BAB I.
PENDAHULUAN.
1.1 Latar Belakang.
Pembangunan ekonomi
pada dasarnya dicerminkan oleh terjadinya perubahan dalam aliran-aliran baru yang menyangkut arus
pendapatan dan manfaat (benefit) kepada
masyarakat lokal, regional, bahkan
sampai tingkat nasional. Program pembangunan dapat mendatangkan dampak berupa
manfaat-manfaat yang positif atau juga
berupa kemudharatan (kebanyakan) negatif kepada masyarakat, terutama kepada mereka yang tinggal di dekat sekitar
kegiatan ekonomi sebagai penerima akibat
(dampak) dari program pembangunan
yang bersangkutan. Komunitas lokal harus
mencari/mendapat peluang agar
terjadi penyesuaian terhadap perubahan
karena keadaan baru tersebut
(Ahmadi,1995).
Pembangunan dapat
dikonseptualisasikan ke dalam suatu proses perbaikan yang berkesinambungan atas suatu masyarakat atau
suatu sistem sosial secara keseluruhan menuju
kehidupan yang lebih baik atau manusiawi (Iryanti, 2003). Rencana pembangunan atau pengembangan yang biasanya
dihasilkan oleh tenaga ahli atau konsultan
pada umumnya berasal dari budaya atau latar belakang sosial yang berbeda dalam mengatasi permasalahan penting yang
mereka temukan. Seyogyanya rencana pembangunan
dimulai dengan mengenali potensi dan
kebutuhan masyarakat penerima
manfaat dan penanggung risiko. Dengan demikian kegiatan pembangunan yang mencakup perencanaan, pembiayaan,
pelaksanaan dan pemantauan serta evaluasi,
akan bertitik tolak dari keinginan dan kemampuan masyarakat penerima manfaat dan penanggung risiko itu sendiri.
Perumusan kebijakan
dan pemilihan prioritas yang tajam merupakansarana untuk mengimplementasikan apa
yang tercantum dalam perencanaan program pembangunan. Sasaran dari perencanaan
pembangunan dapat dikelompokan atas 3 sasaran
umum yaitu: (1) efisiensi, (2) keadilan dan akseptabilitas masyarakat, dan (3) keberlanjutan (Iryanti, 2003). Pembangunan
yang merupakan hasil perencanaan harus merupakan
perwujudan keadilan dan melibatkan partisipasi masyarakat, sehingga masyarakat lokal dapat berperan aktif dalam
proses perencanaan dan langkah-langkah pengawasan.
Keberadaan dan
kelangsungan kegiatan sektor informal dalam sistem ekonomi kotemporer bukanlah
gejala negatif, namun lebih sebagai realitas ekonomi kerakyatan yang berperan
cukup penting dalam pengembangan masyarakat dan pembangunan nasional.
Setidaknya, ketika program pembangunan kurang mampu menyediakan peluang kerja
bagi angkatan kerja, sektor informal dengan segala kekurangannya mampu berperan
sebagai penampung dan alternatif peluang kerja bagi para pencari kerja.
Gelombang
ketidakpuasan kaum miskin dan para penganggur terhadap ketidakmampuan
pembangunan menyediakan peluang kerja, untuk sementara dapat diredam lantaran
tersedia peluang kerja di sektor informal. Begitupun ketika kebijakan pembangunan cenderung menguntungkan
usaha skala besar, sektor informal
kendati tanpa dukungan fasilitas sepenuhnya dari negara, dapat memberikan subsidi sebagai penyedia barang dan jasa yang
murah untuk mendukung kelangsungan
hidup para pekerja usaha skala besar. Bahkan, tatkala perekonomian nasional mengalami kemunduran akibat resesi, sektor informal mampu bertahan
tanpa membebani ekonomi nasional,
sehingga roda perekonomian masyarakat tetap bertahan.
Peran sektor
informal ini telah berlangsung sejak lama dalam pasang surut perkembangan masyarakat dan dinamika
perkembangan ekonomi. Sampai saat ini, pengertian
sektor informal sering dikaitkan dengan ciri-ciri utama pengusaha dan pelaku sektor informal, antara lain: kegiatan
usaha bermodal utama pada kemandirian rakyat,
memanfaatkan teknologi sederhana, pekerjanya terutama berasal dari tenaga kerja keluarga tanpa upah, bahan baku usaha
kebanyakan memanfaatkan sumber daya lokal,
sebagian besar melayani kebutuhan rakyat kelas menengah ke bawah, pendidikan dan kualitas sumber daya pelaku
tergolong rendah.
Meskipun
pertumbuhan ekonomi selama pembangunan jangka panjang pertama berkisar antara 5-8 persen per tahun, proporsi
pekerja sektor informal, khususnya di perkotaan
cenderung meningkat. Pada tahun 1971 proporsi pekerja sektor informal terhadap jumlah angkatan kerja di kota
mencapai sekitar 25 persen. Angka ini meningkat
menjadi sekitar 36 persen pada tahun 1980 dan menjadi 42 persen pada tahun 1990. Sedangkan pada tahun 2000 angka
tersebut menjadi sekitar 65 persen.
Hal ini menunjukkan
bahwa sektor informal masih cukup dominan menyerap angkatan kerja khususnya di perkotaan. Selain
itu perkembangan ekonomi belum dapat
mengatasi persoalan klasik keterbatasan peluang kerja.
Di
satu segi sektor informal masih memegang peranan penting menampung angkatan kerja, terutama angkatan kerja muda
yang masih belum berpengalaman atau angkatan
kerja yang pertama kali masuk pasar kerja. Keadaan ini dapat mempunyai dampak positif mengurangi tingkat pengangguran
terbuka. Tetapi di segi lain menunjukkan
gejala tingkat produktivitas yang rendah, karena masih menggunakan alat-alat tradisional dengan tingkat
pendidikan serta keterampilan yang relatif rendah.
Mengingat peran
sektor informal yang cukup positif dalam proses pembangunan, sudah sewajarnya nasib para pekerjanya
dipikirkan. Beberapa kebijakan, baik langsung
maupun tidak, untuk membantu pengembangan masyarakat melalui pembinaan kegiatan usaha pekerja di sektor
informal memang sudah dilakukan.
Namun ada
kecenderungan kegiatan ekonomi di sektor informal dan nasib pekerja sektor informal belum banyak mengalami
perubahan. Tanpa bermaksud mengurangi arti
pentingnya kebijakan yang telah ada, kebijakan yang biasa diberikan kepada pengusaha besar mungkin dapat dikurangi,
kemudian prioritas diberikan pada kegiatan
sektor informal dan memihak pada kepentingan masyarakat.
Sektor informal
dalam penelitian ini dianggap sebagai akibat dari situasi pertumbuhan kesempatan kerja negara sedang
berkembang; mereka yang memasuki kegiatan
berskala kecil ini khususnya di kota, terutama bertujuan untuk mencari kesempatan kerja dan menciptakan pendapatan.
Mereka yang terlibat dalam sektor ini pada
umumnya miskin, berpendidikan sangat rendah, tidak terampil, dan kebanyakan para migran. Dengan kata lain, sektor informal
di kota harus dipandang sebagai unitunit usaha berskala kecil yang terlibat
dalam produksi dan distribusi barang-barang dan jasa yang masih dalam suatu proses
evolusi untuk menjelma sebagai sekelompok perusahaan berskala kecil dengan
masukan-masukan modal (capital) dan pengelolaan (managerial) yang lebih besar (Sjaifudin,
1995).
Akumulasi penduduk
di kota-kota besar seperti halnya di Indonesia tersebut sering tidak diikuti dengan penyediaan
kesempatan kerja formal yang luas. Hal ini memposisikan penduduk yang tidak mampu
berkompetisi disektor formal, seperti penduduk
dengan tingkat pendidikan dan keterampilan yang
rendah, cenderung masuk ke sektor
informal. Mereka bekerja seadanya, pada lapangan usaha apa saja, tentunya jenis pekerjaan yang tidak
membutuhkan keterampilan dan pendidikan tinggi
(Sjaifudin, 1995; Widianto, 2003).
Selanjutnya Maloney
(1995) lebih jauh menjelaskan bahwa tingginya penduduk yang bekerja di sektor informal, terutama di
kota-kota besar dan menengah, merupakan
akibat dari urbanisasi semu (pseudo urbanization), yakni urbanisasi yang tidak diikuti dengan perkembangan ekonomi
(industrialization) dan kesempatan kerja. Masalah yang muncul dari fenomena
tersebut adalah penganggur terbuka, setengah
penganggur, dan tenaga kerja yang tidak dimanfaatkan secara penuh. Hal ini tentu saja akan diikuti dengan meluasnya
berbagai kegiatan usaha di sektor informal.
setidak-tidaknya
sebagai kegiatan usaha alternatif agar di kota mereka tetap dapat survive.
Dari pendapat
tersebut perlu dikemukakan pula tentang kinerja usaha kecil seperti yang digunakan oleh Sadler-Smith
dkk,(2003) bahwa usaha kecil di Kerajaan Inggris terdapat hubungan antara prilaku
manajerial (berdasarkan model kompetensi), gaya golongan pengusaha (berdasarkan teori
Cavin dan Stevin) dan jenis perusahaan (dalam
bentuk kinerja pertumbuhan penjualan), begitu pula yang dikemukakan oleh Raharjo (2003) yang mengembangkan kapasitas
manajemen dan kewirausahaan pada Usaha
Kecil dan Menengah (UKM) pertanian bahwa aspek personal bersama-sama dengan fisik, ekonomi dan lingkungan insitusi
berpengaruh kewirausahaan petani.
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi