BAB I.
PENDAHULUAN.
1.1. Latar Belakang.
Sistem keuangan
dapat diartikan sebagai kumpulan institusi, pasar, ketentuan perundangan, peraturan-peraturan dan
teknik-teknik dimana surat-surat berharga di perdagangkan, tingkat suku bunga ditetapkan,
dan jasa-jasa keuangan (financial services)
dihasilkan serta ditawarkan ke seluruh bagian dunia. (Siamat, 2005:1) Sistem
keuangan perbankan merupakan salah satu kreasi dalam masyarakat modren dawasa ini.
Dengan adanya sistem
keuangan perbankan maka sistem pembayaran
dan intermediasi dapat terlaksana. Tugas utama sistem keuangan perbankan dalam perekonomian modren adalah
memindahkan dana dari penabung kepada
peminjam yang membutuhkan dana untuk membeli barang-barang dan jasa serta melakukan investasi sehingga
perekonomian dapat tumbuh dan pada akhirnya akan meningkatkan standar hidup. Pengalihan
ini dilakukan oleh lembaga keuangan sebagai
lembaga intermediasi. Intermediasi keuangan merupakan proses pembelian dana dari unit surplus (penabung) untuk
selanjutnya disalurkan kembali kepada unit deficit (peminjam), yang terdiri dari sektor
usaha, pemerintah dan individu atau rumah
tangga. Jenis lembaga intermediasi yang paling dominan dalam sistem keuangan perbankan adalah lembaga depositori,
terutama Bank Umum.
Masyarakat adalah
unit surplus (lenders) yang merupakan sumber dana terbesar yang paling diandalkan bank yang
disebut sebagai Dana Pihak Ketiga (DPK),
terdiri dari giro (demand deposit), deposito (time deposit), tabungan (saving).
Besar kecilnya
jumlah dana pihak ketiga yang bersal dari masyarakat biasanya tergantung pada kebijakan tingkat suku bunga
yang ditetapkan oleh bank. Pada umumnya,
jika tingkat suku bunga tinggi maka masyarakat akan lebih tertarik untuk menyimpan dananya di bank, dan sebaliknya.
Selain dari tingkat suku bunga, pelayanan
yang baik dan memuaskan yang diterima dari nasabah (masyarakat) ataupun yang disediakan oleh bank, serta
kemajuan teknologi perbankan yang tersedia
pada bank dapat menjadi suatu acuan bagi masyarakat untuk menempatkan dananya pada bank.
Kegiatan bank
menyalurkan dana kepada unit deficit (borrowers) yang biasa terdiri dari sektor usaha, pemerintah dan
individu / rumah tangga adalah memberikan pinjaman (loan) kepada unit defisit yang
mengajukan permohonan, sehingga dalam hal
ini bank berperan sebagai perantara dalam menyalurkan dana dari unit yang kelebihan daya beli kepada unit yang
kekurangan daya beli dalam bentuk kredit. Ini sesuai dengan UU No.10 tahun 1998 yang
merupakan perubahan UU No.7 tahun 1992
sebagai berikut : 1. Bank adalah badan
usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat
dalam bentuk kredit atau badan-badan
lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat banyak.
2. Bank umum adalah bank yang melaksanakan
kegiatan usahanya secara konvensional
dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Pada beberapa tahun belakangan ini, situasi
yang sedang terjadi adalah derasnya
aliran modal yang masuk ke pasar uang Indonesia, sehingga bank-bank umum di Indonesia mengalami kelebihan dana
(ekses likuiditas), termasuk bank-bank umum
di Sumatera Utara. Keadaan ini mirip seperti tahun 1996-1997, dimana pemerintah hingga bank mengatakan bahwa
situasi Indonesia dan ekonomi Asia dalam
kondisi yang baik dan stabil.
Kelebihan dana
(ekses likuiditas) perbankan pada bank-bank umum dapat memicu ketidakstabilan
moneter. Ekses likuiditas ini bisa menjadi masalah global dan harus diwaspadai.
Dalam mengatasi
ekses likuiditas perbankan pada bank umum, maka pemerintah mengeluarkan beberapa regulasi yang
bertujuan untuk menjaga stabilitas pertumbuhan
ekonomi dan tingkat inflasi yang terkendali yaitu dengan cara menaikkan besarnya cadangan minimum yang harus
disetorkan oleh masing-masing bank pada
Bank Indonesia, yang dikenal sebagai Giro Wajib Minimum (GWM).
Kenaikan ini
dimaksudkan untuk memelihara kestabilan moneter dan menjadikan perbankan lebih solid dalam arti
mempunyai daya saing, sehat dan tangguh.
GWM merupakan instrumen BI untuk mempengaruhi jumlah uang beredar sesuai dengan kebijakan pada suatu waktu.
Kenaikan GWM ini akan berdampak langsung
terhadap perbankan, yaitu dapat memicu
kenaikan suku bunga bank.
Maksudnya adalah
kenaikan GWM berarti bank diminta untuk menyediakan pencadangan lebih tinggi di BI. Artinya, bisa
mengurangi spread secara keseluruhan, antara
suku bunga dana dan suku bunga kredit yang jadi berkurang, karena bank harus menyediakan likuiditas yang lebih
banyak lagi di BI. Hal ini mengakibatkan semakin berkurangnya likuiditas bank umum,
sehingga daya ekspansi kredit bank akan
semakin kecil.
Industri perbankan
tidak mampu menampung banjir likuiditas dalam bentuk penyaluran kredit karena masih rendahnya
permintaan maupun penawaran kredit secara
simultan. Kurangnya usaha perbankan, dalam melakukan ekspansi kredit salah satu penyebabnya yaitu masih besarnya Non
Performing Loan (NPL) yang terjadi pada
bank-bank umum tersebut. Selain itu, sektor riil juga masih bergerak lambat dan
tidak mampu menyedot dana perbankan. Hal
ini merupakan akibat dari anjloknya daya
beli masyarakat, dimana pendapatan perkapita masyarakat relatif kecil. Ini mengakibatkan tugas utama sistem keuangan
perbankan sebagai lembaga intermediasi
tidak dapat dilaksanakan secara seutuhnya.
Begitu juga yang
terjadi pada kurun waktu tahun 2002 sampai tahun 2007, dimana Pendapatan Perkapita Sumatera Utara
relatif mengalami peningkatan. Hal ini dapat
dilihat pada table berikut : Tabel 1.1
Perkembangan Pendapatan per Kapita Sumatera Utara (ADH Berlaku) Tahun 2002-2007 Tahun
Pendapatan per kapita (Rp.) %
Perubahan 2002 7.508.867 -2003
8.672.097 15.49 2004 9.741.566
12.33 2005 11.326.516 16.26 2006
12.684.532 11.98 2007 14.166.626
11.68 Sumber: BPS Sumatera Utara Walaupun Pendapatan Perkapita Sumatera
Utara cendrung mengalami kenaikan namun
masyarakat Sumatera Utara kurang tertarik untuk melakukan investasi melainkan mereka cendrung melakukan
saving, dikarenakan Tingkat Suku Bunga
Kredit juga turut naik sehingga tingkat tabungan masyarakat Sumatera Utara mengalami peningkatan. Hal ini mengakibatkan
pihak bank umum di Sumatera Utara mengalami
kesulitan dalam menampung dana dari masyarakat dan juga penyaluran kredit ke sektor riil pun menjadi terhambat.
Dampaknya, kelebihan dana (ekses likuiditas)
perbankan dapat meningkat semakin tajam. Ekses likuiditas tersebut perlu dihindari karena apabila jumlah terlalu
melimpah maka dapat memicu ketidakstabilan moneter.
Berdasarkan uraian-uraian tersebut, maka
penulis tertarik membuat judul “Analis
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kelebihan Dana Perbankan Pada Bank Umum di Sumatera Utara”.
1.2. Perumusan
Masalah Berdasarkan uraian yang telah dikemukan pada latar belakang pemilihan
judul diatas, maka penulis terlebih
dahulu merumuskan permasalahan sebagai dasar kajian penelitian yang dilakukan.
Adapun perumusan
masalah yang dibuat adalah sebagai berikut : 1.
Berapa besarkah pengaruh tingkat suku bunga kredit terhadap kelebihan
dana perbankan pada bank umum di
Sumatera Utara.
2. Berapa besarkah pengaruh Giro Wajib Minimum
(GWM) terhadap kelebihan dana perbankan
pada bank umum di Sumatera Utara.
3. Berapa besarkah pengaruh tingkat tabungan masyarakat terhadap
kelebihan dana perbankan pada bank umum
di Sumatera Utara.
1.3. Hipotesis Hipotesis
adalah jawaban sementara dari permasalahan yang menjadi objek penelitian dimana tingkat kebenarannya masih
perlu diuji. Berdasarkan perumusan masalah
di atas, maka penulis membuat hipotesis sebagai berikut : 1. Tingkat suku bunga kredit mempunyai
pengaruh positif terhadap kelebihan dana
perbankan pada bank umum di Sumatera Utara.
2. Giro Wajib
Minimum (GWM) mempunyai pengaruh negatif terhadap kelebihan dana perbankan pada bank umum di
Sumatera Utara.
3. Tingkat tabungan masyarakat mempunyai
pengaruh positif terhadap kelebihan dana
perbankan pada bank umum di Sumatera Utara.
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi