Sabtu, 21 Juni 2014

Skripsi Ekonomi Pembangunan: ANALISIS PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT-DAERAH DAN PINJAMAN DAERAH

BAB I .
PENDAHULUAN .
I.A. Latar Belakang Masalah.
Salah satu asas pembangunan daerah adalah desentralisasi, menurut  Ketentuan Umum UU No. 32 Th. 2004 tentang Pemerintah Daerah,  Desentralisasi yaitu penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat  kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan  dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Perwujudan dari asas  desentralisasi adalah berlakunya otonomi daerah.

Prinsip otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya  dalam arti daerah diberi kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan  pemerintahan diluar yang menjadi urusan pemerintah pusat. Daerah memiliki  kewenangan membuat kebijakan daerah untuk memberi pelayanan, peningkatan  peran serta, prakarsa, dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada  peningkatan kesejahteraan rakyat..Sejalan dengan prinsip tersebut dilaksanakan  pula prinsip otonomi yang nyata dan bertanggung jawab. Prinsip otonomi nyata  adalah suatu prinsip bahwa untuk  menangani urusan pemerintahan  dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang, dan kewajiban yang senyatanya  telah ada dan berpotensi untuk tumbuh, hidup dan berkembang sesuai dengan  potensi dan kakhasan daerah. Dengan demikian isi dan jenis otonomi bagi  setiap daerah tidak selalu sama dengan daerah lainnya, adapun yang dimaksud  2 dengan otonomi yang bertanggung jawab adalah otonomi yang dalam  penyelenggaraannya harus benar-benar sejalan dengan tujuan dan maksud  pemberian otonomi, yang pada dasarnya untuk memberdayakan daerah  termasuk meningkatkan kesejahteraan rakyat yang merupakan bagian utama  dari tujuan nasional (Penjelasan UU No. 32 Th. 2004 Tentang Pemerintahan  Daerah: 167).
Untuk menyelenggarakan otonomi daerah yang nyata dan bertanggung  jawab, diperlukan kewenangan dan kemampuan menggali sumber keuangan  sendiri yang didukung oleh perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan  daerah, serta antara propinsi dan kabupaten/kota yang merupakan prasyarat  dalam sistem pemerintah daerah (Bratakusumah dan Solihin, 2001: 169).
Fenomena yang muncul pada pelaksanaan otonomi daerah dari hubungan  antara sistem pemerintah daerah dengan pembangunan adalah ketergantungan  pemerintah daerah yang tinggi terhadap pemerintah pusat. Ketergantungan ini  terlihat jelas dari aspek keuangan: Pemerintah daerah kehilangan keleluasaan  bertindak untuk mengambil keputusan-keputusan yang penting, dan adanya  campur tangan pemerintah pusat yang tinggi terhadap Pemerintah daerah.
Pembangunan daerah terutama fisik memang cukup pesat, tetapi tingkat  ketergantungan fiskal antara daerah terhadap pusat sebagai akibat dari  pembangunan juga semakin besar. Ketergantungan terlihat dari relatif  rendahnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan dominannya transfer dari pusat.
Adalah ironis, Kendati pelaksanaan otonomi menitik beratkan pada  3 kabupaten/kota sebagai ujung tombak, namun justru kabupaten/kota-lah yang  mengalami tingkat ketergantungan yang lebih tinggi dibanding propinsi  (Mudrajad Kuncoro, 2004: 18).
Setidaknya ada empat penyebab utama tingginya ketergantungan terhadap  transfer dari pusat (Mudrajad Kuncoro, 2004: 13), yaitu:  1.  Kurang berperannya perusahaan daerah sebagai sumber pendapatan  daerah.
2.  Tingginya derajat sentralisasi dalam bidang perpajakan.
3.  Kendati pajak daerah cukup beragam, ternyata hanya hanya sedikit  yang bisa diandalkan sebagai sumber penerimaan.
4.  Ada yang khawatir bila daerah mempunyai sumber keuangan yang  tinggi akan mendorong terjadinya disintegrasi dan separatisme.
Oleh karena itu, alternatif solusi yang ditawarkan adalah (Mudrajad  Kuncoro, 2004: 15):  1.  Meningkatkan peran BUMD.
2.  Meningkatkan penerimaan daerah.
3.  Meningkatkan pinjaman daerah.
Dari alternatif-alternatif tersebut, pinjaman daerah merupakan sumber  penerimaan yang mempunyai karakteristik berbeda, namun penggunaan  pinjaman sebagai alternatif untuk mengurangi ketergantungan fiskal dapat  dipertanggungjawabkan sepanjang memenuhi berbagai persyaratan seperti  adanya kemampuan membayar kembali serta pemanfaatan yang berguna bagi  4 pelayanan masyarakat atau pembangunan daerah. Dalam penjelasan umum  yang tertuang dalam peraturan pemerintah nomor 107 tahun 2000, ditegaskan  bahwa: dalam rangka peningkatan kemampuan keuangan daerah, pemerintah  pusat memberikan peluang kepada daerah untuk melakukan pinjaman. Namun  demikian, pinjaman daerah sebagai salah satu sumber penerimaan daerah dalam  rangka pelaksanaan desentralisasi, harus dicatat dan dikelola dalam Anggaran  Penerimaan dan Belanja Daerah (APBD) (Yook Tri Handoko, 2003: 3).
Dalam masalah keuangan daerah, perimbangan pembiayaan pemerintah  pusat dan daerah dengan pendapatan yang secara leluasa digali sendiri untuk  mencukupi kebutuhan sendiri masih mempunyai kelemahan sehingga  keterbatasan dalam potensi penerimaan daerah tersebut bisa menjadikan  ketergantungan terhadap transfer pusat. Pemerintah Daerah selama ini memiliki  keterbatasan pembiayaan dari potensi sendiri (PAD). Selama ini komponen  pembiayaan terbesar berasal dari dana transfer dari pusat yaitu Dana Alokasi  Umum dan hanya sebagian kecil dari PAD, potensi pembiayaan lain yang  belum dikelola yaitu dari pinjaman daerah (Rokhedi P. Santoso, 2003: 148).
Pinjaman daerah sebagai alternatif pembiayaan pembangunan memiliki  keuntungan, antara lain dapat mengatasi keterbatasan kemampuan riil atau  nyata pada saat ini dari suatu daerah yang sebenarnya potensial dan memiliki  kapasitas fiskal yang memadai. Dengan pinjaman dapat mendorong percepatan  proses pelayanan masyarakat dan pembangunan daerah-daerah yang dimaksud.
Jenis pinjaman ini merupakan pinjaman jangka panjang. Pinjaman jangka  5 menengah dipergunakan untuk membiayai layanan masyarakat yang tidak  menghasilkan penerimaan. Sedang pinjaman jangka pendek digunakan untuk  membiayai belanja administrasi umum serta belanja operasional dan  pemeliharaan. Untuk mengurangi ketergantungan daerah kapada pusat  pinjaman jangka panjang dianggap lebih efektif daripada pinjaman jangka  pendek (Rokhedi P. Santoso, 2003: 148).
Berdasarkan pemikiran tersebut, maka dalam rangka penyusunan skripsi  dipilih judul Analisis Perimbangan Keuangan Pusat-Daerah dan Pinjaman  Daerah di Kabupaten dan Kota Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun  1994/1995-2003.
I.B.  Rumusan Masalah Penelitian.
Berdasarkan uraian tentang latar belakang masalah diatas, dikemukakan  perumusan masalah sebagai berikut:  a. Seberapa besar Derajat Desentralisasi Fiskal keuangan daerah  kabupaten dan kota Daerah Istimewa Yogyakarta?  b.  Bagaimana kapasitas Pinjaman Daerah Kabupaten dan kota Daerah  Istimewa Yogyakarta yang dihitung dengan Jumlah Sisa Pokok  Pinjaman dan Debt Service Coverage Ratio(DSCR)?  6 I.C.  Tujuan dan Manfaat Penelitian.
I.C.1.  Tujuan Penelitian.
1.  Untuk menganalisis Derajat Desentralisasi Fiskal keuangan daerah  kabupaten dan kota Daerah Istimewa Yogyakarta sehingga bisa  diketahui rasio penerimaan daerah yang paling menonjol terhadap  Total Penerimaan Daerah.
2.  Untuk mengukur kapasitas Pinjaman Daerah kabupaten dan kota  Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai alternatif untuk mengurangi  ketergantungan terhadap Pemerintah Pusat selama tahun 1994/1995-2003.
I.C.2. Manfaat Penelitian.
 Penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat, yaitu:  1.  Sebagai salah satu syarat untuk mencapai jenjang strata satu (S1)  pada Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi  Universitas Islam Indonesia  2.  Bagi peneliti menambah pengetahuan yang selama ini didapat di  bangku kuliah yang kemudian dikembangkan dalam bentuk  penelitian.
3.  Sebagai masukan yang berarti bagi pembuat kebijakan pemerintah  daerah setempat, dan lembaga-lambaga terkait dan bagi  perkembangan ilmu pengetahuan itu sendiri.
7 I.D. Sistematika penulisan.
Skripsi ini dibagi menjadi 7 bab dengan urutan penulisan sebagai berikut:  BAB I PENDAHULUAN  Bab ini menguraikan latar belakang masalah, rumusan masalah, manfaat  dan tujuan penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN UMUM SUBYEK PENELITIAN  Bab ini merupakan uraian atau gambaran atau deskripsi secara umum  tentang kabupaten dan kota Daerah Istimewa Yogyakarta  BAB III KAJIAN PUSTAKA  Bab ini berisi pendokumentasian dan pengkajian hasil dari penelitianpenelitian yang pernah dilakukan pada area yang sama.
BAB IV LANDASAN TEORI  Bab ini berisi empat bagian; pertama tentang landasan teori yang  berisikan teori Otonomi Daerah, kedua berisi Perimbangan Keuangan  Daerah dan Pusat, ketiga berisi tentang Desentralisasi Fiskal Daerah,  Keempat berisi tentang Pinjaman Daerah.
BAB V METODE PENELITIAN  Bab ini menguraikan tentang metodeanalisis yang digunakan dalam  menganalisis Derajat Desentralisasi Fiskal dan alat analisis untuk  menghitung besar pinjaman yang bisa didapat suatu daerah.
8 BAB VI ANALISIS DAN PEMBAHASAN  Bab ini berisi uraian dan hasil analisa dan pengolahan data.
BAB VII SIMPULAN DAN IMPLIKASI  Bab ini berisi dua bagian; pertama merupakan kesimpulan yang diperoleh  dari hasil analisis; kedua merupakan hasil dari simpulan sebagai jawaban  dari rumusan masalah.



Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi