BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Melihat
kondisi pembangunan ekonomi
Indonesia selama pemerintahaan
orde baru (sebelum
krisis moneter 1997)
dapat dikatakan bahwa Indonesia telah mengalami suatu proses
pembangunan ekonomi yang spektakuler,
paling tidak pada tingkat makro (agregat). Keberhasilan ini dapat di
ukur dengan sejumlah
indikator ekonomi makro.
Dua di antaranya
yang umum di
gunakan adalah tingkat
(Pendapatan Nasional) PN per kapita
dan laju pertumbuhan Produk
Domestik Bruto (PDB) per tahun. Pada tahun 1968, PN
per kapita masih
sangat rendah, hanya
sekitar US$ 60.
Tingkat ini jauh lebih rendah
di banding PN
dari LDCs lain
pada saat itu, seperti
India, Sri Lanka,
dan Pakistan. Akan
tetapi, sejak pelita
I di mulai, PN
indonesia per kapita mengalami peningkatan yang relatif
tinggi setiap tahun, dan pada akhir tahun 1980-an
telah mendekati US$
500. Hal ini
di sebabkan oleh pertumbuhan
PDB rata-rata pertahun juga tinggi 7%-8% selama 1970-an dan turun ke 3%-4% pertahun selama 1980-an. (Tulus
T.H Tambunan, 2003 : 54) Kemudian, pada
pertengahan pertama tahun
1990-an, rata-rata pertumbuhan
per tahun antara
7,3% hingga 8,2%.
Dengan tingkat pertumbuhan
yang tinggi tersebut,
rata-rata PN per
kapita di Indonesia
naik pesat setiap tahun yang pada
tahun 1993 sudah melewati US$ 800.
1 Awal
Juli 1997. Indonesia mengalami suatu goncanganekonomi yang mengakibatkan
laju pertumbuhan ekonomi
menurun drastis, yaitu
krisis moneter yang
melanda ternyata sempat
menghancurkan perekonomian Indonesia. Pendapatan Nasional per kapita
menurun ke US$ 640 tahun 1998 dan US$
580 tahun 1999.
kondisi ini memicu
pemerintah untuk mengambil langkah cepat demi menyelamatkan perekonomian
Negara.
Dalam
hal ini, pemerintah
dituntut melakukan berbagai
reformasi, khususnya di
bidang ekonomi yang
memungkinkan terjadinya perubahan kerangka hukum dan kelembagaan untuk
menjalankan kebijakan moneter dan untuk
mengamankan sistem keuangan Indonesia.
(Goeltom, 1999:355 dalam Umi
Julaihah, 2005 : 1).
Indonesia telah melakukan berbagai perubahan
pada sektor keuangan melalui kebijakan
Undang-undang nomor 23 tahun 1999tentang bank sentral.
Pertama, kebijakan moneter kini difokuskan
untuk memelihara dan menjaga stabilitas rupiah.
Kedua, pemberian
independensi yang lebih
besar kepada Bank
Indonesia dalam menentukan
target inflasi dan
arah kebijakan moneternya.
Ketiga, keputusan pemilihan
kebijakan diserahkan pada Gubernur
Bank Indonesia tanpa intervensi dari pemerintah dan lembaga lain.
Empat,
adanya akuntabilitas dan
transparansi kebijakan moneter
yang mewajibkan Bank
Indonesia mengumumkan target
inflasi dan rencana kebijakan
moneter pada setiap
permulaan tahun. Semua
reformasi tersebut Stabilitas
rupiah memiliki dua
arti, yaitu stabilitas
harga (inflasi) dan
stabilitas nilai tukar.
Namun, sejak Indonesia menerapkan sasaran
tunggal stabilitas harga (inflasi) maka nilai tukar ditentukan di pasar - di bawah sistem flexible
exchange rate.
diharapkan
mampu untuk mengeluarkan
Indonesia dari krisis
(Warjiyo dan Agung, 2002: 3-4 dalam Umi Julaihah, 2005 : 2).
Atas dasar itulah Indonesia berupaya
memperbaiki perekonomian dari sisi pasar
uang dan pasar
modal. Kemudian, Indonesia
mebuat sebuah rekomendasi
kebijakan liberalisasi keuangan
yang diturunkan dari
analisis represi finansial
(financial repression) yang
diharapkan dapat mendorong terjadinya
pendalaman finansial (financial
deepening). Represi finansial bermula dari kondisi pasar modal yang tidak
efisiendan terjadi distorsi dalam pasar
finansial. Para pendukungnya berkeyakinan bahwa liberalisasi keuangan dapat
mempercepat laju pertumbuhan
ekonomi melalui: (1) pembebasan tingkat bunga dari kontrol pemerintah; (2)
menurunkan reserve requirement; (3) menjaga agar sistem keuangan secara
kompetitif berada dalam kondisi free entry; (4)
memperbaiki kualitas investasi
dan bukan kuantitas
investasi (Kuncoro, 1997:380-381).
Undang-undang nomor 3 tahun 2004 tentang Bank
Sentral merupakan penyempurnaan UU No.
23 tahun 1999. mengacu pada Pasal 10 ayat (1) huruf b UU No. 3 tahun 2004. Bahwa dalam rangka
menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8 huruf
a, Bank Indonesia berwenang melakukan pengendalian
moneter dengan menggunakan cara-cara yang termasuk, tetapi tidak terbatas
pada: 1)
operasi pasar terbuka di pasar uang baik rupiah maupun valuta asing; 2)
penetapan tingkat diskonto; 3) penetapan cadangan wajib minimum; 4)
pengaturan kredit atau pembiayaan.
Sektor
keuangan memegang peranan
yang sangat signifikan
dalam memicu pertumbuhan
ekonomi suatu negara.
Sektor keuangan menjadi lokomotif pertumbuhan sektor riil viaakumulasi
kapital dan inovasi teknologi.
Kebijakan
keuangan yang diterapkan
oleh bank sentral
menjadi pedoman monitoring
laju pertumbuhan ekonomi
Indonesia dan pemicu
pertumbuhan ekonomi yang cepat.
Hal ini terbukti selama lima tahun terakhir inflasi yang fluktuatif
dapat ditekan sampai
poin terendah 2.41%.
Indikator lain untuk manghitung laju
pertumbuhan ekonomi suatu
negara adalah tingkat pertumbuhan
angka-angka pendapatan nasional,
seperti Produk Domestik Bruto (PDB) atau Produk Nasional Bruto (PNB).
Angka-angka
pendapatan nasional merupakan
dasar data yang diperlukan untuk
menghitung tingkat pertumbuhan
ekonomi. Hal ini didasarkan
pada dua alasan yaitu: pertama, angka
statistik tersebut diperoleh dengan
jalan menjumlahkan nilai tambah bruto yang dihasilkan oleh aktivitas produksi
di dalam perekonomian,
angka ini mencerminkan
adanya peningkatan balas
jasa. Kedua, angka-angka
pendapatan nasional dihitung atas
dasar konsep aliran
(flow concept), yang
berarti angka pendapatan nasional
hanya mencakup nilai
produk yang dihasilkan
pada suatu periode tertentu
dan tidak mencakup
nilai produk yang
dihasilkan pada periodeperiode sebelumnya,
dengan demikian angka
pendapatan Nasional tiap-tiap periode dapat dibandingkan.
Informasi
pertumbuhan ekonomi pada
periode 2000-2004 dijadikan landasan
untuk mengetahui perkembangan
ekonomi Indonesia pada
tahun periode berikutnya. Dalam
hal ini dapat dilihat melalui perkembangan Produk Domestik Bruto (PDB) menurut lapangan usaha
atas dasar harga berlaku.
Tabel. 1.1 PDB Indonesia Tahun 2000-20 Tahun
PDB (Milliar Rp) Pertumbuhan% 2000
1.389.769,5 4,9 2001
1.684.280,5 21,19 2002
1.863.274,7 10,63 2003
2.013.674,6 10,53 2004
2.295.826,2 14,01 Tabel
1.1 manunjukkan pertumbuhan
ekonomi Indonesia setelah mengalami
krisis moneter dan
dilakukannya berbagai upaya
perbaikan ekonomi Nasional
melalui beberapa kebijakan keuangan. Terlihat pada tahun 2000 pertumbuhan hanya 4,9% dengan nilai Rp.
1.389.769,5 milliar. Pada saat itu, masa
pemerintahan Gus Dur, masyarakat khususnya pelaku-pelaku bisnis (termasuk
investor-investor asing) optimis
mengenai prospek perekonomian Indonesia
(Tulus T.H Tambunan,
2003 : 57)
selanjutnya tahun 2001
juga mengalami peningkatan yang
signifikan 21,19% dengannilai Rp. 1.684.280,5.
peningkatan
ini mengejutkan dunia,
karena Indonesia dalam waktu
yang singkat mampu mencapai
pertumbuhan ekonomi 21,19%.
Laporan
Keuangan bank indonesia dan Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia 2000.3 - 2004.4 Peningkatan ekonomi
Indonesia tidak hanya
sebatas itu saja,
secara nilai pada
tahun 2004 mencapai
angka Rp. 2.295.826,2
milliar, yaitu pada awal pemerintahan
Susilo Bambang Yudiono
– Yusuf Kalla dengan
kabinet bersatunya.
Dalam
penelitian ini, peneliti
mengasumsikan masa pemerintahan Kabinet
Indonesia Bersatu (jilid
I) merupakan masa
pancaroba (transisi) pertumbuhan
ekonomi. Sehingga penelitian
ini hanya membandingkan
pola pertumbuhan ekonomi
nasional dari tahun
2004.2-2009.2 melalui beberapa indikator ekonomi makro, seperti PDB, GNP,
inflasi, interest rate, pendapatan perkapita
dan distribusi pendapatan.
Pertumbuhan
ekonomi tidak hanya
mengukur pertumbuhan output dalam suatu perekonomian, namun juga
memberikan indikasi tentang sejauh mana aktivitas
perekonomian yang terjadi
pada suatu periode tertentu
telah menghasilkan tambahan
pendapatan bagi masyarakat. Dalam hal ini kebijakan keuangan yang memiliki peranan penting.
Krisis
moneter yang melanda
indonesia pada awal
reformasi memberikan pengalaman
yang meperihatinkan, yaitu mengalami kemunduran.
Pertumbuhannya ada pada posisi terendah -13,5%
kemudian krisis keuangan global pada
tahun 2008 juga memberikan dampak negatif bagi pertumbuhan ekonomi
Nasional. Oleh karena
itu, kebijakan keuangan
diharapkan mampu memobilsasi pertumbuhan ekonomi nasional.
Dalam
penelitian ini diasumsikan
bahwa sepanjang perjalanan
roda perekonomian Nasional,
sejak awal kemerdekaan
sampai era reformasi Indonesia menerapkan sistem ekonomi konvensional
(capitalism). Sedangkan mayoritas penduduk
Indonesia beragama Islam,
sistem ekonomi Islam dianggapnya
kurang mampu menjadi
landasan yang kokoh
bagi sistem perekonomian suatu Negara. Sehingga Indonesia
tidakpernah mencoba untuk beralih pada
system perekonomian yang berlandaskan syari’at Islam. Disi lain, seiring pertumbuhan ekonomi Indonesia dan
semakin heterogen permaslahan yang dihadapi
oleh pemerintah dalam
bidang ekonomi, muncul
indikasi bahwa sistem
ekonomi konvensional (capitalism)
tidak relevan dan
tidak mampu menjadi pijakan
perekonomian Indonesia lagi.
Sistem ekonomi konvensional (capitalism) hanya
memberikan dampak terhadap lambannya
laju pertumbuhan ekonomi,
oleh karena itu
saatnya Indonesia menerapkan
sistem ekonomi berlandaskan
Islam seperti yang diajarkan
oleh Rosulullah saw. dan sahabat-sahabatnya.
Pada penelitian ini, peneliti juga memberikan
gambaran tentang sistem keuangan berlandaskan
Islam walaupun fokus
pada penelitian ini
adalah analisis kebijakan masa
pemerintahan periode 2004 –2009.
Berdasarkan
asumsi di atas,
bahwa kebijakan moneter mempunyai peranan signifikan dan mampu mendorong laju
pertumbuhan ekonomi, maka penulis tertarik
untuk melakukan penelitian
dengan mengambil judul “Dampak
Kebijakan Moneter terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonsia (Analisis Kebijakan Masa Pemerintahan SBY-JK)”.
B.
Rumusan Masalah Perumusan masalah
pada suatu penelitian
adalah untuk memudahkan dalam mengana1isa dan mengevaluasi masalah
serta agar dapat lebih terarah dan jelas
sehingga diperoleh langkah-langkah pemecahan
masalah yang efektif dan efisien, maka perlu dibuat suatu
perumusan masalah.
Berdasarkan
paparan pada latar
belakang, maka terlihat
pentingnya pemahaman mengenai apakah kebijakan
moneter memiliki dampak
terhadap pertumbuhan perekonomian
mengingat tujuan kebijakanmoneter adalah untuk menggerakkan perekonomian. Pemahaman tentang
analisis kebijakan moneter akan menjadi
lebih penting bagi Indonesia, terlebihkarena terjadinya beberapa perubahan
di bidang moneter
seperti: (i) adanya
independensi bank sentral yang memunculkan isu single targetdalam tujuan akhir kebijakan
moneter; (ii) kondisi krisis ekonomi
yang terjadi pada pertengahan 1997; (iii) Indonesia merupakan
small open economy yang
kondisi perekonomiannya sangat terimbas oleh perekonomian dunia, (iv)
terjadinya krisis keuangan di Amerika Serikat yang
berimbas pada Negara-negara
berkembang pertengahan tahun 2008 lalu.
Selain
fokus penelitian di
atas, peneliti juga
memberikan perbandingan tentang
keunggulan sistem ekonomi
keuangan berlandaskan Islam.
Apakah pada masa reformasi dan
era degredasi moral sistem keuangan
konvensional (capitalism) memberikan
prospek yang menjanjikan
terhadap perkembangan perekonomian Indonesia? Sesuai dengan mandat UU No. 23 Tahun 1999
tentang Bank Indonesia.
C.
Tujuan Penelitian Berdasarkan fokus permasalahan
yang telah dideskripsikan, maka penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui
apakah kebijakan moneter
yang selama ini
dilakukan oleh otoritas
moneter memiliki dampak terhadap performanceperekonomian Indonesia, yang
tercermin pada laju pertumbuhan Produk Domestik
Bruto (PDB) menurut
lapangan usaha atas
dasar harga berlaku dan tingkat inflasi
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi