BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Sejarah kehidupan manusia dari zaman dahulu sampai
era globalisasi sekarang ini tidak
pernah terpisahkan dengan dunia pendidikan. Sebab semua orang
sadar dan memahami,
bahwasanya pendidikan merupakan
suatu hal yang sangat fundamental dalam pembentukan
keperibadian seorang manusia, baik dilihat
dari sisi kecerdasan
kognitif, kecerdasan emosional
dan kecerdasan spiritual. Baik buruk
dan berkualitas atau tidak sebuah peradaban tidak
lepas dari kualitas
manusia yang merupakan
efek dari adanya
sebuah pendidikan.
Melihat
kondisi riil masyarakat
Indonesia sekarang dari
kaca mata global,
ternyata masyarakat indonesia
secara umum kualitas
SDM jauh tertinggal
bila di bandingkan
dengan SDM negara
lain terlebih bila
di bandingkan dengan
negara-negara yang berada di kawasan Eropa. Hal tersebut merupakan bentukan yang dihasilkan oleh lebaga pendidikan indonesia, baik lembaga pendidikan formal maupun non formal.
Bicara
masalah kualitas SDM masyarakat indonesia yang merupakan efek
dari pendidikan, maka
tentunya kita terlebih
dahulu menyoroti kualitas pendidikan indonesia yang menjadi wadah tempat
pembentukan keperibadian manusia. Kualitas
pendidikan indonesia bisa
kita saksikan dari
data yang di keluarkan oleh
PERC (The Political
and Economics Risk
Consultancy) bahwa, Kualitas
pendidikan Indonesia berada
di urutan terendah
dari 12 negara Asia, bahkan berada di bawah Vietnam
menduduki urutan ke-11. Hal ini berdasarkan
penelitian lembaga konsultan
di Singapura PERC
(The Political and
Economics Risk Consultancy),
akhir 2001, kata
Koordinator Perguruan Tinggi
Swasta (Kopertis) III Jakarta Prof Dr. Tb. Rony Nitibaskara.
Ketika berbicara pada Seminar Optimalisasi
Sumber Daya menghadapi AFTA di Jakarta,
Senin, ia mengatakan, hasil survei PERC itu menyebutkan, Korsel menduduki
urutan I, Singapura
II dan Jepang
III. Sedangkan Indonesia menduduki urutan ke-12 dari 12 negara yang
disurvei dan Vietnam menduduki urutan ke-11.
Hasil survei itu
didasarkan pada kualitas
pendidikan yang menjadi
tenaga kerja dengan
argumentasi, untuk mendapatkan
tenaga kerja berkualitas didasarkan sistem pendidikan yang
berkualitas.
Hasil
penilaian Program Pembangunan
PBB (UNDP) pada
2000 menunjukkan, kualitas
SDM Indonesia urutan
ke-109 dari 174
negara, atau jauh dibanding Singapura (24), Malaysia (61),
Thailand (76), Filipina (77) dan Vietnam
(108).
Pendidikan
yang berkembang dengan
baik pada suatu
masyarakat dapat meningkatkan
masyarakat menjadi berkualitas. Dengan pendidikan yang berkualitas, maka akan terbentuk sumber daya
manusia yang unggul. Kualitas sumber daya
manusia menjadi kunci
utama dalam menentukan
aktivitas berbagai sektor
pembangunan fisik maupun
nonfisik. Untuk menciptakan Jakarta,
Bpost. 2007. Kualitas
Pendidikan Indonesia Terendah.
Indomedia, (online), (http://www.indomedia.com/bpost/032002/5/depan/utama13.htm/
diakses 10 mei 2008) SDM yang berkualitas
maka sekolah sebagai
lembaga pendidikan formal menjadi
institusi kepercayaan masyarakat
dalam mempersiapkan dan mengantarkan
generasi muda menghadapi era kompetisi global.
Proses
pendidikan merupakan aktivitas
yang panjang sehingga membutuhkan
perencanaan matang agar
mampu menghasilkan out
put yang berkualitas,
sebagaimana tertuang dalam
ketentuan umum UU
RI nomor 20 tahun
2003 tentang sistem pendidikan nasional, pasal 1, ayat 1, berbunyi: Pendidikan
adalah usaha sadar
dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa
dan negara.
Dalam
konteks nasional, pemerintah
melaksanakan kebijakan perluasan
akses kesempatan belajar
bagi setiap warga
negara untuk memperolah pendidikan yang berkualitas dan
mengelola kegiatan pendidikan secara
efektif dan efisien. Dan dalam
ruang lingkup lokal,
lembaga-lembaga pendidikan formal
pada setiap jenjang
pendidikan diharapkan mampu menghasilkan
lulusan yang berkualitas sesuai dengan harapan masyarakat.
Peran guru dalam penyelenggaraan pendidikan
merupakan determinan yang strategis
terhadap pencapaian kualitas pendidikan. Oleh karena itu, upaya untuk
mempersiapkan sumber daya
manusia yakni seorang
guru yang profesional perlu adanya penegasan yang
kongkrit.
Undang-Undang
Republik Indonesia No 14 tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen serta Undang-Undang
Republik Indonesia No.
20 Tahun 2003
tentang sisdiknas. Bandung:
Citra Umbara. Hlm.
Nulhakim,
T. Rusman. 2007. Kinerja Guru Dan Implikasinya Pada Tunjangan Jabatan.
Pendidikan dan Kebudayaan.13 (13): 2 Untuk menjadi
seorang guru yang
profesional, dalam UU
RI No 14 Tahun 20 , pada
bagian kesatu tentang
kualifikasi, kompetensi, dan sertifikasi, pasal
8, “guru wajib
memiliki kualifikasi akademik,
kompetensi, sertifikat pendidik,
sehat jasmani dan
rohani, serta memiliki
kemampuan untuk mewujudkan tujuan
pendidikan nasional”. Selanjutnya dijelaskan pada pasal
10, bahwa kompetensi
guru yang dimaksud
pada pasal 8
meliputi, “kompetensi pedagogik,
kompetensi keperibadian, kompetensi
sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui
pendidikan profesi”.
Di
dalam proses belajar
mengajar betapapun bagusnya
kurikulum dengan menentukan
standar isi yang tinggi, tetapi apabila tidak tersedia tenaga guru yang profesional maka tujuan kurikulum
tersebut akan sia-sia. Demikian pula
dengan sarana yang mencukupi tetapi tenaga guru yang tidak profesional akan
menjadi sia-sia juga. Guru
adalah prajurit terdepan di dalam membuka cakrawala
peserta didik memasuki dunia ilmu
pengetahuan dalam era global dewasa ini.
Tidak heran apabila
salah satu kualifikasi
akademik guru profesional menurut UU No. 14 Tahun 2005 sekurang-kurangnya
mempunyai ijazah S-1.
Asumsi-asumsi di
atas, menjadi tidak
bermakna bila tidak
disertai dengan upaya
guru itu sendiri
untuk mendukung peningkatan
kemampuan profesionalitasnya. Hal
ini tercermin pada
upaya guru dalam
melaksanakan kewajibannya sebagai
pendidik, pengajar dan pelatih peserta didik.
Undang-undang
republik indonesia nomor 14 tahun 2005. op.cit., Hlm.
Tilaar,
H.A.R. 2006. Standarisasi Pendidikan Nasional: Suatu Tinjauan Kritis. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Hlm. 1 Dalam hal
ini, Delors (1996)
dalam laporannya untuk
UNESCO menyatakan:“improving the
quality of education
deponds on improving
the recruitment, training, social
status, and condition of work teachers….” Dari laporan
tersebut, dapat diketahui
bahwa peningkatan pendidikan
sangat ditentukan oleh
rekrutmen guru, pendidikan
dan pelatihan, status
sosial dan kondisi kerja.
Dengan
demikian peranan guru merupakan subsistem dominan dalam peningkatan mutu pendidikan.
Tuntutan
akan kemajuan pendidikan pada
masyarakat akan bertumpu lebih
kontras kepada peran guru
mata pelajaran. Hal tersebut senada dengan ide
otonomi dalam bidang
pendidikan, yaitu memberi
peluang pada daerahdaerah
bahkan unit untuk
mengembangkan diri
sehubungan dengan kehasan yang dimilikinya.
Oleh
karena itu hal yang perlu dibangkitkan adalah kinerja guru dalam mengelola pembelajaran yang menjadi
sinyalemen diterapkannya sistem MGMP
(Musyawarah Guru Mata
Pelajaran) tingkat kota
dan Musyawarah Guru Mata Pelajran
tingkat sekolah (MGMPS).
Mengingat posisi guru yang merupakan ujung
tombak pendidikan dan penentu kualitas
pendidikan, dalam melaksanakan
tugas keprofesionalan, maka
tugas dan tanggung
tawab guru dapat
dilihat pada UU
No. 14 tahun 2005, pasal
20, yaitu: “Merencanakan
pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran
yang bermutu, serta
menilai dan mengevaluasi
hasil pembelajaran”. Dengan adanya
sistem MGMP pada
setiap tingkat kota
dan Nulhakim. Op.cit.,Hlm. 2 Tafsir, Ahmad. 2006. Filsafat Pendidikan
Islam: Integrasi Jasmani, Rohani Dan Qalbu Memanusiakan Manusia. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya. Hlm.2 Undang-undang republik
indonesia nomor 14 tahun 2005. op.cit., Hlm.
MGMPS tingkat
sekolah, maka dalam proses perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian/evaluasi hasil pembelajaran diharapkan akan mampu menghasilkan kualitas
yang lebih baik
dan lebih bermutu
bila dibandingkan dengan
kerja guru yang dilakukan secara
individual.
Upaya
guru merupakan kegiatan-kegiatan dalam
proses belajar yang dilaksanakan
secara profesional termasuk didalamnya inovasi-inovasi terbaru yang
memungkinkan terciptanya pembelajaran
yang berkualitas sehingga mampu
menghasilkan out put
yang berkualitas sesuai
dengan harapan masyarakat dan negara yang mampu bersaing
dalam kancah nasional maupun internasional.
Dengan
diterapkannya sistem otonomi
pendidikan, maka kualitas pembelajaran
pada setiap jenjang
pendidikan khususnya jenjang
pendidikan menengah pertama
(SMP/MTS) pada mata
pelajaran IPS Terpadu
terletak pada kinerja
dan peran MGMP
baik tingkat kota
mupun tingkat sekolah.
Untuk mengetahui kinerja guru sebagai cerminan
profesionalisme, bisa dilihat dari proses
pembalajaran yang berlansung
di setiap lembaga
pendidikan itu sendiri.
Dari deskripsi latar belakang dan permasalah
di atas, dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut: “Peran Musyawarah Guru Mata
Pelajaran Tingkat Sekolah
(MGMPS) IPS Dalam
Meningkatkan Kualitas Pembelajaran
IPS Terpadu di
SMP Negeri 13
Malang”. Dengan adanya penelitian ini, di harapkan dapat memberikan
penjelasan tentang dampak dari adanya kebijakan
Diknas dengan menerapkan
sistem MGMP pada
jenjang pendidikan dasar
(SD) dan menengah (SMP/SMA)
di setiap mata
pelajaran, khususnya pada mata
pelajaran IPS Terpadu di SMP Negeri 13 Malang.
B. Fokus Penelitian Berdasarkan paparan
pendahuluan diatas, maka dalam penelitian ini secara umum dapat difokuskan permasalahan yaitu
bagaimana peran MGMPS dalam meningkatkan
kualitas pembelajaran IPS Terpadu di SMP Negeri 13 Malang?.
Adapun fokus penelitian secara khusus sebagai
berikut: 1. Bagaimana peran Musyawarah
Guru Mata Pelajaran
Tingkat Sekolah (MGMPS)
dalam merencanakan pembelajaran
IPS Terpadu di SMP
Negeri 13 Malang? 2. Bagaimana peran MGMPS dalam peroses
pembelajaran IPS Terpadu yang diterapkan
di SMP Negeri 13 Malang? 3.
Bagaimana peran MGMPS
dalam pelaksanaan evaluasi/penilaian yang diterapkan
dalam melihat hasil pembelajaran IPS Terpadu di SMP Negeri 13 Malang? Fokus masalah
diatas akan dipaparkan
secara mendalam dan
natural agar hasil
penelitian dapat menggambarkan
fakta atau keadaan
yang sebenarnya tanpa
adanya manipulasi informasi.
Oleh karena itu
untuk mencapai hal tersebut
digunakan pendekatan kualitatif.
C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian
secara umum adalah Untuk
mendeskripsikan peran Musyawarah
Guru Mata Pelajaran
tingkat Sekolah (MGMPS)
IPS Terpadu dalam meningkatkan kualitas pembelajaran di
SMP Negeri 13 Malang.
Sedangkan tujuan penelitian secara khusus
yaitu: 1. Mendeskrepsikan peran Musyawarah
Guru Mata Pelajaran
Sekolah (MGMPS) dalam proses perencanaan pembelajaran IPS Terpadu
di SMP Negeri 13 Malang.
2. Mendeskrepsikan peran MGMPS dalam proses
pelaksanaan pembelajaran IPS Terpadu
yang diterapkan di SMP Negeri 13 Malang.
3. Mendeskrepsikan bentuk-bentuk
evaluasi/penilaian yang diterapkan
oleh MGMPS dalam melihat hasil
pembelajaran IPS Terpadu di SMP Negeri 13 Malang.
D. Manfaat Penelitian Dengan adanya
penelitian ini diharapkan
dapat memberikan manfaat kepada: 1.
Bagi Lembaga (Sekolah) Hasil
penelitian ini dapat
dijadikan sebagai bahan
masukan dan refrensi untuk mengadakan pembinaan dan peningkatan
kualitas musyawarah guru mata pelajaran
(MGMP) dalam rangka peningkatan kualitas pembelajaran.
2. Bagi
Guru Hasil penelitian ini
dapat dijadikan sebagai
bahan balikan untuk mengadakan
koreksi diri, sekaligus usaha untuk memperbaiki kwalitas diri sebagai
guru yang profesional
dalam upaya untuk
meningkatkan mutu, proses dan hasil belajar siswa yang maksimal.
3. Bagi Siswa Hasil penelitian
ini daharapkan dapat
dijadikan sebagai bahan
upaya peningkatan prestasi
belajar siswa, utamanya
pada mata pelajaran
IPS Terpadu sehingga
dapat mengubah perolehan
peringkat yang lebih
baik, baik dari segi kognitif,
afektif dan psikomotorik.
4. Bagi
Peneliti Hasil penelitian ini
diharapkan dapat menambah
khasanah pengetahuan dan
dapat mengembangkan wawasan penelitian dan pendidikan.
E. Definisi Istilah Sesuai dengan judul
penelitian ini, maka adapun hal-hal yang perlu untuk didefinisikan adalah sebagai berikut: 1. Musyawarah Guru Mata Pelajaran Tingkat
Sekolah (MGMPS).
Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) yaitu
merupakan suatu wadah bagi
guru mata pelajaran
sejenis untuk meningkatkan profesionalitas sebagai
guru dan sebagai
tempat untuk memecahkan berbagai
persoalan yang dihadapi
guru mata pelajaran
dalam upaya peningkatan kualitas.
Musyawarah
guru mata pelajaran
yang dilaksanakan pada
tingkat kota atau MGMP kota
dilaksanakan oleh guru-guru mata pelajaran sejenis yang berada dalam satu kota. Hasil musyawarah
yang dilaksanakan pada tingkat kota belum tentu sesuai dengan
masing-masing sekolah yang ada.
Oleh karena itu, perlu untuk disesuaikan
dengan kondisi sekolah masingmasing
maka dibentuklah Musyawarah
Guru Mata Pelajaran
Sekolah (MGMPS) dengan
tujuan sebagai wadah/tempat
mengkaji ulang hasil MGMP
kota untuk disesuaikan dengan kondisi sekolah.
F. Sistematika Pembahasan Bab 1:
Pendahuluan, berisi tentang
pokok-pokok pemikiran yang
melatar belakangi penulisan
penelitian ini, yaitu
terdiri dari latar
belakang masalah, fokus
penelitian, tujuan penelitian,
manfaat penelitian, definisi operasional dan sistematika pembahasa.
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi