BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian ٍ
Artinya : “Bacalah
dengan (menyebut) nama
Tuhanmu Yang menciptakan.
Dia perantaraan kalam.
Dia mengajarkan kepada
manusia apa yang
tidak telah menciptakan
manusia dari segumpal
dara. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang
Maha Pemurah. Yang
mengajar (manusia) dengan diketahuinya”
Pendidikan secara psikologis
merupakan suatu proses belajar yang dilakukan
secara sadar pada setiap individu atau kelompok untuk merubah prilaku dan
pola pemikiran dengan
menggunakan metode, stratregi
dan instrumen tertentu. Sedangkan proses belajar adalah
suatu kegiatan yang di dalamnya terjadi proses perubahan
pengembangan ilmu atau
pengetahuan baru baik dari
segala macam aspek sumber
belajar, sehingga terdapat perubahan dalam diri anak didik baik
perubahan pada tingkat
pengetahuan, pemahaman dan
ketrampilan atau sikap.
Dalam
undang-undang SISDIKNAS No.20
Tahun 2003, disebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, QS. Al Iqro’ ayat 1-5 Oemar Hamalik, Proses Belajar Meng ajar,Bumi
Aksara, Bandung, 2001, hlm. 48 1 2 kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.
Keadaan
demikian merupakan fitrah
bagi manusia dengan
kesanggupan untuk mengubah
dunia sebagai hayawan
an-naathiq untuk mengemban
amanah sebagai khalifatullah
fi al-ardh. Dengan
mengutip surat al-Isra’
ayat 36, Ibnu Khaldun menjelaskan
bahwa manusia sebagai
makhluk yang sanggup
berfikir yang merupakan sumber
dari segala kesempurnaan dan puncak
segala kemuliaan dan ketinggian di atas
makhluk lain.
Hingga
sekarang, pendidikan masih
tetap diakui sebagai
elan-vital bagi peningkatan Sumber
Daya Manusia (SDM).
Oleh sebab itu,
pelaksanaan pendidikan harus
mampu mendongkrak bagi peningkatanSDM melalui berbagai metodologi
maupun perencanaan yang
matang, pelaksanaan serta
bagaimana mengukur kualitas
proses pendidikan melalui evaluasi.
Namun
ternyata menangani dunia
pendidikan tidaklah semudah membalikkan
telapak tangan. Terbukti
bahwa selama ini
kualitas pendidikan di Indonesia masih
jauh dari yang
diharapkan. Betapa tidak,
berdasarkan catatan Human
Development Report tahun 2003
versi UNDP, peringkat
HDI (Human Development
Index) atau kualitas sumber
daya manusia Indonesia
berada pada urutan ke 112 dari
177 negara . Indonesia jauh lebih rendah
dari Negara Filipina Undang-Undang
Sisdiknas No. 20
tahun 2003, Bab I
Pasal I
Fokus Media, Bandung 2006 hlm 2 Muqaddimah Ibnu Khaldun, penerjemah Ahmadie
Thoha (Jakarta: Pustaka Firdaus)hlm.
521-522.
Nurhadi,
Dkk, Pembelajaran Kontekstual
(CTL) Dan Penerapannya
Dalam KBK, Malang: UM Press,2004 hlm. 01 3 yang berada
pada urutan ke
(85), Thailand (74),
Malaysia (58), dan
singapura (28). Dan pada tahun
2007, Indonesia baru berada pada urutan ke 107 dari 177 negara,
dan dari
12 negara anggota
ASEAN, Indonesia berada pada
urutan ke 12.
Data tersebut menunjukkan bahwa selama
setengah abad lebih Indonesia merdeka,
ternyata kualitas SDM Indonesia masih tertingal jauh di bawah negaranegara
tetangga yang tidak lebih dulu meraih kemerdekaan. Ironisnya, kebijakan pemerintah
terhadap dunia pendidikan
masih setengah-setengah. Hal
tersebut dapat dilihat
dari anggaran pendidikan
sebesar 20 persen
dari anggaran APBN sebagaimana
diamanatkan Undang-Undang belum terwujud.
Hingga
saat ini, pemerintah
terkesan masih mencari
format pendidikan nasional
yang ideal. Sehingga
lembaga penyelenggara pendidikan juga
belum banyak memikirkan
bagaimana memformat pendidikan
dengan kualitas output yang baik/unggul, kecuali hanya diwakili oleh
lembaga pendidikan tertentu yang jumlahnya
belum sebanding dengan jumlah peserta didik di Indonesia.
Carut marutnya dunia pendidikan yang dihadapi
bangsa Indonesia menjadi momok rendahnya
kualitas pendidikan. Ketidak
berdayaan generasi bangsa produk pendidikan dalam berkompetisi di era
globalisasi ini menjadi tanda tanya besar, ada
apa sesungguhnya pendidikan
di Indonesia? Bagaimana
penanganan pendidikan selama
ini? Dan apa
kendala yang dihadapi
oleh lembaga penyelenggara pendidikan? Hermana Suemantri, dalam Jurnal Pendidikan
dan Kebudayaan, Edisi Khusus 1 Tahun ke-13, Agustus, 2007, Jakarta: Diknas,
Hal. 6 Bambang
Triono, Makalah disampaikan
dalam dalam seminar
pendidikan internasional pada 5 Juli 2008 di UIN Malang , UUD 1945 Pasal 31 ayat 4.
4 Menjawab
pertanyaan di atas, Edward Salis, dalam bukunya Total Quality Manajemen
In Education menyebutkan,
suatu kondisi yang
menyebabkan rendahnya mutu
pendidikan dapat berasal
dari berbagai macam
sumber, yaitu miskinnya
perencanaan kurikulum, ketidak
cocokan pengelolaan gedung, lingkungan
kerja yang kurang
kondusif, ketidaksesuaian sistem
dan prosedur (manajemen),
tidak cukupnya jam
pelajaran, kurangnya sumber
daya dan pengembangan staf.
Memetik dari beberapa kriteria yang telah
diungkapkan oleh Edward Salis, sebenarnya secara
harfiyah dapat diberikan
kesimpulan, adanya pengelompokan faktor
penyebab rendahnya mutu
pendidikan tersebut tidaklah
menjadi hal yang hanya
bisa
diperbincangkan dan dicari
siapa atau hal
apa yang menjadi
ujung tombak kesalahan. Akan
tetapi, perlu adanya tawaransoslusi yang jelas sehingga faktor yang telah disebutkan bisa di tekan
atau dirubah menjadi lebih baik.
Seperti halnya faktor penyebab rendahnya
pendidikanpada permasalahan internal,
sebut saja ketidaksesuaian sistem dan prosedur serta kurangnya sumber daya belajar, sebenarnya sebuah pendidikan
memilikibentuk solusi yang berbeda walaupun dalam
permasalahan sama. Sebagai
contoh riil yang
terjadi sekarang adalah tentang permasalahan pengaturan
strategi belajar seorang anak didik. Tidak seharusnya
sebuah tatanan pendidikan
hanya memperhatikan output
kesuksesan dari hasil belajar
tiap generasi perioditasnya, akan tetapi hal krusial yang harus di perhatikan
adalah proses pencapaian
output tersebut, dengan
kata lain adalah proses belajar anak didik.
Edward
Salis, Total Quality
Manajemen In Education,
Manajemen Mutu Pendidikan .
IrCisod, cet ketujuh, 2008, Yogyakarta hlm.104.
5 Belajar adalah
suatu proses yang
komplek yang terjadi
pada diri orang sepanjang
hidupnya. Proses belajar dapat terjadi kapan dan dimana saja, salah satu pertanda bahwa seseorang itu telah belajar
adalah adanya perubahan tingkah laku pada diri
orang itu yang
mungkin disebabkan oleh
terjadinya perubahan pada tingkat pengetahuan,
keterampilan atau sikapnya.
Bagi
sebagian masyarakat, belajar
memainkan peranan penting
dalam penerusan kebudayaan
berupa kumpulan pengetahuan ke
generasi baru, seperti halnya kebiasaan belajarnya.
Dalam proses pembelajaran, terdapat berbagai
macam permasalahan yang menjadi problema,
fenomena ini terjadi
pada setiap jenis
pembalajaran baik formal
maupun nonformal, sebut
saja pada metode
pembelajaran yang dipakai.
Meskipun
pendidikan nonformal lebih
diberikan hak untuk
mengatur strategi belajar
sesuai dengan kebutuhan
pendidikannya. Namun ada
aturan jelas yang telah
diatur oleh pemerintah batasan dan kriteria ajar yang harus dipatuhi.
Dalam pendidikan formal permasalahan krusial
yang biasa dihadapi yakni pada proses
pembelajaran anak didik
karena kuantitas yang
rata-rata cukup banyak, tidak sama halnya seperti yang terjadi
padaapendidkan non formal. Hal ini terjadi
pada pendidikan formal
pada tingkat paling
rendah (Sekolah dasar) sampai pada tingkat tinggi (perguruan tinggi).
Banyaknya
jumlah anak didik
menjadikan lemanya kontrol
pada pendidikan formal
akan proses belajar
yang dilakukan sehingga
menjadikan sebuah elemen
pemerintah harus berpikir
keras untuk memberikan solusi
yang jelas agar permasalahan
semacam ini tidak terulang pada pendidikan setelahnya.
Arsyad
Azhar, Media Pengajaran, Pt. raja grafindo Persada, Jakarta, 1997 hlm. 1-2 Bell Gredler Margaret, Belajar dan
Membelajarkan, Rajawali, Jakarta,1991 hlm. 2 6 Dalam
kaitannya dengan permasalahan tersebut, sahabat Ali berpesan “Didiklah anak
kalian dengan pendidikan
yang berbeda dengan
yang diajarkan pada-mu
karena mereka diciptakan
untuk zaman yang
berbeda dengan zaman kalian
(dari Ali Bin Abi Thalib).” Cermin pesan
sahabat ali telah jelas bahwa semakin
tua usia pendididkan permasalahan
pun akan semakin komplek, maka dianjurkan metode dan strategi pembelajaran tidak bersifat statis hanya pada
posisis yang sama.
Pada Perguruan tinggi studi sosial,
seorang mahasiswa biasa dihadapkan dengan
fenomena-fenomena baru yang
terjadi di sekitar
wilayah pendidikan.
Seperti halnya matakuliah Ekonomi yang
merupakan salah satu program bidang studi
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), matakuliah Ekonomi merupakan menuntut pada
para mahasiswa untuk
mengetahui kejadian-kejadian perekonomian
yang ada secara kontinyu, artinya
harus mengetahui keaktualan peristiwa perekonomian yang
sedang berkembang dan
begitu pula dengan
matakuliah sosial yang
lain.
Berkenaan
dengan itu pula,
salah satu hal
yang terpenting adalah
dalam penyusunan tugas
perkuliahan, maka seorang
mahasiswa yang tergolong menempuh
jurusan sosial dituntut
secara optimal menguasai
seluruh sumber belajar yang terkait dengan materi perkuliahan.
Dengan
demikian pemanfaatan media
dapat diupayakan sebagai sarana untuk
mengantarkan pada tujuan
pendidikan yang diharapkan,
maka pengembangan metode belajar
menjadi keniscayaan guna menyesuaikan dengan Abdul
Mujib, Yusuf Mudzakkir,
Ilmu Pendidikan Islam Kencana, Jakarta:
2006 hlm.101.
7 dinamika
kehidupan masyarakat
maupun perkembangan ilmu
pengetahuan dan tehnologi. Kemampuan beradaptasi dan
berkompetisi dengan lingkungan dengan berbagai konsekuensinya harus
benar-benar ditanamkan pada
peserta didik sebagai
generasi masa depan
bangsa. Dengan harapan peserta didik
nantinya dapat hidup secara
mandiri dan taraf hidup yang lebih baik.
Senada
dengan yang diungkapkan
oleh umar bin
khatab, seabagaimana dikutip oleh Abdul Mujib: ّ
“Sesungguhnya anak-anakmu dijadikan untuk generasi yang lain dari generasimu, dan zaman ang lain dari zamanmu” .
Ungkapan tersebut cukup jelas bahwa dinamika
kehidupan dari zaman ke zaman selalu
mengalami perubahan. Perubahan
tersebut terjadi pada
seluruh aspek kehidupan
manusia, baik aspek
ekonomi, sosial, budaya,
maupun perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
Namun demikian, pengembagangan dan perubahan bahkan mungkin
ijtihadyang dilakukan dengan niat berpegang
pada prinsip kemaslahatan
ummat, sehingga kebaikannya tergolong sebagai amal jariyah. Sebagaimana
dalam hadist Nabi SAW ( Artinya : Barangsiapa
yang menunjukkan kebaikan,
maka baginya pahala seperti
orang yang mengerjakannya (HR.
Muslim) Ibid , hlm. 127 8 Sejalan
apa yang di ungkapkan oleh Sayyidina Ali RA.
"Suatu kebenaran yang tidak
diorganisir dengan rapi(teratur)dapat dikalahkan oleh kebathilan yang lebih terorganisir dengan
rapi(teratur)".
Pendidikan
merupakan kegiatan mulia,
namun jika tidak
terorganisir dengan baik,
maka kualitas pendidikan
juga kurang baik.
Diantara usaha mulia dalam upaya
meningkatkan pendidikan yang
berkualitas ialah dengan meningkatkan kualitas anakdidik menggunakan
metode pembebasan pemanfaatan media sebagai
sumber belajar yang
baik dan mengimplementasikannya secara professional. Demikianlah sebuah harapan dari
pengembangan sebuah pendidikan dapat
diwujudkan. Sebab media dalam dunia pendidikan ibarat dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan.
”Buku
adalah jendela Dunia”,
papatah tersebut merupakan
sebuah motivasi yang
sangat berpengaruh akan
semangat seseorang agar
bisa menapresiatif sebuah
semangat membaca buku. Penafsiran yang
ada dikalangan masyarakat adalah bahwa Buku saat itu adalah
satu-satunya media yang mampu memberikan keseluruhaninformasi yang
diperlukan bagi seorang
pembaca yang nantinya
diharapkan dapat memperkaya
pengetahuan seseorang setelah
adanya pemanfaatan media baca ini.
Dewasa
ini, ketika Ilmu
pengetahuan dan Teknologi
berkembang pesat, proses
pembelajaran tidak lagi
dimonopoli oleh kehadiran
guru di dalam
kelas.
Peserta
didik bisa belajar
sesuai dengan minat
dan gaya belajarnya
masingmasing. Seorang desainer
pembelajaran dituntut untuk
dapat merancang 9 pembelajaran
dengan memanfaatkan berbagai jenis medi dan sumber belajar yang sesuai
agar proses pembelajaran
berlangsung efektif dan efesien.
Bersamaan dengan perkembangan zaman, ilmu pengetahuan
dan teknologi pun ikut semakin maju, sehingga
mendorong seorang mahasiswa
untuk lebih dipermudah
dengan segala macam
media pembelajaran dalam
penyelesaian tugas yang
dibebankan kepada mereka.
Salah satu media
yang paling umum
adalah kemunculan media internet.
Sejarah
IT dan Internet
tidak dapat dilepaskan
dari bidang pendidikan.
Internet di Amerika mulai tumbuh dari
lingkungan akademis (NSFNET), seperti diceritakan
dalam buku “Nerds 2.0.1”. Demikian pulaInternet di Indonesia mulai tumbuh
dilingkungan akademis. Penggunaan
Internet di bidang
pendidikan di Indonesia sudah mulai muncul dengan adanya
program “Sekolah 2000”, dimana ditargetkan sejumlah sekolah (khususnya SMU
dan SMK) terhubung ke Internet pada
tahun 2000 ini.
Pada hakikatnya, internet merupakan salah satu
bentuk dari sumber belajar sebuah pendidikan.
Selain internet, banyak
media lain yang
dapat dijadikan sebagai sumber belajar mahasiswa, sebut saja
perpustakaan, buku, media alam dan lain sebagainya.
Namun, pada
periode terakhir sumber
belajar perpustakaan, buku dan lainnya banyak ditinggalkan dan
beralih keInternet, karena lebih efektif dan efisiensi. Sebenarnya hal ini tidaklah
menjadi sebuah persoalan bila seorang Sanjana Wina, Perencanaaan dan Desain sistem
pembelajaran, Kencana, Jakarta, 2009 hlm.
198 Mayer Richard, Multimedia Learning,
Pustaka Belajar, Yogyakarta, 2009 hlm 32 Sanjana
Wina, Perencanaaan Dan
Desain Sistem Pembelajaran,
Kencana, Jakarta, 2009 hlm. 228 10 mahasiswa mampu
memanfaatkan internet pada
porsi penggunan dan
tidak berlebihan. Akan
tetapi, pada kenyataannya
internet biasa dijadikan oleh mahasiswa
untuk mengerjakan tugas perkuliahan, tanpa dipelajari terlebih dahulu isi
dan kualitas data,
sehingga internet sekarang
ini hanya di
jadikan sebagai media belajar instan yang kurang baik serta
mengakibatkan mahasiswa sekarang banyak
yang meninggalkan budaya baca buku.
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi