BAB I.
PENDAHULUAN.
1.1.Latar Belakang.
Tata ekonomi
Indonesia yang ada sampai akhir 1970-an dapat dikatakan tata ekonomi peninggalan kolonial, kehidupan
ekonomi di dominasi sektor pertanian, perkebunan,
dan ekstraktif. Sejak proklamasi kemerdekaan, sampai dikeluarkannya UU No I / 67 / dan UU No 6 / 68 tentang
Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal
Dalam Negeri, atau tepatnya sampai saat dimulainya Repelita I. Kita belum berkesempatan memperbaiki tata ekonomi
nasional. Namun guna pengembangan tata ekonomi
yang lebih menuju akan kesejahteraan, maka pemerintah sebagai pihak yang berotoritas mengembangkan arah kebijakan dalam
pembangunan Industrialisasi guna menaikan
perekonomian nasional. Pembangunan yang pada awalnya berpusat terhadap sektor pertanian kini berganti arah
menjadi sektor industri. Karena melihat begitu
banyak negara yang telah diuntungkan melalui industrialisasi, kita pun ikut beranjak kearah yang sama. Dorongan tingkat
kebutuhan yang semakin meningkat di Indonesia
membuat perubahan ini dilakukan agar negara tidak banyak mengalami pengeluaran atas barang-barang yang dihasilkan
oleh negara lain.
Sejarah
perekonomian Indonesia merupakan suatu catatan penting untuk melihat bagaimana perkembangan pertumbuhan
perekonomian di Indonesia. Kondisi perekonomian
Indonesia mengalami begitu banyak dinamika di tahun 1980-an. Pada tahun 1983 terjadi resesi global dan berdampak
pada perekonomian Indonesia.
Di tahun 1983
terjadi deregulasi perbankan, yakni kebijakan yang diambil karena Indonesia mengalami banyak kemunduran
ekonomi. Kebijakannya, yakni mempertinggi
efisiensi dan mobilisasi dana. Pergerakan yang positif dari kebijakan ini adalah cuaca perekonomian internasional
yang semakin baik dan hal ini mulai terlihat
dampaknya sekitar tahun 1984-1985.
Setiap arah
kebijakan tentunya diharapkan mampu memberi sumbangan yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi, namun
perlu waktu untuk mengecap keberhasilan
suatu kebijakan. Seperti yang sudah di jelaskan di atas pergerakan ekonomi yang baik dimulai kembali di tahun
1984-1985, namun gejolak ekonomi kembali
terjadi di tahun 1986. Suatu fenomena besar kembali terjadi yakni devaluasi kembali yang dilakukan oleh pemerintah.
Cara-cara mengatasi gejolak ini pemerintah kembali mengeluarkan kebijakan-kebijakannya
(Deregulasi). Hasilnya di tahun1989 pertumbuhan
ekonomi mulai menunjukan sisi positifnya, ditandai dengan ketiadaan ancaman devaluasi, cadangan devisa yang
tinggi, tinggkat inflasi yang rendah dan terkendali, suku bunga yang cenderung menurun,
serta kurs rupiah yang relatif stabil.
Dengan di mulainya
industrialisasi di Indonesia maka dengan sendirinya dibutuhkan devisa. Sumber pembiayaan
perdagangan luar negeri tersebut disimpan dalam cadangan devisa, yang dipertanggung
jawabkan oleh Bank Indonesia. Dan dicatat
dalam neraca pembayaran Bank Indonesia.. Semakin giat kita melakukan industrialisasi semakin banyak devisa yang
dibutuhkan. Dan kebutuhan itu diperuntukan
untuk barang konsumsi namun kini perlahan berubah untuk pemenuhan barang modal dan bahan baku. Devisa juga
banyak digunakan untuk pembangunan pr
oyek-proyek industri maupun proyek seperti jalan, jembatan, dermaga, landasan udara, terminal. Devisa yang digunakan guna
pembangunan ini adalah berasal dari devisa
hasil ekspor kita baik migas maupun non-migas dan hasil jasa pariwisata.
Bahkan devisa kita
juga diperoleh dari peminjaman hutang luar negeri agar mampu menjalankan pembangunan tersebut. Ringkasnya
adalah devisa mutlak perlu untuk negara
yang giat membangun (Amir.M.S,2004) Seiring dengan pergerakan pembangunan
tersebut maka arah kebijakan industri
kita pun ditetapkan jenis industri subsitusi impor, yakni barang-barang yang tadinya di impor dan kemudian di coba dibuat
dalam negeri.. Valuta asing (Foreign Exchange
Rate) diperlukan untuk mengimpor perlengkapan proyek-proyek industri manufakturing aneka jenis sesuai dengan jenis
produk yang dibuat. Jenis Industri yang
berkembang kebanyakan industri yang menghasilkan barang konsumsi primer seperti tekstil, pakaian jadi, terigu, makanan
kaleng, obat-obatan dan barang konsumsi
lainnya.
Selama periode
pembangunan industrialisasi dalam negeri tentunya yang menjadi pertanyaan adalah sumber cadanga
devisa negara kita. Cadangan devisa tentunya
menjadi suatu indikator yang kuat untuk melihat sejauh mana suatu negara mampu melakukan perdagangan dan menunjukan
perekonomian negara tersebut.
Yang menjadi sumber
cadangan devisa awalnya adalah keyakinan bahwa Indonesia memiliki sumber daya alam yang melimpah ruah
dan tentunya patut di perdagangkan ke
luar negeri dan selebihnya pendanaan di dapat melalui bantuan luar negeri baik melalui hutang luar negeri juga melalui hibah
atau sering disebut capital out flow.
Neraca pembayaran
yang merupakan alat untuk melihat posisi cadangan devisa Indonesia sejak tahun 1989/1990 selalu
mengalami surplus, namun apabila terjadi
defisit biasanya diimbangi dengan adanya arus modal dari luar. Seiring perkembangan pemerintah sebagai otoritas
pemberlaku kebijakan serta pelaku gerak pertumbuhan
ekonomi dalam negeri, pendanaan tersebut lebih di dominasi atas hutang luar negeri yang dianggap sebagai
masukan pendapatan saat itu bagi pemerintah.
Kondisi
perekonomian Indonesia turut mengalami kejatuhan pula di saat perdagangan valuta asing juga mengalami
kejatuhan di kawasan Asia. Diawali oleh guncangan
pasar asing di Thailand, dan kemudian menjalar ke pasar valuta asing di negara-negara lainya di Asia. Melemahnya nilai
tukar rupiah terhadap dolar berdampak
negatif terhadap posisi neraca pembayaran, terutama karena jumlah utang luar negeri makin membengkak, dimana pada
tahun 1997, total stok utang luar negeri secara rill 64,2% GDP 95,3% dan perekonomian
Indonesia pun masih tarus mengalami
masalah.
Selain dari faktor
diatas, yang menggerogoti cadangan devisa Indonesia adalah harga minyak. Faktor ekstern ini yang
tidak bisa dikendalikan. Dalam kasus resesi
pada tahun 1986, kejadiannya kurang lebih disebabkan karena harga ekspor minyak turun sampai titik terendah 9 dolar AS/
barrel. Situasi buruk ini juga diperparah
kebutuhan BBM yang terus meningkat dalam negeri sementara produksi minyak Indonesia terus menurun mengakibatkan
terus terkurasnya cadangan devisa Indonesia
hanya untuk memenuhi BBM dalam negeri.
Posisi cadangan
devisa suatu negara dikatakan aman biasanya apabila mencukupi kebutuhan impor untuk jangka waktu
setidak-tidaknya untuk tiga bulan impor.
Pada tahun 1996 tingkat pertumbuhan ekonomi mencapai 7,8 % per tahun dan inflasi pada 5 bulan pertama mencapai tingkat
yang terendah selama 10 tahun terakhir pada
periode yang sama. Investasi langsung luar negeri mencapai 6,5 Juta dolar AS per tahun fiskal 1996/1997 ( cukup untuk 5
bulan impor ), Posisi cadangan devisa Indonesia
sampai pada paruh pertama tahun 1997, perekonomian Indonesia menunjukan kinerja yang cukup baik yang
ditandai dengan menguatnya beberapa indikator
makro ekonomi, tahun 1998 cadangan devisa Indonesia mencapai 23,90 Triliun rupiah, akan tetapi akibat krisis
ekonomi merosot hingga bulan September 1999
berkisar 16,01 Miliar dolar AS (Tambunan, 2000) dan jika kita menilik ditahun berikutnya diluar dari penelitian ini kini
posisi cadangan devisa tahun 2008 sebesar dan per -Januari 2009 menunjukan posisi
cadangan devisa Indonesia sebesar US$ 335,715 Milliar.(www.bi.id) Kegunaan kondisi cadangan devisa harus
dipelihara, agar transaksi internasional
dapat berlangsung dengan stabil. Tujuan pengelolaan devisa merupakan bagian yang tak terpisahkan juga dari upaya
menjaga nilai tukar, dimana menipisnya cadangan
devisa akan mengundang spekulasi rupiah dari para spekulator, sehingga untuk memenuhi kebutuhan akan likuiditas perlu
mempertahankan stabilitas nilai tukar.
Kondisi
Indonesia setelah krisis ekonomi menunjukan tersedotnya cadangan devisa untuk kebutuhan dalam negeri. Karena
devisa ekspor lebih rendah dari devisa impor.
Dalam upaya mempertahankan cadangan devisa pada tingkat yang aman perlu diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi
cadangan devisa di Indonesia, yaitu Ekspor,
Impor dan Kurs nilai tukar rupiah.
Berdasarkan uraian
diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penulisan skripsi dengan judul “ Analisis Pengaruh
Ekspor, Impor, Kurs nilai tukar rupiah terhadap Cadangan Devisa Indonesia “ 1.2.
Perumusan Masalah Dari latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka
diperoleh permasalahan sebagai berikut :
1. Apa pengaruh Ekspor terhadap posisi
cadangan devisa di Indonesia 2. Apa
pengaruh Impor terhadap posisi cadangan devisa di Indonesia 3. Apa pengaruh Nilai tukar ( Kurs ) terhadap
posisi cadangan devisa di Indonesia.
1.3. Hipotesis Hipotesis
adalah jawaban sementara dari permasalahan yang menjadi objek peneliti dimana tingkat kebenaranya masih
perlu di uji. Berdasarkan perumusan masalah
diatas, maka penulis membuat hipotesis sebagai berikut : 1.
Ekspor mempunyai pengaruh positif terhadap cadangan devisa di Indonesia 2.
Impor mempunyai pengaruh negatif terhadap posisi cadangan devisa di Indonesia 3.
Nilai tukar rupiah ( Kurs ) mempunyai pengaruh positif terhadap posisi cadangan devisa di Indonesia 1.4. T ujuan
Penelitian Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh
Ekspor terhadap posisis cadangan devisa
di Indonesia 2. Untuk mengetahui
seberapa besar pengaruh Impor terhadap posisi cadangan Devisa di Indonesia 3. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh
nilai tukar Rupiah (kurs) terhadap
posisi cadangan devisa di Indonesia.
1.5. Manfaat
Penelitian Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah 1.
Sebagai bahan studi dan tambahan ilmu pengetahuan bagi mahasiswa Fakultas Ekonomi terutama Departemen Ekonomi
Pembangunan yang ingin melakukan
penelitian selanjutnya.
2. Sebagai masukan bagi kalangan akademis dan
peneliti yang tertarik untuk membahas
mengenai topik yang sama 3. Sebagai proses pembelajaran dan penambah
wawasan ilmiah penulis dalam disiplin
ilmu yang penulis tekuni.
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi