Sabtu, 31 Mei 2014

Skripsi Ekonomi Pembangunan: ANALISIS POSISI FISKAL DAERAH

BAB I.
PENDAHULUAN.
1.1. Latar Belakang.
Dalam setiap perekonomian pemerintah perlu melakukan berbagai jenis  perbelanjaan. Pengeluaran-pengeluaran untuk membiayai administrasi pemerintah,  membangun dan memperbaiki struktur, menyediakan fasilitas pendidikan dan  kesehatan dan membiayai anggota polisi dan tentara untuk menjaga keamanan  merupakan pengeluaran yang tidak terelakkan pemerintah (Sukirno, 2004). Dengan  kata lain, pemerintah memiliki kewajiban mutlak dalam mengumpulkan sumbersumber dana (penerimaan) untuk membiayai seluruh pengeluaran yaitu pengeluaran  rutin (belanja rutin) dan pengeluaran pembangunan. Agar terwujud sasaran yang tepat  dalam pengumpulan dana dan pembiayaan maka pemerintah menyusun Anggaran  Penerimaan dan Belanja Negara (APBN). Untuk tingkat daerah dinamakan Anggaran  Penerimaan dan Belanja Daerah (APBD).

Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah langsung dikelola oleh pemerintah  daerah masing-masing tanpa ada campur tangan pemerintah pusat dalam rangka  perwujudan otonomi daerah atau desentralisasi fiskal, sebagaimana tercantum dalam  pasal 7 ayat (1) Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 tentang pemerintah daerah  dalam menyelenggarakan politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan,  moneter dan fiskal, agama serta kewenangan bidang lainnya di daerah sendiri.
Pemerintah daerah juga harus mampu menyusun keuangan daerah yang tepat sasaran  dan tujuan dalam pengelolaan sumber-sumber dana dan pembiayaan daerahnya.
Sumber-sumber penerimaan daerah yaitu pendapatan asli daerah, dana  perimbangan, pinjaman daerah dan lain-lain penerimaan yang sah. Sumber  pendapatan asli daerah merupakan sumber keuangan daerah yang digali dalam daerah  yang bersangkutan yang terdiri dari pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil  pengelolaan kekayaan daerah atau sumber daya alam dan lain-lain pendapatan yang  sah. Dana perimbangan merupakan sumber pembiayaan yang berasal dari bagian  daerah dari Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea perolehan Hak atas tanah dan    bangunan, dan penerimaan dari SDA serta dana alokasi umum dan dan alokasi  khusus. Bagian daerah dari penerimaan PBB, Bea perolehan Hak atas tanah dan  bangunan, dan penerimaan dari SDA merupakan sumber penerimaan yang pada  dasarnya memperhatikan potensi daerah penghasil (Bratakusumah, 2002).
Dengan diberlakukan otonomi daerah sejak tahun 2000, pemerintah lebih  leluasa dalam memaksimalkan hasil-hasil potensi daerah yang ada dalam daerah.
Didaerah Sumatera Utara banyak ditemui potensi daerah, dimana salah satu dari  sekian potensi yang ada adalah perkebunan yang merupakan bagian dari sektor  pertanian. Sektor pertanian memberikan kontribusi besar dalam penerimaan daerah  yang berasal dari SDA.
Penerimaan dan pengeluaran daerah merupakan bagian penting dalam  menjalankan kebijakan pemerintah daerah. Salah satu kebijakan daerah yang  melibatkan penerimaan dan pengeluaran pemerintah daerah dalam menjalankan  kewajibannya untuk meningkatkan pengeluaran agregat adalah kebijakan fiskal,  dimana dilakukan perubahan di bidang perpajakan. Akan tetapi dalam penelitian ini,  posisi fiskal lebih diarahkan kepada penerimaan di bidang perpajakan dan  pengeluaran daerah untuk mempengaruhi pengeluaran agregat. Perubahan di bidang  perpajakan yang dimaksud adalah pengurangan pajak pendapatan masyarakat yang  bertujuan untuk menambah kemampuan masyarakat dalam membeli barang dan jasa  daerah tersebut sehingga meningkatkan pendapatan asli daerah serta secara langsung  meningkatkan penerimaan daerah.
Untuk mengukur prestasi perekonomian daerah digunakan Produk Domestik  Regional Bruto (PDRB), dimana PDRB merupakan nilai tambah dari barang dan jasa  yang dihasilkan dalam 1 periode biasanya 1 tahun. Sektor-sektor yang terdapat dalam  PDRB adalah seperti sektor pertanian, pertambangan, industri, listrik dan gas,  bangunan, perdagangan, pengangkutan, komunikasi, hotel, perbankan dan lembaga  keuangan lainnya dan jasa-jasa.
Jika penurunan pajak pendapatan dilakukan Pemerintah Daerah maka ke-9  sektor lapangan usaha akan bisa dinikmati masyarakat daerah khususya di Sumatera  Utara. Masyarakatpun akan lebih bisa memanfaatkan pendapatannya dan pengusahapengusaha akan lebih bergairah memajukan usahanya sehingga meningkatkan  pendapatan masyarakat. Jika masyarakat dan pengusaha telah dapat memaksimalkan  pendapatan maka pemunggutan pajak maupun retribusi akan lancar, sehingga    mendorong peningkatan pendapatan daerah melalui PDRBnya  dan dalam setiap  proses ke-9 sektor lapangan usaha juga dikenakan pajak dan retribusi sesuai Peraturan  Daerah, sehingga mempenggaruhi pendapatan asli daerah sekaligus peningkatan  penerimaan daerah dan secara tidak langsung meningkatkan pengeluaran daerah  seperti belanja rutin daerah. Oleh karenanya, akan memberikan dampak positif  terhadap APBD Sumatera Utara, selain sumber penerimaan daerah juga pembiayaan  kesejahteraan pegawai dalam menjalankan tugas pemerintahan yang tujuan akhirnya  juga bertujuan untuk kesejatehraan masyrakat daerah Sumatera Utara dan belanja  pembangunan bertujuan untuk pembiayaan pembangunan infrastruktur daerah yang  bertujuan meningkatkan fasilitas daerah.
Untuk melihat proporsi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)  yang  diperkirakan mempengaruhi Penerimaan Daerah, Pendapatan Asli Daerah dan Belanja  Daerah Sumatera Utara maka penulis mencoba menganalisanya dengan melakukan  penelitian dengan judul ”Analisis Posisi Fiskal Daerah Sumatera Utara”.
1.2. Perumusan Masalah Adapun perumusan permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini  adalah: 1.  Apakah ada pengaruh PDRB terhadap Penerimaan Daerah Sumatera Utara? 2.  Apakah ada pengaruh PDRB terhadap Pendapatan Asli Daerah Sumatera Utara? 3.  Apakah ada pengaruh PDRB terhadap Belanja Daerah Sumatera Utara? 1.3. Hipotesis Adapun hipotesis sementara yang dapat disimpulkan adalah: 1.  Terdapat pengaruh PDRB terhadap Penerimaan Daerah Sumatera Utara, ceteris  paribus.
2.  Terdapat pengaruh PDRB terhadap Pendapatan Asli Daerah Sumatera Utara,  ceteris paribus.
3.  Terdapat pengaruh PDRB terhadap Belanja Daerah  Sumatera Utara, ceteris  paribus.
1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian Adapun tujuan penelitian adalah:    1.  Untuk mengetahui pengaruh PDRB terhadap Penerimaan Daerah Sumatera  Utara.
2.  Untuk mengetahui pengaruh PDRB terhadap Pendapatan Asli Daerah  Sumatera Utara.
3.  Untuk mengetahui pengaruh PDRB terhadap Belanja Rutin daerah Sumatera  Utara.
Manfaat yang diharapkan dari penelitan ini adalah: 1.  Sebagai bahan masukan bagi pemerintah daerah dalam mengambil keputusan.
2.  Sebagai referensi untuk menganalisa masalah-masalah yang ada hubungannya  dengan APBD Sumatera Utara.
3.  Sebagai bahan penambah wawasan ilmiah, khususnya bidang keuangan  daerah.
  BAB II URAIAN TEORITIS  2.2.  Penganggaran  Anggaran dalam suatu negara yang biasa diartikan adalah suatu rencana  keuangan yang konkrit arah tujuannya dan pelaksanaan dalam memenuhi kebutuhan  negara dalam menjalankan segala roda pemerintah negara tersebut yang dituangkan  dalam APBD. Artinya ada 2 hal penting yaitu pendapatan dan pembiayaan,  kemudiaan dialokasikan dana ke masing-masing kegiatan sesuai dengan fungsi dan  sasaran yang hendak dicapai. Masing-masing kegiatan tersebut dikelompokan ke  dalam program berdasarkan tugas dan tanggungjawab dari satuan kerja tertentu.
Misalnya dinas pendidikan; kata dinas disini berarti satuan kerja dan pendididkan  akan terdiri dari sejumlah aktivitas, misalnya penyusunan kurikulum, penyediaan  sarana belajar mengajar, pemeliharaan gedung, penyuluhan tenaga pengajar dan  sebagainya.
2.2.1  Penyusunan APBD Sistem penyusunan dan pelaksanaan APBD erat kaitannya dengan pola yang  berlaku dalam APBN. Hal ini dapat dilihat dari: a.  Anggaran disusun berdasarkan persentase kenaikan dari tahun ke tahun berikutnya  sehingga yang dipikirkan oleh para penyusun APBD, berapa tambahan dana yang  akan diperoleh dari pusat. Sistem ini kurang memperhatikan sasaran yang dicapai.
b.  Anggaran yang disusun merupakan kombinasi antara klasifikasi organisasi dan  objek yang dalam literatur dikenal sebagai line budgeting. Dalam sistem ini  evaluasi terhadap pengeluaran sulit dilakukan antara lain karena sering satu sama  lain.
  c.  Masing-masing organisasi menghendaki jumlah pembagian dana (plafon) yang  lebih besar, walaupun sasaran yang hendak dicapai kurang jelas.
d.  Tingkat ketergantungan belanja pegawai dan belanja pembangunan daerah yang  sangat tinggi (rata-rata diatas 70%). Gaji pegawai daerah hampir 100% dibayar  dari APBN, kecuali pegawai honor daerah.
e.  Penyusunan anggaran pembangunan daerah yang pembiayaannya disediakan dari  APBN misalnya program inpres.
Perencanaan fisik proyek menerapkan sistem perencanaan dari bawah ke atas  dan dari atas ke bawah. Akan tetapi ternyata campur tangan instansi pusat seperti  bappenas dan departemen dalam negeri lebih dominan, baik dalam penyusunan  rencana fisik maupun dalam alokasi dan pelaksanaan anggarannya. Karena itu dalam  perencanaan anggaran pembangunan, daerah hanya mencantumkan jumlah alokasi  dana inpres ke dalam APBN pada kas penerimaan pembangunan. Dan tujuan program  inpres itu sendiri antara lain berguna untuk menunjang pelaksanaan proyek-proyek  sektoral departemen. Sampai pada tahun anggaran 1998/1999 terdapat setidaknya 12  jenis pembiayaan daerah termasukpembiayaan pembangunan yang dialokasikan  melalui progaram inpres.
Dengan dimulainya pelaksanaan otonomi daerah sejak Januari 2001,  penyusunan APBD dilakukan sepenuhnya oleh pemerintah daerah. Dalam PP No. 105  tahun 2000 dikemukakan azas umum dan proses penyusunan APBD seperti berikut: a.  Proses Penyusunan APBD Tahap-tahap proses penyusunan APBD:   Perumusan kebijakan umum APBD antara Pemda dan DPRD.
  Penyusunan strategi pola prioritas oleh Pemda.
  Penyusunan RAPBD dilakukan oleh Pemda.
  Pembahasan RAPBD dilakukan oleh dan DPRD.
  Penetapan APBD oleh Perda.
  Apabila DPRD tidak menyetujui RAPBD yang diusulkan, maka dipergunakan  APBD tahun lalu.
  Perubahan APBD ditetapkan paling lambat 3 bulan.
b.  Asas Umum Pengelolaan Keuangan Daerah.
  Pengelolaan keuangan daerah dilakukan secara tertib, taat pada peraturan  perundang-undangan yang berlaku, efisien, efektif dan bertanggungjawab.
  Semua pendapatan dan belanja darah dicatat dalam APBD, perubahan APBD  dan perhitungan APBD (asas bruto).
  Daerah dapat membentuk dana cadangan.
  Daerah dapat mencari sumber-sumber pembiayaan lainnya selain sumber  pembiayaan yang telah ditetapkan, seperti kerjasama dengan pihak lain.
  Pokok-pokok pengelolaan keuangan daerah diatur dalam peraturan daerah.



Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi