga melihat pada  penerapannya atau praktek di lapangan, 8 Dalam melakukan pendekatan yuridis empiris ini, metode yang digunakan  adalah metode kualitatif. Metode ini digunakan karena beberapa pertimbangkan  yaitu : pertama, menyesuaikan metode ini lebih mudah apabila berhadapan dengan  kenyataan ganda; kedua, metode ini menyajikan secara langsung hakekat  hubungan antara peneliti dengan responden; ketiga metode ini lebih peka dan  lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama  terhadap pola-pola nilai yang dihadapi.
dalam hal ini pendekatan tersebut  digunakan untuk menganalisis secara kualitatif tentang penyelesaian sengketa  tanah secara secara mediasi di Kantor Pertanahan Medan.
9 7 Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, Penelitian Hukum Normatif-Suatu Tinjauan  Singkat, Jakarta: Rajawali Press, 1985, hal. 1 8 Ibid 9 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung : PT. Remaja Rosda  Karya,2000, hal. 5.
2.  Spesifikasi Penelitian Spesifikasi penelitian dalam penulisan tesis ini berupa penelitian deskriptif  analitis. Deskriptif dalam arti bahwa dalam penelitian ini penulis bermaksud untuk  menggambarkan dan melaporkan secara rinci, sistematis dan menyeluruh  mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan peran Kantor Pertanahan dalam  rangka penyelesaian sengketa tanah secara mediasi di Kantor Pertanahan Kota  Medan, sedangkan analitis berarti mengelompokkan, menghubungkan dan  memberi tanda pada peran Kantor Pertanahan dalam rangka penyelesaian  sengketa tanah secara mediasi di Kantor Pertanahan Kota Medan.
3.  Sumber dan Jenis Data Secara umum jenis data yang diperlukan dalam suatu penelitian hukum  terarah pada penelitian data sekunder dan data primer. Penelitian ini menggunakan  jenis sumber data primer yang didukung dengan data sekunder, yaitu : data yang  mendukung keterangan atau menunjang kelengkapan Data Primer yang diperoleh  dari perpustakaan dan koleksi pustaka pribadi penulis yang dilakukan dengan cara  studi pustaka atau studi literature. Berkaitan dengan hal tersebut, maka dalam  penelitian ini penulis menggunakan sumber dan jenis data sebagai berikut : a.  Data Primer, adalah data yang diperoleh secara langsung dari masyarakat  yang dilakukan melalui wawancara, observasi dan alat lainnya.
10 b.  Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh dari atau berasal dari bahan  kepustakaan.
11 10 P. Joko Subagyo, Metode penelitian Dalam Teori dan Praktek¸ Cetakan Kelima,  Jakarta : Rineka Cipta, 2006.hal. 87 4.  Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data merupakan hal yang sangat erat hubungannya dengan  sumber data, karena melalui pengumpulan data ini akan diperoleh data yang  diperlukan untuk selanjutnya dianalisa sesuai dengan yang diharapkan. Berkaitan  dengan hal tersebut, maka dalam penelitian ini penulis menggunakan metode  pengumpulan data sebagai berikut : a.  Data Primer Data Primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari masyarakat  melalui : 1)  Wawancara, yaitu cara memperoleh informasi dengan bertanya langsung  pada pihak-pihak yang diwawancarai terutama orang-orang yang  berwenang, mengetahui dan terkait dengan peran Kantor Pertanahan dalam  rangka penyelesaian sengketa tanah secara mediasi di Kantor Pertanahan  Kota Medan. Sistem wawancara yang dipergunakan adalah wawancara  bebas terpimpin, artinya terlebih dahulu dipersiapkan daftar pertanyaan  sebagai pedoman tetapi masih dimungkinkan adanya variasi pertanyaan  yang disesuaikan dengan situasi pada saat wawancara dilakukan.
12 2)  Daftar pertanyaan, yaitu daftar pertanyaan yang diajukan kepada orangorang yang terkait dengan peran Kantor Pertanahan dalam rangka  penyelesaian sengketa tanah secara mediasi di Kantor Pertanahan Kota  Medan, untuk memperoleh jawaban secara tertulis. Dalam hal ini, daftar  pertanyaan diberikan kepada pihak Kantor Pertanahan Kota Medan 11 Ibid 12 P. Joko Subagyo, Metode penelitian Dalam Teori dan Praktek¸ Cetakan Kelima,  Jakarta : Rineka Cipta, 2006.hal. 87  b.  Data sekunder Data sekunder adalah data yang mendukung keterangan atau menunjang  kelengkapan data primer yang diperoleh dari perpustakaan dan koleksi pustaka  pribadi penulis, yang dilakukan dengan cara studi pustaka atau literatur. Data  sekunder terdiri dari: 1)  Bahan-bahan hukum primer, meliputi : a)  Peraturan perundang-undangan, yaitu : (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar  Pokok Agraria; (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961 tentang Pencabutan Hakhak Atas Tanah dan Benda-Benda yang Ada Diatasnya;  (3) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan  Alternatif Penyelesaian Sengketa; b)  Peraturan Pemerintah, meliputi : (1) Peraturan Pemerintah Nomor 224 Tahun 1961 tentang Pelaksanaan  Pembagian Tanah dan Pemberian Ganti- Kerugian; c)  Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2006 tentang Badan Pertanahan  Nasional; d)  Peraturan Menteri : (1)  Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 1999 tentang  Pelimpahan Kewenangan dan Pembatalan Keputusan Pemberian  Hak Atas Tanah Negara;  (2)  Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 1999 tentang  Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara  dan Hak Pengelolaan.
e)  Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia  Nomor 3 Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor  Wilayah Badan Pertanahan Nasional dan Kantor Pertanahan; f)  Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia  Nomor 37 Tahun 2007 tentang  Petunjuk Teknis Penanganan dan  Penyelesaian Permasalahan Pertanahan; 2)  Bahan-bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya  dengan bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisa dan  memahami bahan hukum primer, meliputi : a)  Buku-buku mengenai Pendaftaran Tanah, Hukum Agraria Indonesia  Sejarah dan Perkembangannya, buku tentang Penyelesaian sengketa  Pertanahan, buku tentang Metodologi Penelitian dan Penulisan Karya  Ilmiah. Selain itu, dalam penulisan skripsi ini juga digunakan Kamus  Besar Bahasa Indonesia.
b)  Makalah dan Artikel, meliputi makalah tentang arbitrase dan alternatif  penyelesaian sengketa dan makalah tentang pokok-pokok pikiran  mengenai penyelesaian konflik agraria yang hasil dari Lokakarya  Persiapan Pembentukan Komite Nasional untuk Penyelesaian Konflik  Agraria. Dalam penelitian hukum, data sekunder mencakup bahan  primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat; bahan sekunder yaitu  bahan hukum sekunder yaitu yang memberikan penjelasan mengenai  bahan hukum primer; dan bahan hukum tertier yakni bahan yang  memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum  primer dan sekunder.
13 5.  Teknik Analisis Data Data yang diperoleh baik dari studi lapangan maupun studi dokumen pada  dasarnya merupakan data tataran yang dianalisis secara deskriptif kualitatif, yaitu  setelah data terkumpul kemudian dituangkan dalam bentuk uraian logis dan  sistematis, selanjutnya dianalisis untuk memperoleh kejelasan penyelesaian  masalah, kemudian ditarik kesimpulan secara deduktif, yaitu dari hal yang bersifat  umum menuju hal yang bersifat khusus.
14 F.  Sistematika Penulisan Dalam penarikan kesimpulan, penulis  menggunakan metode deduktif. Metode deduktif adalah suatu metode yang  berhubungan dengan permasalahan yang diteliti dari peraturan-peraturan atau  prinsi-pprinsip umum menuju penulisan yang bersifat khusus.
Untuk menyusun skripsi ini peneliti membahas menguraikan masalah yang  dibagi dalam lima bab. Adapun maksud dari pembagian skripsi ini ke dalam babbab dan sub bab-bab adalah agar untuk menjelaskan dan menguraikan setiap  masalah dengan baik.
13 Ibid. hal 52 14 Ibid  BAB I    PENDAHALUAN Pada bab ini akan membahas tentang latar belakang penelitian,  perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, metode  penulisan, dan sistematika penulisan.
BAB II  PERAN KANTOR PERTANAHAN DALAM RANGKA  PENYELESAIAN SENGKETA TANAH SECARA MEDIASI DI  KANTOR PERTANAHAN KOTA MEDAN  Membahas tentang Peran Kantor Badan Pertanahan dalam  melaksanakan mediasi dan peran masyarakat dalam merespon  penyelesaian sengketa tanah melalui mediasi serta Pengaturan  kewenangan Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Medan  menyelesaikan sengketa pertanahan BAB III   PELAKSANAAN MEDIASI DALAM SENGKETA  PERTANAHAN Dalam bab ini akan membahas mengenai Pengertian Mediasi, Jenis  Mediasi, Perilaku Mediasi, Tahapan Mediasi, pandangan Hukum  Mediasi di Kota Medan serta peranan masyarakat dalam merespon  menyelesaikan sengketa tanah melalui mediasi  BAB IV   KENDALA DALAM PELAKSANAAN SENGKETA TANAH Dalam bab ini akan membahas mengenai penyelesaian sengketa  tanah secara mediasi di Kantor Pertanahan Kota Medan dan  kendala-kendala mediasi terhadap sengketa tanah.
BAB V  KESIMPULAN DAN SARAN  Pada bagian ini akan membahas kesimpulan dan saran dari hasil  penelitian yang telah dilakukan.   

Download lengkap Versi Word

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi