Senin, 09 Juni 2014

Skripsi IPS: DAMPAKPEMBANGUNANWISATABAHARILAMONGAN(WBL) TERHADAPPEREKONOMIANMASYARAKATDUSUNPENANJANDESAPACIRAN-LAMONGAN

BAB I PENDAHULUAN
A.      LatarBelakang Globalisasi ekonomi  telah memperluas  jangkauan kegiatan ekonomi,  sehingga  tidak hanya  terbatas pada  satu  negara   saja.   Konsekuensi   dari  proses  globalisasi   ekonomi   tersebut  berpengaruh   terhadap perkembangan   kepariwisataan   dunia,   dan   akhirnya   berimplikasi   pada   dunia   pariwisata   Indonesia.
Secara   jelas   kita   dapat   melihat   bahwa   pariwisata   itu   bukanlah   merupakan   suatu   industri   biasa seperti   halnya   industri   mesin,   industri  meubel  yang   mmpunyai   pabrik   dan   menghasilkan   barangbarang   secara   langsung   dapat   dikonsumsi   oleh   masyarakat   dalam   bentuk   barang-barang   sebagai hasilproduksinya.
Di   Indonesia  istilah  pariwisata  dimulai   pada  awal   tahun  enampuluhan.  Istilah  ini  semakin  menjadi pembicaraan,   terutama   setelah   Presiden   Suharto   menyampaikan   kata   sambutan   dalam   pertemuan ramah   tamah   dengan   para   peserta   seminar   dan   rapat   kerja   kepariwisataan   tanggal   27   Nopember 1982  di  Istana  Negara.[1]  Untuk  menyamakan  pemahaman  mengenai   istilah-istilah  dan  pengertian pariwisata,   di   Indonesia   mengacu   pada   Undang-Undang   Republik   Indonesia   Nomor   9   tahun   19 tentang   Kepariwisataan,   yang   menyatakan   bahwa   Pariwisata   adalah   segala   sesuatu   yang berhubungan  dengan  wisata,   termasuk  pengusahaan  objek  dan  daya   tarik  wisata  serta   usaha-usaha yang   terkait   di   bidang   tersebut.   Sedangkan   wisata   adalah   kegiatan   perjalanan   atau   sebagian   dari kegiatan   tersebut   yang   dilakukan   secara   sukarela   serta   bersifat   sementara   untuk   menikmati   objek dan dayatarik wisata.

Selanjutnya   istilah   industri   yang   dikaitkan   dengan   pariwisata   memiliki   makna   yang   jauh   berbeda dengan   istilah   industri   seecara   umum.   Dalam   pengertian   klasik   industri   diartikan   sebagai sekelompok   atau   kumpulan   pabrik   yang   menghasilkan   produk   yang   sejenis   dan   orang   akan membayangkan   proses   produksi   dengan   menggunakan   mesin-mesin   yang   menghasilkan   barangbarang.   Sedangkan   dalam  industri   pariwisata   yang   dihasilkan   bukan   barang   sejenis,   tetapi   barang dan pelayanan yang beranekaragamdengan lebih banyak menggunakan tenagamanusia.
Weaper   dan   Opperman   menyatakan   industri   pariwisata   dapat   didefenisikan   sebagai   gabungan aktivitas   komersial   dan   industri   yang   menghasilkan   barang   dan   jasa   secara   keseluruhan   atau sebagian   dikonsumsi   oleh   turis.   Industri   pariwisata   terdiri   dari   perusahaan-perusahan   antara   lain: agen perjalanan wisata, maskapai penerbangan, kereta api, taksi, hotel, penginapan, restoran, rumah makan,   kedai   makanan/minuman,   perusahaan   cindera   mata,   bank,   penukaran   uang,   angkutan   di lokasiwisata, sewaan sepeda, pusatpembelanjaan, pengusahaobjek wisata.
Perusahaan-perusahaan   tersebut   menghasilkan   jasa   atau   produk   yang   berbeda   satu   sama   lainnya.   Perbedaan tersebuttidak hanyadalamproduk yang dihasilkan, tetapidalamskalaperusahaan, lokasi tempat kedudukan,  letak geografis,  fungsi, bentuk organisasi yang mengelola,dan metode atau cara pemasarannya.[2]  Masing-masing   perusahaan   menghasilkan   produk   yang   berbeda   dan   saling melengkapiyang dinikmatiwisatawan dalamsuatu paket.
Dari   begitu   beragamnya   produk   wisata   yang   dihasilkan   usaha   pariwisata,   pada   dasarnya   dapat dikelompokkan   ke   dalam   tujuh   komponen   utama   yaitu:   daya   tarik,   fasilitas penginapan/pemondokkan,   fasilitas   makanan   dan   minuman,   fasilitas   pendukung   dan   hiburan, fasilitaspengangkutan/transportasidan prasaranalain.
Sebagai   produk  jasa,   maka  produk  pariwisata   memiliki   karakteristik  jasa  secara   umum  yaitu  tidak tangible, tidak terpisahkan, beragam, dan perishability. Dikatakan tidak tangible  karena tidak dapat dilihat,   dan   dirasakan   sebelum   produk   itu   dibeli.   Tidak   terpisahkan   artinya   dihasilkan   dan digunakan   pada   saat   yang   bersamaan   dengan   perkataan   lain   tidak   dapat   dipisahkannya   antara produsen   dan   konsumen.   Beragam   artinya   produknya   beraneka   ragam,   sebab   sangat   tergantung kepada   siapa   yang   menghasilkannya.  Perishability,   artinya   tidak   dapat   disimpan   untuk   dinikmati padawaktu yang akan datang.
Sedangkan   secara   khusus   produk   pariwisata   memiliki   karakteristik   tidak   dapat   dipindahkan, peranan perantara tidak diperlukan, tidak dapat ditimbun, tidak memiliki standar, permintaan sangat dipengaruhi   oleh   musim,   calon   konsumen   tidak   dapat   mencoba   sebelum   membeli,   sangat tergantung kepadatenagamanusia.[3] Keinginan   pengembangan   pariwisata   di   Indonesia   terutama   didasarkan   kepada   beberapa   faktor antara   lain:   pertama,   Indonesia   mempunyai   potensi   kepariwisataan   yang   begitu   banyak,   sehingga mempunyai   peluang   yang   besar   untuk   mendatangkan   wisatawan;   kedua,   prospek   pariwisata   yang tetap   memperlihatkan   kecenderungan   meningkat   secara   konsisten;   ketiga,   makin   berkurangnya peran   minyak   dalam   menghasilkan   devisa.   Di   samping   itu   kita   ketahui   bersama   bahwa   dalam pembangunan   ekonomi   di   masa   lalu   menekankan   pada   pengembangan   industri-industri   yang mengandalkan sumber daya impor, sehingga melahirkan industri-industri yang memiliki kandungan impor   yang   relatif   tinggi   (sekitar   60   –   80   %).   Dengan   demikian,   maka   manfaat   ekonomi   yang dihasilkan industritersebutjugalebih besar jatuh kemasyarakatluar negeri.
Industri   pariwisata   Indonesia   berkembang   cukup   pesat   selama   beberapa   tahun   terakhir.   Jumlah kunjungan   wisata   mancanegara   ke   Indonesia   meningkat   dari   2.177.566   orang   pada   tahun   19 menjadi   5.153.620   orang   pada   tahun   2001.   Sejalan   dengan   itu   pada   periode   yang   sama   jumlah penerimaan  devisa  dari   pariwisata   juga   meningkat   cukup  pesat   yaitu  mencapai   150  persen.  Dinas  Pariwisata   tahun   1999   mempunyai   target   bahwa   pada   tahun   2009   pariwisata   sebagai   penghasil devisa utama melalui kunjungan wisatawan mancanegara dengan penerimaan devisa sekitar US$ 30  milliar.
Bagi   Indonesia,   industri   pariwisata   merupakan   suatu   komoditi   prospektif   yang   dipandang mempunyai   peranan   penting   dalam  pembangunan   nasional,   sehingga   tidak   mengherankan   apabila Indonesia   menaruh   perhatian   khusus   kepada   industni   pariwisata.   Hal   ini   lebih   diperkuat   dengan adanya  kenyataan bahwa Indonesia memiliki  potensi  alam  dan kebudayaan  yang  cukup besar  yang dapat dijadikan modal bagi pengembangan industni pariwisatanya. Salah satu tujuan pengembangan kepariwisataan   di   Indonesia   adalah   untuk   meningkatkan   pendapatan   devisa   pada   khususnya   dan pendapatan negara dan masyarakat pada umumnya,  perluasan kesempatan serta  lapangan kerja dan mendorong   kegiatan-kegiatan   industri-industri   penunjang   dan   industri-industri   sampingan   lainnya.
Peluang tersebutdidukung oleh kondisi-kondisialamiah seperti:letak dan keadaan geografis(lautan dan daratan sekitar khatulistiwa), lapisan tanah yang subur dan panoramis (akibat ekologi geologis), sertaberbagaifloradan faunayang memperkayaisidaratan dan lautannya.
BillFaulkner menyebutkan bahwaada5 aspek potensipariwisataIndonesiayaitu[4]: 1.      Warisan budayayang kaya 2.      Bentang alamyang indah 3.      Letak dekatpasar pertumbuhan Asia 4.      Penduduk potensial(jumlah &mampu) 5.      Tenagakerja(jumlah dan murah) Pengembangan industri pariwisata di Indonesia masuk dalam skala prioritas khususnya bagi daerahdaerah   yang   miskin   akan   sumber   daya   alam.   Sesuai   dengan   pernyataan.   International   Union   of Official   Travel   Organization  (IUOTO)   dalam   konferensi   di   Roma   tahun   1963   bahwa   pariwisata adalah penting bukan sajasebagaisumber devisa, tetapijugasebagaifaktor yang menentukan lokasi industri   dan   dalam  perkembangan   daerah-daerah   yang   miskin   dalam  sumber-sumber   alam. [5]  Ini menunjukkan   bahwa   pariwisata   sebagai   industri   jasa   mempunyai   andil   besar   dalam mendistribusikan pembangunan kedaerah-daerah yang belumberkembang.
Dalam orde reformasi ini, lahirnya UU No. 22 Tahun 1999 dan UU No. 25 Tahun 1999 merupakan momentum   awal   yang   sangat   tepat   bagi   daerah   untuk   lebih   mandiri   dalam   menggali   dan mengembangkan   potensi-potensi   yang   dimilikinya.   Kemandirian   daerah   ini   terwujud   dalam pemberian   kewenangan   yang   cukup   besar   meliputi   kewenangan   dalam   seluruh   bidang pemerintahan,   kecuali   kewenangan   dalam   bidang   politik   luar   negeri,   pertahanan   keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama, sertakewenangan dalambidang.
[6] Penyerahan   kewenangan   tersebut   disertai   juga   dengan   penyerahan   dan   pengalihan   pembiayaan,  sarana   dan   prasarana   serta   sumber   daya   manusia   sesuai   dengan   kewenangan   yang   diserahkan tersebut. Merupakan konsekuensi logis bagi daerah dengan adanya penerapan otonomi daerah maka segalasesuatu yang bersifatoperasionaldilimpahkan kepadadaerah.
[7] Sehubungan   dengan   penerapan   otonomi   daerah   maka   segala   sesuatu   yang   menyangkut pengembangan   industri   pariwisata   meliputi   pembiayaan,   perizinan,   perencanaan,   pelaksanaan   dan evaluasi menjadi wewenang daerah untuk menyelenggarakannya. Dengan demikian masing-masing daerah dituntut untuk lebih mandiri dalam mengembangkan obyek dan potensi wisatanya, termasuk pembiayaan promosinya.
[8] Sumber-sumber   penerimaan   daerah   dalam  pelaksanaan   desentralisasi   berasal   dan   pendapatan   asli daerah,   dana   perimbangan,   penerimaan   daerah   dan   lain-lain   yang   merupakan   penerimaan   yang sah.
[9] Sumber  pendapatan  asli   daerah (PAD)  merupakan sumber  keuangan daerah yang  digali   dan dalam wilayah daerah yang bersangkutan terdiri dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan aslidaerah yang sah.
[10] Dilihat   dari sisi  PAD maka ada  beberapa  daerah  di  Indonesia yang miskin akan  sumber  daya alam sehingga   tidak   dapat   mengandalkan   PAD-nya   dari   hasil   sumber   daya   alam.   Oleh   karenanya pengembangan   industri   pariwisata   suatu   daerah   menjadi   alasan   utama   sebagai   salah   satu   upaya meningkatkan PADmelaluipemanfaatan potensi-potensidaerah setempat.
Pada   tahun   1997,   industri   pariwisata   Indonesia   diperkirakan   menghasilkan   pajak   tidak   langsung sejumlah 8,7% dari keseluruhan  nilai  pajak  tidak  langsung dan  diperkirakan  pada  tahun  2007  akan meningkat   sebesar   9,6%   dan   total   keseluruhan.[11]  Data   tersebut   menunjukkan   bahwa   industri pariwisataIndonesiamemberikan kontribusiyang cukup besar dibidang perpajakan.
Sektor   pajak   mempunyai   peranan   penting   dalam   budget   negara.
[12] Pajak   merupakan   sumber penerimaan   negara   yang   dipergunakan   untuk   membiayai   pengeluaran-pengeluaran   rutin   negara, juga dipergunakan untuk membiayai pembangunan nasional. Oleh karenanya, kontribusi pajak bagi pembangunan   diharapkan   tidak   saja   mendorong   pembangunan   satu   wilayah   saja,   akan   tempi   juga dapatmendorong pembangunan secarameratasampaididaerah-daerah terpencildiIndonesia.
Dalam   ruang   lingkup   daerah,   kontribusi   industri   pariwisata   di   bidang   perpajakan   diharapkan semakin   meningkat   dengan   jalan   melakukan   pengembangan   dan   pendayagunaan   potensi-potensi pariwisata   daerah.   Hanya   saja   pungutan   pajak   tersebut   harus   dilakukan   secara   bijaksana,   artinya pungutan  pajak  harus   tetap  berpegang  pada  prinsip  keadilan,  kepastian  hukum  dan  kesederhanaan.
Dalam   menuju   kemandirian   daerah,   potensi   industri   pariwisata   daerah   yang   dikelola   dan dikembangkan   dengan   baik   akan   meningkatkan   penerimaan   di   bidang   perpajakan.   Dalam  hal   ini  kontribusi   pajak   dan   industri   pariwisata   daerah   selain   sebagai   sumber   PAD,   juga   dimaksudkan untuk membiayaipembangunan daerah.
[13] Pada dasarnya pengembangan industri pariwisata suatu daerah berkaitan erat dengan pembangunan perekonomian   daerah   tersebut.   Dampak   positif   yang   secara   langsung   dapat   dirasakan   oleh masyarakat   daerah   setempat   adalah   pada   adanya   perluasan   lapangan   kerja   secara   regional.   Ini merupakan   akibat   dari   industri   pariwisata   yang   berkembang   dengan   baik.   Misalnya   dengan dibangunnya   sarana   prasarana   di   daerah   tersebut   maka   tenaga   kerja   akan   banyak   tersedot   dalam proyek-proyek sepertipembangkittenagalistrik, jembatan, perhotelan dan lain sebagainya.
[14] Untuk   mengembangkan   industri   pariwisata   suatu   daerah   diperlukan   strategi-strategi   tertentu maupun   kebijakan-kebijakan   baru   di   bidang   kepariwisataan.   Sebuah   gagasan   menarik   dari   Sri Sultan Hamengkubuwono Xyang menyodorkan konsep kebijakan pariwisataborderless, yaitu suatu konsep   pengembangan   pariwisata   yang   tidak   hanya   terpaku   pada   satu   obyek   untuk   satu   wilayah, sedangkan   pola   distribusinya   harus   makin   dikembangkan   dengan   tidak   melihat   batas   geografis wilayah.
[15] Menurut  Dahliana  Hasan  (2008),  gagasan  tersebut  memberi  angin  segar  bagi  dunia  kepariwisataan di   Indonesia   terlebih   dengan   diterapkannya   sistem   otonomi   daerah.   Paling   tidak   kebijakan   baru tersebut   menjadi   salah   satu   alternatif   yang   dapat   dipergunakan   untuk   mengembangkan   dan mendayagunakan   potensi-potensi   wisata   daerah   melalui   program  kerjasama   antar   daerah.   Namun demikian   yang   perlu   mendapat   perhatian   di   sini   bahwa   penerapan   program   kerjasama   tersebut jangan   sampai   menimbulkan   konflik   yang   justru   berdampak   merugikan,   sehingga   tujuan   dan pengembangan pariwisatadaerah menjaditidak tercapai.
Demikian   juga   yang   dilakukan   pemerintah   daerah   Kabupaten   Lamongan   yang   berupaya membangun   pariwisata   di   daerah   Lamongan   sebagai   sarana   untuk   mengembangkan   dan membangun perekonomian daerahnya guna meningkatkan pendapatan daerah. Lamongan memiliki sejumlah obyek wisata menarik. Di daerah pantai  terdapat  obyek wisata Monumen Van der Wijck, Waduk   Gondang,   dan   Wisata   Bahari   Lamongan   (WBL).   Gua   Maharani   terletak   di   Kecamatan Paciran,   di   tepi   jalur   utama   pantura,   merupakan   gua   kapur   yang   sangat   indah.   Tak   jauh   dari   Gua Maharani,   terdapat   Makam   Sunan   Drajat   dan   Makam   Sunan   Sendang   Duwur,   yakni   penyebar agama   Islam  di   Pulau   Jawa.   Kedua   makam  tersebut   memiliki   arsitektur   yang   sangat   dipengaruhi oleh   Majapahit.   Di   dekat   kompleks   makam  terdapat   Museum   Sunan   Drajat.   Dari   beberapa   obyek wisata   tersebut,   tiga   di   antaranya   yaitu   Wisata   Bahari   Lamongan   dan   Gua   Maharani   (WBL   dan Mazoola), Makan Sunan Drajat,  dan Waduk Gondang menjadi komoditi  utama  di sector pariwisata bagipemasukan Kabupaten Lamongan.
Menurut   Kepala   Bagian   Humas   dan   Protokol   Kabupaten   Lamongan   Aries   Wibawa   pada   Harian Kompas   menyatakan   bahwa   pada   tahun   2007   kunjungan   wisata   ke   Lamongan   mencapai   1,9   juta orang   dengan   kontribusi   ke   pendapatan   asli   daerah   (PAD)   sebesar   Rp   9   miliar.   Kunjungan wisatawan   sampai   dengan   bulan   Juni   2008   di   WBL,   Makam  Sunan   Drajat,   dan   Waduk   Gondang sebanyak 882.847 orang. Rinciannya, di WBL 729.993 orang, Makam Sunan Drajat 119.415 orang, dan wisataair waduk Gondang 33.439.”[16] Adapun   target   kontribusi   terhadap   PAD  selama   tahun  2008  dari   WBL,   Makam  Sunan  Drajat,   dan Waduk Gondang serta usaha pariwisata lainnya dipatok sebesar Rp 9,446 miliar. Rinciannya, WBL Rp  9   miliar,   makam  Sunan   Drajat   Rp  312,900   juta,   Waduk   Gondang   Rp  130,487   juta,   dan   usaha pariwisatalainnyaRp 3 juta.
Dari   ketiga   tempat   wisata   utama   yang   ada   di   daerah   Lamongan,   pembangunan   Wisata   Bahari Lamongan   yang  memberikan   paling   banyak  kontribusi   terhadap  daerah   Lamongan.  Daerah  wisata yang   bertempat   di   Jalan   Raya   Daendeles   (Pantura)   itu   kini   mulai   terkenal   sampai   ke   luar Lamongan,   bahkan   hingga   ke   luar   Provinsi   Jatim.   Kini,   tempat   itu   menjadi   salah   satu   katalog agenda  wisata   keluarga   Jatim.   Selain  Jatim  Park   I   di   Batu,  Sengkaling  di   Malang,  atau  Pantai   Ria Kenjeran   di   Surabaya,   warga   Jatim   bisa   memilih   Wisata   Bahari   Lamongan   sebagai   salah   satu tempattujuan melepaspenatbersamakeluarga.
Awalnya kawasan yang  disajikan dengan konsep one stop service  itu  dibangun  di atas  tanah seluas 17   hektar.   Untuk   ke   depannya   area   wisata   itu   akan   dikembangkan   lagi   hingga   24   hektar.
Pembangunan   pertama   area   wisata   itu   mengembangkan   kawasan   wisata   Tanjung   Kodok   yang disulap   menjadi   tempat   wisata   modern   dengan   aneka   fasilitas   wisata.   Berdirinya   Wisata   Baharu Lamongan   adalah  hasil   kerja  sama   antara   Pemkab   Lamongan   dan  PT.   Bunga  Wangsa   Sejati   yang sebelumnya   membangun   Jatim  Park   I   di   Batu.   Dari   kerja   sama   itu,   kemudian   dibentuk   PT.   Bumi Lamongan Sejatisebagaipihak yang mengelolaWisataBahariLamongan.
Keuntungan berdirinya Wisata Bahari Lamongan tidak hanya dari sisi pemasukan uang, tetapi  juga dari  sisi   tenaga  kerja.   Pada  tahun  2006  diperoleh  data  bahwa  dari  380  pekerja  yang  ada,   60  persen di   antaranya  adalah  pemuda  Lamongan  lulusan  SLTA  dan  perguruan  tinggi.   Hal   ini  menunjukkan bahwa  dibangunnya  kawasan  Wisata  Bahari  Lamongan  dapat   memberikan  konstribusi   positif   pada perekonomian daerah Kabupaten Lamongan.
Penelitian   terdahulu   dengan   bahasan   yang   hampir   sama   yaitu   mengenai   pengaruh   pariwisata terhadap   kehidupan   masyarakat   sekitarnya   dilakukan   oleh   I   Gde   Pitana   dengan   judul   penelitian ”Pariwisata dan Kebudayaan: Antara Parasitisme dan Simbiosis Mutualisme”. Dalam penelitiannya ia   mengkaji   mengenai   dampak   industri   pariwisata   di   Bali   terkait   dengan   aspek   sosial-budaya   dan sosial-ekonomi   masyarakat   Bali.   Dalam   penelitian   tersebut   dijelaskan   bahwa   pariwisata   sudah  menjadi  nafas  dan  urat   nadi  pembangunan  Bali,   bukan  saja  dalam  aspek  ekonomi,   melainkan  juga dalam   berbagai   aspek   lainnya.   Hasil   penelitian   tersebut   secara   jelas   telah   menunjukkan   bahwa pesimisme   tentang   kehancuran   kebudayaan   Bali   akibat   pariwisata   tidak   terbukti.   Bahkan sebaliknya, dengan berbagai mekanisme, langsung ataupun tidak langsung, pariwisata telah mampu menjadi   patron   baru   bagi   kebudayaan.   Pariwisata   telah   menjadi   pemicu  dari   dinamika  masyarakat dalampembangunan.
Melihat   keterkaitan   dengan   penelitian   sebelumnya,   penelitian   yang   akan   dilakukan   ini   diharapkan dapat   menjadi   salah   satu   sarana   untuk   mengetahui   sejauh   mana   dampak   pembangunan   industri wisata   terhadap   aspek   kehidupan   masyarakat   sekitarnya.   Dan   dalam   hal   ini   peneliti   mengambil obyek   penelitian   pembangunan   kawasan   Wisata   Bahari   Lamongan   untuk   mengkaji   sejauh   mana  memberikan   dampak   terhadap   perekonomian   masyarakat   di   sekitar   wilayah   tersebut.   Dengan mengetahui   hal   itu,   diharapkan   pemerintah   daerah   Kabupaten   Lamongan   dapat   melakukan perencanaan pembangunan jangkapanjang untuk daerah tersebut.
Melihatpersoalan-persoalan yang telah diuraikan diatasyang menjadilatar belakang daripenelitian ini,   penulis   kemudian   tertarik   untuk   mengambil   judul   skripsi   ”Dampak   Pembangunan   Wisata Bahari   Lamongan   (WBL)   terhadap   Ekonomi   Masyarakat   Dusun   Penanjan   -   DesaPaciran   – Lamongan”.
B.       Rumusan Masalah Dariuraian diatas, penulismenarik beberapapermasalahan sebagaiberikut: 1.       Bagaimana   kondisi   perekonomian   masyarakat   Dusun   Penanjan,   Paciran,   Lamongan sebelumdibangunnyaWisataBahariLamongan (WBL)? 2.      Usah-usaha apa saja yang dilakukan masyarakat Dusun Penanjan dalam meningkatkan pendapatan dengan adanyapembangunan WisataBahariLamongan (WBL)? 3.       Bagaimana  dampak  yang  ditimbulkan  dengan  dibangunnya  Wisata  Bahari   Lamongan (WBL) terhadap perekonomian masyarakatDusun Penanjan - Lamongan?
C.      Tujuan Penelitian 1.       Untuk  mengetahui  kondisi  perekonomian  masyarakat  Dusun Penanjan  – Desa  Paciran - Lamongan sebelumdibangunnyaWisataBahariLamongan (WBL).
2.       Untuk   mengetahui   usaha-usaha   masyarakat   Dusun   Penanjan   dalam   meningkatkan pendapatan masyarakatnyadengan adanyapembangunan WisataBahariLamongan (WBL).
3.       Untuk   mengetahui   dampak   yang   ditimbulkan   dengan   dibangunnya   Wisata   Bahari  Lamongan   (WBL)   terhadap   perekonomian   masyarakat   Dusun   Penanjan,   Desa   Paciran, Lamongan.

D.      Kegunaan Penelitian Penelitian inidiharapkan memilikimanfaatantaralain: 1.         Sebagai   sumber   informasi   dalam   pengambilan   keputusan   bagi   para   perencana pembangunan   pariwisata   di   tingkat   wilayah/kabupaten   khususnya   dan   di   Propinsi   Jawa Timur umumnya 

Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi