Minggu, 08 Juni 2014

Skripsi IPS: PENGELOLAAN DANA ISWA (INFAQ, SHADAQAH DAN WAKAF) UNTUK PEMBERDAYAAN PENDIDIKAN ANAK DHUAFA


BAB I  PENDAHULUAN  
A.  Latar Belakang Masalah  Awal  abad  21  ini  prestasi  pendidikan  Indonesia  tertinggal  jauh  di  bawah negara-negara Asia lainnya, seperti Singapura, Jepang, dan Malaysia.
 Bahkan  jika  dilihat  dari  indeks  sumber  daya  manusia,  yang  salah  satu  indikatornya  adalah  sektor  pendidikan,  posisi  Indonesia  kian  menurun  dari  tahun ke tahun. Padahal Indonesia kini sudah menjadi bagian dari masyarakat  dunia  yang  sudah  tidak  bisa  dihindari.  Jika  tidak  bisa  menjadi  pemenang  pilihan  lain  adalah  kalah.  Oleh  karena  itu  penyiapan  sumber  daya  manusia  yang  berkualitas,  kompetitif  serta  memiliki  keunggulan  yang  komparatif  menjadi keharusan bagi masyarat Indonesia, untuk merebut pangsa pasar dan  peluang kesempatan kerja dunia yang tidak dibatasi oleh ruang dan waktu.

 Lemahnya  pendidikan  juga  mengakibatkan  lambanya  Indonesia  bangkit dari keterpurukan sektor ekonomi yang  merosot secara signifikan di  tahun 1998. Namun disaat negara lain mampu bangkitdari keterpurukan ini,  Indonesia masih belum bisa melakukan recoverydengan baik. Di mana sektor  pendidikan mempunyai peran yang penting dalam hal ini melalui peningkatan  kualitas  sumber  daya  manusia.  Hal  ini  dapat  dilihat dari  negara  Jepang,  di  mana kemajuan ekonomi yang didapatnya sekarang tidak terlepas dari peranan  pendidikan. Sistem pendidikan Jepang yang baik telah menghasilkan manusiamanusia yang berkualitas, sehingga meskipun telah kalah pada perang dunia  II,  mereka  dapat  bangkit,  maju  dan  bahkan  mampu  bersaing  dengan  negara  yang  mengalahkannya  dalam  perang.  Negara  Asia  lainnya  seperti  Korea  Selatan,  Taiwan,  Hongkong  dan  Singapura  juga  memperlihatkan  fenomena  ini,  di  mana  kemajuan  ekonomi  yang  mereka  dapat  sekarang   adalah  buah  hasil dari tingginya kualitas SDM dari masing-masing negara tersebut.
 Indikator  lain  yang  menunjukkan  betapa  rendahnya  mutu  pendidikan  di  Indonesia  dapat  dilihat  dari  data  UNESCO  tahun  2000  tentang  peringkat  Indeks Pengembangan Manusia (Human Development Index), yaitu komposisi  dari  peringkat  pencapaian  pendidikan,  kesehatan danpenghasilan per kepala  menunjukkan  bahwa  Indeks  Pengembangan  Manusia  Indonesia  makin  menurun. Di antara 174 negara di dunia, Indonesia menempati urutan ke- 102  pada  tahun  1996,  ke-99  tahun  1997,  ke-105  tahun  1998,  dan  ke  109  tahun  1999, dan menurun ke urutan 112 pada tahun 2000. Menurut survei  political  and  Economic  Risk  Consultant (PERC),  kualitas  pendidikan  di  Indonesia  berada pada urutan ke-12 dari 12 negara Asia.
  Oleh karena itu semua anak  bangsa  hendaknya  mempunyai  kesempatan  untuk  mendapatkan  pendidikan  akademik  untuk  memasuki  perguruan  tinggi  dan  mendapatkan  ketrampilan  untuk  masuk  kepasar  tenaga  kerja.  Sekolah  tidak  hanya  sebagai  formalitas  untuk  mendapatkan  ijazah  semata,melainkan  sebagai  proses  penguatan  kompetensi. Sekolah baik jenjang dasar, menengah, atas dan perguruan tinggi  harus  mampu  mengahasilkan  lulusan  yang  kompetitif,  cerdas  serta  memiliki  budhi  pekerti  sesuai  dengan  norma-norma  sosial,  agar  anak  bangsa  mampu  menghadapi  perkembangan  pasar  global  yang  menjadi  peluang  sekaligus   Dede Rosyada. Paradigma Pendidikan Demokratis.(Jakarta: Kencana,2004), hal. 4  ancaman. Karena perkembangan pasar global hanya mampu dihadapi dengan  kualitas SDM yang tinggi.
 Pendidikan  di  Indonesia  memang  menghadapi  dua  masalah  besar,  yakni  persoalan  internal  dan  eksternal.  Secara  internal  sedang  dilakukan  berbagai  penataan  dan  rekontruksi  strategi  pengembangan  yang  jauh  lebih  tepat, akurat dan akseleratif. Secara eksternal, kemajuan zaman yang ditandai  dengan penemuan-penemuan dalam sains dan perkembangan dunia teknologi  informasi dan transportasi menjadi ancaman tersendiri bagi bangsa ini bila kita  tidak siap menghadapinya.
 Melihat fenomena di atas berbagai upaya untuk meningkatkan kualitas  SDM bangsa ini melalui pendidikan telah banyak dilakukan oleh pemerintah  pusat yang bekerja sama dengan pemerintah daerah, seperti anggaran 20% dari  APBN  untuk  pendidikan,  peningkatan  kesejahteraan  guru  melalui  kenaikan  tunjangan  profesi  yang  mendongkrak  kenainkan  gaji  pokok,  khususnya  bagi  guru  yang  berstatus  PNS,  dengan  gaji  minimal Rp  2  juta  per  bulan.  Hal  ini  tertera  dalam  Perpers  Nomor  52.  Tahun  2009  Tentang  Kenaikan  Gaji  Guru  PNS.   kucuran  dana  BOS  (Biaya  Operasional  Sekolah)  dll.  Belum  lagi  8  Program 100 hari oleh Depdiknas, yaitu sebagai berikut:  1.  Internet Sekolah  Penyediaan internet secara massal di 17.500 sekolah.
 2.  Kepala dan Pengawasan Sekolah  Melatih  sebanyak  30.000   Kepala  dan  Pengawas  sekolah  untuk  meningkatkan penguatan kemampuan dan pengelolaan sekolah  3.  Beasiswa Perguruan Tinggi  Pemberian  20.000  beasiswa  PTN  untuk  siswa  SMA/  SMK/ MA  berprestasi dan kurang mampu.
 4.  Kebijakan Khusus Daaerah Terdepan  Penyiapan peraturan Menteri secara khusus untuk guru yang bertugas  di daerah terdepan / terluar.
 5.  Penyempurnaan Renstra  Finalisasi  penyususnan  dan  penyempurnaan  Renstra  2010-2014  dengan merangkul semua pemangku kepentingan  6.  Budaya dan Karakter Bangsa  Menyiapkan  bahan  ajar  untuk  pengembangan  budaya  dan karakter  bangsa bagi peserta didik  7.  Metodologi Penelitian  Tersusunya  metodologi  pembelajaran  bagi  guru  yang  menumbuhkan  kreativitas dan inovasi  8.  Sinergitas lembaga  Penyusunan  Rodmap sinergitas  lembaga  pendidikan  (DepdiknasDepag)  dengan  pengguna  lulusan  untuk  mengatasi  masalah  ketenagakerjaan  dan terciptanya kewirausahaan  Namun  yang  disayangkan  sampai  saat  ini,  masih  banyak  sekali  anak  bangsa  ini  yang  tidak  mendapatkan  pendidikan  akademik,  padahal  skill dan  keterampilan adalah hak semua anak bangsa sebagai generasi penerus (agent    “Majalah Bulanan Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur”, Media, Februari 2010.
 of  change),  di  negara  ini  hanya  anak-anak  orang  mampu  saja  yang  berkesempatan  mendapatkan  pendidikan  akademik.  Lalu bagaimana  dengan  anak-anak yang orang  tuanya tidak mampu  menyekolahkan anaknya  dengan  alasan  ekonomi,  apakah  mereka  harus  menerima  nasib  dan  kita  hanya  berpangku tangan melihat fenomena seperti itu.
 Fenomena  di  atas  terjadi  karena  katimpangan  sosial  ekonomi  masih  sangat tinggi di negeri ini, hingga muncul rumus 90:10 atau 90% kekayaan di  Indonesia  dikuasai  oleh  10%  penduduk  bangsa  ini,  sedangkan  10%  sisanya  menjadi  rebutan  90%  penduduk  lainnya.  Hal  ini  terbukti  dengan  adanya  gedung-gedung  pencakar  langit  yang  berdiri  dengan  keangkuhan  yang  dipamerkan di kota-kota besar di Indonesia, sepertipusat-pusat perbelanjaan  dan perkantoran serta gedung-gedung lainnya. Pusat-pusat perbelanjaan yang  selalu ramai dengan pengunjung, kafe dan restoran yang bertebaran di setiap  sudut kota pun tak sepi dari pengunjung, ini seakan-akan penduduk negeri ini  hidup sejahtera dan terjamin. Tetapi di sisi lain bila kita melihat lebih dalam  lagi di pinggir-pinggir kota kita akan melihat banyak sekali pemukiman yang  tak  layak  huni,  di  sudut  lampu  merah  yang  selalu  ramai  dengan  anak-anak  kecil yang bernyanyi dengan suara apa adanya yang mengharap kedermanan  berupa uang receh dari penguna jalan.
 Sebenarnya  fenomena  ketimpangan  sosial  ekonomi  yang terjadi  di  negeri  ini terutama  di  kota-kota  besar  bisa dihindari atau  diminimalisir, jika  pemerintah  sebagai  pemegang  kekuasaan  tertinggi  di  negeri  ini  mampu  mendistribusikan  kekayaan  alam  ini  dengan  benar  dan pejabat  negara  yang  tidak korup. Selain itu melihat penduduk Indonesia  yang mayoritas beragama  Islam dan merupakan penduduk muslim terbanyak di dunia, maka dana-dana  sosial,  seperti  Zakat,  Infaq,  Shadaqah  dan  Wakaf  (ZISWA)  dapat  dimanfaatkan  dan  difungsikan  untuk  mengatasi  permasalahan  yang  sedang  dihadapi oleh bangsa ini yang sebenarnya merupakan  masalah kita bersama,  karena  pada  hakekatnya  Islam  tidak   hanya  mengajarkan  pada   umatnya  tentang  hubungan  vertikal  atau  dengan  sang  khaliq saja,  tetapi  juga  secara  horizontal  atau  hubungan  sosial  dengan  sesamanya  dan  alam  sekitar.  Islam  mengajarkan pada kita untuk berbagi rezeki yang telah diberikan-Nya kepada  mereka  yang  tidak  mampu,   karena  sesungguhnya  disebagian  harta  kita  ada  hak orang yang tidak mampu.
 Kepala  Negara  Presiden  Susilo  Bambang  Yudoyono  (SBY)  menegaskan sejarah mencatat, dalam membangun peradaban baru di Madinah,  Rasulullah SAW juga menghimpun Zakat, infaq dan Shadaqah, serta Wakaf  dalam  berbagai  bentuknya.  Tujuannya  adalah  untuk  memberdayakan  umat,  mengentaskan  kemiskinan  dan  mengembangkan  dakwah  Islam.  “Rasulullah  mewajibkan kaum aghniya, yakni orang-orang yang memiliki kelebihan harta,  untuk meWakafkan sebagian harta yang dimilikinya.”  Menurut  sebuah  sumber  potensi  Zakat  di  Indonesia  mencapai  Rp  20  triliun per tahun, hasil penelitian Pusat dan Bahasa UIN Syarif Hidayatullah  dan  Ford  Foundationtahun 2005 menggungkapkan, jumlah potensi filantropi  (kedermawanan)  umat  Islam  Indonesia  mencapai  Rp  19,3  triliun.  Di  antara   Presiden  Canangkan  Gerakan  Nasional  Wakaf  Uang  (http:www.hidayatullah.com.
 diakses tanggal. 01-02-2010)  potensi tersebut Rp 5,1 triliun berbentuk barang dan Rp 14,2 triliun berbentuk  uang.
   Serta  tanah  Wakaf  mencapai  268.653,67  hektar,  sedangkan  menurut  Mustafa  Edwin  Nasution,  ekonom  dari  Univesitas  Indonesia,  potensi  penghimpunan  dana  dari  Wakaf  uang  di  Indonesia,  dalam  satu  tahun  bisa  dihimpun  dana  sebanyak  Rp  3  triliun,     Jumlah  di  atas  merupakan  jumlah  yang  tidak  sedikit,  dan  apabila  dana  ziswa  tersebut dikelola  secara  professional  dan  disalurkan  bagi  mereka  yang  membutuhkan  sesuai  dengan  kebutuhan  mereka.  Baik  disalurkan  untuk  pendidikan, kesehatan  dan  pemberdayaan usaha.
 Malang  tidak  ubahnya  sebagaimana  kota-kota  besar  lainnya  di  Indonesia  yang  masih  menyimpan  banyak  masalah  sosial  ekonomi,  seperti  kemiskinan,  ketimpangan  dalam  perekonomian  serta  masih  banyaknya  anak  usia  sekolah  yang  tidak  berkesempatan  memperoleh  pendidikan  akademik  secara formal. Dinas Pendidikan Kabapaten Malang menyatakan angka putus  sekolah di Kabupaten Malang masih sangat tinggi. Data di Dinas Pendidikan  menyebutkan  angka  putus  sekolah  untuk  anak  usia  wajib  sekolah  mencapai  27.220 orang. Jumlah itu berasal dari usia 7-12 tahun (2.438 orang) dan usia  13-15 tahun sebesar 24.782 orang. Kelompok usia 16-18 tahun yang tidak lagi  sekolah  lebih  besar  lagi,  yakni  mencapai  60.817  orang.  Adapun  usia  19-24  tahun yang tidak bersekolah sekitar 229.360 orang.
  Nuruddin  Mhd.  Ali.  Zakat  Sebagai  Instrument  Dalam  Kebijakan  Fiskal.  (Jakarta:PT  RajaGrafindo Persada, 2006) hal. XXIV.
   Abdul Ghofur Anshori. Hukum dan Praktek Perwakafan di Indonesia(2006: Pilar Media  Yogyakarta), hal. 99  Sekalipun  Pemerintah  Daerah  selalu  mengupayakan  berbagai  solusi  guna  untuk  menyelesaikan  masalah  yang  sedang  dihadapi,  te  tapi  itu  semua  tidak  cukup  tanpa  ada  partisipasi  dari  warga  malang sendiri.   Kota  Malang  memiliki  luas  110.06  Km.  persegi,  Kota  dengan  jumlah  penduduk  sampai  akhir Juni 2005 sebesar 782.110 jiwa. Kepadatan penduduk kurang lebih 7106  jiwa per kilometer persegi. Tersebar di 5 Kecamatan(Klojen = 125.824 jiwa,  Blimbing = 167.301 jiwa, Kedungkandang = 152.285 jiwa, Sukun = 174.184  jiwa, dan Lowokwaru = 162.516 jiwa), 57 Kelurahan,  10 Desa, 505 RW dan  3.649  RT.  Melihat  penduduk  Malang  Raya  yang  sebagian  besar  beragama  Islam  dan  secara  finansial  mereka  mampu,  maka  sudah dapat  dipastikan  bahwa potensi dana Zakat, Infaq, Shadaqah dan Wakaf(ZISWA) cukup besar  dan  apabila  dikelola  oleh  lembaga  yang  professional dan  amanah   akan  mampu   mengatasi  permasalahan  ketimpangan  dan  permasalahan  ekonomi  lainnya.
 Tentunya untuk mengoptimalkan fungsi dan manfaat dana-dana sosial  tersebut  dibutuhkan suatu  lembaga  yang menjadi  mediator  antara  yang  kaya  dan  yang  miskin.  Sehingga  ketimpangan  sosial  ekonomi  di  negeri  ini  dapat  ditanggulangi.  Di  Malang  telah  banyak  lembaga-lembaga  sosial  non  profit  yang  bergerak  dalam  penghimpunan  dan  pendistribusian  dana  umat  seperti  Zakat,  Infaq,  Shadaqah  dan  Wakaf  (ZISWA)  dari  muzaki   untuk  disalurkan  kepada  mustahiq.  Salah  satunya  adalah  Baitul  Maal  Hidayatullah  (BMH)  Cabang  Malang.  BMH  adalah  lembaga  di  bawah  organisasi  massa Hidayatullahyang  diberi  amanah  untuk  mengelola  dana  umat  dan  pada  tahun  2001  BMH  dikukuhkan  sebagai  Lembaga  Amil  Zakat  Nasional  melalui SK  Menteri Agama  N0.538  Tahun 2001.  Adapun  sebutan  Baitul  Maal menggambarkan  idealisme  sebagaimana  Baitul  maal  di  zaman  para  Khalifah,  yang  menjalankan  fungsi  pemerataan  bagi  masyarakat.  Kiprah  BMH  sebagai lembaga yang  consern  terhadap  persoalan  sosial  kemasyarakatan  telah dirasakan  oleh  masyarakat  luas  hampir  diseluruh  pelosok  nusantara  dengan tersalurkanya  puluhan  milyar  rupiah.  Dana  tersebut  terdiri  dari  berbagai  kalangan masyarakat baik perorangan maupun kolektif(perusahaan dll).
 Beberapa  hal  yang  melatarbelakangi  peneliti  untuk  mengadakan  penelitian  di  lembaga  Baitul  Maal  Hidayatullah  Cabang  Malang  antara  lain,  BMH  telah  mempunyai  5  kantor  perwakilan  dan  jaringan  kerja  141  daerah  tingkat II di seluruh Indonesia, BMH merupakan Lembaga Amil Zakat tertua  di   Indonesia,   dengan  dukungan  teknologi  informasi,  kini  semua  kantor  (pusat-regional-cabang) telah terkoneksi secara  online, membuat pengelolaan  lembaga  lebih  terintegrasi,  transparan  dan  cepat.  Secara  garis  besar  BMH  menyalurkan dana umat yang terdiri dari Zakat, Infaq, Shadaqah dan Wakaf  (ZISWA)  melalui  empat  program  yaitu  Dakwah,  Sosial, Ekonomi  dan  Pendidikan.   Selain  itu  kemudahan  bagi  muzaki atau  donatur  yang  bisa  menyetor dana melalui bank atau layanan jemput Zakat.
 Sekalipun berstatus cabang bukan berarti BMH CabangMalang tidak  mempunyai  otoritas  dalam  pendayagunaan  dana  ZISWA.  Untuk  program  pendidikan  sampai  saat  ini  awal  tahun  2010,  BMH  Cabang  Malang  telah  mempunyai 25 Desa yang menjadi yang menjadi binaannya, 550 Anak Asuh  mulai  dari  usia  sekolah  SD  sampai  SMA,  2200  muzaki dan  donatur  yang  masih aktif. Serta pengembangan Pusat Pendidikan Anak Shaleh (PPAS) dan  Pengembangan  Sekolah  Dhuafa  (PSD)  untuk  pemerataan  pendidikan  di  wilayah  Malang  Raya  bagi  mereka  anak  Dhuafa  dan  anak  Yatim.  Dalam  program  pendidikan  BMH  cabang  Malang  mempunyai  strategi  tersendiri  dalam  pengelolaan  dana  ISWA  untuk  memperdayakan  pendidikan  anak  Dhuafa.  Yakni  dengan  cara  menyalurkan  dana  dari  Wakaf  untuk  perluasan  Pesantren dan sekolah yang berada di bawah naungan  BMH cabang Malang  serta  pengadaan  fasilitas  sekolah,  sedangkan  dana  Infaq  dan  Shadaqah  difungsikan untuk biaya operasional pendidikan anakDhuafa seperti, beasiswa  untuk Anak Asuh dan juga untuk keperluan lainnya yang sifatnya konsumtif.
  Penulis  tertarik  untuk  meneliti  lebih  dalam  bagaimana  BMH  Cabang  Malang  menghimpun  dan  mendistribusikan  dana  ISWA,  mendayagunakan  dana ISWA untuk pemberdayaan pendidikan anak Dhuafa dan anak Yatim,  serta  problematika  yang  di  hadapi  di lapangan  ketika  menjalankan  programprogramnya, dan penulis akan merumuskan dalam judulskripsi “Pengelolaan  Dana  ISWA  untuk  Pemberdayaan  Pendidikan  Anak  Dhuafa”.   (Studi  Kasus di BMH Cabang Malang).
   Hasil wawancara dengan Humam Hidayat , Devisi Pendayagunaan BMH cabang  Malang, Tanggal 20 Maret 2010  B.  Pembatasan dan Rumusan Masalah  Banyak  sekali hal-hal  yang  perlu  dikaji  dari  BMH  Cabang  Malang,  mulai dari penghimpunan dana ZISWA sampai dengan pendistribusian danadana  tersebut.  Namun  agar  penelitian  ini  lebih  terfokus  pada  suatu  permasalahan, sehingga pembahasannya akan lebih mendalam, maka peneliti  akan  membatasi  masalah  ini  pada  pengelolaan  dana  ISWA  untuk  pemberdayaan pendidikan anak Dhuafa.
 Dari  pembatasan  masalah  di  atas,  maka  peneliti  dapat  merumuskan  masalah sebagai berikut:  1.  Bagaimana  mekanisme  BMH  cabang  Malang  dalam  penghimpunan  dan  pendistribusian dana ISWA?  2.  Bagaimana  BMH  cabang  Malang  mengelola  dana  ISWA  untuk  pemberdayaan pendidikan anak Dhuafa?  3.  Problematika  apa  saja  yang  dihadapi  BMH  cabang  Malang  di  lapangan  dalam penghimpunan dan pendistribusian dana ISWA?  
C.  Tujuan dan Manfaat Penelitian  1.  Tujuan Penelitian  Dari  rumusan  masalah  di  atas,  maka  tujuan  peneltian ini  adalah  sebagai berikut  a.  Mengetahui  mekanisme  BMH  cabang  Malang  dalam  penghimpunan  dan pendistribusian dana ISWA.
 b.  Mengetahui  bagaimana  BMH  cabang  Malang  mendayagunakan  dana  ISWA.
 c.  Mengetahui problematika apa saja yang dihadapi BMH cabang Malang  dalam penghimpunan dan pendistribusian dana ISWA 


Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi