BAB 1 .
PENDAHULUAN .
1.1. Latar Belakang .
Pada zaman
dahulu penyakit kelamin
dikenali sebagai Venereal
Disease (VD) yang berasal dari mitologi Romawi yaitu Venus (dewi cinta).
Yang termasuk dalam Venereal
Disease ini, yaitu sifilis,
gonore, ulkus mole,
limfogranuloma venereum,
granuloma inguinale. Ternyata pada akhir-akhir ini ditemukan berbagai penyakit
lain yang juga
dapat timbul akibat
hubungan seksual. Oleh
karena itu istilah
VD makin lama
makin ditinggalkan dan
diperkenalkan istilah Penyakit Menular
Seksual (PMS). Sehubungan
P.M.S ini sebagian besar
disebabkan oleh infeksi, maka kemudian istilah PMS telah
diganti menjadi IMS (Infeksi Menular Seksual)
(Daili,2013).
Infeksi Menular
Seksual (IMS) adalah
penyakit yang ditularkan
melalui hubungan seksual. Terdapat lebih daripada 30 jenis mikroba
(bakteri, virus, dan parasit) yang
dapat ditularkan melalui
hubungan seksual. Kondisi
yang paling sering ditemukan adalah infeksi gonore,
klamidia, sifilis, trikomoniasis, chancroid, kutil
kelamin, dan human
immunodeficiency virus (HIV). Beberapa
IMS khususnya HIV
dan sifilis, dapat
juga ditularkan dari
ibu ke anaknya
selama kehamilan dan melahirkan,
dan melalui darah serta jaringan tubuh (WHO 2009).
Menurut WHO
(2009), pada tahun
1999 diperkirakan prevalensi
IMS sebanyak 340 juta kasus
seperti C. trachomatis, N. gonorhoeae, T. pallidum dan T.
Vaginalis. Wilayah
Asia Selatan dan Tenggara mempunyai kasusIMS terbanyak yaitu
151 juta kasus dan
wilayah Australia 1juta
kasus .Pada tahun
200 diperkirakan prevalensi IMS sebanyak 321,1 juta kasus seperti C.
trachomatis, N.
gonorhoeae, T.
pallidum dan T.
vaginalis. Wilayah Pasifik
Barat merupakan wilayah yang mempunyai kasus IMS terbanyak
yaitu 77,4 juta kasus dan wilayah yang
paling sedikit kasus IMS adalah wilayah Mediterania Timur yaitu 17,1 kasus IMS. Disamping itu, negara Indonesia termasuk
dalamwilayah Asia Tenggara dan jumlah kasus
IMS pada wilayah
tersebut adalah sebanyak
54,4 juta kasus.
Ternyata
prevalensi IMS tahun
1999 dan tahun
2005 terjadi peningkatan, prevalensi pada perempuan lebih tinggi
daripada laki-laki.
Secara global pada
tahun 2008, diperkirakan bahwa ada 498.9 juta kasus baru
IMS seperti C.
trachomatis, N. gonorhoeae,
T. pallidum dan T. vaginalis pada orang
dewasa berusia 15-49
tahun. Wilayah Pasifik
Barat masih lagi mempunyai angka
prevalensi yang tinggi
yaitu 128,2 kasus
dan wilayah Mediterania Timur masih terendah yaitu 26,4
juta kasus(WHO 2008). Sementara Di
Indonesia sendiri, telah banyak laporan mengenai prevalensi infeksi menular seksual
ini. Beberapa laporan
yang ada dari
beberapa lokasi antara
tahun 199 sampai 2001 menunjukkan prevalensi
infeksi gonore dan
klamidia yang tinggi, antara
20%-35%(Jazan, 2003). Disamping
itu, di RS
Dr. Pirngadi Medan
pada tahun 1989 dilaporkan kasus
gonore sebanyak 16% dari sebanyak 326 penderita IMS
dan didapati prevalensi
Uretritis Non Gonore
(UNG) di RS
Dr. Pirngadi Medan sebesar 54% pada tahun 1990-1991 (Hakim,
2011).
Hampir seperempat
dari semua infeksi menular seksual (IMS) terjadi pada remaja aktif secara seksual. Berbagai faktor
yang berkontribusi terhadap tingginya angka penderita
IMS yaitu pertama,
faktor biologis yaitu
jenis kelamin, usia, hidup
dikalangan penderita IMS. Kedua, faktor kognitif yaitu tingkat pengetahuan mengenai
IMS dan dampaknya
pada mereka. Ketiga,
faktor psikologikal yaitu karena tertarik
melihat fisik seseorang,
untuk mengeratkan hubungan
sesama pasangan, untuk
kepuasan seksual seseorang,
dan mengurangi rasa
stres seseorang. Keempat,
faktor perilaku yaitu
bergantian pasangan seksual, anoseksual,
narkoba dan alkohol.
Kelima, faktor sosial
yaitu sosial ekonomi, pergaulan
bebas di kalangan
dewasa muda dan
sebagainya (Sanders, 2007).
Tingkat penularan
IMS yang spesifik
seperti bakteri klamidia dan
gonore lebih rentan pada remaja. Pada tahun 2003, tingkat
penularan infeksi menular seksual klamidia
tertinggi pada remaja perempuan berusia 15-19 tahun (Sanders, 2007).
Pada tahun 2011,
Hasil penelitian STBP (Surveilans Terpadu Biologis dan Perilaku)
di Indonesia menunjukkan
karateristik penderita IMS
menurut kelompok usia
paling banyak adalah
kelompok usia 20-29
tahun. Selain itu, didapati
jumlah laki-laki lebih banyak daripada jumlah perempuan dan majoritas memiliki
tingkat pendidikan terakhir
adalah tingkat SMA serta
lebih ramai penderita IMS yang belum nikah.
Menurut hasil
penelitian Silitonga (2010),
gambaran IMS di RSUP.H.Adam
Malik Medan tahun
2009 menunjukkan bahwa
jenis Infeksi Menular Seksual (IMS) yang paling banyak
adalah kondiloma akuminata dengan jumlah
20 orang (29,9%). Jenis Infeksi Menular Seksual (IMS) terbanyak kedua adalah gonore dengan jumlah responden sebanyak
19 orang (28,4%), yang diikuti oleh IMS
jenis lainnya seperti moluscum
contangiosum, kandidiasis genitalis dan lainnya sebanyak
18 orang (26,9%),
sifilis sebanyak 5 orang
(7,5 %), IGNS sebanyak
3 orang (4,5 %) dan herpes simpleks sebanyak 2 orang (3 %). Selain itu, kelompok usia yang paling sering menderita IMS
adalah pada kelompok usia 30 – 34 tahun
dengan jumlah 15 orang (22,4%) dan didapati jumlah perempuan lebih banyak menderita IMS daripada laki-laki yaitu
terdapat 33 orang (49,3%) laki-laki dan
34 orang (50,7%) perempuan. Disamping itu, tingkat pendidikan terakhir pada penderita
IMS yang paling
banyak didapati adalah
tingkat pendidikan sedang dengan jumlah 45 orang (67,2%). Pada gambaran
IMS mengenai status pekerjaan, didapati lebih banyak
penderita IMS yang bekerja daripada penderita
IMS yang tidak bekerja yaitu sebanyak 36 orang (53,7%)
sertalebih banyak penderita IMS yang
sudah menikah dibandingkan dengan responden yang belum menikah yaitu yang sudah menikah adalah 40 orang (59,7%).
Sampai saat ini
ternyata prevalensi penyakit IMS masih tinggi dan sukar ditanggulangi karena dalam penanggulangan
penyakit kelamin ada beberapa segi yang
perlu mendapat perhatian,
yaitu dari segi
medis, segi epidemiologik, segi sosial, ekonomi,
dan budaya(Daili,2008). Oleh
karena itu, peneliti
ingin mengetahui karakteristik
kejadian IMS di
RSUD Dr. Pirngadi
Medan dari Januari sampai
31 Desember 2012,
agar dapat memberi gambaran kepada pemerintah
dan masyarakat tentang
penyakit IMS sehingga
nantinya dapat direncanakan
usaha-usaha untuk mencegah
terjadinya IMS yang
pada akhirnya nanti
dapat menurunkan prevalensi
IMS serta meningkatkan
kualitas hidup masyarakat.
1.2.
Rumusan Masalah Bagaimana gambaran
karakteristik infeksi menular
seksual (IMS) di RSUD
Dr. Pirngadi Medan pada tahun 2012.
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Tujuan
umum pelaksanaan penelitian
ini adalah untuk mengetahui gambaran
karakteristik infeksi menular
seksual (IMS) di
RSUD Dr.
Pirngadi pada tahun
2012.
1.3.2. Tujuan Khusus 1.
Untuk mengetahui proposi
infeksi menular seksual
berdasarkan jenis penyakit yang paling sering terjadi.
2. Untuk mengetahui proposi infeksi menular
seksual berdasarkan usia.
3. Untuk
mengetahui proposi infeksi
menular seksual berdasarkan
jenis kelamin.
4. Untuk
mengetahui proposi infeksi
menular seksual berdasarkan
tingkat pendidikan.
5. Untuk mengetahui proposi infeksi menular
seksual berdasarkan pekerjaan.
6. Untuk
mengetahui proposi infeksi
menular seksual berdasarkan
status pernikahan.
1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Bagi Pemerintah dan Masyarakat: 1. Memberikan informasi kepada pemerintah akan
gambaran infeksi menular seksual di RSUD
Dr. Pirngadi Medan agar hal tersebut dapat ditindaklanjuti dengan
membuat program tentang
pencegahan Infeksi Menular
Seksual (IMS) kepada masyarakat
sehingga dapat meningkatkankualitas kesehatan.
1.4.2. Bagi RSUD
Dr. Pirngadi Medan: 1. Memberikan
informasi mengenai jenis IMS yang paling sering dijumpai di RSUD Dr. Pirngadi.
2. Menggunakan informasi yang di teliti
sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan
tindakan pencegahan IMS.
1.4.3.Bagi
peneliti: 1. Menambah pengetahuan bagi peneliti mengenai
karakteristik IMS 2. Mendapat pengalaman untuk melakukan
penelitian.
3. Menyediakan data awal untuk penelitian
selanjutnya.
Download lengkap Versi Word
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi