BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Dalam pertumbuhan
dan perkembangan koperasi di Negara
kita ternyata tidak
sedikit jumlah koperasi yang terpaksa
harus bubar. Banyak
koperasi yang mempunyai modal cukup tetapi selanjutnya
merosot ke tingkat kehancuran yang berakhir
dengan pembubaran atau tidak sedikit pula yang namanya tetap ada tetapi tidak
berfungsi sama sekali.
Kesemua ini menurut
pengamatan ternyata karena pengurusnya
tidak atau kurang
memiliki kecakapan dan
kemampuan dalam mengelola
koperasi serta kurangnya pengetahuan
dan peran serta
para anggotaanggotanya.
Padahal,
keberhasilan koperasi sangat erat hubungannya dengan partisipasi aktif
setiap anggotanya. Seorang
anggota akan mau
berpartisipasi, bila yang bersangkutan
mengetahui tujuan organisasi tersebut, manfaatnya terhadap dirinya, dan
cara organisasi itu
dalam mencapai tujuan.
Oleh karena itu
keputusan seseorang untuk masuk
menjadi anggota haruslah
didasarkan pada pengetahuan yang memadai tentang manfaat berkoperasi.
Selain
itu, Bayu Krisnamurthi
juga mengungkapkan bahwa
keberadaan koperasi akan
ditentukan oleh proses
pemahaman nilai-nilai koperasi
oleh anggota. Nilai-nilai
koperasi: keterbukaan, demokrasi,
partisipasi, kemandirian, kerja sama, pendidikan, dan kepedulian pada
masyarakat; seharusnya merupakan G.
Kartasapoetra, Praktek Pengelolaan Koperasi, (Jakarta: Bina Adiaksara, 2003) h.
17.
pilar utama dalam perkembangan suatu koperasi.
Pada gilirannya kemudian nilai dan prinsip
itulah yang akan
menjadi faktor penentu
keberhasilan koperasi.
Sehingga salah satu faktor fundamental bagi
keberadaan koperasi ternyata adalah jika nilai
dan prinsip koperasi
tersebut dapat dipahami
dan diwujudkan dalam kegiatan organisasi. Disadari sepenuhnya
bahwa pengetahuan anggota
akan tujuan, manfaat dan hakekat
pendirian koperasi, pemahaman anggota akan nilainilai koperasi tersebut tidak
dapat terjadi dalam “semalam”, tetapi perlu melalui suatu proses pengembangan yang berkesinambungan setahap demi setahap
yaitu dilakukan melalui kegiatan
pendidikan.
Agar anggota
koperasi berkualitas baik,
berkemampuan tinggi, dan berwawasan
luas, maka pendidikan adalah mutlak. Dalam UU No.25 tahun 1992 Pendidikan
perkoperasian merupakan bagian
yang tidak terpisahkan
(menjadi sangat penting)
dalam mewujudkan kehidupan
berkoperasi, agar sesuai
dengan jati dirinya. Melalui
pendidikan, anggota dipersiapkan
dan dibentuk untuk menjadi
anggota yang memahami serta menghayati nilai-nilai dan prinsip-prinsip serta praktik-praktik koperasi. Nampaknya UU
No.25 tahun 1992 mengantisipasi dampak dari
globalisasi ekonomi di
mana Sumber Daya
Manusia Koperasi (SDMK) menjadi penentu utama berhasil tidaknya
koperasi melaksanakan fungsi dan
tugasnya. Atas dasar pentingnya pendidikan dalam koperasi itu sebagai Bapak Koperasi
Indonesia, Bung Hatta
pernah berkata: bukan koperasi
namanya Bayu Krisnamurthi.
2007. “Membangun Koperasi
Berbasis Anggota Dalam Rangka Pengembangan
Ekonomi Rakyat”.(online). (http://www.pikiranrakyat.com.htm), diakses
tanggal 20 Juli 2007.
manakala didalamnya tidak ada pendidikan
tentang koperasi.
Berpijak juga
pada landasan pembangunan
nasional: Pancasila, UUD 1945,
dan GBHN 1993 (untuk PJP 11 1993 s/d 2018), maka peningkatan kualitas SDM, merupakan faktor yang sangat menentukan
dalam menghadapi persaingan global yang
tidak dapat lagi bertumpu pada keunggulan
komparatif, tetapi lebih menuntut keunggulan
kompetitif. Untuk itu
diperlukan SDM yang
mempunyai kemampuan untuk
menguasai teknologi, SDM
yang mampu menciptakan kegiatan
produksi dengan tingkat
produktivitas yang lebih
tinggi, mampu menciptakan
inovasi dan perubahan-perubahan yang
diperlukan serta mampu mengelola
sumber daya dan sumber dana yang efisien dan produktif dalam proses produksi, diiringi dengan peningkatan kesejahteraan.
Namun, pada
kenyataannya Bagi umumnya
KUD, pendidikan anggota dianggap
sebagai suatu hal
yang kurang penting.
Padahal pendidikan anggota merupakan
landasan utama yang
dibutuhkan untuk munculnya
rasa memiliki anggota
terhadap koperasi. Sebagaimana
yang tercermin dari
prinsip-prinsip koperasi, bahwa
bukannya koperasi yang memiliki anggota, tapi anggota-lah yang memiliki
koperasi. Sementara di
kalangan masyarakat terpelajar,
ternyata pendidikan anggota juga
bukan masalah yang sederhana. Terlanjur memiliki cara berpikir
yang skeptis terhadap
koperasi, menyebabkan keterlibatan
masyarakat terpelajar dalam
koperasi juga belum
bisa diandalkan. Misalnya,
banyak para Tim
LAPENKOP Nasional, 2008,
“Lebih Mengenal Koperasi”,
(online), (http://berkoperasi.blogspot.com/), diakses tanggal 23 April
2008.
Profesor dan Doktor di
universitas yang memandang sebelah mata pada koperasi karyawan
yang dimiliki. Demikian juga
banyaknya para profesional yang tidak berpikir untuk maju bersama koperasi.
Padahal pada
hakikatnya, koperasi merupakan
organisasi yang berwajah ekonomi sekaligus sosial. Keduanya bagaikan
dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan. Satu
kata yang mempertemukan
kedua sisi ini
adalah pendidikan.
Ya, koperasi adalah pendidikan. Koperasi tidak
dapat berkembang tanpa adanya pendidikan.
Sayang sekali, pada usia gerakan koperasi Indonesia yang lebih dari separuh
abad ini, perhatian terhadap masalah pendidikan, khususnya pendidikan anggota, masih terabaikan.
Untuk mengembangkan
pendidikan anggota ini,
gerakan koperasi Indonesia
menghadapi tantangan yang
sangat berat. Dikatakan
berat bukannya terkait
pada pelaksanaannya, namun pada keinginan untuk menerima paradigma bahwa
koperasi adalah pendidikan.
Pemerintah RI sejak
era Orde lama,
Orde baru dan juga era Reformasi
saat ini masih belum melihat urgensinya pendidikan anggota bagi pengembangan koperasi. Pendidikan
koperasi yang diselenggarakan pemerintah umumnya
ditujukan kepada para
pengurus dan karyawan
koperasi.
Tentunya dengan harapan agar para pengurus
secara instant berkemampuan untuk membantu terselenggaranya berbagai
program pemerintah di
pedesaan. Alasan klasik,
bahwa dana dan
fasilitas sangat terbatas
sehingga tidak mampu
untuk penyelenggaraan pendidikan
anggota. Padahal yang
dibutuhkan dari pemerintah Lukman
M. Baga, Koperasi “Ayam
Jantan” yang Lalai
Mendidik, (online), (http://ice_online.tripod.com/Wacana13.html)
di akses tanggal 20 April 2008.
hanyalah
kemauan dan juga
sedikit upaya untuk
mensosialisasikan pentingnya pendidikan anggota ini.
Di
era globalisasi ini,
masalah-masalah yang dihadapi
koperasi tersebut hanya
membuat koperasi makin
terpuruk dan tertinggal.
Kurangnya pendidikan anggota
membuat koperasi sulit
untuk berkembang. Hal
itu diungkapkan oleh Ketua
Dekopin Agung Sudjatmoko yang
mengatakan bahwa selama ini kendala utama
pengembangan kinerja gerakan
koperasi di Indonesia
adalah masih terbatasnya sumber daya manusia yang memadai.
Secara umum, SDM koperasi di Indonesia masih
harus ditingkatkan baik
dari kuantitas maupun
kualitas, khususnya di
bidang kewirausahaan dan
manajemen pemasaran, keuangan
serta strategi. Agung
mengakui perkembangan Gerakan
Koperasi di Indonesia menghadapi masalah yang sama seperti
negara-negara berkembang lainnya, yaitu belum adanya
sinergi yang seimbang
antara gerakan koperasi
dan pemerintah dalam melakukan pembinaan terhadap koperasi.
Peneliti
koperasi dan Ketua LSP2I, Ibnoe Soedjono mempertegas melalui pernyataannya
pada seminar perkoperasian
yang diselenggarakan oleh
Kopma UGM Yogyakarta
pada tanggal 5
Februari 2003, bahwa
pada dasarnya semua pihak
sependapat bahwa masalah koperasi terletak pada kurangnya dilaksanakan pendidikan
perkoperasian yang benar
kepada para anggota, pengurus,
pengawas dan para pelaksana.
Meski masalahnya tidak selesai pada pendidikan.
Bisnisnett,
2004, “Koperasi Mandiri Agar Bantu Yang Belum Maju”, (online), (www.bisnis.com)
diakses tanggal 20 Juli 2 Suara Merdeka,
2000, “Krisis Koperasi
Belum Teratasi”, (online), Di
tengah terpuruknya koperasi
dengan berbagai permasalahanpermasalahannya, KP-RI
PERGU Singosari telah
menunjukkan eksistensinya.
KP-RI
PERGU merupakan salah
satu koperasi yang
berkembang di kabupaten Malang. Bermula dari keadaan ekonomi para guru
yang umumnya serba kurang dan terbatas
maka terbentuklah KP-RI
PERGU. Dari tahun
ke tahun KP-RI PERGU dapat
berkembang sesuai dengan
keadaan zaman dan
tuntutan dari anggota,
baik dalam keorganisasian maupun dalam
bidang usaha. Semuanya itu tidak terlepas dari peran serta semua pihak
terutama para anggota. Pertumbuhan dan
perkembangan itulah yang dapat menjadikan KP-RI PERGU dipercaya untuk mewakili
Kabupaten Malang dalam lomba
Koperasi Pegawai Negeri
Republik Indonesia.
Berdasarkan
latar belakang di
atas peneliti tertarik
untuk melakukan penelitian
dengan judul “Analisis Penerapan
Prinsip Pendidikan Perkoperasian dalam
Meningkatkan Partisipasi Anggota pada
KP-RI PERGU Kecamatan Singosari Kabupaten Malang”.
B. Fokus Masalah Berdasarkan
latar belakang di
atas, maka dapat
difokuskan masalahnya yang kemudian akan dijadikan fokus masalah
dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana penerapan prinsip pendidikan
perkoperasian pada KP-RI PERGU Kecamatan
Singosari Kabupaten Malang? 2. Apa
upaya KP-RI PERGU dalam
meningkatkan partisipasi anggota
KP-RI “PERGU” Kecamatan Singosari
Kabupaten Malang? 3. Apa faktor pendukung
dan faktor penghambat
KP-RI PERGU dalam menerapkan
prinsip pendidikan perkoperasian demi meningkatnya partisipasi anggota KP-RI PERGU Kecamatan Singosari
Kabupaten Malang?
C. Tujuan Penelitian Peneliti memiliki
beberapa tujuan dalam
melakukan penelitian ini,
antara lain: 1. Untuk
mengetahui penerapan prinsip pendidikan
perkoperasian di KP-RI PERGU Kecamatan Singosari Kabupaten Malang.
2. Untuk
mengetahui upaya-upaya KP-RI
PERGU dalam meningkatkan partisipasi
anggota KP-RI PERGU Kecamatan Singosari Kabupaten Malang.
3. Untuk
Mengetahui faktor pendukung
dan faktor penghambat
KP-RI PERGU dalam
menerapkan prinsip pendidikan
perkoperasian demi meningkatnya
partisipasi anggota KP-RI
PERGU Kecamatan Singosari Kabupaten Malang.
D. Manfaat Penelitian Penelitian ini
sangat penting atau
berguna masyarakat pada
umumnya, pengurus anggota
koperasi pada khususnya.
Penelitian ini, diharapkan
dapat memberi manfaat kepada: 1.
Bagi Praktisi Pengelola dan Pengembang Koperasi Sebagai upaya
untuk memperkaya hasil
penelitian tentang dunia koperasi khususnya yang berhubungan dengan penerapan prinsip pendidikan perkoperasian
sebagai penunjang dalam
meningkatkan partisipasi anggota melalui
peningkatan kualitas SDM
dalam koperasi, sehingga
diharapkan penelitian ini dapat
dipakai acuan untuk pengembangan lembaga koperasi.
2. Bagi Peneliti Sebagai
latihan melakukan pengkajian
terhadap penerapan prinsip koperasi
yang dilaksanakan dalam lembaga koperasi, dan praktik melakukan pengkajian secara ilmiah terhadap
fenomena-fenomena berdasarkan teori-teori yang ada.
3. Bagi Lembaga yang Terkait Dengan adanya
penelitian ini besar harapan agar hasil dari penelitian dapat
dijadikan bahan rujukan
bagi lembaga terkait
untuk mengembangkan dan
meningkatkan kualitas SDM
nya. Serta dapat dijadikan
bahan evaluasi dan informasi untuk mendorong KP-RI PERGU agar
selalu menjadi lebih baik lagi di
tahun-tahun yang akan datang.
4.Bagi Anggota Penelitian ini
dapat dijadikan sebagai
sumber informasi yang memperkaya wawasan
anggota tentang penelitian
perkoperasian pada umumnya,
dan menambah pengetahuan
tentang pendidikan perkoperasian pada khususnya.
E. Asumsi Penelitian Adapun asumsi dalam penelitian ini adalah: 1.
Setiap anggota koperasi
mengetahui tentang prinsip
pendidikan perkoperasian.
2. Setiap anggota koperasi berpartisipasi
dalam kegiatan koperasi.
F. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian Penelitian
ini terbatas pada prinsip pendidikan perkoperasian yang tertera dalam UU no 25 tahun 1992 dengan tidak
membahas prinsip-prisip koperasi yang lain. Penelitian
ini hanya untuk
mengetahui penerapan prinsip
pendidikan perkoperasian dalam
meningkatkan partisipasi anggota
koperas KPRI PERGU Kecamatan
Singosari Kabupaten Malang. Sedangkan partisipasi
anggota yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
partisipasi kontributif G. Definisi
Istilah Pendidikan Perkoperasian
adalah kegiatan yang
dilakukan oleh pihak perusahaan
koperasi dalam meningkatkan kualitas anggotanya baik secara teoritis seperti pengetahuan
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi